Anda di halaman 1dari 71

TINJAUAN FIQH SYAFI’IYAH TERHADAP TENAGA KERJA WANITA

MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003


TENTANG KETENAGAKERJAAN

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

RAMADHAYANI SYAHFITRI

Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Langsa


Program Strata Satu (S-1)
Jurusan / Prodi : Hukum Tata Negara
Nim : 2032017052

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah SWT. Tuhan
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis telah dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa umat Islam dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Penulisan skripsi merupakan salah satu tugas mahasiswa dalam
menyelesaikan studi di suatu lembaga pendidikan untuk memperoleh gelar
Sarjana (S1) dalam bidang studi Hukum Tata Negara pada Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Langsa. Untuk memenuhi hal tersebut penulis
memilih judul “Tinjauan Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita
Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai
pihak. Dengan keikhlasan dan ketulusan hati, penulis menghanturkan terima kasih
yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi- tingginya kepada :
1. Ayahanda Sakimin dan Ibunda Kuswati yang tidak pernah lelah
mengiringi doa, semangat, perhatian, dan kasih sayang kepada ananda
hingga terselesaikan skripsi ini.
2. Calon Mertua Ayahanda Gunardi dan Ibunda Ernila, yang sudah penulis
anggap seperti orang tua penulis sendiri.
3. Ibu Anizar, M.A selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu,
bimbingan, petunjuk, dan memberikan arahan hingga selesainya skripsi ini
dan juga Bapak Rasyidin, S.H.I, M.H.I. selaku Pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktunya, membimbing dan pengarahan sejak awal
sehingga terselesaikan skripsi ini.
4. Bapak Syawaluddin Ismail, Lc, MA. Selaku Ketua Jurusan Hukum Tata
Negara

i
5. Bapak Muhajir, S.Ag., L.L.M selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberi pencerahan yang sangat bermanfaat dan berkelas kepada penulis.
6. Keluarga yang penulis sayangin kakak-kakak Lisnawati, Suratik, Susanti,
Pristiwanti, Dewi Purwanti, Abangda M. Syahran, Faisal Ridho dan Adik
Tari juga Andini tercinta yang telah memberikan motivasi dan semangat
serta dukungan kepada penulis.
7. Bapak Dr. H. BASRI, MA selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Langsa
8. Yang terkasih Calon Suami Eygi Gunawan yang tiada hentinya
memberikan nasehat, dukungan, motivasi serta dorongan kepada penulis
agar penulis lebih giat dalam penyusunan skripsi hingga selesai.
9. Kepada sahabat-sahabatku (Maya Devi, Risma Asni, Elvira Octaviana, Nurul
Akmalia, Megawati dan Nur Syakira) serta teman-teman seperjuangan di
Program studi Hukum Tata Negara angkatan 2017 atas segala bantuan dan
motivasinya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, meskipun skripsi ini telah penulis usahakan semaksimal


mungkin agar terhindar dari kekeliruan dan kelemahan, baik dari segi substansi
dan metodologi, penulis dengan tangan terbuka menerima kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan isi. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Demikian semoga apa yang ditulis dalam
Skripsi ini diterima oleh Allah swt sebagai amal saleh.

Aceh Tamiang, Agustus 2021


Penulis

RAMADHAYANI SYAHFITRI
NIM : 2032017052

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
ABSTRAK ..................................................................................................... v

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
E. Kajian Pustaka ..................................................................................... 6
F. Metodologi Penelitian ......................................................................... 9
G. Sistematika dan Teknik Penulisan ...................................................... 13

BAB II : TINJAUAN TEORITIS


A. Tenaga Kerja Wanita Menurut Fiqh Syafi’iyah .................................. 15
1. Pekerjaan Yang Dilarang Untuk Wanita ................................. 18
2. Pekerjaan Yang Diperbolehkan Untuk Wanita ....................... 20
B. Tenaga Kerja Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ............. 26
1. Pengertian Tenaga Kerja ......................................................... 26
2. Hak dan Kewajiban Pekerja .................................................... 29
C. Faktor Yang Melatar Belakangi Wanita Menjadi Tenaga Kerja ........ 33

BAB III : HASIL PENELITIAN


A. Tinjauan Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita
Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 ........................... 37
1. Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Perspektif
Fiqh Syafi’iyah ........................................................................ 42
2. Perbandingan Tenaga Kerja Wanita Menurut Fiqh Syafi’iyah
dengan Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 ........................ 45

ii
B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tenaga Kerja Wanita
Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 ........................... 47
1. Dasar Kebijakan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pekerja
Wanita di Bidang Ketenagakerjaan ......................................... 47
2. Perlindungan Terhadap Hak Pekerja Wanita di Bidang
Ketenagakerjaan ...................................................................... 50
C. Analisa Penulis .................................................................................... 55

BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 57
B. Saran .................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

iii
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Tinjauan Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Permasalahan yang diteliti adalah Bagaimana Perspektif Fiqh Syafi’iyah Terhadap
Tenaga Kerja Wanita serta Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Hak
Tenaga Kerja Wanita Perspektif Fiqh Syafi’iyah dan Undang – Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Tujuan penelitian ini adalah Untuk
mengetahui Perspektif Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita dan Untuk
mengetahui Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tenaga Kerja Wanita Perspektif
Fiqh Syafi’iyah dan UndangiUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif
deskriptif, yaitu metode penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan
dijabarkan secara deskriptif, yang mana pengolahan datanya akan dijabarkan
secara rinci dalam bentuk deskripsi analisis. Adapun hasil penelitian ini adalah (1)
pandangan Fiqh Syafi’iyah terhadap tenaga kerja wanita ialah tidak membebankan
tugas pemenuhan kebutuhan ekonomi pada kaum wanita, seorang wanita boleh
bekerja bagi yang sudah menikah asal mendapat izin dari suami dan menjalankan
pekerjaan sesuai dengan syari’at yang berlaku dalam Islam. (2) Perlindungan
Hukum terhadap tenaga kerja wanita menurut Fiqh Syafi’iyah dan UU No. 13
Tahun 2003 sama-sama memberi perlindungan terhadap seorang pekerja wanita
sebagaimana mestinya.

Kata Kunci : Fiqh Syafi’iyah, Ketenagakerjaan, Tenaga Kerja Wanita

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan

nasional. Sumber daya itu berinteraksi dengan modal pembangunan yang lain,

yaitu sumber daya alam yang ditambah dengan peran teknologi dan pembangunan

dimana akan menunjang program pembangunan dibidang ekonomi dan

kesejahtraan masyarakat. Secara yuridis pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa “setiap tenaga

kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh

pekerjaan dan demikian juga dengan pasal 27 ayat (2) UUD 1945“ tiap warga

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.1

Tenaga kerja wanita merupakan bagian dari tenaga kerja yang telah

melakukan kerja baik untuk diri sendiri maupun bekerja dalam hubungan kerja

atau dibawah pemberi perintah (dalam hal ini pengusaha atau badan-badan hukum

lainnya). Mengingat tenaga kerja wanita merupakan pihak yang lemah dari

majikannya. Atasannya yang kedudukannya lebih kuat, maka perlu mendapatkan

perlindungan atas hak-haknya. Kebutuhan yang semakin meningkat dan keinginan

untuk mengkualifikasi diri merupakan sabagai alasan mengapa wanita-wanita itu

ingin bekerja. Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa apapun alasanya

wanita itu ingin bekerja, tetap saja tidak dapat dipungkiri karena pekerjaan akan

1
Republik Indonesia Undang-undang ketenagakerjaan UU No.13 Tahun 2003 pasal 5

1
2

memberikan konrtibusi yang tidak sedikit kepada semua pihak secara langsung

maupun tidak langsung.

Fiqh Syafi’iyah menjelaskan bahwa seorang wanita diperbolehkan untuk

bekerja. Wanita yang telah menikah boleh bekerja jika mendapat izin dari suami,

bagi yang belum menikah ia mendapat izin dari walinya. Meski demikian, hak

memberi izin oleh suami ini gugur secara otomatis jika sang suami tidak memberi

nafkah pada sang istri. Namun Tidak semua pekerjaan boleh dilakukan. Kriteria

pertama yakni pekerjaan yang dilakukan tidak termasuk perbuatan maksiat dan

tidak mencoreng kehormatan keluarga.2

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun

majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 67 sampai dengan Pasal 101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat,

anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan

kesejahteraan. Menelaah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 berarti dalam

mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di

dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi. Tidak kalah pentingnya

adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak- hak

dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.

Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu

2
As-Safi’i, Imam Muhammad bin Idris, Al-Uum, Darul Wafa’ 2001. Juz 6
3

mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap

kemajuan dunia usaha di Indonesia.

Setiap perempuan mempunyai hak-hak khusus yang berkaitan dengan hak

asasi manusia yang diakui dan dilindungi oleh undang-undang. Hak Perempuan

dimana perempuan dikategorikan dalam kelompok rentan yang mendapat tempat

khusus dalam pengaturan jaminan perlindungan hak asasi manusia. Pada umunya

pemberian hak bagi perempuan sama dengan hak-hak lain seperti yang telah

disebutkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Hak-Hak Asasi Manusia namun

dengan alasan tadi maka lebih dipertegas lagi. Asas yang mendasari hak bagi

perempuan diantaranya hak perspektif gender dan anti diskriminasi dalam artian

memiliki hak yang seperti kaum laki-laki dalam bidang pendidikan, hukum,

pekerjaan, politik, kewarganegaraan dan hak dalam perkawinan serta kewajibannya.3

Pada dasarnya permasalahan dari peran ganda perempuan ini bukan

terhadap peran itu sendiri, tetapi apa dampak atau akibat yang ditimbulkannya

untuk keluarga. Seperti halnya sedikitnya waktu bersama keluarga, peran ganda

perempuan membawa dampak terhadap pergeseran nilai pada keluarga, seperti

perubahan struktur fungsional dalam kehidupan keluarga seperti pola kegiatan

untuk keluarga dan penggunaan waktu, urusan rumah tangga, pekerjaan, sosial

ekonomi, maupun pengembangan diri dan pemanfaatan waktu luang. Berdasarkan

pemikiran di atas, maka peran dan beban jangan dilihat sebagai sesuatu yang

samar, sehingga memanipulasi penilaian kita tentang perkembangan pengetahuan

tentang perempuan. Sebab para perempuan adalah makhluk yang multitasking.

3
Ibid, h. 270
4

namun tidak membuat perempuan kehilangan fitrah dan jati dirinya sebagai

perempuan. Tanggung jawab sosial dan tanggung jawab moril, tetap diemban

sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban kepada Sang Maha Pencipta yang

telah menciptakan perempuan dengan segala keindahannya.4

Dalam pandangan Islam, bekerja merupakan suatu kewajiban kemanusiaan

yang tak pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Banyak ayat Al-quran

yang mengupas tentang kewajiban manusia untuk bekerja dan berusaha mencari

nafkah, diantaranya firman Allah SWT dalam Al-Mulk Ayat 15 :

‫ﻮﺭ‬
ُ ‫ﺸ‬ُ ‫ﺸﻮﺍْ ِﻓﻲ َﻣﻨَﺎ ِﻛ ِﺒ َﻬﺎ َﻭ ُﻛﻠُﻮﺍْ ِﻣﻦ ِ ّﺭ ۡﺯ ِﻗ ِۖۦﻪ َﻭﺇِ َﻟ ۡﻴ ِﻪ ٱﻟﻨﱡ‬
ُ ‫ﻮﻻ َﻓ ۡﭑﻣ‬ َ ‫ُﻫ َﻮ ٱﻟﱠﺬِﻱ َﺟ َﻌ َﻞ َﻟ ُﻜ ُﻢ ۡٱﻷ َ ۡﺭ‬
ٗ ُ‫ﺽ ﺫَﻟ‬
( ١٥ : ‫)ا‬
Artinya : Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka
jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-
Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Permasalahan tentang wanita hukum wanita bekerja sampai detik ini

masih menjadi perbincangan hangat dikalangan para ulama. Mereka masih

memperdebatkan bolehkah seorang wanita (istri) bekerja diluar rumah. Dalam hal

ini Naqiyah Mukhtar mengatakan, terdapat beberapa pandangan dikalangan

ulama tentang wanita bekerja diluar rumah. Pendapat yang paling ketat

menyatakan tidak boleh, karena dianggap bertentangan dengan kodrat wanita

yang telah diberikan dan ditentukan oleh Allah. Peran wanita secara alamiah,

menurut pandangan ini adalah menjadi istri yang dapat menenangkan suami,

melahirkan, mendidik anak, dan mengatur rumah. Dengan kata lain tugas wanita

4
Nurul Hidayati. Peran Ganda Perempuan Bekerja (Antara Domestic Dan Publik).
Muazah, no. 7 (2015): h. 109-188
5

adalah dalam sector domestik. Perempuan yang melakukan pekerjaan di luar

rumah termasuk orang yang berbuat dzalim terhadap dirinya, karena melampui

ketentuan-ketentuan Allah. Meski demikian dalam kondisi darurat wanita

diperkenankan bekerja di luar rumah, sebagaimana dilakukan oleh perempuan

madyan ketika ayah mereka, Nabi Syu’aib sudah lanjut usia.5

Berdasarkan penjabaran diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisis

mengenai “Tinjauan Terhadap Tenaga Kerja Wanita Menurut Undang –

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas serta untuk memudahkan pemahaman terhadap

masalah yang akan dianalisis, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimana Perspektif Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja

Wanita ?

2. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tenaga Kerja

Wanita Perspektif Fiqh Syafi’iyah dan Undang – Undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Bagaimana Perspektif Fiqh Syafi’iyah

Terhadap Tenaga Kerja Wanita

5
Naqiyah Mukthtar,‛Telah terhadap Perempuan Karier dalam Pandangan Hukum Islam‛
dalam Wacana Baru Sosial : 70 Tahun Ali Yafie, (Bandung : Mizan, 1997), Cet. I, h. 164
6

2. Untuk mengetahui Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tenaga

Kerja Wanita Perspektif Fiqh Syafi’iyah dan Undang – Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Untuk mengembangkan penalaran dalam studi tinjauan

Fiqh Syafi’iyah tentang tenaga kerja wanita menurut undang –

undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sekaligus

mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu

yang diperoleh.

2. Secara Praktis

Diharapkan menjadi sumbangan bagi kampus maupun

pihak yang membutuhkan dan mengetahui dalam melihat

permasalahan tenaga kerja wanita yang dapat dikaji lebih lanjut

bagi akademisi lainnya.

E. Kajian Pustaka

Untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan tinjauan

Fiqh Syafi’iyah terhadap tenaga kerja wanita menurut undang – undang nomor 13

tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Untuk melakukan penelitian dan analisa

mendasar terhadap wanita yang ikut serta bekerja dalam ruang lingkup publik,

maka disajikan beberapa dari penelitian terdahulu untuk mewakili buku-buku dan
7

skripsi yang tidak disebutkan secara langsung dalam bentuk sub pembahasan

penelitian terdahulu antara lain :

Pertama skripsi Taufan Bayu Aji, dengan judul skripsinya “Tenaga kerja

wanita (studi tentang perlindungan hukum menurut undang-undang nomor 13

tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di PT Adetek Boyolali”). Dalam skripsi ini

membahas tentang bagaimana perlindungan hukum bagi para pekerja wanita

menurut undang-undang nomor tahun tentang ketenagakerjaan di PT Adetek

Boyolali dan permasalahan apa saja yang timbul antara pekerja wanita dan

perusahaan mengenai perlindungan kerja di PT Adetek Boyolali dan bagaimana

cara mengatasinya”.6

Kedua skripsi Muh. Herismant Buscar S. “Tinjauan Yuridis Terhadap

Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Pada Malam Hari Di Swalayan Kec.

Rappocini Kota Makassar menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003” dalam

penelitian ini membahas tentang Bagaimanakah Aturan tentang perlindungan

terhadap tenaga kerja wanita dan Bagaimanakah pengawasan dan perlindungan

terhadap tenaga kerja wanita pada malam hari di perusahaan Alfamidi di

Kecamatan Rappocini Makassar.7

Ketiga, skripsi Leksono Dwi Martanto yang berjudul: “Perlindungan

Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita Dalam Perjanjian Kerja (Studi Kasus

Mantan Tenaga Kerja Wanita Malaysia Di Desa Donohudan Kecamatan

6
Taufan Bayu Aji, “Tenaga kerja wanita (studi tentang perlindungan hukum menurut
undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di PT Adetek Boyolali)”. Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. 2010
7
Muh. Herismant Buscar S, “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja
Wanita Pada Malam Hari Di Swalayan Kec. Rappocini Kota Makassar menurut Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003”, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Makassar 2015
8

Ngemplak Kabupaten Boyolali)”. Dalam penelitian ini, yang dikaji dan diteliti

adalah Bagaimanakah perlindungan hukum atas hak Tenaga Kerja Wanita (TKW)

dalam perjanjian kerja dan Bagaimanakah kendala-kendala pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap Tenaga kerja Wanita (TKW) dalam perjanjian

kerja. Dalam penelitian ini membahas mengenai aspek perlindungan hukum

dalam perjanjian kerja yaitu tentang perlindungan upah. Perlindungan upah yang

dimaksud adalah hak setiap Tenaga Kerja Wanita untuk memperoleh upah sesuai

dengan standar upah dan TKW yang diteliti adalah TKW dari Desa Donohudan

Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali yang sudah pernah bekerja di

Malaysia.8

Berdasarkan kajian pustaka maupun skripsi diatas tidak ditemukan

persamaan judul Fiqh Syafi’iyah terhadap tenaga kerja wanita menurut undang –

undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dengan referensi-referensi

yang telah diangkat di atas, juga tidak ditemukan hasil yang serupa dengan masalah

yang diangkat dalam penelitian ini. Dari uraian tersebut peneliti perlu melakukan

penelitian tentang begaimana peran Fiqh Syafi’iyah terhadap tenaga kerja wanita

menurut undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang

menjadi permasalahan pokok yang mesti diteliti lebih dalam.

8
Leksono Dwi Martanto, Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita Dalam
Perjanjian Kerja (Studi Kasus Mantan Tenaga Kerja Wanita Malaysia Di Desa Donohudan
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali), Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta. 2010
9

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan

baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan,

mengembangkan dan guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu

pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud

dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah.9

Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan

masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.

Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada

penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tinjauan Fiqh Syafi’iyah

terhadap tenaga kerja wanita menurut undang – undang nomor 13 tahun

2003 tentang ketenagakerjaan.

9
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. 2007, h. 22
10

2. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

research) dengan memanfaatkan dokumen-dokumen berupa buku-buku,

hasil-hasil penelitian, jurnal, dan internet.10

Penelitian pustaka ini guna menelaah hal-hal yang berkaitan

dengan Fiqh Syafi’iyah terhadap tenaga kerja wanita menurut undang –

undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan meliputi data sekunder,

yang mana meliputi hal-hal berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan

perundang- undangan yang terkait dengan objek penelitian.11

Bahan hukum yang digunakan penulis yaitu undang-undang

nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam hukum

Islam menggunakan Al-Quran, hadist, buku-buku terkait dengan

Fiqh Siyasah, asas-asas hukum pidana Islam, serta para ahli.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan hukum berupa informasi yang diperoleh dari

buku, hasil penelitian, jurnal, internet dan publikasi lainnya yang

10
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek , (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 50
11
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 106
11

relevan dengan penelitian ini. Dalam hukum Islam bahan-bahan

diambil dari Al- Quran, Hadis, dan Ijtihad.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk keperluan pengumpulan data, metode yang digunakan dalam

mengumpulkan data berupa pustaka atau studi dokumentasi. Menurut M.

Nazir dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian, mengemukakan

bahwa yang dimaksud dengan Studi kepustakaan adalah teknik

pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-

buku, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya

dengan masalah yang dipecahkan.12

5. Teknik Analisis Data

Analisa data (kualitatif) yang digunakan merupakan proses

mengorganisasi data menurut tema-tema yang muncul sesuai dengan

tujuan penelitian (kategorisasi) dan kemudian menginterprestasikannya.13

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu

dengan cara mendiskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan

dan uraian-uraian kalimat. Dan dapat ditarik kesimpulan secara indukatif

yaitu suatu cara berfikir dari hal-hal yang bersifat umum lalu diambil

12
M. Nazir, Metode Penelitian, cet.ke-5, (Jakarta; Ghalia Indonesia, 2003), h. 27.
13
Sri Hapsari Wijayanti dkk, Bahasa Indonesia Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), h. 222
12

kesimpulan secara khusus dari kesimpulan-kesimpulan yang telah diambil

kemudian disampaikan saran-saran.

6. Teknik Penelitian

Teknik penelitian merupakan komponen yang paling penting

dalam penelitian. Metode merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang

digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.14

Langkah-langkah penelitian kualitatif yang peneliti gunakan adalah

sebagai berikut :

1. Langkah pertama. Persiapan: mempertimbangkan fokus dan

memilih topik, menyatakan masalah dan merumuskan pendahuluan

pernyataan, menyatakan masalah dan merumuskan pendahuluan

pernyataan.

2. Langkah kedua. Penjelajahan yang luas : eksplorasi, mengembangkan

rencana umum, melakukan kajian mengumpulkan data awal,

merevisi rencana umum.

3. Langkah ketiga. Memusatkan diri pada himpunan aktivitas yang

terfokus : mengumpulkan data, menyempurnakan rencana

penelitian/penjelasan fokus, aktifitas terfokus, menyempitkan

pengumpulan data, analisis data.

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat Deskriptif. Menurut

Sukmadinata, penelitian deskriptif merupakan karakteristik dari penelitian

14
Ibid, h. 29
13

yang dapat mengungkapkan berbagai fenomena sosial dan alam dalam

kehidupan masyarakat secara spesifik.15

Menurut Sugiyono, penelitian deskriptif adalah penelitian dengan

metode untuk menggambarkan suatu hasil penelitian. Namun, hasil

gambaran tersebut tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih

umum.16

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa

penelitian ini punya tujuan untuk memberikan deskripsi, penjelasan, serta

validasi suatu fenomena yang diteliti. sesuai namanya juga, deskripsi,

penjelasan, dan validasi tersebut akan diperoleh peneliti setelah

mendeskripsikan karakteristik dari objek yang diteliti.

G. Sistematika dan Teknik Penulisan

Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum

yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum adalah terdiri empat (4) bab

yang tiap bab terbagi dalam sub bagian dan daftar pustaka, untuk memudahkan

pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini, yaitu :

BAB I berupa Pendahuluan, bab ini memberikan gambaran secara umum

dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan

skripsi yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian,

kerangka teori, tinjauan pustaka, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini, dan sistemtika penulisan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan

15
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landaan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja
Rosdakarya : Bandung, 2006. h. 18
16
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. 2006, h. 9
14

pengertian kepada pembaca agar dapat mengetahui secara garis besar pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

BAB II berupa Tinjauan Teoritis, bab ini memberikan penjelasan rinci

tentang tenaga kerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mencakup

pengertian tenaga kerja dan jenis – jenis hak dan kewajiban pekerja, lalu tenaga

kerja wanita menurut Fiqh Syafi’iyah mencakup pekerjaan yang dilarang dan

dibolehkan untuk wanita, kemudian juga faktor yang melatar belakangi wanita

menjadi tenaga kerja dan yang terakhir hambatan yang dihadapi wanita sebagai

seorang tenaga kerja.

BAB III berupa Hasil Analisis, bab ini memberikan penjabaran tentang

hasil analisis yang sudah dilakukan penulis terhadap judul yaitu Tinjauan Fiqh

Syafi’iyah terhadap tenaga kerja wanita menurut undang – undang nomor 13

tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

BAB IV beruba Penutup, bab ini berisikan kesimpulan berupa jawaban

dalam pembahasan di atas, dan saran-saran yang disampaikan oleh penulis

mengenai pendapatnya setelah melakukan penelitian.


15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tenaga Kerja Wanita Menurut Fiqh Syafi’iyah

Dalam ajaran Islam, kekuatan iman semata-mata belum akan memberikan arti

penting bagi kehidupan, tanpa diikuti oleh aktivitas dan amal perbuatan atau kerja.

Menjalani kehidupan, terutama pada kegiatan ekonomi terdapat banyak rambu-rambu

dalam hal mencari, mengelola dan membagi harta pada dasarnya banyak ayat dan

hadist yang memerintahkan orang yang beriman untuk berusaha dan berikhtiar

mencari karunia Allah. Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Qasas ayat 77.

َ (َ )ۡ َ ‫ َ ٓ أ‬+َ (
ِ
ۡ)َ‫ َ" َ ِ! َ ٱ ُّ ۡ' َ ۖ َوأ‬#َ$ %&
ِ َ
َ ََ ََ َ َّ
‫ٱ ُ ٱ ّ َار ٱ ِ ة ۖ و‬
َ َٰ َ َٓ
‫َوٱ ۡ َ ِ ِ ءا‬
ۡ ُ ۡ ُّ ُ َ َ َّ َّ َۡ َ َ َۡ َ َ َ َ َّ
(٧٧:‫ )ﺍﻟﻘﺼﺺ‬9ِ ( َ ِ / :‫ ٱ‬78 ِ 9 2 ِ 5 ‫ ٱ‬0ِ 1 ‫( د‬/ ‫ٱ‬
‫ض إِن ٱ‬4 ِ "ۡ , ‫ٱ ُ إ ِ ۡ ۖ َو‬

Artinya : Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan
berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.

Ayat ini menganjurkan setiap muslim untuk bertebaran di bumi Allah

mencari nafkah setelah mereka menunaikan shalat (usai memimpin atau

mengikuti salat jumat). Kemudian dipersilahkan kembali untuk melaksanakan

aktifitas ekonomi sebagaimana dilakukan sebelum masuk waktu shalat jumat.

