Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN

Pendahuluan

Oksigen (O2) merupakan komponen yang sangat berperan dalam proses


metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara
normal. Oksigen diperoleh dengan menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama
melepaskan produk oksidasinya dalam bentuk karbondioksida (CO 2) dan air (H2O).
Penyampaian oksigen ke jaringan ditentukan oleh interaksi antara sistem respirasi,
kardiovaskuler dan hematologi. Kelainan pada salah satu atau lebih dari sistem
tersebut akan mengakibatkan kondisi yang disebut hipoksemia

Pemberian terapi oksigen secara benar dapat menyelamatkan hidup seorang


pasien, namun apabila diberikan tanpa evaluasi yang tepat terhadap keuntungan dan efek
sampingnya dapat menimbulkan bahaya atau resiko komplikasi. Perawat mempunyai peran
penting dalam pengelolaan terapi oksigen, oleh karena itu sebagai seorang perawat harus
memahami bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi yang benar sehingga tujuan dari terapi oksigen tersebut dapat
tercapai dengan aman

1. Pengertian Terapi Oksigen

Terapi oksigen adalah pengelolaan oksigen tambahan pada pasien untuk


mencegah atau menangani hipoksia. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen
tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai
kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2006). Pemberian terapi
oksigen merupakan bagian penting dan bermanfaat pada keadaan kegawatdaruratan atau
kekritisan. Pada kondisi seseorang tanpa sakit atau cidera oksigen 21% ( dalam udara
bebas) cukup untuk mendukung fungsi normal.

2. Anatomi system respirasi

Sistem tubuh yang berperan dalam membantu dalam pemenuhan kebutuhan


oksigenasi adalah saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas: hidung, esophagus, faring, laring,epiglotis.
Sedangkan saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas: trakhea, bronkhus (bercabang
menjadi bronchus kanan dan kiri),bronkiolus, alveoli (merupakan kantung udara tempat
terjadinya pertukaran oksigen dengan karbondioksida) dan paru-paru (pulmo) yang
merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Adanya gangguan pada anatomi dan
fungsi dari saluran pernapasan tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada pemenuhan
kebutuhan oksigen

3. Proses Respirasi / pernapasan dan Oksigen Jaringan

Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfir ke sel tubuh dan pengeluaran
CO2 dari sel tubuh ke luar tubuh. Proses respirasi adalah proses pertukaran gas yang
masuk dan keluar melalui kerjasama antara sistem respirasi, kardiovaskuler dan kondisi
hematologis. Proses pernafasan mencakup ventilasi, difusi, transportasi dan perfusi.
a. Ventilasi adalah proses masuk dan ke luarnya udara di paru sehingga pertukaran gas
terjadi. Ventilasi mencakup kegiatan inspirasi dan ekspirasi. Saat inspirasi
sebanyak
20,9% oksigen di atmosfer akan masuk paru. Selama inspirasi diafragma dan otot
intercostal eksternal berkontraksi, sehingga memperbesar volume thorak dan
menurunkan tekanan intrathorak. Pelebaran dinding dada mendorong paru ekspansi,
menyebabkan tekanan jalan napas turun di bawah tekanan atmosfir, dan udara masuk
paru. Pada saat ekspirasi, diafragma dan otot intrcostal relaksasi, menyebabkan thorak
kembali bergerak ke atas ke ukuran lebih kecil. Tekanan dada meningkat menyebabkan
udara mengalir keluar dari paru
b. Difusi adalah proses pertukaran gas di paru, dimana molekul (gas/partikel lain) bergerak
dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Oksigen dan
karbon dioksida berdifusi diantara alveoli dan darah. Bernapas secara kontinyu
menambah supply oksigen paru, sehingga tekanan partial oksigen (PO2) di alveoli relatif
tinggi. Sebaliknya bernapas mengeluarkan karbon dioksida dari paru, sehingga tekanan
partial karbon dioksida (PCO2) di alveoli rendah. Oksigen berdifusi dari alveoli ke darah
karena PO2 lebih tinggi di alveoli daripada di darah kapiler. Karbon dioksida berdifusi
dari darah ke alveoli.
c. Transportasi dan Perfusi Gas. Oksigen ditransportasikan dari membrane kapiler alveoli
paru ke darah kemudian ke jaringan dan karbondioksida ditransportasikan dari
jaringan ke paru kembali. Oksigen diangkut dalam darah melalui hemoglobin yaitu 1,34
O2 terikat dalam 1 gram hemoglobin dengan persentase kejenuhan yang disebut
dengan saturasi O2 (SaO2) dan 0,003 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan
parsial O2 di arteri (PaO2). Metabolisme meningkat maka akan mengakibatkan
peningkatan kebutuhan oksigen. Jumlah oksigen yang disampaikan ke sel disebut
perfusi gas.

