Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2301948246
LB65
1. Lembaga keuangan terbagi menjadi dua jenis, yaitu Lembaga keuangan perbankan dan
Lembaga keuangan Non-Bank. Secara Umum dapat diartikan, bahwa Bank sebagai
Lembaga Keuangan. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa
yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan da menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sedangkan pengertian lembaga keuangan bukan bank (LKBB) atau sering juga
digunakan istilah lembaga keuangan non-bank adalah semua badan yang melakukan
kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun
dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkan dalam
masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan untuk mendapatkan
kemakmuran dan keadilan masyarakat.
Adapun beberapa poin perbedaan besar antara Lembaga keuangan perbankan dan LKBB
yaitu sebagai berikut :
a. Bank melakukan penghimpunan dana secara langsung berupa tabungan, giro, deposito,
maupun tidak langsung, sedangkan LKBB secara tidak langsung dari masyarakat
terutama melalui kertas berharga.
b. Bank menciptakan uang giral yang dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Sedangkan LKBB tidak bisa melakukan hal tersebut.
c. Tujuan dalam penyetoran dana di bank adalah kenyamanan, pendapatan bunga, dan
kemanan. Beda halnya dalam menginvestasikan dana di LKBB adalah untuk
mendapatkan penghasilan tambahan.
2. OJK adalah lembaga yang independen dan memiliki tugas serta wewenang dalam
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan, termasuk kepada bank, dan lembaga keuangan non-bank seperti
asuransi dan lembaga investasi keuangan. OJK hadir untuk melaksanakan amanat pasal
34 ayat (1) UU nomor 6/2009 tentang BI. Dimana pasal tersebut menyebutkan: “Tugas
mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang”. Dalam pengaturannya, OJK
menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang digunakan untuk
memberikan kepastian hukum dan regulasi pada jasa keuangan.
Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk
mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat
gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek
ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan
cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena
itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu
kebijakan yang disebut inflation targeting framework. Terkait dengan tugas dan
wewenang BI, Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 Bank Indonesia Sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun
2009 (selanjutnya disingkat UU-BI) mengatur: (1) Tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, (2) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud, BI melakukan kebijakan moneter secara berkelanjutan,
konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di
bidang perekonomian, Namun, kewenangan pengaturan dan pengawasan lembaga
perbankan BI saat ini direduksi oleh munculnya lembaga baru yang dinamakan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 21 tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
3. A. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) POJK No. 36/POJK03/2017 bahwa “Bank umum
dilarang melakukan Penyertaaan Modal selain pada Perusahaan yang Bergerak di Bidang
Keuangan”. Hal tersebut dilakukan agar dapat mendukung kegiatan usaha bank,
penyertaan harus dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan
modal. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan
sehat menjalankan wusahanya dengan baik.
B. Bank dilarang melakukan kegiatan perasuransian, larangan tersebut diartikan untuk
kegiatan usaha asuransi. Hal ini dikarenakan bank tidak memberikan jasa penanggungan
suatu resiko terhadap suatu peristiwa tidak pasti. Bank hanya sebagai agen penjual, yang
berfungsi memasarkan produk dari perusahaan asuransi.
C. Bank tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha lain diluar yang diperbolehkan.
Di dalam UU. Hal ini karena apabila Bank melakukan kegiatan usaha lain selain kegiatan
perbankan, hal tersebut melanggar ketentuan fungsi dan tugas bank sebagaimana yang
telah diatur dalam UU Perbankan No 10 Tahun 1999
4. A. Dalam menentukan layak atau tidaknya suatu kredit, terdapat prinsip yang akan
menjadi bahan acuan dan pertimbangan lembaga keuangan dalam menyetujui permintaan
kredit dari nasabah. Prinsip ini terdiri dari lima kriteria yang harus dipenuhi oleh
pengajuan kredit yaitu:
- Character
Kriteria yang pertama adalah character, yaitu dengan melihat bagaimana karakter dan
latar belakang calon peminjam atau nasabah yang mengajukan kredit. Pihak bank akan
melakukan wawancara dalam melihat karakter nasabah. Dari karakter ini akan dapat
dilihat apakah calon peminjam tersebut pernah memiliki catatan tindak kriminal ataupun
pernah tidak melakukan pelunasan pinjaman.
- Capacity
Kriteria kedua adalah capacity, yaitu melihat bagaimana kemampuan calon peminjam
dalam membayar kreditnya atau seberapa besar penghasilan yang diterimpa tiap
bulannya. Apabila pihak bank menilai bahwa nasabah tersebut memiliki kemampuan
yang cukup untuk membayar kredit, maka besar kemungkinan ajuan kredit nasabah akan
diterima.