Dalam ayat diatas menunjukkan usaha serius untuk mencari dan mengambil

sesuatu yang sudah disediakan Allah untuk makhluknya.1 Ungkapan bertebaran

diatas bumi adalah berusaha sesuai dengan keahlian dan profesi masing-masing.
1
Ewzar, Hadist Ekonomi, (Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada, 2013), hlm. 44

15
16

Oleh karena itu ayat ini menganjurkan setiap individu muslim untuk aktif bekerja

dan memproduktifkan segala aspek yang berguna untuk kebutuhan masyarakat.

Dan di saat-saat beraktifitas, sebaiknya tetap berzikir, yaitu dalam bekerja selalu

mengingat Allah.

Dalam Kitab al-Mawsu'at al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah dituliskan tugas

utama seorang perempuan adalah mengurus rumah tangga sekaligus mendidik

anak-anaknya. Rasulullah SAW dalam HR Bukhari pernah bersabda, "Perempuan

itu mengatur dan bertanggung jawab atas urusan rumah suaminya." Hal ini

berarti perempuan tidak dituntut untuk secara penuh memenuhi kehidupannya

karena hal tersebut kewajiban ayah dan suaminya.2

Menurut Ulama Syafi’iyah, perempuan tidak dibebankan tugas pemenuhan

kebutuhan ekonomi bukan karena untuk melakukan pemerkosaan terhadap hak-

hak kaum perempuan dan melenyapkan kemerdekaannya dalam lapangan

ekonomi. Justru sebaliknya, untuk menjaga dan memelihara kaum perempuan

sedemikian rupa, sehingga mereka merasa aman dan tenteram dalam surga

keindahan harkat dan martabat keperempuanan mereka.3

Namun Ulama Syafi’iyah juga menyebut Islam memperbolehkan seorang

perempuan untuk bekerja namun dengan ketentuan tertentu. Ulama menilai tidak

ada larangan dalam Islam bagi perempuan yang ingin menjadi dokter, guru,

peneliti, maupun tokoh masyarakat. Islam memperbolehkan muslimah bekerja

2
Al Mausû'ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, 1997
3
Ahmad, Idris , Fiqh al-Syafi’iyah, (Jakarta: Karya Indah, 1986)
17

sesuai dengan kemampuannya dan kodrat kewanitaannya, utamanya dari sisi

biologis dan mentalnya.4

Pendapat lain Ulama Syafi’iyah yang menyebut seorang perempuan

diperbolehkan untuk bekerja. Perempuan yang telah menikah boleh bekerja jika

mendapat izin dari suami, bagi yang belum menikah ia mendapat izin dari

walinya. Meski demikian, hak memberi izin oleh suami ini gugur secara otomatis

jika sang suami tidak memberi nafkah pada sang istri. Namun Tidak semua

pekerjaan boleh dilakukan. Kriteria pertama yakni pekerjaan yang dilakukan tidak

termasuk perbuatan maksiat dan tidak mencoreng kehormatan keluarga.5

Dari hal tersebut, diketahui jika Islam tidak pernah memposisikan

perempuan hanya di rumah saja dan berdiam diri. Nabi Muhammad SAW pernah

berkata, "Sebaik-baik canda seorang Muslimah di rumahnya adalah bertenun."

Ini artinya perempuan juga harus melakukan sesuatu dan bukan menganggur saja.

Guru Besar Ilmu Alquran Universitas Sayf al-Dawlah, Dr Abd al-Qadir

Manshur juga menyebut Islam tidak pernah melarang seorang perempuan untuk

bekerja. Dalam buku berjudul 'Pintar Fikih Wanita', ia menyebut pemepuan boleh

melakukan jual beli atau usaha dengan harta benda pribadinya.6

Berikutnya, pekerjaan yang dilakukan tidak mengharuskan sang

perempuan untuk berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Imam Abu

Hanifah dalam kitab Bada’i al-Shana’i haram pekerjaan asisten pribadi bagi

perempuan. Larangan ini keluar mengingat kemungkinan fitnah yang mungkin

4
Abdurrahman Al-Jaziri, Syeikh, Kitab Salat Fikih Empat Mazhab (Syafi’iyah, Hanafiah,
Malikiah, dan Hambaliah), Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika). 2011.
5
As-Safi’i, Imam Muhammad bin Idris, Al-Uum, Darul Wafa’ 2001. Juz 6
6
Manshur Al-Qadir ’Abd, Buku Pintar Fiqih Wanita. Jakarta: Zaman. 2009
18

timbul ketika dia berduaan dengan atasannya yang seorang laki-laki bukan

muhrimnya.

Dr Abd al-Qadr Manshur juga menyebut anjuran ini bukan untuk

menghalangi atau membatasi gerak seorang perempuan. Hal ini perlu menjadi

perhatian karena terkait dengan tugas alamiah perempuan untuk melahirkan,

menyusui, dan menjaga keluarga. Perlu ada sinergi antara aktvitas yang dilakukan

di luar dan di dalam rumah.7

1. Pekerjaan Yang Dilarang Untuk Wanita

Ada beberapa pekerjaan yang dilarang oleh Islam untuk

digeluti oleh pekerja perempuan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah

sebagai berikut.8

a) Jenis pekerjaan yang pada dasarnya haram. Dalam hal ini

seperti jenis pekerjaan menjadi pekerja seks komersial (PSK),

pelayan cafe/bar yang mengharuskan tenaga kerja perempuan

bergaul dengan yang bukan mahramnya, pekerjaan yang

bertujuan untuk penipuan, lintah darat, dan lainnya.

b) Jenis pekerjaan yang halal dilakukan tetapi dituntut untuk

melanggar aturan Islam. Misalnya, menjadi sekretaris yang

mengharuskannya berpakaian tanpa jilbab. Sekretaris adalah

7
Ibid, 2009
8
Skripsi Muh. Herismant Buscar S. Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Pada Malam
Hari. Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, h. 33
19

jabatan yang halal, tetapi keharusan berpenampilan tanpa jilbab

melanggar syariah Islam.

c) Hal-hal yang sifatnya pribadi sehingga membuat seorang

perempuan tidak bisa bekerja. Misalnya tidak boleh bekerja

seperti kemampuan menjaga niat, tidak bisa menjaga pergaulan

dengan lain jenis, tidak mendapat izin dari suaminya, dan lain

sebagainya.

Akan tetapi bila suatu hukum ditetapkan khusus untuk jenis

manusia tertentu (laki-laki saja atau perempuan saja), maka akan

terjadi pembebanan hukum yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Misalnya kewajiban mencari nafkah (bekerja) hanya dibebankan kepada

laki-laki, karena hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai kepala rumah

tangga. Islam telah menetapkan bahwa kepala rumah tangga adalah tugas

pokok dan tanggung jawab laki-laki, seperti yang tertuang dalam firman

Allah SWT. Al-quran Surah an- Nisa’ ayat 34 :

َٓ َ َ َ َّ َ َّ َ ٓ ّ َ َ ََ ُ
Kِ ‫ و‬Jٖ Hۡ َ 0ٰ ABَ Fۡ Gُ EHۡ َ ُ ‫ ٱ‬DE1 َ ِ C ِ‫ ٱ & ِ َ( ء‬0ABَ ‫ ّ ِ َ< ل @ ّ? ٰ ُ>=ن‬:‫ٱ‬
ُ َّ ‫ َ[ ٱ‬/ِ )َ َ C 7ۡ Zَ Aِۡ ّ O ٞ ٰXَ /ٰY َ O
ٌ ٰ َ ٰ َ ُ ٰ َ ٰ َّ َ ۡ ٰ َ ۡ َ ۡ ْ ُ َ َ
ۚ ِ ِ ِ Tِ UV OPِ AQ R1 Fۚ Gِ ِ :?!‫=ا ِ! أ‬M/$‫أ‬
َّ ُ ُ ۡ َ َ َۡ َّ ُ ُ ُ ۡ َ َّ ُ ُ َ َّ ُ َ ُ ُ َ ُ َ َ ٰ َّ َ
ۖ ^= K ِ e‫ٱ‬ ‫و‬ ِd <
ِ E :‫ٱ‬ 0ِ 1 ^‫ و‬c^‫=^ وٱ‬bHِ 1 ^‫`=ز‬a ‫=ن‬1 ] 0ِ \‫وٱ‬
ٗ َ ّ ٗ َ َ َ َ َّ َّ ً َ َّ ۡ َ َ ْ ُ ۡ َ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ
:‫ )ا &( ۤء‬n ِ "+ ِ AB ‫ ن‬+ ‫ ۗ إِن ٱ‬A ِ kl Gِ AB ‫=ا‬Z", A1 FgUHh‫ِن أ‬f1
(٣٤

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
20

Ada beberapa pekerjaan yang sama-sama layak dikerjakan

oleh perempuan dan laki-laki, ada juga beberapa pekerjaan yang khusus

dikerjakan oleh masing-masing secara sendiri-sendiri. Pekerjaan-pekerjaan

yang membutuhkan kerja otot selamanya akan menjadi bagian dari tugas laki-

laki. Dengan demikian, seorang perempuan tidak layak baginya melakukan

pekerjaan–pekerjaan yang membutuhkan kerja otot, seperti melakukan

penggalian, pengeboran, pembangunan, industri besi, kayu, dan sejenisnya

yang menuntut jerih payah luar biasa dan memberatkan perempuan.

Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam Islam bukanlah

bermaksud untuk mendiskriminasikan salah satu pihak. Tapi lebih pada

kepantasan akan pekerjaan yang akan dikerjakan. Hal itu adalah pembagian

yang wajar dan realistis dari sebuah pekerjaan yang menggerakkan kehidupan

dan masyarakat, sehingga peradaban manusia bisa berjalan secara normal.

2. Pekerjaan Yang Diperbolehkan Untuk Wanita

Dalam Islam tidak ada larangan bagi laki-laki atau perempuan untuk

bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah. Dalam Surah An-Nahl, Ayat 97

disebutkan secara tegas bahwa untuk meciptakan kehidupan yang baik

(hayatan thayyibah) dipersyaratkan peran aktif setiap orang beriman, lelaki

dan perempuan (secara eksplisit disebutkan lelaki dan perempuan), tentu

dengan melakukan aktifitas-aktifitas yang positif (amalan shalihah). Berikut

ayat yang tertuang didalam Al-quran Surah An-Nahl ayat 97


21

ٗ َ ّ َ ٗ ٰ َ َ ُ َّ َ ۡ ُ َ َ ٞ ۡ ُ َ ُ َ َ ُ ۡ َ َ َ ّ ٗ ٰ َ َ َ ۡ َ
ۖ x"ِ h ‫ۥ ) =ة‬vUwِ 8UA1 !ِ t> =^‫ و‬0ٰ s$‫ ٍ أو أ‬+‫ ِ! ذ‬8ِ Ap Dِ B !
َ ُ َ ۡ َ ْ ُ َ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ َّ َ ۡ َ َ َ
(٩٧ : D8U ‫=ن )ا‬A H{ ‫=ا‬$ + ! ِ ()5ِC F^ <‫ أ‬FGUyzِ cU ‫و‬

Artinya : “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.”

Menurut Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak

melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Allah SWT

mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja”. Hukum

wanita bekerja dalam Islam di luar rumah adalah pertama mubah atau

diperbolehkan. Syaikh Abdul Aziz Bin Baz juga berpendapat bahwa Islam

tidak melarang wanita bekerja di luar rumah, asalkan mereka memahami

syarat-syarat yang membolehkan wanita bekerja dan mereka dapat

memenuhinya.9 Lebih jelas terdapat dalam firman Allah SWT surah At-

Taubah ayat 105 yang berbunyi :

َ َ ُّ َ ۡ ۡ ُ ُ َ َ َّ َ ْ ُ ۡ ُ
0ٰ ِ ‫ ُ َ دون إ‬lَ ‫=نۖ َو‬Uُِ !t ُ :‫ۥ َوٱ‬vُ =lُ ‫ َو َر‬Fۡ gA َ | ُ ‫ َ( َ َ ى ٱ‬1 ‫=ا‬A َ |‫ ٱ‬Dِ @‫َو‬
َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ُ ُ ّ َ َ َ َ َّ َ ۡ َ ۡ ٰ َ
(١٠٥ : xK= ‫=ن )ا‬A H, F U+ ِ C Fg€ِ"&ُ ِ ‫`• ٰ ة‬:‫ وٱ‬7 ِ Z ‫ ٱ‬Fِ ِ A~

Artinya : Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat


pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan.

