NIM : 041491462
Hubungan antara pusat dan daerah selalu menjadi sasaran menarik untuk ditelaah. Setelah bedirinya
Negara Indonesia urusan pemerintah pusat dan daerah selalu berubahubah. Ini dapat dilihat dari
perubahan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah. Untuk mencapai tujuan Negara di Bidang
Kesejahteraan Rakyat perlu dilakukan pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
sehingga terjalin kinerja yang baik. Oleh karena itu penyelenggaraan pemerintah daerah diarahkan
untukmempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyaraka, serta peningkatan daya saing daerah
denganmemperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan/kekhususan suatu
daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang
dan tantangan persaingan global dalam kesatuan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah sekarang adalah Pemerintahan daerah harus
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah mereka untuk memenuhi target APBD (Anggaran Penerimaan
dan Belanja Daerah) Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam
menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya
sendiri sebagai pegawai/pejabat-pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan
wewenang untuk menyelenggarakan rumah tanggasendiri berarti pula membiarkan bagi daerah untuk
berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber keuangan sendiri dan
pendapatanpendapatanyang diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang
tegas agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal-hal
tersebut. Konsep Hubungan Antara Pemeritah Pusat dan Pemerintahan Daerah Menurut Bagir Manan,
penentuan luas sempitnya penyelenggaraan wewenang mengatur dan mengurus urusan-urusan daerah
ditentukan oleh faktor yang antara lain mencakup: hubungan kewenangan, hubungan keuangan,
hubungan pengawasan, dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.
Terkait dengan itu hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan amanat
konstitusi yang memerlukan bentuk pengaturan dalam undang- undang. Jika dilihat ke dalam naskah
persiapan UUD 1945 bahwa daerah yang diinginkan oleh wakil-wakil luar Jawa seyogyanya desentralisasi
asimetris dan ingin mengatur daerahnya sendiri sehingga bisa lebih leluasa mengatur daerahnya dalam
hal memberikan kebebasan untuk mengembangkan dan memajukan khazanah seni budaya, bahasa,
ilmu pengetahuan, falsafah, agama, infrastruktur pembangunan fisik, ekonomi, politik, hukum, bahasa,
telekomunikasi, informasi dan sebagainya. Prinsip Otonomi Daerah di Indonesia Menurut Agus Santoso,
Indonesia menganut prinsip desentralisasi karena Pasal 18 sebelum perubahan juncto Pasal 18 setelah
perubahan, Pasal 18A, 18B mengalami penyempurnaan, terutama berdasarkan perubahan kedua UUD
1945 sejak 18 Agustus 2000. Prinsip desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah dipilih dan
ditetapkan merupakan hasil dari pembahasan BPUPKI, terutama dalam sidang II (11-17 Juli 1945),
kemudian dicantumkan sebagai Pasal 17 dalam rancangan UUD yang ditetapkan oleh badan ini.
Kemudian hal itu dibahas dan ditetapkan kembali oleh PPKI dalam UUD sehingga akhirnya ditetapkan
lagi sebagai Pasal 18. Pada Tahun 2004, menurut UU No. 32 Tahun 2004, penyelenggaraan
pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
Tahun 2014, dengan hadirnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha Daerah maka prinsip
untuk menjalankan pemerintahan daerah mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, UUD
1945 beserta perubahannyan telah memberikan landasan konstitusional mengenai
penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Di antara ketentuan tersebut antara lain:
a. Prinsip pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.
b. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan.
c. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya.
d. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa.
e. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilu.
F . rinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil.
g. Prinsip hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
h. Prinsip hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.
i. Prinsip pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.
Bentuk-bentuk dari desentralisasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu desentralisasi melalui
dekonsentrasi, desentralisasi melalui pendelegasian, dan desentralisasi melalui devolusi.
Penentuan model desentralisasi yang digunakan juga amat bergantung pada ajaran sistem
rumah tangga daerah yang diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ada
beberapa model ajaran sistem rumah tangga daerah, yaitu:
1. Ajaran Rumah Tangga materiil, Ajaran rumah tangga materiil merupakan penyerahan urusan
rumah tangga daerah dimana antara pemerintah pusat dan daerah terdapat pembagian tugas
yang diperinci secara tegas di dalam undang-undang pembentukannya. Kewenangan setiap
daerah meliputi tugas tugas yang ditentukan satu per satu.
