Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan
*
Alamat Korespondensi: rahmat_skm@ymail.com
Kata kunci :
Stunting, ASI, berat badan Masalah Gizi merupakan penyebab sepertiga kematian pada anak. Stunting
lahir rendah menjadi indikator kunci dari kekurangan gizi kronis, seperti pertumbuhan yang
melambat, perkembangan otak tertinggal dan sebagai hasilnya anak penderita
stunting lebih mungkin mempunyai daya tangkap yang rendah. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat gambaran faktor risiko kejadian stunting pada balita di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cangadi Kabupaten Soppeng. Penelitian ini
menggunakan metode analitik observasional yang dilaksanakan pada bulan
Januari hingga Maret 2020 di wilayah UPTD Puskesmas Cangadi Kecamatan
Liliriaja Kabupaten Soppeng dengan jumlah sampel sebanyak 85 anak balita
berumur 23 – 59 bulan yang menderita stunting. Variabel yang diteliti pada
penelitian ini adalah pemberian ASI ekslusif dan Berat badan lahir rendah
(BBLR). Hasil penelitian menggambarkan bahwa meski pemberian ASI eksklusif
cukup tinggi dan berat badan lahir rendah (BBLR) relatif rendah tetapi angka
kejadian stunting masih cukup tinggi.
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan
112
Rahmat Zarkasyi R, dkk / PJPHSR, Vol 1 No 2 September 2021, Hal. 111 – 115
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan
113
Rahmat Zarkasyi R, dkk / PJPHSR, Vol 1 No 2 September 2021, Hal. 111 – 115
sekunder yang menyajikan pengukuran PB/U yang lahir dengan berat badan normal sebanyak
(Panjang Badan/Umur) anak dengan 84,7%.
menggunakan microtoise, wawancara dan Tabel 2
pengisisan kuesioner terhadap pengelola gizi dan
Karakteristik n %
petugas posyandu. Hasil pengukuran TB
selanjutnya diolah untuk mendapatkan status gizi Pemberian ASI
anak dengan menggunakan Aplikasi Pencatatan Tidak ASI eksklusif 33 38,82
dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e- ASI eksklusif 52 61,18
PPGBM) yang merupakan bagian dari Sistem Berat Badan Lahir
Informasi Gizi Terpadu. Data dianalisis dengan BBLR 13 15,29
analisis univariat untuk memperoleh gambaran Normal 72 84,71
distribusi frekuensi tiap variabel. Total 85 100,0
Sumber : Data Primer, 2020
HASIL
PEMBAHASAN
Distribusi karakteristik responden
Faktor pemberian ASI Eksklusif terhadap
berdasarkan jenis kelamin dan umur ditunjukkan
kejadian stunting
pada tabel 1.
ASI merupakan asupan gizi yang sesuai
Tabel 1
dengan kebutuhan anak yang akan membantu
Karakteristik n % pertumbuhan dan perkembangan. Bayi yang
Jenis Kelamin tidak mendapat ASI dengan cukup berarti
Laki-laki 59 69,41 memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat
Perempuan 26 menyebabkan kekurangan gizi salah satunya
30,59
Umur (bulan)
adalah stunting. Salah satu manfaat ASI ekslusif
adalah mendukung pertumbuhan bayi terutama
23-35 38 44,71
tinggi badan karena kalsium ASI lebih efisien
36-47 25 29,41
diserap dibandingkan dengan susu formula.