9
Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Baz, Majmu’ Fatawi Wa Maqolat
Mutanawwa’at, Riyad: Daar al Qasim, 1420.
22

Syarat-syarat didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits

mengenai wanita yang mencakup hak dan kewajiban yang telah ditetapkan

oleh Islam. Jika wanita mesti keluar rumah untuk bekerja, maka hal-hal

berikut yang mesti diperhatikan :

a) Mendapatkan izin dari walinya

Wali adalah kerabat seorang wanita yang mencakup sisi nasabiyah

(garis keturunan, seperti dalam An - nur ayat 31) yang berbunyi :

َ 9ِ "ۡ {ُ َ ‫ َّ َو‬Gُ <‫و‬ َ ُ 1ُ َ bۡ /َ 8ۡ yَ ‫ٰ ^ِ َّ َو‬Qَ ۡC‚َ ۡ !ِ َ Eۡ Eُ Zۡ {َ Oٰ•َِ !tۡ ُ Aِۡ ّ D@ُ ‫َو‬
ِ ِ
َ 9ِ "ۡ {ُ َ ‫ َّ ۖ َو‬GK=ُ <ُ 0ٰ Aَ Bَ َّ ِ^ ُ ] ُ َ ۡ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َ َّ َّ ُ َ َ
ِِ ِ ِ C Kِ E ‫ ۖ و‬GUِ! Gƒ ! ِ ‫ إ‬G &yِ‫ز‬
ٓ َ ۡ ۡ َّ ٓ َ ۡ ۡ َّ َ ُ ُ ٓ َ َ ۡ َ َّ ٓ َ َ ۡ َ َّ َ ُ ُ َّ َّ ُ َ َ
َ َ َ َ
ِ‫ ء‬U ‚ ‫ أو‬Gِ ِ „ U ‚ ‫ أو‬Gِ ِ =H ِ‫ ء‬C‫ أو ءا‬Gِ ِ „ C‫ أو ءا‬Gِ ِ =H"ِ ِ ‫ إ‬G &yِ‫ز‬
َ! ‫ َّ أَ ۡو‬G„ٓ (َِ a ‫ َّ أَ ۡو‬Gِ ٰ ?َ َ َ ‫ أ‬0ِٓ UَC ‫ َّ أ َ ۡو‬Gِ$ٰ?َ ۡ ‫ إ‬0ِٓ UَC ‫ َّ أَ ۡو‬Gِ$ٰ?َ ۡ ‫ َّ أ َ ۡو إ‬G َ =Hُ ُ
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ
َ َّ ۡ َ ۡ ُ َ َّ َ َ َ َ ََ
Fۡ : َ 9ِŠ ‫ ٱ‬Dِ /‰ِ ّ ‫ ّ ِ َ< ِل أوِ ٱ‬:‫ ِ! َ ٱ‬xِ Kَ ‫ ِ ۡر‬f ‫ َ ‡ ۡ ِ أ ْو ِˆ ٱ‬Hِ ِ "ٰT ‫ ّ أوِ ٱ‬Gُ Uُ ٰ †َ ۡ9‚ O ۡ … A>
ۡ َ َ َ ۡ َ ٓ ّ َ َ ََ ْ ۡ
!ِ َ /ِ ]ُ9 !َ Fَ AHۡ ُ ِ ّ Gِ ِ A<ُ ‫ ۡر‬5ِC َ Kۡ ِ Eَ9 ‫ َو‬2ِ‫ت ٱ & ِ َ( ء‬ ِ ٰ Œ=ۡ B 0ٰ AB ‫ ُ وا‬Gَ b{َ
ّ َ ُ ۡ ُ ۡ ُ َّ َ َ َ ُ ۡ ُ ۡ َ ُّ َ ً َ َّ َ ْ ُ ُ َ َّ َ
: ‫=ر‬U ‫=ن )ا‬8ِ A/, FgAH ‫=ن‬Uِ!t :‫ ٱ‬v9‚ H ِ < ِ ‫ ٱ‬0 ِ ‫ ٓ=ا إ‬K= ‫ ۚ و‬Gِ ِ &yِ‫ز‬
(٣١

Artinya : “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar


mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali
yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
(auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-
putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra – putra
saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama
Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau
para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti
23

tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan


kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang
yang beriman, agar kamu beruntung.”

Sisi sababiyah (tali pernikahan, yaitu suami), sisi ulul arham (kerabat

jauh, yaitu saudara laki-laki seibu dan paman kandung dari pihak ibu serta

keturunan laki-laki dari keduanya), dan sisi pemimpin (yaitu hakim dalam

pernikahan atau yang mempunyai wewenang seperti hakim). Jika wanita

tersebut sudah menikah, maka harus mendapat izin dari suaminya.

b) Berpakaian Secara Syari

Menutup aurat adalah syarat yang mutlak yang wajib di penuhi

sebelum seorang wanita keluar rumah. Ketika keluar rumah merupakan

kewajiban syar’i yang harus di patuhi oleh setiap muslimah yang telah akil

baligh, dalam Q.S Al- ahzab ayat 59 :

َ ََ ۡ ۡ ٓ َ َ َٰ ۡ َ ّ ُ َ ُ َ َٓ
!ِ ّ Gِ ۡ AB َ ِ' ۡ ُ9 َ ِ U!ِ t ُ :‫ َِ( ِء ٱ‬a‫َو‬ ِ Uَ Kَ ‫َو‬ <
ِ •‫ز‬5ِ D@ 0ُّ ِ "Uّ ‫ ٱ‬Gَ {ّ •Ž ٰ
َ ٗ ُ َ ُ َّ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ََ ۡ َ ََۡ َ ٰ َ َّ َ
: ‫اب‬z) ‫) ٗ )ا‬ ِ ‫ ّر‬n‫=ر‬ /‡ ‫ذ{ ۗ و’ن ٱ‬t9 A1 َ َ Hۡ {ُ ‫ أن‬0ٰٓ $‫أد‬ ِ :‘ ۚ Gِ ِ"wِ"ٰ•<َ
(٥٩

Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak


perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah
mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka."
Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali,
sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.

c) Aman Dari Fitnah

Yang dimaksud aman dari fitnah adalah wanita tersebut sejak

menginjakkan kaki keluar rumah sampai kembali lagi ke rumah, mereka


24

terjaga agamanya, kehormatannya, serta kesucian dirinya. Untuk menjaga

hal-hal tersebut, Islam memerintahkan wanita yang keluar rumah untuk

menghindari khalwat (berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram, tanpa

ditemani mahramnya), ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita

tanpa dipisahkan oleh tabir), menjaga sikap dan tutur kata (tidak

melembutkan suara, menundukkan pandangan, serta berjalan dengan

sewajarnya, tidak berlenggak-lenggok).

d) Adanya Mahram Ketika Melakukan Safar

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َGH!‫ إ َّ و‬Dٌ <ُ ‫ َر‬Gَ ْ َABَ Dُ ُ ْ َ9 َ ‫ و‬،— َ 8 ْ َ َّ ُ َ ْ َ َُ


ٍ ! ‫ ذِي‬d! ‫ أة إ‬:‫ ِ ِ ا‬1 (”
َ َ ْ َ َ ْ ْ ُ ُ ّ َّ َ َ ٌ َ َ ْ
‫ا‬Š+ šِ w< 01 ‫ أن أ ج‬yِ‫ أر‬0ِ $‫=ل ا ِ إ‬l‫ ر‬9 :D<ُ ‫ ل َر‬M1 ،‫ َ ٌم‬8!َ
ُ
َGH! ‫ ا ْ ُ ْج‬:‫ َل‬Mَ1 ،œَّ 8َ ‫ ُ ا‬y ُ 0 َ ‫وا> َ أ‬ ْ
،‫ا‬Š
َ َ
›‫و‬
ِ
Artinya :“ Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama
mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke rumahnya kecuali
ada mahramnya”. Maka seorang sahabat berkata: “wahai
Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) perang ini dan
itu, sedangkan istriku ingin berhaji”. Nabi bersabda: “temanilah
istrimu berhaji” (HR. Bukhari no. 1862, Muslim no. 1341).

Ketika syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka wanita pun boleh

keluar rumah bahkan untuk bekerja. Namun hendaknya dipahami lagi, jenis-

jenis pekerjaan seperti apa yang boleh dilakukan oleh wanita, sesuai dengan
25

aturan Islam. Beberapa pekerjaan yang diperbolehkan bagi wanita, selama

syarat-syarat di atas terpenuhi, diantaranya adalah :10

a) Dokter, perawat, bidan, dan pekerjaan di bidang pelayanan medis lainnya,

misalnya bekam, apoteker, pekerja laboratorium.

b) Dokter wanita menangani pasien wanita, anak-anak, dan juga lelaki

dewasa. Untuk menangani lelaki dewasa, maka syaratnya adalah dalam

keadaan darurat, misalnya saat peperangan, di mana laki-laki lain sibuk

berperang, dan juga ketika dokter spesialis laki-laki tidak ditemui di

negeri tersebut.

c) Di bidang ketentaraan dan kepolisian, hanya dibatasi pada pekerjaan yang

dikerjakan oleh kaum wanita, seperti memenjarakan wanita, petugas

penggeledah wanita misalnya di daerah perbatasan dan bandara.

d) Di bidang pengajaran (ta’lim), dibolehkan bagi wanita mengajar wanita

dewasa dan remaja putri. Untuk mengajar kaum pria, boleh apabila

diperlukan, selama tetap menjaga adab-adab, seperti menggunakan hijab

dan menjaga suara.

e) Menenun dan menjahit, tentu ini adalah perkerjaan yang dibolehkan dan

sangat sesuai dengan fitrah wanita.

f) Di bidang pertanian, dibolehkan wanita menanam, menyemai benih,

membajak tanah, memanen, dsb.11

10
Adnan bin Dhaifullah Alu asy-Syawabikah, Wanita Karir : “Profesi Wanita di Ruang
Publik yang Boleh dan yang Dilarang dalam Fiqih Islam, penerbit: Pustaka Imam Asy’Syafi’i. h.
15
11
Ibid, h. 17
26

g) Di bidang perniagaan, dibolehkan wanita untuk melakukan jual beli.

Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan

bahwa salah satu tanda kiamat adalah maraknya perniagaan hingga kaum

wanita membantu suaminya berdagang. Hadits ini tidaklah

mengharamkan aktivitas wanita dalam aktivitas perniagaan.

h) Menyembelih dan memotong daging. Meskipun ada pendapat yang

membolehkan pekerjaan ini bagi wanita, namun hakikatnya tidak sesuai

dengan tabiat wanita karena membuat anggota tubuhnya tersingkap saat

bekerja, seperti lengan, dan kaki.

i) Tata rias kecantikan. Tentu saja hal ini diperbolehkan dengan syarat tidak

melakukan hal-hal yang dilarang, seperti menyambung rambut, mengikir

gigi, menato badan, mencabut alis, juga dilarang pula melihat aurat wanita

yang diharamkan. Dilarang menggunakan benda-benda yang

membahayakan tubuh, serta haram menceritakan kecantikan wanita yang

diriasnya kepada laki-laki lain, termasuk suami si perias sendiri.12

B. Tenaga Kerja Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

1. Pengertian Tenaga Kerja

Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang

tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap

melakukan pekerjaan, antara lain orang yang bekerja, orang yang sedang

mencari pekerjaan, orang yang bersekolah dan orang yang mengurus

rumah tangga. Adapun pengertian tenaga kerja yang lain, tenaga kerja

12
Ibid, h. 18
27

adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat.13

Hukum ketenagakerjaan juga semula dikenal dengan istilah

perburuhan. Setelah kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan

ketentuan Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang pokok-pokok ketentuan

tenaga kerja. Pada tahun 1997 Undang-Undang ini diganti dengan Undang-

Undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan.14 Hukum perburuhan

mengandung tiga unsur, yaitu:

a) Adanya peraturan,

b) Bekerja pada orang lain, dan

c) Upah

Peraturan mencakup aturan hukum yang tertulis dan hukum yang

tidak tertulis. Hukum yang tertulis meliputi seluruh peraturan perundang-

undangan berdasarkan jenis dan hierarki perundang-undangan yang diatur

dalam pasal 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan

perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53,

selanjutnya disebut dengan Undang- Undang No. 10 Tahun 2004), yaitu:15

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

13
Dzulkifli Umar dan Usman Handoyo, Kamus Hukum (Dictionary Of Law New Edition)
(Cet: 1, t.t; Quantum Media Press, 2000), h. 360
14
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
15
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi. I, (Cet. 1, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009), h. 4
28

c) Peraturan Pemerintah

d) Peraturan Presiden

e) Peraturan Daerah.16

Adapula pengertian tenaga kerja menurut para ahli, yaitu;

a) Menurut Undang-Undang Pokok Ketenagakerjaan No. 14 Tahun

1969,17 tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna

menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

sendiri maupun untuk masyarakat. Dalam hubungan ini maka

pembinaan tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan

efektivitas tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan.

b) Menurut A. Hamzah,18 tenaga kerja meliputi tenaga kerja yang bekerja

di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat produksi

utamanya dalam proses produksi tenaga kerja fisik maupun pikiran.

c) Menurut Payaman dikutip A. Hamzah (1990),19 tenaga kerja adalah (Man

Power) adalah produk orang yang bekerja, orang yang sedang mencari

pekerja, orang yang mengurus rumah tangga serta orang yang sedang

melaksanakan pekerjaan lain. seperti bersekolah, ibu rumah tangga.

