TEORI SASTRA
Dosen Pengampu :
Kelompok 9
Choirunnisa (P2A321017)
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................................
2.1 Hakikat Karya Sastra ..............................................................................
2.2 Pendekatan dalam analisis karya sastra ..................................................
2.2.1 Pendekatan Mimetik (mimesis) .........................................................
2.2.2 Pendekatan Ekspresif
2.2.3 Pendekatan Pragmatik .......................................................................
2.2.4 Pendekatan Objektif ..........................................................................
BAB III
PENUTUPAN .................................................................................................
A. Simpulan .................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari seni yang dituangkan oleh pengarang
melalui bahasa. Karya sastra diciptakan guna menyampaikan gagasan, dan gambaran
kehidupan manusia dengan berbagai permasalahannya. Karya sastra merupakan gambaran
tentang kehidupan yang bersifat penafsiran pengarang terhadap kehidupan nyata, karena
sebuah karya sastra tidak hanya menyampaikan apa yang didengar, dilihat, atau dirasakan
oleh pengarang. Melalui karya sastra, pengarang dapat menyampaikan nilai-nilai yang
bermanfaat bagi pembacanya. Karya sastra sendiri terdiri dari beragam bentuk, seperti puisi,
prosa maupun drama.
Sebuah karya sastra dianggap sebagai bentuk ekspresi dari sang pengarang. Sastra itu
dapat berupa kisah rekaan melalui pengalaman batin (pemikiran dan imaginasinya), maupun
pengalaman empirik (sebuah potret kehidupan nyata baik dari sang penulis ataupun realita
yang terjadi di sekitarnya) dari sang pengarang.
Melalui karya sastra pengarang dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang
dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan normanorma dalam interaksinya dengan
lingkungan sehingga dalam karya sastra terdapat makna tertentu tentang kehidupan. Untuk
itu, mengapa sastra cukup banyak digemari oleh para penikmatnya, hal ini dikarenakan karya
sastra merupakan bentuk penggambaran dari seorang manusia, dalam hal ini sang pengarang,
sebagai bagian dari masyarakat. Dalam menyampaikan idenya melalui karya sastra,
sastrawan tidak bisa dipisahkan dari pengaruh lingkungannya. Karena karya sastra selalu
terkait dengan berbagai aspek dan pendekatan. Pendekatan yang akan dibahas dalam
penulisan ini adalah pendekatan Ekspresif, Objektif, Mimetik, dan Pragmatik.
PEMBAHASAN
Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yang merupakan
gabungan dari kata “sas”, berarti mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata
sastra tersebut mendapat akhiran “tra” yang biasanya digunakan untuk menunjukkan alat atau
sarana. Sehingga, sastra berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Sebuah
kata lain yang juga diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata pustaka yang secara luas
berarti buku (Teeuw, 1984: 22-23).
Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi
sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan
dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan.
Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik
adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan
keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan,
dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha
menunaikan tugas-tugas kehidupannya (Saryono, 2009: 20).
Sedangkan karya sastra sendiri menurut pandangan Sugihastuti (2007: 81-82) karya
sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-
gagasan dan pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media
menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca. Selain itu,
karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang
diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca
merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat
dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu,
karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan
pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga
pesan disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.
Karya sastra telah banyak dipelajari dalam dunia pendidikan dan bahkan telah melekat
untuk memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan kehidupan masing-masing. Karya
merupakan sesuatu hasil khayalan ataupun pemikiran seseorang yang dapat dipresentasikan.
Sedangkan Sastra merupakan sebuah seni yang indah. Maka dari itu karya sastra dapat
diartikan dengan suatu khayalan manusia yang kreatif dan dapat menghasilakan suatu wujud
keindahan. Keindahan itu dapat diperoleh manusia dengan cara berpikir luas tanpa ada
batasan dan dapat berkarya secara bebas sesuai dengan khayalan manusia itu sendiri. Jadi,
karya sastra merupakan sebuah seni yang dituangkan melalui bahasa. karya sastra terdiri dari
beragam bentuk, yaitu, puisi, prosa maupun drama.
Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani yaitu mimesis yang berarti “meniru”,
“tiruan” atau “perwujudan”. Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang
menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar
karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas
(Abrams 1981 :89).
Aristoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekedar tiruan. bukan sekedar potret
dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya. Puisi
sebagal karya sastra, mampu memaparkan realitas di luar diri manusia persi apa adanya.
