Anda di halaman 1dari 5

NAMA: MUHAMMAD RAIHAN RAMADHAN

ABSEN :18

KELAS:X APL 6

TUGAS SENI BUDAYA

Soal: 2. Carilah referensi dan jelaskan masing-masing bagaimana Estetika yang


terlihat dari perkembangan zamannya ,
     a. Estetika Klasik
     b. Estetika Abad Pertengahan 
     c. Estetika Pramodern, dan
     d. Estetika Kontemporer

A.Estetika Klasik

Estetika membahas tentang apa itu keindahan, menyelidiki prinsip-prinsip landasan seni, dan
pengalaman seni, yakni penciptaan seni, penilaian atau refleksi atas karya seni.

pemikiran tokoh-tokoh estetika pada masa Yunani klasik, tokoh-tokoh yang di bahas adalah mulai
dari Sokrates, Plato, dan Aristoteles.

Yang menarik dari tokoh-tokoh estetika ini adalah perbedaan sudut pandang dan perspektif yang
mencolok dari setiap pemikir. Ada yang terfokus pada dunia Idea (Plato), dan ada yang terarah pada
pengalaman dunia fisik (Aristoteles). 

Jika istilah estetika diartikan filsafat keindahan, maka sejarah estetika berarti sejarah filsafat
keindahan. Kalau kita mencoba memberikan gambaran sejarah filsafat seni dengan perumpamaan
pohon filsafat, sebagaimana dikerjakan oleh Descrates dalam bukunya Principia Philoshopine, maka
kita harus menganggap filsafat Plato sebagai batang dari segala akar estetika. 

Ketiga orang besar diantara ahli filsafat yunani yang meletakan fondamen pertama tentang estetika
yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah perintis, Aristoteles adalah penerus Plato yang
terkenal dengan Dewa Estetika.

B. Estetika Abad Pertengahan 


Menurut tradisi, apa yang disebut ‘Abad Pertengahan’ adalah sebuah era yang bermula dengan
runtuhnya kekaisaran Romawi Barat dan konsolidasi politik kekristenan di abad ke-4 dan
ditutup dengan era Renaissance pada abad ke-16 (Cantor 1993: 1). Sejak Petrarch, seorang
penyair yang hidup menjelang era Renaisans, Abad Pertengahan juga dipandang sebagai
‘Zaman Kegelapan’ (Shank & Lindberg 2013: 1). Sebutan ini muncul utamanya ketika era
tersebut dibandingkan dengan kecemerlangan kultural masa Yunani Antik dan Romawi.

Istilah ‘Abad Pertengahan’ (middle ages atau medieval period, dari frase Latin, medium aevum
atau ‘era tengah’) berasal dari cara berpikir yang menempatkan sejarah abad ke-4 hingga ke-16
sebagai masa peralihan semata. Dengan istilah itu, ‘Abad Pertengahan’ menjadi periode transisi
dari keakbaran budaya Yunani-Romawi ke masa Modern yang cerah. Inilah yang diteguhkan
oleh pernyataan Cristoph Cellarius, seorang sarjana Jerman di abad ke-17, bahwa “sejarah
universal ... terbagi ke dalam era antik, pertengahan dan baru” (Historia universalis ... in
antiquam et medii aevi ac novam divisa) (Shank & Lindberg 2013: 2). Selain itu, Cellarius juga
mengartikan ‘Abad Pertengahan’ secara eurosentris sebagai sebuah periode sejarah dunia
padahal yang dibahasnya hanya sejarah Eropa yang kristen.[1]

Sudah jelas bahwa istilah ‘Abad Pertengahan’ mengandung bias Eropa sekaligus bias zaman
Pencerahan. Lagipula agak ganjil bahwa sebuah era yang merentang selama lebih dari seribu
tahun dapat disebut sebagai ‘masa peralihan’ semata. Tentunya ada kebaruan-kebaruan yang,
betapapun tersirat, berhasil dicapai dalam era tersebut.
Generasi sejarawan pemikiran yang baru kemudian memperbaiki asumsi problematis dari
pembabakan tersebut. Perbaikan itu terjadi di ranah pembabakan sejarah filsafat. Konsensus
yang terbentuk dewasa ini dalam disiplin sejarah pemikiran menyatakan bahwa sejarah filsafat
Abad Pertengahan dimulai di abad ke-8 dan berakhir di abad ke-16 (Pasnau 2010: 1). Dalam
skema pembabakan ini, filsafat Abad Pertengahan dimulai di dua tempat sekaligus, di Baghdad
dan Prancis, dan dengan itu mengkoreksi perspektif eurosentris dari tradisi pembabakan
sebelumnya.

