PENDAHULUAN
1
lain, pada besar dan tekanan varises esofagus, jenis dan beratnya trauma, serta beratnya
gangguan hemostasis.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan dan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Sistem Pencernaan III serta mempresentasikannya, pada program studi S1-
Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Lamongan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang penyakit sirosis hati.
b. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit sirosis hati.
c. Untuk mengetahui gejala dan tanda yang ditimbulkan oleh penyakit sirosis
hati.
d. Mampu memahami patofisiologi penyakit sirosis hati.
e. Mampu memahami pathway dari penyakit sirosis hati.
f. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit sirosis hati.
2
1.4 Manfaat
Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa mampu mengetahui, menganalisa,
dan mengidentifikasi penyebab, gejala, komplikasi dan penanganannya serta mahasiswa
mampu memahami perjalanan penyakit dari mastoiditis ini dengan tepat dan benar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sirosis hati ialah penyakit hati yang tidak diketahui sebab-sebabnya dengan pasti.
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis
dan terjadinya pengerasan dari hati. Istilah sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec
tahun 1819, yang berasal dari kata scirrhos yang berarti kuning oranye (orange yellow),
karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Tapi karena
kemudian arti kata sirosis atau scirrhus banyak yang salah menafsirkannya, akhirnnya
berarti pengerasan (Hadi, Sujono, 2002).
Sirosis hati merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh obstruksi difus dan
regenerasi fibrotic sel-sel hati. Karena jaringan yang nekrotik mengahsilkan fibrosis, maka
penyakit ini akan merusak jaringan hati serta pembuluh darah yang normal, mengganggu
aliran darah serta cairan limfe, dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi hati
(Kowalak, Jennifer P; Welsh, William; Mayer, Brenna, 2011).
2.2 Klasifikasi
4
Fibrous septa sering prominent dan parenkim mungkin mempunyai gambaran
asnini yang normal. Beberapa fibrosis septa berhenti mendadak di parenkim
tanpa hubungan dengan septa atau portal.
2.2.2 Secara etiologis:
a. Sirosis oleh gangguan genetic
1) Galaktosemia.
2) Thalasemia dan beberapa anemia lainnya yang ditentukan secara
genetis (atransferrinemia dan anemia tergantung pyridoxin).
3) Penyakit Wilson.
4) Kelebihan zat besi.
b. Sirosis kimiawi
c. Sirosis alkoholik
d. Sirosis menular
1) Sifilis congenital (hepar lobatum).
2) Parasit menular, tidak dibentuk namun diklaim setelah schistosomiasis
mansoni.
3) Sirosis gizi (malnutrisi saja tidak diterima: setelah usus by-pass operasi
untuk obesitas.
4) Sirosis bilary sekunder.
5) Sirosis kongestif.
(Hadi, Sujono, 2002)
2.3 Etiologi
5
c. Arsenik
d. Obstruksi bilier
e. Penyakit perlemakan hati nonalkoholik
f. Sirosis bilier primer
(Sudoyo, Aru W; Setiyohadi, Bambang; Idrus, Alwi; dkk, 2006)
6
f. Hepatic : ikterus akibat penurunan metabolism bilirubin; hepatomegali yang terjadi
sekunder karena pembentukan parut pada hati dan hipertensi porta; asites serta edema
pada tungkai akibat hipertensi porta dan penurunan kadar protein plasma; ensefalopati
hepatic akibat intoksikasi ammonia; dan sindrom hepatorenal akibat penyakit hati
yang lanjut dan gagal ginjal yang kemudian terjadi.
g. Lain-lain : napas yang berbau pesing dan gejala ini terjadi sekunder karena
penumpukan ammonia; pelebaran vena supervisial abdomen yang disebabkan oleh
hipertensi porta; rasa nyeri pada abdomen kuadran kanan atas yang semakin
bertambah parah pada waktu pasien duduk atau membungkukkan tubuh ke depan, dan
gejala ini disebabkan oleh inflamasi serta iritasi pada serabut saraf di daerah tersebut;
hati atau limpa yang teraba akibat pembesaran organ tersebut; suhu tubuh yang
berkisar dari 38,3o hingga 39,4o C akibat respons inflamasi; perdarahan dari varises
esophagus, yang terjadi karena hipertensi porta.
(Kowalak, Jennifer P; Welsh, William; Mayer, Brenna, 2011)
2.5 Patofisiologi
Peningkatan atau gangguan sintesis kolagen dan komponen jaringan ikat atau
membrane basal lain matriks ekstrasel diperkirakan berperan dalam terjadinya fibrosis hati
dan dengan demikian pada pathogenesis sirosis. Peran matriks ekstrasel pada fungsi sel
merupakan bidang riset yang penting dan studi-studi mengisyaratkan bahwa matriks
ekstrasel terlibat dalam modulasi aktivitas sel yang berkontak dengannya. Karena itu,
fibrosis dapat mempengaruhi tidak hanya fisika aliran darah melalui hati tetapi juga fungsi
sel-sel itu sendiri (McPhee, Stephen J.; Ganong, William F., 2010).