16
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
17
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan‑Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja
18
Hamzah B. Uno. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan.
Jakarta: Bumi aksara. 2011
19
Ibid, 2009
29

d) Menurut molenaar (arbeidsrecht)20 tenaga kerja adalah bagian dari

hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara

tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerjas dan

antara tenaga kerja dengan penguasa.

2. Hak dan Kewajiban Pekerja

Hak-hak pekerja/buruh yang diatur dalam Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu:21

a. Pasal 5 : setiap tenaga kerja memilik kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan

b. Pasal 6 : setiap pekerja berhak untuk memperoleh perlakuan yang sama

tanpa diskriminasi dari pengusaha

c. Pasal 12 ayat 3 : setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk

mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya

d. Pasal 78 ayat 2 : pengusaha yang mempekerjakan melebihi waktu kerja

sebagaimna dimaksud pada pasal 78 ayat 1 wajib membayar upah kerja

lembur

e. Pasal 79 ayat 1 : pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada

pekerja

f. Pasal 80 : pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya

kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya

g. Pasal 85 ayat 1 : pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi
20
Molenaar, R.E. Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1) pada Penduduk yang
Tinggal di Dataran Tinggi. Jurnal e-Biomedic. 2014
21
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Hak Pekerja/Buruh
30

h. Pasal 86 ayat 1 : setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas :

1. Keselamatan dan kesehatan kerja

2. Moral dan kesusilaan

3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama

i. Pasal 88 : setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang

memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

j. Pasal 90 : pengusaha dilarang membayar upah rendah dari upah

minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 8922

k. Pasal 99 ayat 1 : setiap pekerja dan keluarganya berhak memeperoleh

jaminan sosial tenaga kerja

l. Pasal 156 ayat 1 : dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,

pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan uang penghargaan

masa kerja serta uang pengganti hak yang seharusnya diterima.

Kewajiban Tenaga Kerja

a. Kewajiban ketaatan, karyawan harus taat kepada atasannya, karena

ada ikatan kerja antara keduanya. Namun tentunya taat dalam

kewajiban ketaatan bukan berarti harus selalu mematuhi semua

perintah atasan jika, jika perintah tersebut dianggap tidak

bermoral dan tidak wajar, maka pekerja tidak wajib mematuhinya.23

22
Ibid, Undang-undang Tentang Hak Pekerja/Buruh
23
Erni R. Ernawan, Etika Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 69
31

b. Kewajiban konfidensialitas, kewajiban untuk menyimpan informasi

yang sifatnya sangat rahasia. Setiap karyawan di dalam

perusahaannya, terutama yang memiliki akses ke rahasia perusahaan

seperti akuntan, bagian operasi, manajer dan lain-lain memiliki

konsekuensi untuk tidak membuka rahasia perusahaan kepada

masyarakat umum. Kewajiban ini tidak hanya dipegang oleh

karyawan tersebut selama pekerja masih bekerja diperusahaan

tersebut, tetapi setelah karyawan tersebut tidak bertempak

diperusahaan tersebut.

c. Kewajiban loyalitas, konsekuensi lain yang dimiliki seorang

karyawan apabila bekerja di dalam sebuah perusahaan adalah

karyawan harus memiliki loyalitas terhadap perusahaan. Karyawan

harus mendukung tujuan-tujuan dan visi-misi dari perusahaan

tersebut. Karyawan yang sering berpindah-pindah pekerja dengan

harapan memperoleh gaji yang lebih tinggi dipandang kurang

etis karena karyawan hanya berorientasi pada materi belaka.

Karyawan tidak memiliki dedikasi yang sungguh-sungguh kepada

perusahaan ditempat karyawan bekerja. Maka sebagian perusahaan

menganggap tindakan ini sebagai tindakan yang kurang etis bahkan

lebih ekstrim lagi karyawan ini sebagai tindakan yang tidak

bermoral.
32

Selain dari kewajiaban pekerja/buruh terdapat kewajiban hukum

pekerja/buruh yang diatur oleh Undang- Undang No 13 Tahun 2003 Tentang

ketenagakerjaan antara lain:24

a) Pasal 102 ayat 2 : dalam melaksanakan hubungan industrial,

pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan

sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi berlangsungnya

produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan

keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan

memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya

b) Pasal 126 ayat (1) : pengusaha, serikat pekerja dan pekerja wajib

melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. (2) :

pengusaha dan serikat pekerja wajib memberitahukan isi perjanjian kerja

bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja

c) Pasal 136 ayat 1 : penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib

dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara

musyawarah dan mufakat

d) Pasal 140 ayat 1 : sekurang-kurangnya dalam waktu 7 hari kerja sebelum

mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja wajib

memberitahukan secara tertulis pengusaha dan instansi yang bertanggung

jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.

24
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
33

C. Faktor Yang Melatarbelakangi Wanita Menjadi Tenaga Kerja

a) Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi adalah faktor internal yang berasal dari dalam

yang dapat mempengaruhi kegiatan usaha :25

1) Memenuhi Kebutuhan Ekonomi

Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kecenderungan wanita

untuk berpartisipasi dipasar kerja, agar dapat membantu meningkatkan

perekonomian keluarga. Peningkatan partisipasi wanita dalam kegiatan

ekonomi karena: Pertama, adanya perubahan pandangan dan sikap

mansyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum waita dan

pria, serta makin disadari perlunya kaum wanita ikut berpartisipasi dalam

pembangunan. Kedua, adanya kemauan wanita untuk mandiri dalam

bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dan

mungkin juga kebutuhan hidup orang-orang yang menjadi tanggungannya

dengan penghasilan sendiri. Kemungkinan lain yang menyebabkan

peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja adalah semakin

luasnya kesempatan kerja yang bisa menyerap pekerja wanita, misalnya

munculnya kerajinan tangan dan industri tangan. Wanita mempunyai

25
Audina Agta Lianda, Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Wanita Bekerja Sebagai Buruh Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Menurut Perpsektif
Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan,
Lampung. 2019 h. 36
34

potensi dalam memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga,

khususnya rumah tangga miskin.26

2) Tidak Ada Peluang Kerja Sesuai Keterampilan

Perempuan adalah potensi keluarga yang memiliki semangat

namun tak berdaya sehingga perlu diberdayakan. Salah satu penyebab

ketidakberdayaan perempuan adalah dilakukan dengan memberi motivasi,

pola pendamping usaha, pelatihan keterampilan, penyuluhan

kewirausahaan ini dapat membekali wanita agar dapat bekerja, berusaha

dan dapat memiliki penghasilan.

3) Mengisi Waktu Luang

Menurut pendapat Sukadji, melihat arti istilah waktu luang dari

3 dimensi. Dilihat dari dimensi waktu, waktu luang dilihat sebagai

waktu yang tidak digunakan untuk bekerja, mencari nafkah,

melaksanakan kewajiban, dan mempertahankan hidup. Sementara itu,

keputusan kerja adalah suatu keputusan yang mendasar tentang

bagaimana menghabiskan waktu, misalnya dengan melakukan kegiatan

yang menyenang kan atau bekerja.27

4) Adanya Jumlah Tanggungan Keluarga

26
Nina Darayani dkk, Motivasi Tenaga Kerja Wanita Dalam Meningkatkan Pendapatan
Keluarga Melalui Usaha Tani Nenas (Ananas Comusus L. Merr) Di Desa Lubuk Karet Kecamatan
Betung Kabupaten Banyuasin, (Jurnal Societa, Vol. IV, No. 2), Desember 2015, h. 64
27
Afriyame Manalu dkk, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Sebagai
Buruh Harian Lepas (Bhl) Di Pt. Inti Indosawit Subur Muara Bulian Kecamatan Maro Sebo Ilir
Kabupaten Batanghari, (Jurnal Sosio Ekonomika Bisnis, Vol. XVII, No. 2), 2014, hlm. 92
35

Pajaman Simanjuntak menyatakan bahwa bagaimana suatu rumah

tangga mengatur siapa yang bersekolah, bekerja dan mengurus rumah

tangga bergantung pada jumlah tanggungan keluarga yang bersangkutan.

Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin tinggi pula

probabilitas wanita yang telah menikah untuk bekerja.28

b) Faktor Sosial Budaya

1) Tingkat Umur

Pajaman Simanjuntak menyatakan bahwa umur akan

mempengaruhi penyediaan tenaga kerja. Penambahan penyediaan

tenaga kerja akan mengalami peningkatan sesuai dengan penambahan

umur, kemudian menurun kembali menjelang usia pension atau umur

tua. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat umur maka akan

semakin kecil proporsi penduduk yang bersekolah, sehingga

penyediaan tenaga kerja mengalami peningkatan. Ketika semakin tua

umur seseorang, tanggung jawab pada keluarga akan semakin besar,

terutama penduduk usia muda yang menikah. Bagi seseorang yang telh

menikah adanya tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarga. Selanjutnya, ketika tingkat umur semakin tua maka akan

masuk pada masa pension atau yang secara fisik sudah tidak mampu

untuk bekerja.

28
Pajaman Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta: FEUI,
2001), h. 38
36

2) Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tngkat pendidikan, maka akan semakin besar

probablitas wanita yang bekerja. Hal ini dikemukan oleh Pajaman

Simanjuntak, ia menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka

akan menjadikan waktu yang dimiliki menjadi mahal dan keinginan

untuk bekerja semakin tinggi, terutama bagi wanita yang memiliki

pendidikan, mereka akan memilih untuk bekerja daripada hanya tinggal

dirumah untuk mengurus anak dan rumah tangga.29

3) Adanya Keinginan Untuk Bekerja

Keinginan wanita untuk bisa mandiri dalam hal finansial

menyebabkan mereka melakukan pekerjaan dengan memperoleh

penghasilan yang nantinya akan digunakan untuk membiayai atau

membeli kebutuhan yang mereka inginkan.30

29
Ibid, h. 48-52
30
Fauzia, Wanita : Aktivitas Ekonomi dan Domestik, (Jurnal PWS, Vol. 5 No. 25), Januari
2012, h. 9
37

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Tinjauan Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Berdasarkan penjabaran pada bab sebelumnya terkait dengan

tenaga kerja wanita menurut undang – undang nomor 13 tahun 2003

yang mana penulis menyimpulkan bahwa dalam undang – undang

tersebut memandang seorang pekerja dengan derajat yang sama baik

laki-laki maupun wanita tidak ada perbedaan selagi pekerja tersebut

mampu melakukan pekerjaannya dengan baik dan sesuai dengan

prosedur pekerjaannya.

Namun dalam pandangan Fiqh Syafi’iyah sedikit berbeda

dengan undang – undang tersebut yang mana disebutkan bahwa kaum

wanita tidak boleh bekerja diluar dari kodratnya sebagai wanita.

Wanita yang telah menikah boleh bekerja jika mendapat izin dari

suami, bagi yang belum menikah ia mendapat izin dari walinya. Meski

demikian, hak memberi izin oleh suami ini gugur secara otomatis jika

sang suami tidak memberi nafkah pada sang istri. Namun Tidak semua

pekerjaan boleh dilakukan. Kriteria pertama yakni pekerjaan yang

dilakukan tidak termasuk perbuatan maksiat dan tidak mencoreng

kehormatan keluarga.

Ulama Syafi’iyah menilai tidak ada larangan dalam Islam bagi

wanita yang ingin menjadi dokter, guru, peneliti, maupun tokoh

37
38

masyarakat. Islam memperbolehkan muslimah bekerja sesuai dengan

kemampuannya dan kodrat kewanitaannya, utamanya dari sisi biologis

dan mentalnya.1

Kewajiban bekerja yang disyariatkan kepada kaum laki-laki juga

diwajibkan kepada kaum wanita. Pekerjaan yang diharamkan bagi kaum

laki-laki juga diharamkan bagi kaum wanita.2 Hanya saja, Allah juga

telah menetapkan kaidah-kaidah moral dan sosial bagi kaum laki-laki

dalam bekerja, sehingga dalam bekerja mereka harus patuh dan tunduk

pada kaidah-kaidah moral dan sosial tadi. Dan hal yang serupa juga

dibebankan pada kaum wanita, sehingga dalam setiap pekerjaan, wanita

harus patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah moral dan sosial tadi.

Dengan demikian, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh laki-

laki maupun wanita tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah

tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh para psikolog dan diperkuat oleh

ajaran agama, menunjukkan bahwa penunaian tugas oleh seorang istri

atas tanggung jawab mengurus suami dan mendidik anak-anak agar

menjadi anak shaleh merupakan tingkatan kemaslahatan yang paling

tinggi, atau merupakan tuntutan skala prioritas primer dalam konteks

kemaslahatan masyarakat. Alasannya adalah, karena kemaslahatan

keluarga merupakan fondasi utama bagi kemaslahatan masyarakat.