Maka karya sastra seperti halnya puisi merupakan cerminan representasi dan realitas itu
sendiri. Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya
mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya
mengenai seni. Seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam
kenyataan yang nampak. Dan seni yang terbaik adalah lewat mimetik. Perbedaan
pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan
awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan
kehidupan ( Ravertz.2007: 12).
Mimetik dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk
suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami
pengarangnya dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan
menambahkan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan krearifitas pengarang dalam
kehidupan nyata.
Terkait ekspresi, manusia tidak hanya memiliki ekspresi nonverbal, terdapat juga
ekspresi verbal yang di dalamnya dapat berupa ide-ide serta pemikiran yang memiliki
tujuan. Melalui eskpresi verbal, pembaca lebih mudah memahami tujuan atau maksud
yang ingin disampaikan penulis. Dalam bidang bahasa dan sastra, penulis dapat
menyampaikan pesan melalui karya-karya sastra yang ditulis, seperti cerpen, novel, puisi,
dan sebagainya. Ekspresi penulis yang dituangkan ke dalam karya sastra biasa disebut
dengan pendekatan ekspresif.
Secara ekspresif karya sastra (seni) merupakan hasil pengungkapan sang pencipta
seni (artist) tentang pengalaman, pikiran, perasaan, dan sejenisnya. Dengan demikian,
menurut Lewis, karya sastra bisa didekati dengan pendekatan ekspresif, yakni pendekatan
yang berfokus pada diri penulis (pengarang), imajinasinya, pandangannya, atau
kespontanitasnya, Abrams (1976:46).
Pendekatan ekspresif adalah teori yang memberi perhatian utamanya pada proses
kreatif pengarang dalam menciptakan karya sastra. Penyebab utama terciptanya karya
sastra adalah penciptanya sendiri. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan
kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Wellek,
1989).
a. Pengenalan dan pemahaman terhadap obyek yang dianalisis dengan cara membaca
dengan cermat karya sastra yang akan dianalisis untuk menemukan masalah-masalah
yang penting dalam karya tersebut.
b. Pengumpulan kepustakaan yang mungkin bisa menunjang proses analisis karya
sastra agar lebih akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
c. Pemahaman secara mendalam dan detail mengenai pengarang berdasarkan data-data
yang diperlukan, misalnya menelusuri biografi secara lengkap dari dini hingga
tumbuh dewasa dan latar belakang kehidupan pengarang supaya bisa menemukan
sikap dan ideologi pengarang. Selanjutnya mencari-tahu pengalaman-pengalaman
penting yang dialaminya dan membaca karya-karya lain dari si pengarang agar bisa
menemukan karakter, psikologis/kejiwaan, pandangan dan pedoman hidup dari si
pengarang. Misalnya menemukan ekspresi ketabahan, keteguhan, keimanan, serta
kebiasaan pengarang dalam karya sastra yang disampaikan melalui kisah antar
tokoh. Pendekatan ekspresif meyakini jika suatu karya sastra memiliki pencipta yang
sangat berpengaruh dalam pemaknaan cerita dan hanya menfokuskan diri terhadap
pengarang, baik latar belakang kehidupan, psikologis atau kejiwaan maupun sikap
dan pandangan hidup si pengarang.
Pendekatan ekspresif ini menekankan kepada penyair dalam mengungkapkan atau
mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan pengalaman pengarang ketika melakukan proses
penciptaan karya sastra. Pengarang menciptakannya berdasarkan pandangan sendiri, bahkan
ada yang beranggapan arbitrer (mana suka). Padahal, ekspresif yang dimaksud berkenaan
dengan daya kontemplasi (renungan) pengarang dalam proses kreatifnya, sehingga
menghasilkan sebuah karya yang baik dan sarat makna.
A.HakikatPendekatanPragmatik
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin
memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Munculnya
pendekatan pragmatik bertolak dari teori resepsi sastra dalam khasanah pemahaman karya
sastra yang merupakan reaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan
struktural. Sebab pendekatan struktural ternyata tidak mampu berbuat banyak dalam upaya
membantu seseorang dalam menangkap dan memberi makna karya sastra. Pendekatan
struktural hanya dapat menjelaskan lapis permukaan dari teks sastra karena hanya berbicara
tentang struktur atau interalasi unsur-unsur dalam karya sastra. Banyak segi lain yang
diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya sastra. Untuk dapat menangkap segi-segi
lain itu para pakar mengemukakan sebuah pendekatan baru, yaitu pendekatan pragmatik.
Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya
sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya
sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga
pendekatan objektif. Semi (1993:67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan
juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme
berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan
pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada
pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan
sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian (Sayuti, 2001; 63)
. , Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis
berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat
penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984:134) , jadi
yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat
bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-
mengait secara masuk akal ( Pradotokusumo, 2005 : 66) .
Jeans Peaget dalam Suwondo (2001:55) menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur
terkandung tiga gagasan , Pertama, gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa
bagian-bagian menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik
keseluruhan struktur struktur maupunbagian-bagiannya. Kedua, gagasan
transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang
terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self
Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan
prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006 : 34)
menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude (keluasan
yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan yang saling terjalin)
Di samping itu peran pembaca sebagai pemberi makna karya sastra tidak dapat
diabaikan. Kendati mengandung berbagai kelemahan Teeuw (1983:61) berpendapat bahwa
bagaimanapun juga analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi serorang peneliti sastra
sebelum ia melangkah pada hal-hal lain. Jadi, untuk memahami karya sastra secara optimal,
pemahaman terhadap struktur merupakan tahap yang sukar dihindari. Akibat adanya
berbagai kelemahan itulah kemudian para kritikus mengembangkan model-model pendekatan
lain sebagai reaksi strukturalisme dengan tetap mempertahankan prinsip struktur dan
membuang prinsip otonomi yang dijelaskan dalam strukturalisme murni, seperti semiotik dan
dekonstruksi.
Pada intinya, teori strukturalisme beranggapan karya sastra itu merupakan sebuah
struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan. Sehingga unsur-unsurnya itu tidak mempunyai
makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling keterkaitan dengan unsur-unsur
lainnya sehingga membentuk totalitas makna. Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan
secermat mungkin keterkaitan semua unsur karya sastra yang secara bersama-sama sehingga
menghasilkan makna karya sastra secara menyeluruh. Sebagai konsekuensi terhadap
pandangan yang menganggap karya sebagai sesuatu yang otonom ,bagian selanjutnya adalah
bagaimana menerapkannya dalam menganalisis karya sastra khususnya puisi ?
Perempuan-perempuan Perkasa
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
dari manakah mereka
Ke setasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
Sebelum peluit kereta pagi terjaga
Sebelum hari bermula dalam pesta kerja.
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta
ke manakah mereka ?
Di atas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota
Merebut hidup di pasar-pasar kota.
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka,
Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan Turín ke kota
Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa.
Hartojo Andangjaya, 1973
1. Struktur Global
Puisi di atas termasuk puisi modern, bukan termasuk puisi lama maupun puisi baru. Hal
ini dapat kita lihat dari struktur baris dan baitnya. Adanya tipografi yang berbeda dari puisi
lama dan puisi baru, terlihat dari penulisan baris kedua pada puisi tersebut menjorok ke
dalam. Meskipun masih termasuk tipografi yang konvensional. Kemudian terdapat
penggunaan tanda baca koma, titik, tanda tanya, dan tanda titik dua . Ini yang membedakan
dari puisi lama dan baru.
Puisi di atas terdiri dari tiga bait dan tiap-tiap bait terdiri atas empat baris . Seluruh bait
dan baris puisi mengungkapkan rasa kagum penyair kepada mereka yang disebutnya
sebagai ”perempuan-perempuan perkasa.” Kata-kata, suasana yang dilukiskan penyair,
membantu mengungkapkan rasa kekaguman. Berikut ini pembahasan bait demi bait puisi
tersebut untuk mendapatkan totalitas maknanya.
Bait I : menceritakan perempuan-perempuan perkasa itu datang dari dari perbukitan desa,
tiap subuh mereka sudah datang ke kota menunggu kereta paling pagi, sebelum matahari
terbit untuk menjual dagangannya yang disimpan di bakul. Nada melebih-lebihkan
perjuangan wanita ini dibuktikan dengan perkataan ”pesta kerja” yang digunakan untuk
menggambarkan kesibukan kerja mereka. Layaknya orang berpesta sangat sibuk bekerja.
Bait II : perempuan-perempuan perkasa itu naik kereta api ke kota sebelum fajar menjual
dagangannya.. Penyair menggunakan istilah ”berlomba” mengandung makna bahwa mereka
berjuang dengan gigih, ulet untuk meraih suatu kehidupan yang lebih layak dengan berbagai
cara , untuk memberi kesan bahwa perjuangannya cukup berat , penyair menyatakan
”merebut hidup di pasar-pasar kota”. Mereka meninggalkan desa pergi ke kota untuk
bersaing dengan sesamanya.
Diksi yang digunakan penyair adalah kata-kata yang bernada perjuangan meraih
kehidupan . Diksi tersebut tertuang pada kata ; ” sebelum peluit kereta api terjaga”, ”sebelum
hari bermula dalam pesta kerja”, ” berlomba dengan surya”,” merebut hidup di pasa-pasar
kota” , ”akar-akar yang melata”. Kata ”bakul” (tenggok/Jawa) suatu tempat yang dibuat dari
anyaman bambu yang digunakan sebagai tempat sayuran, buah-buahan, dan palawija. Bakul
biasanya digendong di bawa ke pasar. Bakul secara konotasi berhubungan dengan pedagang
kecil dari desa menjual hasil pertaniannya yang secara otomatis berpenghasilan rendah dan
miskin. Diksi ” bakul” menandai masyarakat desa dengan tingkat ekonomi yang rendah dan
miskin. Kata ”perempuan-perempuan” digunakan penyair untuk membedakan dengan kata
wanita yang berkonotasi negatif. Secara etimologi kata perempuan mempunyai nilai rasa
positif dibandingkan dengan kata wanita.
Puisi mampu menghidupkan imajinasi pembaca , kata konkret dipilih secara tepati tidak
memperkabur makna yang hendak disampaikan. Suasana kegigihan untuk meraih kehidupan
yang lebih layak ditampilkan secara konkret melalui kata-kata ; pagi buta, berlomba,
merebut, menghidupi. Kata-kata yang dipilih mensugesti pembaca merasakan perjuangan
hidup. Penggunaan ungkapan ”perempuan-perempuan perkasa,” semakin menandai
kekaguman penyair. Struktur sintaktik tiap-tiap bait mudah ditelaah. Kesatuan gagasan pada
tiap bait itu dibentuk oleh kesatuan baris yang membentuk struktur sintaksis. Bait pertama
melukiskan perempuan-perempuan perkasa, yang berangkat dari desa di pagi buta. Aktivitas
kerja belum dimulai, sehingga berangkatnya para perempuan perkasa digambarkan sangat
pagi. Pagi yang sangat gelap dan sepi. Bait kedua melukiskan perempuan-perempuan
perkasa tersebut, berangkat menggunakan kereta hendak berlomba dengan matahari pagi
menuju ke gerbang kota untuk memperoleh kehidupan di pasar Hemdak kemana mereka ?
tergambar pada bait ketiga yang menjelaskan keberangkatan mereka menuju ke kota untuk
memperjuangkan kehidupannya. Merekalah yang memperjuangkan kehidupan di desa-desa.
Aspek bunyi vokal a sangat menonjol, terlihat dari bait pertama sampai bait ketiga
pemunculannya sangat intensif, vokal a menguasai hampir seluruh bait puisi. Bahasa figuratif
yang dipergunakan cukup memperjelas pemahaman makna, seperti penggunaan kata
”perkasa” menandai kekuatan mereka dalam memperjuangkan kehidupan, kata ”akar-akar
yang melata” menandai bahwa mereka itu perempuan jelata tetapi menopang kehidupan
masyarakat desa. Nada puisi ini adalah nada kekaguman. Penyair secara berulang
mengungkapkan kata perempuan-perempuan perkasa untuk menandai kekagumannya secara
berlebihan. Amanat puisi dapat ditafsirkan : perempuan-perempuan perkasa itu adalah
perempuan-perempuan yang berasal dari rakyat jelata , perempuan teladan, mereka berjuang
mencari nafkah tanpa mengenal lelah, mereka menjadi tumpuan hidup penduduk desa
perbukitan, bahkan sampai ke kota-kota sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Penelitian dilakukan secara berurutan, begitu juga penelitian sastra, umumnya terdapat
tiga kegiatan utama yang dilakukan, yakni kegiatan pengumpulan data, penganalisisan data,
dan penyajian hasil. Ketiga kegiatan itu menjadi hal utama dan pasti dikerjakan dalam
sebuah penelitian. Pendekatan dalam penelitian sastra hadir sebagai cara pandang, landasan
berpikir, maupun kerangka (desain) dalam penelitian. Dalam hal ini pendekatan dalam
penelitian sastra diperlukan kehadirannya dan kesesuaian dengan sumber data penelitian
(karya sastra) dalam penelitian yang dimaksud serta teori (metode) yang akan digunakan.
Jadi, pendekatan karya sastra adalah pendekatan yang membahas semua hal tentang sastra.
B. Saran
A, Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka
Jaya
Jerome R. Ravertz, 2007, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam (sejarah dan ruang lingkup
bahasan), Pustaka Pelajar : Yogyakarta.