Secara garis besar syarat agar oksigen sampai ke sel/jaringan dan bisa
digunakan untuk metabolisme membentuk energi adalah fungsi respirasi, hematologi dan
sirkulasi baik. Secara rinci syarat tersebut adalah:
a. Fungsi respirasi : jalan napas baik, frekuensi napas baik, irama napas teratur,
volume tidal cukup, keadaan alveoli/paru baik.
b. Fungsi hematologi : kadar HB cukup.
c. Fungsi sirkulasi : volume cairan darah cukup, kontraktilitas otot jantung baik,
pembuluh darah baik, irama dan frekuensi jantung baik.

Apabila salah satu syarat tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi hipoksemia
dan dapat berlanjut hipoksia

4. Hipoksemia dan Hipoksia

Hipoksemia yaitu penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri.


Hipoksemia yang terjadi akan berlanjut pada keadaan yang disebut hipoksia yaitu suatu
kondisi dimana tidak terpenuhi oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan sel ( Herry and Potter, 2006).

Pada keadaan oksigen jaringan tidak adekuat, untuk mengenali kondisi hipoksia
diperlukan ketrampilan perawat untuk pengenalan dini hipoksemia. Pengenalan dini
tersebut sering sulit dilakukan karena gambaran klinis sering kurang spesifik seperti
perubahan status mental, dyspnea, sianosis, takipnoe, aritmia dan koma sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang lab analisa gas darah (AGD)
Klasifikasi Hipoksemia:

1) Hipoksemia ringan adalah jika PaO2 antara 70-80 mmHg ( pasien bernapas
dengan udara bebas). Terapi O2 pada kondisi ini dengan :
a. Nasal kanul/ binasal mulai 2-3 liter/menit
b. Masker/sungkup sederhana 6 liter/menit jika hipoksemia menuju sedang
2) Hipoksemia sedang adalah jika PaO2 antara 50-70mmHg (pasien bernapas dengan
udara bebas). Terapi O2 pada kondisi ini dengan :
Masker /sungkup sederhana dengan reservoar 8-12 liter/menit
3) Hipoksemia berat atau gagal napas adalah jika PaO2 kurang 50 mmHg dan PaCO2
lebih 50 mmHg (pasien bernapas dengan udara bebas). Terapi O2 pada kondisi
ini dengan :
a. Intubasi dilanjutkan dengan pemasangan ventilasi mekanik
b. Pemberian resusitator ( bag mask valve 12-15 liter/menit selama
ada/belum disiapkan ventilasi mekanik)

4. Tujuan Terapi Oksigen

Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernapasan dalam


mempertahankan oksigenasi. Tujuan pemberian oksigen adalah:
1) Mengatasi keadaan hipoksemia
2) Menurunkan kerja pernapasan
3) Menurunkan beban kerja otot jantung

5. Indikasi Terapi Oksigen

Indikasi pemberian terapi oksigen adalah kerusakan O2 jaringan yang


diikuti gangguan metabolisme dan sebagai bentuk hipoksemia, secara umum pada kondisi
:
1) Pasien dengan kadar oksigen arteri ( PaO2) rendah, berdasarkan hasil AGD
2) Pasien dengan peningkatan kerja pernapasan: laju nafas meningkat, napas
dalam, bernapas dengan otat tambahan, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia
3) Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dengan peningkatan laju dan kekuatan pompa
jantung.
Indikasi klinisnya adalah :
1) Henti jantung paru
2) Gagal napas
3) Gagal jantung , akut miokard infark / AMI
4) Syok
5) Meningkatnya kebutuhan oksigen ( luka bakar, infeksi berat, multiple
trauma,peny keganasan, kejang demam)
6) Keracunan gas CO2
7) Post operasi / anestesi
8) Sebelum dilakukannya beberapa prosedur, seperti pengisapan trakea
atau bronkoskopi