2. Ajaran Rumah Tangga Formil Ajaran ini sering juga disebut dengan formele huishoudingsleer.
Dalam ajaran rumah tangga ini tidak ada perbedaan sifat antara urusanurusan yang
diselenggarakan pemerintah pusat dan oleh daerah daerah otonom yang dapat dikerjakan oleh
masyarakat hukum yang pada prinsipnya juga dapat dilakukan masyarakat hukum yang lain. Bila
terdapat pembagian tugas, hal tersebut semata-mata didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan yang rasional dan praktis, yaitu karena tugas tersebut mungkin akan lebih tepat
dan berhasil jika dikerjakan sendiri oleh pemerintah daerah atau pun mungkin oleh pemerintah
pusat. 3. Ajaran Rumah Tangga Nyata (Riil) Ajaran ini bertitik tolak dari pemikiran akan keadaan
dan faktor-faktor yang nyata untuk mencapai keserasian antara tugas dengan kemampuan dan
kekuatan, baik yang ada pada daerah sendiri maupun di pusat. Pemerintah pusat
memperlakukan pemerintah daerah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pusat. Jika
dibandingkan UU 32 Tahun 2004 dengan 23 Tahun 2014 jauh lebih baik UU 23 Tahun 2014
karena undang-undang tersebut melihat Indonesia ke arah desentralisasi. Desentralisasi
Asimetris terkait dengan Indonesia, beberapa daerah tertentu sudah menjadi daerah
desentralisasi asimteris hal yakni Papua dan Aceh. 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Papua. 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintah Aceh. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, kita / Negara RI menganut rasa
DEKONSENTRASI, DESENTRALISASI dan TUGAS PEMBANTUAN. Pelaksanaan Asas desentralisasi
dijalankan secara utuh oleh Daerah Kabupaten/ Kota. Hal tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan keleluasaan kepada daerah otonom dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat secara bertanggung jawab menurut Prakarsa sendiri serta
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terciptanya
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian berkewajiban membuat Norma Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) untuk
dijadikan pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan yang
diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga Pemerintah
NonKementerian untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Efektifitas dan efisiensi
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah Kabupaten/Kota, maka Presiden sebagai penanggung jawab akhir
Pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada Gubernur untuk
bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
Daerah Kabupaten/Kota agar melakukan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Kehadiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah memang sudah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya sehingga ada keluasaan
untuk mengatur daerahnya sendiri. Desentralisasi asimetris bagi semua daerah Indonesia
walaupun terkesan sulit, namun jika dilakukan bersama maka akan mudah untuk dilaksanakan.
Apabila ditelaah desentralisasi asimetris memang berasal dari konsep negara federal namun
belakangan akhirnya konsep ini berkembang sehingga di beberapa negara sudah menggunakan
hal yang serupa. Terkait desentralisasi asimetris untuk Indonesia ini sudah diterapkan terhadap
empat daerah yakni DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Aceh dan Papua namun peneliti
mengharapkan ke depan Indonesia akan dengan mudah melakukan perubahan lagi terhadap
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Terkait dengan
kewenangan daerah yang nanti menjadi sangat luas tentunya metode pengawasan akan jauh
lebih diperketat dari pada sebelumnya karena desentralisasi memperkenankan ke level
kekuasaan pemerintahan yang lebih rendah atau di bawah untuk menentukan sejumlah isu yang
langsung mereka perhatikan.
Sumber Referensi:
academia.eduHUBUNGAN_ANTARA_PEMERINTAH_PUSAT_DENGAN_P EMERINTAH_DAERAH.
jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1447/346. Upaya Menemukan Konsep Ideal
Hubungan Pusat-Daerah Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Oleh Muhammad Ridwansyah. POLA DISTRIBUSI URUSAN PEMERINTAH DAERAH PASCA
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Oleh Dinoroy Marganda Aritonang. URUSAN RUMAH TANGGA DAERAH MENURUT UU NO.32
TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Oleh Helmanida. Hubungan Antara Pusat dan
Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Oleh Septi Nur Wijayanti