ABSEN :18
KELAS:X APL 6
A.Estetika Klasik
Estetika membahas tentang apa itu keindahan, menyelidiki prinsip-prinsip landasan seni, dan
pengalaman seni, yakni penciptaan seni, penilaian atau refleksi atas karya seni.
pemikiran tokoh-tokoh estetika pada masa Yunani klasik, tokoh-tokoh yang di bahas adalah mulai
dari Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
Yang menarik dari tokoh-tokoh estetika ini adalah perbedaan sudut pandang dan perspektif yang
mencolok dari setiap pemikir. Ada yang terfokus pada dunia Idea (Plato), dan ada yang terarah pada
pengalaman dunia fisik (Aristoteles).
Jika istilah estetika diartikan filsafat keindahan, maka sejarah estetika berarti sejarah filsafat
keindahan. Kalau kita mencoba memberikan gambaran sejarah filsafat seni dengan perumpamaan
pohon filsafat, sebagaimana dikerjakan oleh Descrates dalam bukunya Principia Philoshopine, maka
kita harus menganggap filsafat Plato sebagai batang dari segala akar estetika.
Ketiga orang besar diantara ahli filsafat yunani yang meletakan fondamen pertama tentang estetika
yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah perintis, Aristoteles adalah penerus Plato yang
terkenal dengan Dewa Estetika.
Istilah ‘Abad Pertengahan’ (middle ages atau medieval period, dari frase Latin, medium aevum
atau ‘era tengah’) berasal dari cara berpikir yang menempatkan sejarah abad ke-4 hingga ke-16
sebagai masa peralihan semata. Dengan istilah itu, ‘Abad Pertengahan’ menjadi periode transisi
dari keakbaran budaya Yunani-Romawi ke masa Modern yang cerah. Inilah yang diteguhkan
oleh pernyataan Cristoph Cellarius, seorang sarjana Jerman di abad ke-17, bahwa “sejarah
universal ... terbagi ke dalam era antik, pertengahan dan baru” (Historia universalis ... in
antiquam et medii aevi ac novam divisa) (Shank & Lindberg 2013: 2). Selain itu, Cellarius juga
mengartikan ‘Abad Pertengahan’ secara eurosentris sebagai sebuah periode sejarah dunia
padahal yang dibahasnya hanya sejarah Eropa yang kristen.[1]
Sudah jelas bahwa istilah ‘Abad Pertengahan’ mengandung bias Eropa sekaligus bias zaman
Pencerahan. Lagipula agak ganjil bahwa sebuah era yang merentang selama lebih dari seribu
tahun dapat disebut sebagai ‘masa peralihan’ semata. Tentunya ada kebaruan-kebaruan yang,
betapapun tersirat, berhasil dicapai dalam era tersebut.
Generasi sejarawan pemikiran yang baru kemudian memperbaiki asumsi problematis dari
pembabakan tersebut. Perbaikan itu terjadi di ranah pembabakan sejarah filsafat. Konsensus
yang terbentuk dewasa ini dalam disiplin sejarah pemikiran menyatakan bahwa sejarah filsafat
Abad Pertengahan dimulai di abad ke-8 dan berakhir di abad ke-16 (Pasnau 2010: 1). Dalam
skema pembabakan ini, filsafat Abad Pertengahan dimulai di dua tempat sekaligus, di Baghdad
dan Prancis, dan dengan itu mengkoreksi perspektif eurosentris dari tradisi pembabakan
sebelumnya.
Lebih problematis lagi ketimbang ‘Abad Pertengahan’ ialah ‘estetika Abad Pertengahan’.
Pertanyaan yang mencuat di kalangan sejarawan estetika sejak separuh abad terakhir adalah:
sungguhkah ada yang disebut sebagai ‘estetika Abad Pertengahan’? Pertanyaan ini amat masuk
akal untuk diajukan sebab para pemikir Abad Pertengahan sendiri umumnya tidak berbicara
secara khusus tentang seni. Mereka lebih sibuk dengan perdebatan tentang ketuhanan.
Kalaupun segelintir dari mereka bicara tentang karya seni dan keindahan, lazimnya
pembicaraan itu hanya menghadirkan keindahan karya seni sebagai analogi atau perumpamaan
dari keindahan Sang Pencipta.,
C. Estetika Pengertian seni rupa pra modern nerupakan babakan sejarah dalam seni rupa
sebelum zaman industri.Dilihat dari arti kata pra modern yang berarti sebelum maju atau
modern maka seni rupa pra modern berarti seni rupa sebelum zaman modern.Seni rupa terus
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia, dan dapat kita
lihat baik dari aspek kesejarahan, aspek konseptual, maupun aspek kebentukan.Seni rupa pra
modern dapat dikelompokkan menjadi primitivisme, naturalisme, realisme, dan dekorativisme.
Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari paris pada
permulaan dipakai sebagai suatu sindiran atau penghinaan terhadap mereka yang
goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang
mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan dari cahaya), komposisi terbuka,
menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Pengarang impresionistis melahirkan
lalu.Pengarang tak kan melukiskannya sampai detail, sampai kepada yang sekecil-
sepontanitas penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang.Lukisan seperti
Ekspresionisme adalah suatu aliran dalam seni rupa yang melukiskan suasana
yang diakibatkan oleh penderitaan dan kegagalan dalam hidup. Aliran ekspresionisme
sekali dari apa yang mereka lihat dan apa yang kiranya telah menjadi alasan mengapa
mau melukis.Hasrat untuk mengucapkan dan seakan-akan mewujudkan apa yang ada
dalam pengalaman dan hati mereka (ekspresion) menandai dan mewarnai karya seni
yang bersangkutan.
D.Estetika Kontemporer
Seni Kontemporer adalah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi.
Kontemporer itu artinya Kekinian, Modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang
sama dengan kondisi waktu yang saat ini. Jadi, seni Kontemporer adalah seni yang
tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman. Lukisan
Kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang
sedang dilalui. Misalnya Tarian yang lebih kreatif dan modern.
Bennedotte Croce mengemukakan teori estetikanya dalam sebuah sistem filosofis dari
idealisme. Segala sesuatu yan indah adalah ideal, yang merupakan aktivitas pikiran.
Aktivitas pikiran dibagi menjadi dua yaitu yang teoritis (logika dan estetika), dan yang
praktis (ekonomi dan etika).
Menurut Croce, estetika adalah wilayah pengetahuan intuitif. Satu intuisi merupakan
sebuah imajinasi yang berada dalam pikiran seniman. Teori ini menyamakan seni
dengan intuisi. Hal ini jelas menggolongkan seni sebagai satu jenis pengetahuan yang
berada dalam pikiran, satu cara menolong penciptaan kembali seni di alam pikiran
apresiator.
Filsuf Amerika, George Santayana, mengemukakan sebuah estetika naturalistis.
Keindahan disamakan dengan kesenangan rasa, ketika indera menyerap obyek-obyek
seni.