6. Metode Pemberian Terapi Oksigen

1) Sistem Aliran Rendah


a. Aliran rendah, konsentrasi rendah
a) Kanul nasal : Aliran 1 - 6 liter/ menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi
24-44 % tergantung pola ventilasi pasien.
Di berikan pada pasien yang napas spontan yang mengalami sesak napas/
hipoksemia ringan
Keuntungan : pemberian O2 stabil, pasien lebih nyaman, ekonomis
Kerugian : mudah lepas, suplay O2 berkurang bila pasien bernapas
lewat mulut, tidak bisa memberikan O2 > 44%, Iritasi hidung,
pengeringan mukosa hidung, kemungkinan distensi
lambung, epistaksis,
b) Kateter Nasal : Aliran 1 - 6 liter / menit menghasilkan O2 dengan konsentrasi
24 - 44 % tergantung pada pola ventilasi pasien
Keuntungan : pemberian O2 stabil, ekonomis
Kerugian : pasien kurang nyaman, Iritasi hidung, pengeringan mukosa
hidung, nyeri sinus dan epitaksis, kateter mudah tersumbat
lendir

Nasal Kanul Kateter Nasal

b. Aliran rendah konsentrasi tinggi


a) Sungkup muka sederhana Oksigen ( simple face mask ) : Aliran 5-8 liter/ menit
menghasilkan O2 dengan konsentrasi 40 - 60 %. Simple face mask memiliki
lubang ventilasi di kedua sisi untuk mempertahankan volume ruang udara dan
tempat lewatnya udara ekspirasi. Masker sederhana ini tidak mempunyai katup
atau kantong udara.
Keuntungan : Konsentrasi yang diperoleh lebih tinggi dari kateter
maupun kanul nasal
Kerugian : Pasien tidak nyaman, mempengaruhi saat makan/ bicara,
merangsang mual/muntah dan aspirasi, penumpukan CO2
pada aliran O2 rendah (<5 l/mt), empisema subcutan kedalam
jaringan mata pada aliran O2 tinggi dan nekrose apabila
sungkup muka dipasang terlalu ketat.
b) Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong O2 Oksigen ( RM ) : Aliran 8-12
l/menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi 60 - 80%. Prinsip kerjanya
pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara
sungkup
dan kantong reservoir ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam
lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara
ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask.
Di indikasikan pada pasien dengan kadar tekanan CO2 yang
rendah. Keuntungan : Konsentrasi O2 lebih tinggi
Kerugian :Terjadi aspirasi bila muntah, empisema subkutan kedalam
jaringan mata pada aliran O2 tinggi dan nekrose apabila
sungkup muka dipasang terlalu ketat, terjadi penumpukan
CO2 jika aliran kurang dari 8 lt/menit, kantong oksigen bisa
terlipat.
c) Sungkup muka" Non Rebreathing" dengan kantong O2 Oksigen ( NRM ) : Aliran
8-12 l/menit menghasilkan konsentrasi O2 80-100%. Pada prinsipnya, udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1
katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1
katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan
akan membuka pada saat ekspirasi.
Di Indikasi pada pasien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi, hipoksemia
sedang
Keuntungan : Dalam kantong mengandung konsentrasi oksigen lebih tinggi
,
kantong tidak kempes
Kerugian : Sama dengan sungkup muka "Rebreathing

Simple Mask Rebrithing Mask Non Rebrithing Mask ( NRM)

2). Sistem Aliran tinggi

a. Aliran tinggi, konsentrasi rendah: Sungkup muka venturi (venturi


mask).
b. Aliran tinggi, konsentrasi tinggi :Sungkup muka Aerosol, ambu bag, Head box,
sungkup CPAP.
( tidak masuk dalam pembahasan materi)