Lebih problematis lagi ketimbang ‘Abad Pertengahan’ ialah ‘estetika Abad Pertengahan’.
Pertanyaan yang mencuat di kalangan sejarawan estetika sejak separuh abad terakhir adalah:
sungguhkah ada yang disebut sebagai ‘estetika Abad Pertengahan’? Pertanyaan ini amat masuk
akal untuk diajukan sebab para pemikir Abad Pertengahan sendiri umumnya tidak berbicara
secara khusus tentang seni. Mereka lebih sibuk dengan perdebatan tentang ketuhanan.
Kalaupun segelintir dari mereka bicara tentang karya seni dan keindahan, lazimnya
pembicaraan itu hanya menghadirkan keindahan karya seni sebagai analogi atau perumpamaan
dari keindahan Sang Pencipta.,

C. Estetika Pengertian seni rupa pra modern nerupakan babakan sejarah dalam seni rupa
sebelum zaman industri.Dilihat dari arti kata pra modern yang berarti sebelum maju atau
modern maka seni rupa pra modern berarti seni rupa sebelum zaman modern.Seni rupa terus
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia, dan dapat kita
lihat baik dari aspek kesejarahan, aspek konseptual, maupun aspek kebentukan.Seni rupa pra
modern dapat dikelompokkan menjadi primitivisme, naturalisme, realisme, dan dekorativisme.

i sekitar abad ke 19 muncul beberapa aliran diantaranya impresionisme

dan ekspresionisme.Yang mana pada dahulu kala para seniman sendiri ikut mengambil

bagian dalam merumuskan pandangan-pandangan mereka tentang ciri khas dan

peranan kesepian dalam perkembangan manusia maupun masyarakat.

Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari paris pada

tahun 1860 an.Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet, “Impression,

Sunrise” (“Impression, Soleil Levant”).Sebenarnya kata “Impresionisme” pada

permulaan dipakai sebagai suatu sindiran atau penghinaan terhadap mereka yang

kurang patuh kepada praturan-peraturan dan patokan-patokan yang dianggap perlu

diindahkan agar suatu karya seni dapat terlaksana.Pokoknya pelukis ingin

mengabadikan kesan-kesannya “Impression” dan memperlihatkannya kepada si

penonton lukisannya. Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya

goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang

mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan dari cahaya), komposisi terbuka,

penekanan pada kualitas pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu

menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Pengarang impresionistis melahirkan

kembali kesan atau sesuatu yang dilihatnya.Kesan itu biasanya kesan sepintas

lalu.Pengarang tak kan melukiskannya sampai detail, sampai kepada yang sekecil-

kecilnya seperti dalam aliran realisme atau naturalisme, supaya ketegasan,

sepontanitas penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang.Lukisan seperti

itulah lukisan beraliran impresionisme.

 
Ekspresionisme adalah suatu aliran dalam seni rupa yang melukiskan suasana

kesedihan, kekerasan, kebahagiaan, atau keceriaan dalam ungkapan rupa yang

emosional dan ekspresif.Salah seorang pelukis yang beraliran ekspresionisme adalah

Fincent Van Gogh (1853-1890).Lukisan-lukisannya penuh dengan ekspresi gejolak jiwa

yang diakibatkan oleh penderitaan dan kegagalan dalam hidup. Aliran ekspresionisme

lebih terbatas pada beberapa tokoh saja.Karya mereka memang tidak terlepas sama

sekali dari apa yang mereka lihat dan apa yang kiranya telah menjadi alasan mengapa

mau melukis.Hasrat untuk mengucapkan dan seakan-akan mewujudkan apa yang ada

dalam pengalaman dan hati mereka (ekspresion) menandai dan mewarnai karya seni

yang bersangkutan.

D.Estetika Kontemporer

Seni Kontemporer adalah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi.
Kontemporer itu artinya Kekinian, Modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang
sama dengan kondisi waktu yang saat ini. Jadi, seni Kontemporer adalah seni yang
tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman. Lukisan
Kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang
sedang dilalui. Misalnya Tarian yang lebih kreatif dan modern.
Bennedotte Croce mengemukakan teori estetikanya dalam sebuah sistem filosofis dari
idealisme. Segala sesuatu yan indah adalah ideal, yang merupakan aktivitas pikiran.
Aktivitas pikiran dibagi menjadi dua yaitu yang teoritis (logika dan estetika), dan yang
praktis (ekonomi dan etika).

Menurut Croce, estetika adalah wilayah pengetahuan intuitif. Satu intuisi merupakan
sebuah imajinasi yang berada dalam pikiran seniman. Teori ini menyamakan seni
dengan intuisi. Hal ini jelas menggolongkan seni sebagai satu jenis pengetahuan yang
berada dalam pikiran, satu cara menolong penciptaan kembali seni di alam pikiran
apresiator.
Filsuf Amerika, George Santayana, mengemukakan sebuah estetika naturalistis.
Keindahan disamakan dengan kesenangan rasa, ketika indera menyerap obyek-obyek
seni.

Estetika Kontemporer adalah dimensi waktu yang terus bergulir  mengikuti


perkembangan masyarakat dengan zamannya. Dengan ciri-ciri salah satunya yaitu seni
bukan meniru alam, tapi menggubah alam menjadi karya seni.

Anda mungkin juga menyukai