48-59 22 25,88
Sehingga bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung
Total 85 100,0
memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai
Sumber : Data Primer, 2020
dengan kurva pertumbuhan dibanding dengan
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah anak
bayi yang diberi susu formula. ASI mengandung
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu
kalsium yang lebih banyak dan dapat diserap
69,41% dibandingkan anak berjenis kelamin
tubuh dengan baik sehingga dapat
perempuan sebanyak 30,59%. Berdasarkan umur,
memaksimalkan pertumbuhan terutama tinggi
proporsi tertinggi yaitu anak dengan kelompok
badan dan dapat terhindar dari resiko stunting
umur 23-35 bulan sebanyak 44,71% sedangkan
(Prasetyono, 2009).
yang terendah adalah yang masih berumur 48-59
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
bulan yaitu sebanyak 25,88%.
sebagian besar balita mendapatkan ASI Ekslusif
Tabel 2 Menunjukkan bahwa dari 85
yaitu 61,18% (52 anak) sedangkan yang tidak
responden, sebagian besar mendapatkan ASI
mendapatkan ASI Ekslusif 38,82% (33 anak).
Eksklusif yaitu sebesar 61,18% sedangkan yang
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Anisa
tidak memperoleh ASI eksklusif yaitu 38,82%.
(2012), dimana ada hubungan yang bermakna
Dilihat dari berat badan lahir, data yang diperoleh
antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian
menunjukkan hanya 13 orang atau 15,3% anak
stunting pada balita. Penelitian Hien dan Kam
yang lahir dalam keadaan berat badan lahir
(2008), yang menyatakan risiko menjadi stunting
rendah (berat badan lahir < 2500 gr), sedangkan
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan
114
Rahmat Zarkasyi R, dkk / PJPHSR, Vol 1 No 2 September 2021, Hal. 111 – 115
3,7 kali lebih tinggi pada balita yang diberi ASI berdampak pada berat dan panjang badan
Ekslusif. Di Indonesia, perilaku ibu dalam lahirnya yaitu kurus dan pendek.
pemberian ASI ekslusif memiliki hubungan yang Hasil penelitian ini juga diperoleh
bermakna dengan indeks PB/U (Panjang Badan sebanyak 84,7 % bayi yang lahir dengan berat
menurut Umur), dimana 48 dari 51 anak stunting badan normal namun mengalami stunting. Hal ini
tidak mendapatkan ASI eksklusif (Oktavia, 2011). dapat disebabkan karena asupan zat gizi yang
Pengaruh berat badan lahir rendah terhadap tidak adekuat menyebabkan gagal tumbuh pada
kejadian stunting balita. Asupan gizi dan penyakit infeksi pada
Berat badan lahir merupakan indikator balita menyebabkan growth faltering (gagal
untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, tumbuh) yang lebih berat pada balita dengan
kesehatan jangka panjang dan pengembangan status gizi normal (Kusharisupeni, 2002).
psikososial dan juga mencerminkan secara
mendasar kualitas perkembangan dan KESIMPULAN DAN SARAN
pemeliharaan kesehatan mencakup pelayanan Berdasalkan hasil penelitian didapatkan
kesehatan yang diterima oleh ibunya selama bahwa meskipun pemberian ASI eksklusif cukup
kehamilan (Awwal et al, 2004). tinggi 61,18% dan berat badan lahir rendah
Berat bayi pada saat dilahirkan juga (BBLR) relatif rendah 7,06 % tetapi angka
menjadi indikator potensial untuk pertumbuhan kejadian stunting masih cukup tinggi hal ini
bayi, respon terhadap rangsangan lingkungan dan disebabkan oleh multi faktor seperti penyakit
untuk bayi bertahan hidup. Berat lahir rendah infeksi, pengetahuan gizi ibu, ketersediaan bahan
dikategorikan menjadi dua yaitu rendah dan makanan, sosial budaya, daya beli, pelayanan dan
normal. Disebut BBLR jika berat lahir < 2500 fasilitas kesehatan serta kesehatan lingkungan.