1
Ahmad, Idris , Fiqh al-Syafi’iyah, (Jakarta: Karya Indah, 1986)
2
Sukri Sri Suhandjati, Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Gender, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), h. 36.
39

Berangkat dari realitas ini, maka jika dalam suatu kondisi seorang

wanita dihadapkan pada tugas dan kewajiban rumah tangga serta aktivitas

keilmuan dan sosial lainnya, padahal dia tidak sanggup melaksanakan

keduanya dalam waktu bersamaan, maka berdasarkan retorika skala

prioritas, yang harus dikerjakannya adalah menunaikan tugas dan

kewajiban rumah tangga, kendati hal itu terpaksa harus mengorbankan

kepentingan yang lain. Selanjutnya, agar kaum wanita tidak mengalami

kesulitan dalam menentukan skala prioritas, maka syariat Islam

menetapkan bahwa pemenuhan kebutuhan ekonomi terhadap istri dan

anak-anak dibebankan pada kaum laki-laki. Hal ini sesuai dengan firman

Allah Swt. dalam Q.S. Al-baqarah ayat 233 :

َّ ُ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َّ ُ َ ٰ َ ۡ َ َ ۡ ۡ ُ ُ ٰ َ َ ۡ َ
&ِ' ‫ِ ِ ! ِ أراد أن‬ ِ ‫أو‬ ِ ‫۞وٱ ٰ ِ ت‬
ُ َّ َ ُ َ ۡ َ ُ َ ُۡ َ ُ ۡ ََ ََ َ َ
8 9: ‫وف‬ ِ4 ُ ۡ َ !6ِ7 ّ .ُ 1 َ 2ِۡ 3‫ ّ َو‬.ُ /‫ۥ رِز‬-ُ ِ‫ ٱ! َ ۡ ! د‬+ *‫ٱ! ّ *) ۚ َو‬
ََ َ َ َ ُ َّ ٞ ُ ۡ َ َ َ َ َ َ ۢ ُ َ َ َّ َ ُ َ َ َ ۡ ُ َّ ٌ ۡ َ
+ *‫ ِ ِ هۚ ِۦ و‬7 ‫ۥ‬- ‫! د‬ ‫ ِ ِ و‬7 ‫ ٰ ِ ة‬E ‫ر‬AB: ۚ . @‫>=< إ ِ و‬
ََ ُ َََ َ ُّۡ َ َ ً َ َ َ َ ۡ َ َ َٰ ُ ۡ ۡ
Q ٖ‫ ور‬WX‫ و‬.VِL ‫اض‬ َ
ٖ : * Sِ Q ‫ِن أرادا‬PQ ۗ Nِ !O JKِL ‫ث‬ ِ ِ‫ٱ! َار‬
َ‫ ح‬Vَ Zُ َ َQ &ۡ ^ ُ َ ٰ َ ۡ َ ْ ٓ ُ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُّ َ َ ۡ َ
‫' ِ ا أو‬2X ‫& أن‬1‫ َ ۗ [ن أرد‬.ِ ۡ *َ ‫ َح‬Vَ Zُ
َd‫ٱ‬َّ َّ َ ْ ٓ ُ َ ۡ َ َ َّ ْ ُ َّ َ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ ٓ َّ ُ ۡ َّ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ
‫ وٱ* ا أن‬d‫ ا ٱ‬c1‫وف وٱ‬ bِ !6ِ7 &'`:‫ ءا‬L &' @ ‫& إِذا‬9 *
(٢٣٣ : ‫ ة‬ce ‫ )ا‬S
ٞ ِ َ7 ‫ ۡ َ ُ َن‬1َ َ 7
ِ
Artinya: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua
tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan
kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka
dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena
anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena
anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula.
40

Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan


permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan
pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.

Ayat tersebut di atas menjelaskan hubungan dua unsur penting

dalam kehidupan keluarga. Yang pertama yaitu tugas suci seorang istri

seperti mengurus suami, mendidik anak, dan lain sebagainya, sedangkan

yang kedua yaitu pemenuhan segala kebutuhan untuk menjalankan tugas

istri tersebut. Yang dimaksud di sini adalah, agar istri dapat menunaikan

tugasnya dengan baik, maka kebutuhan ekonomi harus tercukupi dengan

sempurna. Dan tugas pemenuhan kebutuhan ekonomi ini dibebankan

kepada sang suami. Dalam tafsir surah Al-baqarah diatas menjelaskan

paparan sebagai berikut :

“Allah membicarakan masalah kewajiban ayah dari bayi yang


dilahirkan adalah menanggung nafkah dan pakaian mereka berdua,
yaitu anak dan ibu walaupun sang ibu telah dicerai, dengan cara
yang patut sesuai kebutuhan ibu dan anak dan mempertimbangkan
kemampuan ayah. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Demikianlah prinsip ajaran Islam. Karena itu,
janganlah seorang ayah mengurangi hak anak dan ibu menyusui
dalam pemberian nafkah dan pakaian, dan jangan pula seorang
ayah menderita karena ibu menuntut sesuatu melebihi kemampuan
sang ayah dengan dalih kebutuhan anaknya yang sedang disusui.
Jaminan tersebut harus tetap diperolehnya walaupun ayahnya telah
meninggal dunia. Apabila ayah telah meninggal dunia maka ahli
waris pun berkewajiban seperti itu pula, yaitu memenuhi
kebutuhan ibu dan anak. Apabila keduanya, yaitu ibu dan ayah,
ingin menyapih anaknya sebelum usia dua tahun dengan
persetujuan bersama, bukan akibat paksaan dari siapa pun, dan
41

melalui permusyawaratan antara keduanya dalam mengambil


keputusan yang terbaik, maka tidak ada dosa atas keduanya untuk
mengurangi masa penyusuan dua tahun itu. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain karena ibu tidak bersedia
atau berhalangan menyusui, maka tidak ada dosa bagimu
memberikan pembayaran kepada wanita lain berupa upah atau
hadiah dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dalam
segala urusan dan taatilah ketentuan-ketentuan hukum Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan dan
membalas setiap amal baik maupun buruk yang kamu kerjakan.
Perceraian antara suami dan istri hendaknya tidak berdampak pada
anak yang masih bayi. Ibu tetap dianjurkan merawatnya dan
memberinya ASI. Demikian pula ayah wajib memberi nafkah
kepada anak dan ibu selama menyusui. Agama sangat
memperhatikan kelangsungan hidup anak agar tumbuh menjadi
anak yang sehat dan cerdas.3

Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa dalam

pandangan Fiqh Syafi’iyah tidak membebankan tugas pemenuhan

kebutuhan ekonomi pada kaum wanita.4 Juga memudahkan jalan bagi

mereka untuk menjadi salah satu pilar keluarga yang baik, sehingga

terbentuklah keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Dan untuk

dapat mewujudkan terciptanya keluarga bahagia, kaum wanita dibebaskan

dari berbagai kesulitan dan kesusahan. Dengan demikian, kaum wanita

dapat berkonsentrasi dalam mengurus keluarga. Dalam waktu yang sama,

Islam juga membukakan pintu bagi wanita untuk turut aktif dalam

berbagai aktivitas yang dia sukai, baik aktivitas sosial, keilmuan, ataupun

aktivitas-aktivitas lainnya, termasuk untuk memilih pekerjaan yang sesuai

3
Tafsir Ringkas Kemenag RI, Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 233
4
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2005), h. 47
42

dengan kehendaknya, asalkan aktivitas-aktivitas tersebut tidak dilakukan

dengan motivasi-motivasi destruktif.5

1. Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Dari Perspektif Fiqh

Syafi’iyah

Al-qur’an sebagai dasar dan pedoman bagi umat Islam berisi

ajaran yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk selalu bersikap

kasih sayang terhadap sesamanya, termasuk terhadap para pekerja.

Ajaran Islam mengajarkan dan menganjurkan untuk mengakui dan

menghormati setiap hak individu. Sehingga tidak dibenarkan apabila

peraturan-peraturan yang mengatur tentang hubungan buruh dan

majikan merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain.

Oleh karena itu maka peraturan- peraturan yang dibuat pengusaha

hendaknya tidak merugikan pengusaha maupun pekerja, baik pekerja

pria ataupun wanita.Sebagaimana telah penulis sebutkan, bahwa

sebelum kedatangan Islam kedudukan wanita tidak dapat disejajarkan

dengan pria. Wanita dipandang lebih rendah di hadapan pria. Tetapi

setelah melewati beberapa tahun, kini wanita mulai diakui dapat setara

dengan pria.

Para wanita dapat melakukan hal-hal yang mulanya dianggap

hanya dapat dikerjakan kaum pria. Berbicara mengenai wanita atau

wanita di Indonesia, dimana sebagian besar penduduknya adalah para

5
Depertemen Agama RI. Membina Keluarga Sakinah, Ditjen Bimas Islam Dan
Penyelenggara Haji. Jakarta. 2005
43

wanita beragama yang mayoritas muslim, sehingga meskipun kini para

wanita mulai diakui sejajar dengan pria, tetapi hendaknya tetap

berpegang pada aturan dan dasar-dasar agama.

Meskipun berbeda, dalam ajaran Islam mengatur persamaan hak

antara pria dan wanita secara adil. Dan Islam pun tidak menghalangi

seorang wanita untuk ke luar dari rumah untuk memasuki dunia kerja

dalam berbagai macam bidang pekerjaan yang sesuai dengan bidang

keahliannya, seperti: menjadi guru atau dosen, dokter, pengusaha, dan

lain-lain. Asalkan dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum

atau aturan yang telah diterapkan dalam Islam. Seperti tidak

terbengkalainya urusan dan tugasnya dalam rumah tangga, harus ada

izin dan persetujuan dari suaminya, dan mengerjakan pekerjaan yang

tidak mendatangkan hal-hal yang negatif terhadap diri dan agamanya.

Hanya saja persoalannya adalah keselamatan dan perlindungan terhadap

pekerja terutama wanita.

Pekerja wanita sangat rentan mendapatkan tindakan atau ucapan

yang menyentuh kehormatan dalam bekerja, di dalam hukum Islam

benar-benar mengharamkan perbuatan menggunjing, mengadu domba,

memata-matai, mengumpat, memanggil dengan julukan tidak baik, dan

perbuatan-perbuatan sejenis yang menyentuh kehormatan atau kemulian

manusia. Islam pun menghinakan orang yang melakukan dosa-dosa ini,

juga mengancam mereka dengan janji yang pedih pada hari kiamat, dan
44

memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang fasik.6

Sesuai dengan kandungan surah Al-Humazah ayat 1 yang berbunyi :

‫َﻭ ْﻳ ٌﻝ ِﻟّ ُﻛ ِّﻝ ُﻫ َﻣﺯَ ﺓٍ ﻟﱡ َﻣﺯَ ۙ ٍﺓ‬


Artinya : Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela

Dari surat diatas Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa sebuah

perlindungan wajib diberikan kepada siapapun baik pekerja wanita

ataupun pekerja laki-laki dalam pergaulan di dunia kerja. Tidak

diperbolehkannya menggunakan panggilan yang tidak baik kepada pekerja

lain, panggilan itu biasanya dianggap remeh oleh para pekerja wanita.

Anggapan ini yang kemudian terus menerus berlangsung hingga sekarang,

tanpa disadari oleh para pekerja wanita hal tersebut sudah melanggar hak

kehormatannya. Ayat diatas adalah bukti dari hukum Islam bahwa,

perlindungan terhadap hak-hak pekerja wanita juga diatur dalam hukum

Islam. Akan tetapi tidak terdapat makna secara kontektual dari ayat diatas,

perlu adanya penafsiran bagi ahli ulama untuk mengetahui hal-hal yang

tersirat yang sudah diataur dalam Al-qur’an.7

Dalam Al-qur’an sudah dijelaskan secara tegas, bahwa pengusaha

dan pekerja harus memenuhi akad-akad yang mereka tunaikan. Yang

dimaksud dari akad-akad disini adalah perjanjian kerja bagi kedua belah

6
Ahmad Al-Mursi Husaun Jauhar, Maqashid Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2009), h. 141
7
As-Safi’i, Imam Muhammad bin Idris, Al-Uum, Darul Wafa’ 2001. Juz 6
45

pihak. Perlindungan hukum bagi pekerja sudah diatur secara jelas dalam

Islam, perlu adanya penafsiran dari ayat Al-qur’an yang tidak dijelaskan

secara kontekstual, akan tetapi perlu dipahami dari makna yang tersurat.

Dalam Al-qur’an dijelaskan bekewajiban untuk memenuhi janji yang

sudah tercantum dalam setiap akad yang ditunaikan. Karena setiap janji

atau perjanjian yang dibuat, maka nantinya akan dimintai

pertanggungjawaban. Perlindungan hukum terhadap hak pekerja terlihat

begitu jelas akan tetapi harus kembali kapada pengimplementasian dalam

kehidupan sehari-hari.

