Anda di halaman 1dari 6

DRP's

Pharmaceutical Care adalah sebuah praktek dimana farmasis bertanggung jawab atas kebutuhan

yang berhubungan dengan obat pasien. Pharmaceutical Care (asuhan kefarmasian) adalah

tanggung jawab pemberian obat yang bertujuan untuk mencapai outcome yang dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita.

Drug related problems (DRPs) merupakan domain klinis praktisi pharmaceutical care. Drug

related problems (DRPs) merupakan situasi yang tidak ingin dialami oleh pasien yang disebabkan

oleh terapi obat sehingga dapat berpotensi menimbulkan masalah bagi keberhasilan penyembuhan

yang dikehendaki.

Di bawah asuhan kefarmasian, farmasis mempunyai tiga sasaran utama yaitu:

a. Mengidentifikasi Actual problem dan Potential yang berkaitan dengan obat (Actual and

Potential DRPs)

b. Penyelesaian actual problem yang berkaitan dengan obat (Actual DRPs)

c. Pencegahan Potential problem yang berkaitan dengan obat (Potential DRPs)

Sedangkan fungsi utama dari seorang farmasis klinik, adalah sebagai berikut :

a. Pengumpulan data penderita (Collection of petient data).

b. Identifikasi masalah (Identifikation of problems).

c. Menyusun outcome yang diinginkan (Establishing outcome goals).

d. Mengevaluasi pilihan terapi (Evaluatimg therapeutics options).

e. Individualisasi terapi obat (Individualising drug regimens).

f. Pemantauan outcome (Monitoring outcome)


Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadiaan yang tidak diinginkan yang dialami oleh

pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan itu sebenarnya atau

berpotensi berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan pasien.

DRPs terdiri dari Actual DRPs dan Potential DRPs.

Actual DRPs adalah masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang

diberikan pada penderita.

Sedangkan Potential DRPs adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan

terapi obat yang sedang digunakan oleh penderita.

Ketika sebuah DRPs terdeteksi, maka sangat penting untuk merencanakan bagaimana cara

mengatasinya. Kita harus memberikan skala prioritas untuk DRPs tersebut, yang manakah yang

harus diselesaikan terlebih dahulu. Prioritas masalah tersebut didasarkan pada risiko yang mungkin

timbul pada penderita.

Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi komponen-komponen. Komponen tersebut

adalah kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien berupa keluhan medis, gejala, diagnosis,

penyakit, dan ketidakmampuan (disability) serta memiliki hubungan antara kejadian tersebut

dengan terapi obat di mana hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat atau kejadian

yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif. Tujuan identifikasi DRPs adalah
untuk membantu pasien mencapai tujuan terapi dan mewujudkan kemungkinan terbaik dari terapi

Hal- hal yang harus diperhatikan dalam menentukan skala prioritas DRPs adalah :

a. Masalah yang manakah yang dapat diselesaikan atau dihindari segera , dan yang manakah yang

dapat diselesaikan kemudian.

b. Masalah yang merupakan bagian dari tugas atau tanggung jawab seorang farmasis.

c. Masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat oleh seorang farmasis dan penderitanya.

d. Masalah yang dalam penyelesaiannya, memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan lainnya

(dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain- lain).

Seseorang pasien tidak mengalami hasil yang diinginkan dari obat tertentu, kemudian dokter

menganggap pasien mungkin menerima atau memperoleh obat yang salah. Kemungkinan pasien

itu untuk mengalami masalah terapi obat ini terlalu sering. Terapi obat dapat menunjukkan obat

yang salah jika pasien tidak mengalami hasil yang memuaskan dari pengobatan tersebut. Ketika

pasien menentukan pengobatan untuk suatu penyakit yang dideritanya maka pasien beranggapan

bahwa obat itu akan menghasilkan kesembuhan yang lebih besar, sehingga pasien mungkin akan

mengatakan tidak mengalami masalah dalam terapi obat tersebut. Dan apabila pasien dengan terapi

obat tersebut tidak menghasilkan outcome apapun maka pasien akan mengatakan bahwa pasien

menerima obat yang salah.

Pasien yang mempunyai alergi dengan obat-obat atau yang menerima terapi obat ketika ada

kontraindikasi mungkin mempunyai masalah terapi obat dari jenis “obat yang salah”. Semua terapi

obat harus mempertimbangkan pasien tertentu, bukan sekedar penyakit tertentu. Tiap pemberian
obat mungkin dianggap salah untuk pasien tertentu pada waktu pemberian jika bentuk dosis tidak

tepat, adanya kontraindikasi, kondisi pasien sukar disembuhkan dengan obat, obat tidak

menunjukkan kondisi pasien, atau tersedianya terapi obat yang lebih efektif.