Masing masing metode pemberian oksigen akan memberikan perkiraan konsentrasi


oksigen (FiO2) yang berbeda beda. Pada kanul binasal dapat memberikan sekitar 4%
setiap kenaikan 1 liter/menit. Besarnya fraksi oksigen inspirasi ( FiO2) yang didapatkan
paru sesuai dengan volume oksigen & metode pemberian oksigen seperti pada tabel
berikut:

Alat Aliran (l/mnt) FiO2 (%)


Kanula nasal 1 0,24
2 0,28
3 0,32
4 0,36
5 0,40
6 0,44
Masker oksigen 5-6 0,40
6-7 0,50
7-8 0,60
Masker dengan kantong udara 6 0,60
7 0,70
8 0,80
9 0,90
10 > 0,99
5. Efek samping dan bahaya / resiko komplikasi terapi oksigen
1) Keracunan O2. Terjadi pada pemberian jangka lama dan berlebihan (>60%)
mengakibatkan efek iritasi oksigen dan refleks trakeobronkitis akut. Tanda yang
bisa muncul batuk nonproduktif, dan hidung tersumbat. Bisa juga terjadi malaise,
mual,
anoreksia, dan nyeri kepala. Keracunan O2 dapat dihindari dengan
pemantauan
AGD dan Oksimetri.
2) Nyeri sub sternal. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan
akibat iritasi pada trakea yang menimbulkan trakeitis, keluhan akan lebih hebat lagi
apabila oksigen yang diberikan itu kering (tanpa humidifikasi)
3) Hipoventilasi dan Narcose CO2. Pada pasien dependent on Hypoxic drive
misalnya penyakit paru obstuktif kronik/PPOK. penderita PPOK kendali pusat nafas
bukan oleh kondisi hiperkarbi seperti pada keadaan normal tetapi oleh kondisi
hipoksia. Sehingga pemberian oksigen dg FIO2 tinggi akan mengurangi efek
hipoksik untuk pemicu gerakan bernapas yang dapat menyebabkan hipoventilasi,
depresi pemafasan berat hingga apnea.
4) Atelektasis, pada pemberian Fi02 tinggi dapat merusak struktur jaringan
paru, kerusakan surfaktan, seperti penebalan membrane alveoli, edema,
konsolidasi,
atelektasis dan terjadi penurunan secara progresif compliance
paru
5) Barotrauma / cidera paru( Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan
mediastinum), jika 02 diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat cylinder
pressure atau autlet dinding langsung
6) Retrolental fibroplasias. Pemberian sejumlah besar oksigen pada bayi prematur
menyebabkan konstriksi pembuluh darah retina yang masih prematur, kerusakan
sel endotel, terlepasnya retina, dan kemungkinan kebutaan. Cedera yang terjadi
berhubungan dengan PaO2, maka dianjurkan PaO2 dijaga pada kisaran 60 - 90
mmHg pada neonatus.
7) Ketidaknyamanan : iritasi, membran mukosa kering, epistaksis,
8) Infeksi dapat menjadi bahaya utama dari pemberian O2 Penggunaan
“humidity”(pelembab) pada terapi oksigen mmendukung pertumbuhan bakteri.
Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Pseudomonas aeruginosa.
Peralatan yang digunakan harus sekali pakai dan merupakan sistem yang tertutup
untuk menghilangkan port de entry dari kuman.
9) Bahaya terhadap lingkungan: resiko tinggi kebakaran. Harus aman dalam
penggunaan dan penyimpanan, tabung oksigen tidak mudah terjatuh / meledak,
jauh dari sumber api, sangat perlu untuk mengedukasi pasien untuk menghindari
merokok.