- Capital
Kriteria ketiga adalah capital atau modal. Dengan mengetahui modal, aset, dan usaha
yang dimiliki nasabah tersebut, pihak bank dapat melihat bagaimana laporan keuangan
dari usaha yang dijalankan nasabah untuk dijadikan acuan apakah kredit tersebut
memang layak diberikan.
- Collateral
Kriteria keempat adalah collateral atau jaminan yang diberikan pada calon peminjam saat
melakukan pengajuan kredit kepada bank. Jaminan ini akan menjadi penjamin bagi pihak
bank apabila nantinya nasabah tidak dapat membayar pinjaman yang diambil. Dengan
jaminan tersebut, idealnya besaran jaminan lebih besar jumlahnya lebih besar kredit yang
diberikan.
- Condition
Kriteria kelima adalah condition, yaitu melihat kondisi perekonomian nasabah baik yang
bersifat general atau khusus pada usaha yang dijalankan nasabah. Apabila kondisi
perekonomian sedang tidak baik atau sektor usaha nasabah tidak menjanjikan, biasanaya
bank akan mempertimbangkan Kembali dalam pemberian kredit.
5. A. Customer Due Diligence (CDD) adalah tindakan berupa identifikasi, verifikasi dan
pemantauan yang dilakukan oleh pihak bank, untuk memastikan transaksi sesuai dengan
profil calon nasabah. CDD dilakukan oleh bank saat melakukan hubungan usaha dengan
calon nasabah. Sedangkan Enhance Due Diligence (EDD) adalah tindakan berupa CDD
yang lebih mendalam, yang berarti dilakukan oleh pihak bank dengan cara analisis
terhadap informasi mengenai nasabah, sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan
usaha dengan pihak-pihak terkait dan pemantauan yang lebih ketat terhadap nasabah.
EDD dilakukan apabila nasabah menggunakan produk perbankan beresiko tinggi,
melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil, dan melakukan transaksi dengan pihak
yang berasal dari negara yang beresiko tinggi. Dalam Undang-Undang No. 10 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak
mengatur secara eksplisit mengenai prinsip Customer Due Diligence (CDD) dan Enhance
Due Diligence. Namun CDD dan EDD diatur pada Pasal 18 ayat (2) Undang-undang no 8
tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
prinsip mengenal nasabah dikenal dengan istilah prinsip mengenali pengguna jasa. Pada
penjelasan pasal ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan menerapkan prinsip
mengenali Pengguna Jasa adalah CDD dan EDD.
B. Penerapan prinsip Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence
(EDD) pada dasarnya bermuara pada salah satu prinsip terpenting yaitu prinsip kehati-
hatian. CDD dan EDD diterapkan untuk menjaga bank sebagai industri yang sehat
dengan mampu mendeteksi arus uang kotor yang masuk dalam sistem keuangan. Ketidak
ekfektifan suatu bank dalam penerapan prinsip ini dapat meningkatkan risiko kegiatan
usaha yang mungkin dihadapi bank serta dijadikannya bank sebagai sarana kejahatan
perbankan. Salah satu contohnya adalah kegiatan pencucian uang, tindakan pencucian
uang merupakan tindakan pemilik uang untuk membersihkan uangnya yang merupakan
hasil dari suatu tindakan yang melanggar hukum dengan cara menginvestasikan atau
menyimpan di bank. Dengan menerapkan prinsip mengenali Penguna Jasa (CDD &
EDD) ini, bank dapat menghindari dan/atau mengurangi risiko tindakan pencucian uang.
Referensi :
- Wiwoho, J. (2014). Peran lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank
dalam memberikan Distribusi keadilan bagi masyarakat. Masalah-Masalah Hukum,
43(1),
- https://www.simulasikredit.com/prinsip-5c-dan-7p-dalam-pemberian-kredit-di-
lembaga-keuangan-bank/
- https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Documents/Pages/-FAQ-
Restrukturisasi-Kredit-atau-Pembiayaan-terkait-Dampak-COVID-19/FAQ
%20Restrukturisasi%20Kredit%20dan%20Pembiayaan%20terkait%20Dampak
%20Covid%2019.pdf
- Cahya, K. A. D., Kasih, D. P. D., & Sutama, I. B. P. Penerapan Prinsip Customer Due
Diligence dan Enhanced Due Diligence Dalam Pencegahan Pencucian Uang Pada
Bank Rakyat Indonesia. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 5(1)
- https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/Stimulus-Perekonomian-
Nasional-Sebagai-Kebijakan-Countercyclical-Dampak-Penyebaran-Coronavirus-
Disease-2019/Ringkasan%20Eksekutif%20POJK%2011%20-%202020.pdf