Kejadian DRPs ini menjadi masalah aktual maupun potensial yang kental dibicarakan dalam

hubungan antara farmasi dengan dokter. Yang dimaksud dengan masalah aktual DRPs adalah

masalah yang sudah terjadi pada pasien dan farmasis harus berusaha menyelesaikannya. Masalah

DRPs yang potensial adalah suatu masalah yang mungkin menjadi risiko yang dapat berkembang

pada pasien jika farmasi tidak melakukan tindakan untuk mencegah.

Jika DRPs aktual terjadi, farmasi sebaiknya mengambil suatu tindakan untuk memecahkan

masalah yang terjadi.

Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat,

dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan pasien.

Permasalahan terkait obat atau drug related problems (DRPs) merupakan salah satu masalah yang

sering terjadi pada pasien geriatri yang menjalani perawatan di rumah sakit. Faktor yang

menyebabkan terjadinya DRPs pada pasien geriatri antara lain karena polifarmasi, penyakit

penyerta, penurunan fungsi organ, perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik karena penuaan

sehingga meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat dan medication errors.

DRPs merupakan medication error yang mempengaruhi clinical outcome dari pasien. Apabila

tidak dikelola dengan baik, maka akan dapat menimbulkan dampak yang lebih luas dan serius

bahkan sampai ke kejadian sentinel. Untuk menjamin obat digunakan secara efektif dan aman,

penanganan atau pemberian asuhan secara kolaboratif oleh semua profesional pemberi asuhan

menjadi sangat penting. Baik di komunitas maupun di rumah sakit, seorang apoteker dapat

berperan penting untuk memastikan penggunaan obat yang tepat


Polifarmasi dan farmakoterapi yang tidak tepat pada pasien lanjut usia diketahui meningkatkan

risiko terjadinya reaksi obat yang merugikan yang disebabkan oleh interaksi obat-obat, interaksi

obat-penyakit, dan kesalahan pengobatan (medication error). Jumlah DRPs per pasien meningkat

secara linear dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan, peningkatan jumlah obat

menghasilkan peningkatan 8,6% jumlah DRP (95% CI 1,07- 1,10). Di Indonesia pengertian lanjut

usia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 67 tahun 2015 adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan

multi penyakit dan/atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan

lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan

multidisiplin. Kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai setiap kejadian yang dapat dicegah

yang dapat menyebabkan atau mengarah pada penggunaan obat yang tidak tepat atau

membahayakan pasien saat obat berada dalam kendali profesional pemberi asuhan, pasien, atau

konsumen. Selain polifarmasi dan komorbiditas, perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik

terkait peningkatan usia dapat lebih meningkatkan risiko reaksi obat yang merugikan pada pasien

lanjut usia. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa pasien geriatri di Jerman merupakan

pengkonsumsi obat terbanyak di Eropa. Diperkirakan bahwa satu dari sepuluh pasien geriatri

mengalami reaksi obat yang merugikan yang menyebabkan mereka masuk rumah sakit (MRS)

atau mengalami reaksi obat selama rawat inap. Pada perkembangan dunia kesehatan, terdapat

istilah deprescribing yang menggambarkan suatu upaya menghentikan obat secara sengaja atau

mengurangi dosisnya untuk meningkatkan kesehatan seseorang atau mengurangi risiko efek

samping yang merugikan. Selama beberapa tahun terakhir, peran apoteker telah berkembang

dengan penerapan farmasi klinis sebagai intisari asuhan kefarmasian. Intervensi apoteker saat ini

dianggap sebagai pendekatan yang penting dalam proses perawatan pasien dengan meningkatkan
rasionalitas farmakoterapi dan mengurangi kesalahan pengobatan. Namun, layanan farmasi klinis

yang berorientasi pada pasien masih belum berkembang baik di banyak negara termasuk

Indonesia. Sementara di negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris, apoteker klinis sangat

banyak terlibat dalam tim multidisiplin dengan berpartisipasi secara aktif pada saat visite dan

dalam keputusan terkait farmakoterapi pasien.

In order to better focus the role of the pharmacist on patient need and patient outcome, a means of

categorizing drug-related problems (DRPs) is presented. A DRP exists when a patient experiences

or is likely to experience either a disease or symptom having an actual or suspected relationship

with drug therapy. Eight different categories of DRPs are described and examples of each category

are offered. This categorization serves a number of functions, such as:

(1) to illustrate how adverse drug reactions form but one category of extant DRPs,

(2) to make tangible the pharmacist's role for the future,

(3) to serve as a focus for developing a systematic process whereby the pharmacist contributes

significantly to the overall positive outcome of patients,

(4) to bring to pharmacy practice a vocabulary consistent with that of other healthcare

professionals, and

(5) to aid in the development of standards of practice for pharmacists.

Anda mungkin juga menyukai