gram. Bayi dengan BBLR memiliki resiko 10 kali Diharapkan adanya dukungan dan kerja
untuk mengalami kematian neonatal sama dari stakeholder (lintas sektor) dalam
dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan
3000 sampai 3500 gram (Kementerian Kesehatan pengetahuan ibu dan peningkatan pendidikan
2010). hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Adapun untuk
Stunting merupakan keadaan kurang gizi pengembangan penelitian ini diharapkan kepada
kronis dimana diperlukan waktu yang lama untuk peneliti yang lain agar dapat meneliti variabel
menjadi stunting. BBLR memang menjadi faktor seperti pengetahuan gizi ibu, ketersediaan bahan
penting dalam kejadian stunting. Namun besar makanan, sosial budaya, daya beli, penyakit
pula kemungkinan balita yang lahir dengan berat infeksi, pelayanan dan fasilitas kesehatan serta
normal untuk menjadi stunting. Karena selain kesehatan lingkungan karena secara teori
berat badan lahir, stunting juga dipengaruhi oleh variabel tersebut berhubungan dengan kejadian
faktor asupan makanan. Balita yang tanpa BBLR stunting.
jika pada proses pertumbuhannya kurang asupan
nutrisi akan menyebabkan seorang balita yang UCAPAN TERIMA KASIH
tadinya normal menjadi stunting. Terima kasih kepada Kepala UPTD Puskesmas
Hasil penelitian diperoleh dari 85 orang Cangadi yang telah memberikan kesempatan
balita hanya 13 orang atau 15,3 % yang untuk melakukan penelitian tersebut.
mengalami BBLR. Bayi dengan berat lahir rendah
mengalami retardasi pertumbuhan dalam uterus DAFTAR PUSTAKA
baik akut maupun kronis. Bayi yang mengalami Anisa, P. (2012). Faktor-Faktor Yang
kurang gizi sejak awal kehamilan maka akan Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 25-60 Bulan Di Kelurahan
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan
115
Rahmat Zarkasyi R, dkk / PJPHSR, Vol 1 No 2 September 2021, Hal. 111 – 115
Kalibaru Depok Tahun 2012 (Skripsi). Depok: Losong NHF, Adriani M. (2017). Perbedaan Kadar
FKM UI. Hemoglobin , Asupan Zat Besi , dan Zinc
pada Balita Stunting dan Non Stunting.
Awwal, et al. 2004. Nutrition the Foundation of
Amerta Nutr. 2017;1(2):117–223.
health and defelopment. Massline Printers
1/15 .Humayun Road, Mohammadpur, Loya RRP, Nuryanto N. (2017). Pola Asuh
Dhaka. Pemberian Makan pada Bayi Stunting
Usia 6-12 Bulan di Kabupaten Sumba
Hermina & Prihatini. (2011). Gambaran Tengah, Nusa Tenggara Timur. J Nutr
Keragaman Makanan dan Sumbangannya Coll. 2017;6(1):84–95.
Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada
Anak Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Oktavia, Eva. (2011). Pengaruh Konsentrasi Ragi
Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan dan Media Pembungkus Yang Berbeda
Litbangkes Kemenkes RI. Terhadap Kualitas Tape Bekatul Dilihat
Dari Kadar Etanol. Skripsi. Surakarta: Fkip
Hien, NN. dan Kam, S. (2008). Nutritional Status Biologi, Universitas Muhammadiyah
and the Characteristics Related to Surakarta.
Malnutrition in Children Under Five Years
og Age in Nghean, Vietna. J Prev Med Prasetyono, D. (2009). Buku Pintar Asi Eksklusif.
Public Health. 41 (4): 232-240. Diva Press. Yogyakarta
Kementrian Kesehatan. (2010). Laporan Hasil Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan
Indonesia tahun 2010. Jakarta : Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Indonesia. Kemiskinan. (2017). 100 Kabupaten/Kota
Kusharisupeni. Peran Status Kelahiran Terhadap Prioritas. Jakarta : Sekretariat Wapres RI.
Stunting Pada Bayi, sebuah studi Unicef. (2007) The State of The World’s Children.
prospektif. Jurnal kedokteran trisakti. Unicef
2002; 23: 73-80
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan