Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, banyak sekali masyarakat bahkan pelajar yang masih rancu
dalam menempatkan kata dalam kalimat. Disadari atau tidak, penggunaan
kata sering sekali tidak tepat dalam penggunaannya. Disamping itu
kerancuan pun kerap membingungkan masyarakat dalam penggunaan
bahasa baku. Masyarakat/pelajar sering kali tidak memperhatikan apakah
tulisannya sesuai aturan atau tidak. yang terpenting tujuan dan maksud
mereka tersampaikan. Selain itu ketidak pahaman penggunaan tanda baca,
menyebabkan banyak tulisan-tulisan di spanduk, papan nama, selembaran,
dan mading. Banyak ditemui kata yang tidak baku dan juga ditemukan
kesalahan dalam penulisan tanda baca yang tidak sesuai dengan ejaan yang
disempurnakan. Hal itulah yang menyebabkan dalam sebuah tulisan kerap
tidak sesuai dengan EYD ataupun bahasa baku.

Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam
penggunaan ragam bahasa. Standar tersebut meliputi penggunaan tata
bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Tata bahasa
Indonesia yang baku salah satunya meliputi penggunaan kata, dan EYD
yang sesuai dengan kaidah baku. Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku
adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang
ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan
bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan.

1.2 Rumusan Masalah

Penggunaan kata, dengan tuntutan mengikuti kaidah tata bahasa dan ejaan
bahasa Indonesia yang disempurnakan. Memang seharusnya sesuai
dengan aturan yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa. Adapun rumusan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu: penggunaan kata apa
saja, yang banyak ditemukan kesalahan penulisannya dimasyarakat? Kata
tidak baku apa saja yang sering sekali masyarakat/pelajar, salah dalam
menulis ataupun mengujarkannya? Tanda baca apa saja, yang banyak
ditemukan kesalahan penempatanya dimasyarakat? Bagaimana cara
menempatkan tanda baca yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan kesalahan-kesalahan penggunaan tata bahasa


baku dan tanda baca, oleh masyarakat/pelajar setelah adanya tahapan
pengenalan atas kesalahan, identifikasi, dan klasifikasi kesalahan-
kesalahan tersebut.

2) Semoga dengan tulisan ini, sedikit memberikan informasi,


bagaimana penggunaan bahasa baku dan tanda baca yang sesuai dengan
kaidah ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sehingga kesalahan-
kesalahan tersebut tidak terulang lagi pada setiap kegiatan menulis.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil-hasil analisis ini diharapkan dapat membantu pembelajar bahasa


Indonesia yang baku/standar. Bagi seorang pelajar menggunakan bahasa
indonesia yang baku dan benar adalah sebuah keharusan. Karena ragam
bahasa baku/standar digunakan dan dipelajari di sekolah/institusi
pendidikan. Yang kesesuaian penggunaannya harus diperhatikan. Selain
itu, hasil analisis ini diharapkan juga dapat memberi sumbangan
pemikiran kepada para guru bahasa Indonesia, agar perencana kegiatan
keterampilan menulis bisa ditingkatkan, sehingga murid-muridnya bisa
menguasai kaidah-kaidah penulisan.

1.5 Metode Penulisan

Analisis penggunaan kata dan tata bahasa baku pada tulisan ini,
dilakukan dengan analisis pustaka dan observasi. Sebagai alat bantu
digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa
yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Selain itu, digunakan juga telepon
genggam sebagai alat dokumentasi dari kegiatan observasi.

LANDASAN TEORETIS

2.1 Ejaan

Ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu, 1985:31). Dalam


sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam
bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu dinamakan huruf. Susunan
sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.

Selain pelambangan fonem dengan huruf, dalam sistem ejaan termasuk


juga 10 ketetapan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi seperti kata
dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan dan partikel-partikel
dituliskan. ketetapan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-
bagian kalimat dengan pemakaian tanda-tanda baca seperti titik, koma,
titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru.

Ejaan didasarkan pada konvensi semata-mata, jadi lahir dari hasil


persetujuan para pemakai bahasa yang bersangkutan. Ejaan itu disusun
oleh seorang ahli bahasa atau oleh suatu panitia yang terdiri atas beberapa
orang ahli bahasa, kemudian disahkan atau diresmikan oleh pemerintah.
Masyarakat pemakai bahasa mematuhi apa yang telah ditetapkan itu. Ejaan
yang kita pakai dewasa ini disebu Ejaan yang Disempurnakan yaitu ejaan
yang telah disusun oleh Lembaga Bahasa Nasional (LBN).

2.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Peranan bahasa yang utama adalah sebagai sarana komunikasi, sebagai alat
nopenyampai maksud dan perasaan seorang (komunikator) kepada orang
lain (komunikan). Disikapi dari sudut ini, sudah baiklah bahasa seseorang
apabila sudah mampu mengemban amanat tersebut. Namun, mengingat
bahwa situasi kebahasaan itu bermacam-macam adanya, tidak selamanya
bahasa yang baik itu benar, atau sebaliknya, tidak selamanya bahasa yang
benar itu baik. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, yakni
bahasa Indonesia yang baik tidak selalu benar dan bahasa Indonesia yang
benar tidak selalu baik (Sloka, 2006:112). Sedangkan menurut (Hasan Alwi,
2010:20). Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau
yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar.

Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan


kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk
ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman.

2.3 Kesalahan Berbahasa

Ada dua pandangan yang bertolak belakang mengenai kesalahan


berbahasa. Yakni pandangan dari sudut guru dan pandangn dari sudut
siswa . Dari sudut guru, kesalahan itu adalah suatu aib atau cacat cela bagi
pengajaran bahasa. Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa itu
menandakan bahwa pengajaran bahasa tidak berhasil atau gagal. Karena
itu kesalahan berbahasa itu harus dihindari agar pengajaran bahasa
berhasil.

Sementara dari sudut pandang siswa kesalahan berbahasa merupakan


bagian integral dari proses belajar bahasa. Kesalahan itu tentunya dapat
diperkecil atau bahkan dihilangkan dengan menata lebih sempurna
komponen proses belajar-mengajar bahasa.
Lalu akan timbul apa yang dimaksud kesalahan berbahasa? Untuk
menjawab pertanyaan ini, menurut Djago Tarigan (1997:29) dapat dilihat
dengan berpedoman pada semboyan “Pakailah bahasa Indonesia yang baik
dan benar”. Dalam semboyan itu, ada dua ukuran yang dapat dijadikan
dasar.

Ukuran pertama berkaitan dengan faktor-faktor penentu dalam


berkomunikasi. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi itu ialah:
siapa berbahasa dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tempat
dan waktu), dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan, dan suasana),
dengan jalur mana (lisan atau tulisan), media apa (tatap muka, telepon,
surat, buku, koran, dsbnya), dan dalam peristiwa apa (bercakap-cakap,
ceramah, upacara, laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta dan
sebagainya).

HASIL ANALISIS

3.1 Pembahasan

Menjawab pertanyaan dari rumusan masalah di atas yaitu penggunaan kata


apa saja, yang banyak ditemukan kesalahan penulisannya dimasyarakat?
Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya juga akan dibahas dari bab tiga ini.
3.1.1 Penulisan Kata “di “

Penulis spanduk iklan pada gambar diatas pasti tidak tahu ada dua macam
“di” dalam kalimat. “di” yang pertama menunjukkan tempat, yang harus
dituliskan terpisah dari kata yang menunjukkan tempat. “di” yang kedua
merupakan sebuah awalan untuk sebuah kata kerja pasif, yang harus
digabungkan pada kata yang diawalinya.

Jadi kata depan “di” yang ada digambar itu harus digabung menjadi
“Dijual” karena kata “jual” merupakan kata kerja. Bilamana digabungkan
dengan kata depan “di” maka kata “jual” itu menjadi kata kerja pasif.

3.1.2 Penggunaan kata depan “di”, “ke”, dan “dari”

Kata depan “di”, “ke”, dan “dari” ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap
sebagai satu kata seperti “kepada” dan “daripada”.

Contoh yang dipisah:


a) Kain itu terletak di dalam lemari.

b) Ke mana saja ia selama ini?

c) Ia datang dari Surabaya kemarin.

Contoh yang digabung:

a) Surat perintah itu dikeluarkan di Bogor pada tanggal 11 maret


1996.

b) Kami percaya sepenuhnya kepadanya.

c) Amin lebih tua daripada Ahmad.

3.1.3 Awalan “di-/ke-” dan kata depan “di/ke”

Untuk menunjukan preposisi

No Benar Salah

1 di antara diantara

2 di atas diatas

3 di bawah dibawah

4 di belakang dibelakang

5 di dalam didalam

Kata depan “di” akan memiliki arti berbeda jika ditulis terpisah. ini khusus
untuk kata dasar yang dapat berfungsi sebagai kata benda (petunjuk
tempat) sekaligus kata kerja. Berikut beberapa contohnya:

Dilanggar = bertubrukan

Di langgar = tempat mengaji atau solat.


Dibalik = bentuk pasif dari membalik

Di balik = dibagian sebaliknya

Dikarantina = bentuk pasif dari mengkarantina

Di karantina. = di (tempat) karantina

Disalib = bentuk pasif dari menyalib

Di salib = di (atas) salib

3.1.4 Kata “si” dan “sang”

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya:

a) Harimau itu marah sekali kepada sang kancil.

b) Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

3.1.5 Kata Ganti “ku”,”kau”, “mu”, dan “nya”

Kata ganti “ku” dan “kau” ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; “ku”, “mu”, dan “nya” ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.

Contohnya:

a) Apa yang kumiliki boleh kauambil

b) Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.


3.1.6 Partikel

1) Partikel “–lah”, “-kah”, dan “–tah” ditulis serangkai dengan


kata yang mendahuluinya. Contohnya:

a) Bacalah buku itu baik-baik.

b) Apakah semuanya baik-baik saja?

c) Apatah gunanya harta benda bertumpuk jika jiwa kita menderita?

2) Partikel “pun” kadang dipisah kadang disambung. Jika


partikel pun yang berpadanan dengan kata ‘saja’/’juga’, maka
penulisannya dipisah (kabar pun, saya pun). Bentuk ‘pun’ yang
sudah dianggap padu harus ditulis serangkai. Berikut contoh
partikel “pun” yang ditulis terpisah dan digabung.

Contoh yang dipisah:

a) Jika ayah pergi, saya pun ingin pergi.

b) Jangankan bertemu, memberi kabar pun tidak pernah.

3.2.1 Kata baku dan Tidak baku

Kata Baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang telah ditentukan. Sedangkan Kata Tidak baku adalah kata
yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah
ditentukan.

Kita selaku warga Negara yang baik hendaknya selalu memperhatikan


rambu-rambu ketata bahasaan Indonesia yang baik dan benar. Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah sub. Materi dalam bahasaan
Indonesia, yang memilik peran yang cukup besar dalam mengatur etika
berbahasa secara tertulis, sehingga diharapkan informasi tersebut dapat
disampaikan dan dipahami secara tepat. Dalam praktiknya diharapkan
aturan tersebut dapat digunakan dalam keseharian masyarakat, sehingga
proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat digunakan secara baik dan
benar.

Akan tetapi, melihat dari kenyataan banyak sekali tulisan-tulisan yang


tidak baku terpampang di papan nama, spanduk, bahkan di koran-koran.
Hal itu membuktikan bahwa mayarakat masih belum menggunakan kaidah
atau rambu-rambu ketata bahasaan Indonesia yang baik. Berikut salah satu
sampel bukti ketidak sesuaian dalam penggunaan bahasa baku.

Kata “apotik” yang dilingkari di atas adalah kata yang tidak baku.
Seharusnya kata tersebut ditulis “apotek” yang merupakan kata bakunya.
Perlu diingat dari kata tersebut “apotek-apoteker”. Dan bukan “apotik-

apotiker”.

.
Kata “bis” yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3
menerangkan bahwa, kata tersebut tidak mengartikan sebuah kendaraan
besar. Oleh karena itu kata “bis” yang ada pada gambar diatas adalah kata
yang tidak baku. Seharusnya kata “bis” itu diganti menjadi kata “bus” yang
merupakan kata bakunya.

Kata “praktek” dan “jam” pada gambar di atas merupakan kata yang tidak
baku. Kata “praktek” seharusnya ditulis “praktik” dan perlu diingat dari
kata tersebut. “praktik-praktikum” dan bukan “praktek-pratekum” dan kata
“jam” menunjukkan jangka waktu.

Misalnya: Nana menyelesaikan lomba dalam waktu 1.05.30.

Dengan begitu kata “jam” pada gambar di atas jelas bukan menunjukkan
waktu. Seharusnya kata “jam” diganti menjadi kata “pukul” yang
merupakan menunjukkan waktu. Jadi kata “jam” di atas kurang tepat
penempatannya yang seharusnya menggunakan kata “pukul”.

3.3.1 Pemakaian Tanda Baca

3.3.1.1 Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan


pertanyaan atau seruan.

Misalnya:

Ayahku tinggal di Solo.

Biaralah mereka duduk di sana.

Dia menanyakan siapa yang akan datang.

Catatan: Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur
akhirnya sudah bertanda titik. Misalnya:

Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.

Dia memerlukan meja, kursi, dsb.

Dia mengatakan, “kaki saya sakit.”

2. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.

Misalnya:

A Saputra S. Ibrahim

B George W. Bush

Tetapi apabila nama ditulis itu ditulis lengkap, tanda titik tidak
dipergunakan. Contohnya: Kania Sutisna Winata

3.3.1.2 Tanda Garis Miring


1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada
alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam
dua tahun takwim atau tahun ajaran.

Misalnya:

A No. 7/PK/2008

B Jalan Keramat III/10

C tahun ajaran 2008/2009

2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata “atau”,


“tiap”, dan “ataupun.”

Misalnya:

Dikirimkan lewat darat/laut à ‘dikirimkan lewat darat


atau lewat. Laut’

Harganya Rp1.500,00/lembar. À ‘harganya Rp1.500,00


tiap lembar’

3.3.1.3 Tanda Kurung (( ))

1. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan


atau penjelasan.

Misalnya:

A Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).

B Dia tidak membawa SIM (surat izin mengemudi).

Catatan: Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk


singkatnya.
PENUTUP

4.1 Simpulan

Sudah selayaknyalah kalau semua orang/warga negara Indonesia


mempunyai sikap positif terhadap bahasa yang mereka gunakan. Dalam
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia baik tulisan maupun lisan.
Haruslah mempertimbangkan tepat tidaknya ragam bahasa yang
digunakan. Kita sebagai warga negara Indonesia harus mempunyai sikap
seperti itu karena siapa lagi yang harus menghargai bahasa Indonesia
selain warga negaranya. Kita, sebagai bangsa Indonesia harus bersyukur,
bangga, dan beruntung karena memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa Negara. Menggunakan bahasa baku memang sudah
seharusnya diterapkan, karena hal itu akan menunjukkan jati diri kita
sebagai bangsa Indonesia.

4.2 Saran

Penggunaan bahasa baku memang seharusnya kita terapkan, mengingat


bahasa baku adalah bahasa Indonesia yang benar. Didalam penulisan
memang seharusnya mengikuti kaidah-kaidah penulisan. Untuk itu
sebaiknya kita harus mengikuti peraturan yang sudah disepakati tersebut.
Saran saya kepada pembaca setiap kali pembaca ingin menulis. Ada
baiknya pembaca memahami dulu kaidah-kaidah penulisan, salah-satunya
yaitu penggunaan kata yang baku dan penggunaan EYD. Agar tulisannya
sesuai dengan kaidah penulisan yang sudah disepakati penggunaan kata
dan tanda bacanya.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. (2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT
Balai Pustaka.

Tarigan, Henru Guntur. 1992. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa.


Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago dan Lilis Siti Sulistyaningsih. 1997. Analisis Kesalahan


Berbahasa. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Sadikin, Muhammad. 2011. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.


Bekasi Jawa Barat: Laskar Aksara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. Jakarta: Pusat bahasa. 2008

Anda mungkin juga menyukai