Fibrosis hati tampaknya terjadi pada tiga situasi : (1) sebagai suatu respons imun, (2)
sebagai bagian dari proses penyembuhan luka, dan (3) sebagai respons terhadap agen yang
memicu fibrinogenesis primer. HBV dan spesies Schistosoma adalah contoh agen yang
menyebabkan fibrosis dengan dasar imunologis. Agen seperti karbon tetraklorida atau
hepatitis A yang menyerang dan mematikan hepatosit secara langsung adalah contoh agen
yang menyebabkan fibrosis sebagai bagian dari penyembuhan luka. Pada respons imun
dan penyembuhan luka, fibrosis dipicu secara tidak langsung oleh efek berbagai sitokin
yang dibebaskan oleh sel-sel radang yang menyerbuki hati. Akhirnya, agen tertentu seperti
etanol dan besi daoat menyebabkan fibronogenesis primer dengan secara langsung
7
meningkatkan transkripsi gen kolagen sehingga juga meningkatkan jumlah jaringan ikat
yang disekresikan oleh sel (McPhee, Stephen J.; Ganong, William F., 2010).
Penyebab utama dari semua mekanisme peningkatan fibrinogenesis ini mungkin
adalah sel penyimpan lemak di system retikuloendotel hati. Sebagai respons terhadap
sitokin, sel-sel ini berdiferensiesi dari sel inaktif dengan vitamin A yang disimpan ke
dalam miofibroblas, yang kehilangan kemampuannya menyimpan vitamin A dan menjadi
aktif menghasilkan matriks ekstrasel. Fibroblast hati tampaknya berlangsung dalam dua
tahap. Tahap pertama ditandai oleh perubahan komposisi matriks ekstrasel dari
kolagenyang tidak berikatan silang dan tidak membentuk fibril menjadi kolagen yang
lebih padat dan mudah membentuk ikatan silang. Pada tahap ini, cedera hati masih
reversible. Tahap kedua melibatkan pembentukan ikatan silang kolagen subendotel,
proliferasi sel mioepitel, dan distorsi arsitektur hati disertai kemunculan nodul-nodul
regenerasi (McPhee, Stephen J.; Ganong, William F., 2010).
Tahap kedua ini bersifat ireversibel. Perubahan komposisi matriks ekstrasel dapat
memerantarai perubahan fungsi hepatosit dan sel lain, misalnya liposit. Karena itu,
perubahan pada keseimbangan kolagen mungkin berperan penting dalam perkembangan
cedera hati kronik reversible menjadi bentuk ireversibel dengan ikut mempengaruhi fungsi
hepatosit (McPhee, Stephen J.; Ganong, William F., 2010).
Adapun kemungkinan efek pada fungsi hepatosit, peningkatan fibrosis sangat
mengubah sifat aliran draah di hati, yang menyebabkan penyulit-penyulit penting yang
dibahas kemudian (McPhee, Stephen J.; Ganong, William F., 2010).
Cara alcohol dalam menyebabkan penyakit hati kronik belum sepenuhnya dipahami.
Namun, penyalahgunaan alcohol secara kronik dilaporkan berkaitan dengan gangguan
sintesis dan sekresi protein, jejas mitokondria, peroksidasi lipid, pembentukan
asetaldehida dan interaksinya dengan protein sel dan lipid membrane, hipoksia sel, dan
sitotoksisitas yang diperantarai oleh imunitas seluler dan humoral. Makna relative setiap
factor di atas dalam menimbulkan jejas sel tidak diketahui. Factor genetic, gizi, dan
lingkungan (termasuk pajanan bersamaan dengan hepatotoksin lain) juga mempengaruhi
terjadinya penyakit hati pada pecandu alcohol. Akhirnya, cedera hati akut (mis, akibat
pajanan dengan alkohol atau toksin lain) yang dapat pulih sempurna pada orang dengan
hati normal, mungkin cukup untuk menimbulkan dekompensasi ireversibel (mis, sindrom
8
hepatorenal) pada pasien yang sudah mengidap sirosis hati (McPhee, Stephen J.; Ganong,
William F., 2010).
9
2.6 Pathway
Sirosis hepatis
Asites
Asam amino relative Sintesis vitamin A, B Gangguan asam Lemak tidak dapat
Bilirubin tidak (albumin, globulin) complex B12, melalui folat diemulsikan dan tidak dapat diserap
terkonjugasi hati menurun oleh usus halus
10
Ekspansi paru Gangguan sintesis
terganggu vitamin K
Penurunan
produksi sel darah
Feses pucat Ikterus Urin gelap
Anoreksia
Pola napas tidak
efektif
Penumpukan garam Gangguan body
empedu di bawah image Perubahan nutrisi Peningkatan
kulit Anemia kurang dari peristaltik
kebutuhan
pembekuan
Factor
darah terganggu
Pruritus
Sintesis prosumber terganggu Kelemahan Diare
otot
11
2.7 Komplikasi
12
2.8.6 Pemeriksaan urine memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin dan
urobilirubinogen dalam urine.
2.8.7 Pemeriksaan feses memperlihatkan penurunan kadar urobilirubinogen
dalam feses.
(Kowalak, Jennifer P; Welsh, William; Mayer, Brenna, 2011)
2.9 Penatalaksanaan
13
j. Penyuntikan preparat sklerosing pada pembuluh darah yang megalami
perembesan darah agar terjadi pembekuan dan sklerosis.
k. Pemasangan shunt portosistemik untuk mengendalikan perdarahan dari
varises esophagus dan men urunkan hipertensi porta (mengalihkan
sebagian aliran darah vena porta dari hati; tindakan ini jarang dilakukan).
(Kowalak, Jennifer P; Welsh, William; Mayer, Brenna, 2011)
14