Imam asy-Syatibhi menjelaskan, seluruh ulama sepakat

menyimpulkan bahwa Allah menetapkan berbagai ketentuan syari’at

dengan tujuan untuk memlihara lima unsur pokok manusia (adh-

dharurriyat al-khams) yang juga biasa disebut dengan al-maqashid asy-

syar’iyyah (tujuan-tujuan syara’). Sedangkan al-Ghazali mengistilahkan

dengan al-ushul al-khamsah (lima dasar).8 Kelima unsur itu ialah,

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua yang

bertujuan memelihara kelima dasar tersebut merupakan al-mashlahah

2. Perbandingan Tenaga Kerja Wanita Menurut Fiqh Syafi’iyah

dengan Undang – Undang No. 13 Tahun 2003

Perbandingan antara Undang-Undang dengan Fiqh Syafi’iyah

dalam konteks ketenagakerjaan wanita sama-sama dalam rangka

8
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh ,( Jakarta: Amzah, 2011), h. 308
46

memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja namun dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terdapat perlindungan atas hak

– hak dasar pekerja untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan

keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi tenaga

kerja wanita, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang

upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial pekerja. Dalam kontek Syari’at

Islam yang pertama dapat Memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat

primer, sekunder, dan tersier yang secara akumulatif memberikan

proteksi terhadap lima aspek, yaitu; penjagaan agama, terjaminnya

perlindungan hak hidup, terjaminnya hak atas pengembangan akal dan

pemikiran, terjaminnya perlindungan hak atas kepemilikan harta

benda, dan yang terakhir adalah terjaminnya hak atas pengembangan

jenis dan keturunan yang kedua ditaati dan dilaksanakan oleh manusia

dalam hidupan sehari-hari dan yag terakhir dapat ditaati dan

dilaksanakan baik dan benar.

Hukum Fiqh Syafi’iyah terhadap perlindungan tenaga kerja

wanita dalam pasal 76 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

Pada dasarnya semua umat manusia baik laki-laki maupun wanita

adalah sama kedudukannya sebagai pekerja dan sebagai manusia.

Dimana masing-masing mempunyai kehormatan yang sama meskipun

berbeda-beda kadar kemampuan dan bakat pembawaannya serta

daerah lingkungan kerjanya dan hasil-hasil yang diperoleh dari kerja


47

yang dilakukannya. Sehingga menurut pandangan hukum Islam, hal ini

bukan merupakan suatu tingkat dan kelas dalam masyarakat

Namun setidaknya pekerja wanita harus mengetahui prioritas,

posisi dan kedudukannya di rumah, masyarakat dan lingkungan tempat

bekerja. Dimana yang paling utama dari ketiga tanggung jawabnya

adalah tugas di rumah dimana ia harus mengurus rumah, melayani

suami dan anaknya.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tenaga Kerja Wanita Menurut

Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003

1. Dasar Kebijakan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pekerja

Wanita di Bidang Ketenagakerjaan

Pada awal berdirinya negara republik Indonesia,

ketenagakerjaan belum merupakan masalah serius yang harus segera

ditangani. Hal ini karena selain seluruh rakyat masih sibuk dengan

perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan

pada tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan- perusahaan penting saat itu

masih dikuasai oleh negara sehingga masalah ketenagakerjaan

terutama perselisihan antara pengusaha dan pekerja/buruh belum

begitu terasa menonjol.

Setelah adanya pengakuan pengakuan kedaulatan oleh

pemerintah Belanda lewat konferensi Meja Bundar, perhatian rakyat

terutama pekerja/buruh mulai beralih kemasalah sosial ekonomi.


48

Hingga tahun 1951, dalam bidang ketenagakerjaan baru diundangkan

satu undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948

yang bertitel Undang-undang Kerja. Mengingat saat itu negara

Republik Indonesia yang sekarang masih berbentuk negara serikat,

maka Undang-undang tersebut hanya berlaku untuk negara Republik

Indonesia. Baru pada tahun 1951 dengan Undang-undang Nomor 1

Tahun 1951 Undang-undang Kerja Tahun 1948 tersebut dinyatakan

berlaku untuk seluruh Indonesia.9

Guna lebih memberikan perlindungan kepada tenaga kerja pada

tahun 1977 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33

Tahun 1977 tentang Asuransi Tenaga Kerja (Astek). Peraturan

Pemerintah ini mewajibkan perusahaan untuk mengikutkan

pekerjanya/buruhnya pada program asuransi social tenaga kerja.

Dalam rangka reformasi dibidang ketenagakerjaan tersebut.

Pemerintah bersama DPR telah mengundangkan beberapa Undang-

undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Undang-sundang

tersebut adalah Undang- undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat

pekerja/Serikat Buruh, Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 memberikan kebebasan

kepada pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk,

9
Purbadi Hardjoprajitno, dkk. Modul : Sejarah Hukum Ketenagakerjaan dan Ratifikasi
Konvensi ILO, Yogyakarta. 1999, h. 10
49

menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, serta menjadi anggota

atau tidak menjadi anggota serikat pekerja/ Serikat buruh guna

memperjuangkan kepentingan-kepentingannya.10

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan merupakan Undang-Undang ketenagakerjaan yang

bersifat komprehensif dan menyeluruh, mengatur berbagai hal

dibidang ketenagakerjaan yang salah satunya yaitu perlindungan

ketenagakerjaan yang bertujuan agar buruh dapat terhindar dari segala

resiko bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja. Sebelumnya tidak

pernah diatur dalam satu Undang-Undang. Beberapa ketentuan

ketenagakerjaan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-

undangan sebelumnya dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan

zaman termasuk yang merupakan produk kolonial, dicabut dan diganti

oleh Undang-Undang ini. Selain mencabut ketentuan lama, Undang-

Undang ini juga dimaksudkan untuk menampung perubahan yang

sangat mendasar disegala aspek kehidupan bangsa indonesia sejak

dimulainya era reformasi pada tahun 1998.11

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga mencabut

berlakunya Undang-Undang serupa sebelumnya yaitu Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1997 dinyatakan berlaku efektif 1 (satu) tahun sejak

10
Ibid, h. 11
11
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 61
50

diundangkan tetapi dalam prakteknya undang-undang ini tidak pernah

berlaku di Indonesia. Hal ini karena setelah bergulirnya reformasi,

Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 banyak diprotes karena

dianggap banyak merugikan pekerja/buruh. Akhirnya dengan peraturan

pemerintah pengganti undang-undang yang dikuatkan dengan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 1998jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2000, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 ditunda masa

berlakunya hingga akhirnya dicabut dan diganti dengan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun Tentang Ketenagakerjaan

diundangkan pada Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal

25 Maret 2003, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan tersebut.

Undang- Undang ini kiranya diusahakan sebagai peraturan yang

menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan

sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga

kerja indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan

penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.12

2. Perlindungan Terhadap Hak Pekerja Wanita di Bidang

Ketenagakerjaan

Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai

12
Ibid, h. 33.
51

adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini

pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja

tersebut sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Indonesia

sebenarnya sudah ada produk hukum yang dapat dijadikan dasar dalam

hal perlindungan terhadap tenaga kerja. Dimana produk-produk hukum

tersebut mengatur tentang perlindungan tenaga kerja secara menyeluruh,

termasuk didalamnya soal kesehatan tenaga kerja. Dasar hukum

perlindungan tenaga kerja, antara lain:

1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan

berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1948 tengtang

pengawasan perburuhan dari Republik Indonesia untuk seluruh

Indonesia

3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan Kerja

4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor

Ketenagakerjaan

5) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan.

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak

dan kesempatan sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang

layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras,agama, dan aliran politik

sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan,


52

termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.13

Penjelasan umum undang-undang ini secara tegas tidak mengatur

kedudukan laki-laki maupun wanita di depan hukum dalam hal ini

memberikan peluang yang sangat besar bagi wanita yang ingin bekerja di

dalam bidang dan keinginannya dengan catatan wanita tersebut mau dan

mampu melakukan pekerjaannya sesuai bekerja dengan kemampuan baik.

Berdasarkan isi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

menjadikan payung hukum bagi perlindungan wanita untuk mempunyai

hak yang sama dalam memperoleh pekerjaan yang diinginkan sesuai mau

dan mampu dalam bekerja serta memperoleh kehidupan yang layak dan

hak-haknya dalam bekerja. Hal ini juga dianut oleh UUD 1945 Pasal 27

ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.14

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketengakerjaan Pasal 76 ayat Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 76 ayat

dijelaskan bahwa:15

a. Pekerja/buruh wanita yang berusia kurang dari 18 (delapan belas)

tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul

07.00;

b. Pekerja/buruh wanita yang hamil yang menurut keterangan dokter

berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya

13
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Edisi terbaru
Penjelasan Umum (Jakarta:Fokusindo Mandiri, 2012), h. 85.
14
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), h. 38.
15
Aris Ananta, Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lembaga Demografi, 1990).
53

jika bekerja malm hari, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00

hingga pukul 07.00;

c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh wanita antara pukul

23.00 hingga pukul 07.00 Wib.

d. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi

pekerja/buruh wanita yang berangkat dan pulang kerja antara pukul

23.00 hingga pukul 05.00. penjemputan dilakukan ditempat

penjemputan ketempat kerja dan sebaliknya dengan lokasi

penjemputan dan pengantaran yang mudah dijangkau dan aman

bagi pekerja/buruh wanita. Kendaraan antar jemput harus dalam

kondisi layak dan terdaftar di perusahaan.

Salah satu upaya untuk memperhatikan kesehatan para

pekerja/buruh dan memberikan jaminan keselamatan terhadap para pekerja

dengan cara melakukan tindak pencegahan kecelakaan dan penyakit yang

ditimbulkan akibat kerja, pengendalian keamanan ditempat kerja, dan

pemberian jaminan kesehatan ditempat kerja. Pelaksanaan program

kesehatan kerja diperlukan bagi keselamatan tenaga kerja disamping untuk

memberi rasa nyaman bagi pekerja wanita dan pekerja laki-laki terutama

pekerja wanita yang rawan terhadap gangguan kesehatan, pelecehan, dan

tindak kekerasan.16

Pekerja baik laki-laki maupun wanita mempunyai hak

mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,

16
Cindy Dwi Yuliandi, dkk. Manajerial : Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(K3) Di Lingkungan Kerja, Jakarta. 2019, h. 103
54

pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat

manusia serta moral agama. Terutama bagi pekerja/buruh wanita yang

bekerja pada waktu malam. Malam hari adalah waktu antara pukul 18.00

sampai dengan 06.00. mempekerjakan tenaga kerja terutama wanita pada

malam hari tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang mengaturnya.

Hal ini ditegaskan pula dalam pasal 76 Undang-undang Nomor 13 tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang wanita, pada ayat

(3) dijelaskan “bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh

wanita antara pukul 23.00 s.d pukul 07.00 wajib memberikan makanan

dan minuman bergizi, wajib menjaga kesusilaan dan keamanan selama

ditempat kerja, serta dalam ayat (4) pengusaha wajib menyediakan

angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh wanita yang berangkat dan

pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00”. seorang pekerja yang

bekerja dimalam hari terutama wanita harus dilindungi dari kemungkinan-

kemungkinan terkena resiko atas pekerjaan yang dilakukan walaupun

sudah ada tata cara mempekarjakan pekerja wanita dimalam hari.

Masalah perlindungan terhadap tenaga kerja wanita juga tercantum

dalam pasal 81 sampai 83 dalam Undang-Undang ketenagakerjaan yang

memberikan wanita hak cuti atau waktu istirahat kepada pekerja yang

mengalami haid, hamil dan melahirkan/keguguran. Dimana pelaksanaanya

diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja

bersama. Menurut pasal Pasal 83 Undang-Undang No.13 Tahun 2003

Tentang ketenagakerjaan: Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui


55

harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu

harus dilakukan selama waktu kerja.17

C. Analisa Penulis

Kewajiban bekerja yang disyariatkan kepada kaum laki-laki juga

diwajibkan kepada kaum wanita. Pekerjaan yang diharamkan bagi kaum laki-laki

juga diharamkan bagi kaum wanita. Hanya saja, Allah juga telah menetapkan

kaidah-kaidah moral dan sosial bagi kaum laki-laki dalam bekerja, sehingga

dalam bekerja mereka harus patuh dan tunduk pada kaidah- kaidah moral dan

sosial tadi. Dan hal yang serupa juga dibebankan pada kaum wanita, sehingga

dalam setiap pekerjaan, wanita harus patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah moral

dan sosial tadi. Dengan demikian, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki

maupun wanita tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah tersebut.

Sebagai contoh, Allah telah menetapkan bahwa kaum wanita harus

menjaga kehormatan dirinya. Allah mengharamkan mereka ber-khalwah atau

berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrim, sebagaimana dilarangnya hal yang

serupa bagi kaum laki-laki. Larangan ini mengandung konsekwensi bahwa wanita

tidak boleh mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan mereka

ke dalam khalwah, ataupun mengerjakan perbuatan- perbuatan yang dapat

merusak kehormatan dirinya. Demikian pula halnya kaum laki-laki, mereka juga

dilarang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan mereka ke

17
Pasal 83, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjan, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2003
56

dalam khalwah, atau perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah sebagai

akibat pelanggaran mereka terhadap kaidah moral dan sosial tadi.

Selanjutnya, agar kaum wanita tidak mengalami kesulitan dalam menentukan

skala prioritas, maka syariat Islam menetapkan bahwa pemenuhan kebutuhan

ekonomi terhadap istri dan anak-anak dibebankan pada kaum laki-laki. Perlindungan

terhadap wanita sebenarnya telah diatur dalam undang-undang Perlindungan terhadap

wanita dalam pasal 76 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Analisis Fiqh Syafi’iyah terhadap perlindungan tenaga kerja wanita dalam

pasal 76 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pada dasarnya semua umat

manusia baik laki-laki maupun wanita adalah sama kedudukannya sebagai pekerja

dan sebagai manusia. Dimana masing-masing mempunyai kehormatan yang sama

meskipun berbeda-beda kadar kemampuan dan bakat pembawaannya serta daerah

lingkungan kerjanya dan hasil-hasil yang diperoleh dari kerja yang dilakukannya.

Sehingga menurut pandangan Fiqh Syafi’iyah, hal ini bukan merupakan suatu tingkat

dan kelas dalam masyarakat. Namun setidaknya pekerja wanita harus mengetahui

prioritas, posisi dan kedudukannya di rumah, masyarakat dan lingkungan tempat

bekerja. Dimana yang paling utama dari ketiga tanggung jawabnya adalah tugas di

rumah dimana ia harus mengurus rumah, melayani suami dan anaknya.


57

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah serta penjabaran dari hasil analisis diatas,

maka penulis menarik beberapa kesimpulan terkait dengan Tinjauan Fiqh

Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita Menurut Undang – Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu :

1. Al-Qur’an menganjurkan setiap individu untuk aktif bekerja dan

memproduktifkan segala aspek yang berguna untuk kebutuhan masyarakat

baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan kodratnya masing-masing

dan selagi masih dalam aturan Allah Swt. Perspektif Fiqh Syafi’iyah

terhadap perlindungan tenaga kerja perempuan terkait dalam Undang-

Undang No.13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan dapat dilihat dari dua

aspek. Pertama, segi pembuat hukum Islam (Allah dan Rasul-Nya),

bertujuan untuk (1) Memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat primer,

sekunder, dan tersier yang secara akumulatif memberikan proteksi

terhadap lima aspek, yaitu; penjagaan agama, terjaminnya perlindungan

hak hidup, terjaminnya hak atas pengembangan akal dan pemikiran,

terjaminnya perlindungan hak atas kepemilikan harta benda, dan yang

terakhir adalah terjaminnya hak atas pengembangan jenis dan keturunan.

(2) Ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam hidupan sehari-hari. (3)

Ditaati dan dilaksanakan baik dan benar. Kedua, pelaku hukum Islam

(manusia) yakni mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Yaitu

57
58

dengan cara mengambil manfaat, menolak atau mencegah dan melindungi.

Hak-hak yang diberikan oleh Islam terhadap tenaga kerja yang berupa

jaminan keamanan adalah bentuk perlindungan secara konseptual yang

sangat urgen.

2. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan

tersebut, khususnya dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

perempuan dilaksanakan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja pada

perusahaan-perusahaan. Pemerintah dan pelaksana peraturan perundang-

undangan tersebut telah melakukan pengawasan dalam pelaksanaan

peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan memperhatikan aspek

sosial, ekonomi, politik, budaya dan kultur yang berkembang dalam

masyarakat. Perbandingan hukum antara Undang-Undang dengan Syari’at

Islam dalam konteks ketenagakerjaan perempuan sama-sama dalam rangka

memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja namun dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2013 terdapat perlindungan atas hak-hak dasar

pekerja untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan

kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi tenaga kerja wanita, anak, dan

penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan

jaminan sosial pekerja. Dalam kontek Syari’at Islam yang pertama dapat

Memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tersier

yang secara akumulatif memberikan proteksi terhadap lima aspek, yaitu;

penjagaan agama, terjaminnya perlindungan hak hidup, terjaminnya hak

atas pengembangan akal dan pemikiran, terjaminnya perlindungan hak atas


59

kepemilikan harta benda, dan yang terakhir adalah terjaminnya hak atas

pengembangan jenis dan keturunan yang kedua ditaati dan dilaksanakan

oleh manusia dalam hidupan sehari-hari dan yag terakhir dapat ditaati dan

dilaksanakan baik dan benar.

B. Saran

Selanjutnya, dalam skripsi ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran

terkait dengan judul Tinjauan Fiqh Syafi’iyah Terhadap Tenaga Kerja Wanita

Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan :

1. Pemerintahan harus meningkatkan pengawasannya terhadap pengusaha

yang mempekerjakan pekerja wanita apakah sudah mentaati peraturan

yang ada atau belum. Dan peran aktif kesadaran pekerja wanita sendiri

serta perusahaan juga sangat diperlukan. Untuk tenaga kerja agar selalu

memahami hukum ketenagakerjaan, minimal mengerti tentang hak dan

kewajiban tenaga kerja itu sendiri sehingga tidak mudah dirugikan atau

tidak mudah dieksploitasi oleh para pengusaha.

2. Kepada para tenaga kerja wanita dimanapun berada, hendaknya bekerja

sesuai dengan kodratnya sebagai wanita, bekerjalah sesuai dengan porsi

dan tanggung jawab karena walau bagaimanapun hakikatnya seorang

wanita dalam sebaik-baiknya bekerja adalah bekerja didalam rumah

terkhusus untuk para wanita yang sudah memiliki suami dan anak. Karena

kewajiban utama seorang wanita yang sudah menikah adalah mengurusi

segala bentuk urusan rumah tangganya.


60

3. Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan dokumentasi bagi pihak

perguruan tinggi pada Fakultas Syariah, khususnya Program Studi Hukum

Tata Negara sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang. Untuk itu

diharapkan agar pihak perguruan tinggi lebih menambahkan referensi baik

yang berupa jurnal atau buku-buku yang terkait dengan perlindungan

tenaga kerja perempuan sehingga dapat mendukung dilaksanakannya

penelitian yang sejenis.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, PT. Citra Aditya Bakti :


Bandung, 2003
Adnan bin Dhaifullah Alu asy-Syawabikah, Wanita Karir, Profesi Wanita di
Ruang Publik yang Boleh dan yang Dilarang dalam Fiqih Islam”,
Pustaka Imam Asy’Syafi’I : Bandung, 2014
Abdurrahman Al-Jaziri, Syeikh, Kitab Salat Fikih Empat Mazhab (Syafi’iyah,
Hanafiah, Malikiah, dan Hambaliah), Jakarta: Hikmah (PT Mizan
Publika). 2011
Afriyame Manalu dkk, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Bekerja
Sebagai Buruh Harian Lepas. Jurnal Sosio Ekonomika Bisnis, 2014
Ahmad, Idris, Fiqh al-Syafi’iyah, Jakarta: Karya Indah, 1986
Al Mausû'ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, 1997
Aloysius Uwiyono, Asas-asas Hukum Perburuhan, Edisi. I, PT. Raja Grafindo
Jakarta, 2014
Aris Ananta, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Demografi : Jakarta,
1990
Asghar Ali, Hak-hak Perempuan dalam Islam, (Yogyakarta: LSPA, 2000)
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi. I, (Cet. 1, Sinar
Grafika : Jakarta, 2009
As-Safi’i, Imam Muhammad bin Idris, Al-Uum, Darul Wafa’. Juz 6, 2001
Audina Agta Lianda, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Wanita Bekerja Sebagai Buruh Dalam Meningkatkan Pendapatan
Keluarga Menurut Perpsektif Ekonomi Islam, Skripsi. Universitas Islam
Negeri Raden Intan, Lampung. 2019
A. Sonny Keraf, Hukum dan Teori Hak Milik Pribadi. Kanisius : Yogyakarta,
1997
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek. Sinar Grafika : Jakarta,
2002
Buhanuddin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam Kehidupan Manusia. PT.
Rineka Cipta : Jakarta, 1997
Erni R. Dkk, Etika Bisnis Alfabeta : Bandung, 2007
Ewzar, Hadist Ekonomi, Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada, 2013
Fahriah Tahar, Pengaruh Diskriminasi Gender dan Pengalaman Terhadap
Profesionalitas Auditor. Skripsi, 2012
Fauzia, Wanita : Aktivitas Ekonomi dan Domestik, (Jurnal PWS, Vol. 5 No. 25),
Januari 2012
Hikmatur Rahma, Konsep Qawwamah (Jaminan Perlindungan Perempuan Dalam
Islam) Vol. 8 No. 1, 2016
Ifdhal Kasim. Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Esai-Esai pilihan Elsam, Jakarta.
2001
K. Bertens, Etika. PT. Gramedia Pustakaa : Jakarta, 1992)
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo : Jakarta,
2011
Leksono Dwi Martanto, Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita
Dalam Perjanjian Kerja. Skripsi. Universitas Muhammadiyah,
Surakarta. 2010
Muh. Herismant Buscar S, “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Tenaga
Kerja Wanita Pada Malam Hari Di Swalayan Kec. Rappocini Kota
Makassar menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003”, Skripsi. UIN
Alauddin, Makassar 2015
Manshur Al-Qadir ’Abd, Buku Pintar Fiqih Wanita. Jakarta: Zaman. 2009
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta, 2005
Mustari, Hak Atas Pekerjaan Dengan Upah Yang Seimbang. Jurnal Dosen
Fakultas Ilmu Sosial Vol. 11, Universitas Negeri Makassar. Makassar,
2016
M. Nazir, Metode Penelitian, cet.ke-5. Ghalia Indonesia : Jakarta, 2003
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. PT Remaja
Rosdakarya : Bandung, 2007
Nurul Hidayati. Peran Ganda Perempuan Bekerja (Antara Domestic Dan Publik).
2015
Nina Darayani dkk, Motivasi Tenaga Kerja Wanita Dalam Meningkatkan
Pendapatan Keluarga Melalui Usaha Tani Nenas. (Jurnal Societa, Vol.
IV, No. 2), 2015
Naqiyah Mukthtar,”Telaah terhadap Perempuan Karier dalam Pandangan
Hukum Islam”. Mizan : Bandung, 1997
Pajaman Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta, 2001
Republik Indonesia Undang-undang ketenagakerjaan UU No.13 Tahun 2003
pasal 5
Solihatin Rahmah, Konsepsi Al-Qur’an Tentang perempuan Pekerja Dalam
Mensejahterakan Keluarga. “Kesetaraan dan Kebijakan” Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2017
Sri Hapsari Wijayanti dkk, Bahasa Indonesia Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah. Rajagrafindo Persada : Jakarta, 2013
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta : Bandung, 2006
Sekretariat Genderal Depag. Sosialisasi Keadilan & Kesetaraan Gender.
Departemen Agama. Jakarta, 2005
Taufan Bayu Aji, “Tenaga kerja wanita (studi tentang perlindungan hukum
menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan di PT Adetek Boyolali)”. Universitas Muhammadiyah,
Surakarta. 2010
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan‑Ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Edisi terbaru
Penjelasan Umum. Fokusindo Mandiri : Jakarta, 2012
Zain Abidin, Islam Inklusif : Telaah Atas Dokrin dan Sejarah, BINUS University.
Jakarta. 2013
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika : Jakarta, 2016
SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Institut Agama Islam

Negeri Langsa Sebagai Salah Satu Beban Studi

Program Strata Satu (S-1) Dalam

Ilmu Syariah

Diajukan Oleh:

RAMADHAYANI SYAHFITRI
2032017052

Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Langsa

Program Studi : Hukum Tata Negara

Fakultas Syari’ah

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Anizar, MA Rasyidin, S.H.I, M.H.I


NIP. 19750325 200901 2 001 NIDN. 2001048101
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Ramadhayani Syahfitri
Tempat/ Tanggal Lahir : Pulau Tiga, 22 Febuari 1997
Nim : 2032017052
Jurusan : Hukum Tata Negara
Alamat : Dusun Ingin Jaya, desa Perkebunan Pulau Tiga
Kec. Tamiang Hulu, Kab. Aceh Tamiang
.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Tinjauan Fiqh Syafi’iyah Terhadap
Tenaga Kerja Wanita Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan” adalah benar hasil karya sendiri dan orisinil sifatnya. Apabila dikemudian
hari ternyata/ terbukti hasil plagiasi karya orang lain atau dibuatkan orang lain, maka akan
dibatalkan dan saya siap menerima sanksi akademik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar- benarnya.

Aceh Tamiang, 09 Agustus 2021


Yang Membuat Pernyataan

Ramadhayani Syahfitri

Anda mungkin juga menyukai