6. Prosedur pemberian terapi oksigen

Tahap pre interaksi


1) Periksa catatan dan rencana perawatan untuk informasi yang berhubungan
dengan kebutuhan terapi oksigen, verifikasi order terapi oksigen yang ada di
rekam medis
2) Mengkaji keadaan klinis pasien untuk menentukan prioritas tindakan
3) Menyiapkan peralatan yang diperlukan sebelum memulai tindakan:
a. Tabung oksigen yang berisi oksigen/ outlet oksigen sentral. Pastikan
bahwa tabung oksigen terisi cukup, aman dan tidak akan jatuh
a. Regulator, flowmeter, humidifier dengan air steril.
b. Alat/ deliveri system yang akan digunakan untuk pemberian oksigen (
Nasal kateter/ canul/ simpel mask/ RM/NRM)
c. Plester, gunting bila perlu
d. Pulse Oksimetri ( bila ada)
e. Kasa lembab ( untuk bayi )
Tahap orientasi
1) Memberi salam dan memperkenalkan diri ke pasien
2) Melakukan identifikasi pasien dengan benar
3) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan

Tahap Kerja
1) Mencuci tangan
2) Mengisi humidifier terisi air steril sesuai tanda batas
3) Mengontrol fungsi flow meter
4) Memberikan oksigen sesuai intruksi yang tertulis di rekam medis
Cara pemberian oksigen dengan nasal kanul :
a. Menghubungkan selang nasal kanul ke sumber oksigen ( cek aliran oksigen)
b. Memasang kanul secara tepat pada hidung
c. Memberikan posisi pasien yang nyaman
d. Mengatur aliran oksigen sesuai instruksi (nasal kanul : 1 - 6 l/mt )
e. Mengontrol reaksi pasien
Cara pemberian oksigen dengan masker
a. Memasang selang masker pada perangkat oksigen
b. Mengisi reservoir bag dengan oksigen ¾ bagian
c. Mengatur aliran oksigen sesuai instruksi (simpel mask = 5 - 8
l/mt; Non rebirthing mask (RM), rebirthing mask(RM) = 8 – 12 l/mt
d. Memasang sungkup masker dan fiksasi ke pasien dengan posisi nyaman (
tidak tidak terlalu ketat / kendor)
Tahap terminasi
5) Mengontrol reaksi pasien ( tanyakan aliran oksigen ke pasien,perasaan
dan kenyamanan pasien )
6) Membereskan dan merapikan peralatan (bila ada)
7) Mencuci tangan
8) Melakukan dokumentasi tindakan di rekam medik: jumlah oksigen yang
diberikan, cara / metode pemberian dan reaksi pasien

7. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi oksigen


a. Lingkungan harus aman, jauhkan dari api (oksigen merupakan gas yang mudah
terbakar )
b. Pastikan jalan nafas bebas obstruksi
c. Pastikan kanul tidak tersumbat mukus atau
terlipat d. Pastikan fungsi humidifier baik.
e. Jaga kebersihan dan kenyamanan daerah bibir dan mulut
f. Pemberian oksigen dengan masker pada bayi, tutup mata dengan kasa lembab

8. Monitoring Terapi Oksigen


Monitoring keefektifan dari terapi oksigen, secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu:
1. Monitoring secara klinis: Observasi tingkat kesadaran, frekuensi nafas, pola
pernapasan, tekanan darah, irama jantung, sirkulasi perifer (cappilary refil),
sianosis, dispneu.
2. Monitoring tambahan dengan pemeriksaan AGD dan pulse oximetry
a. Analisa Gas Darah : Merupakan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada sample darah arteri.
Nilai normal AGD :
 PaO2 : 80 – 100 mmHg
 PaCO2 : 35 – 45 mmHg
 pH : 7,35 – 7,45
 SaO2 : 95 – 100 %
 Bikarbonat (HCO3) : 22 – 26 mEq/L
 Base excess : (-2,5) – (+ 2,5)
b. Pulse oximetry
Memberikan kontribusi besar sebagai alat monitoring oksigenasi yang tidak
invasif, tidak memerlukan petugas dengan kemampuan khusus, murah, dapat
mengestimasi SaO2 pada saat diukur (dalam rentang 95 – 100%), dan
menghindari ketidaknyamanan seperti pada AGD.

9. Indikasi penyapihan / menghentikan terapi oksigen

Penyapihan terapi oksigen harus dipertimbangkan apabila : pasien menjadi nyaman,


penyakit yang mendasarinya membaik, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, warna kulit, dan oxymetri berada dalam kisaran normal.
Penyapihan dapat secara bertahap dengan menghentikan oksigen atau menurunkan
konsentrasi untuk jangka waktu tertentu misalnya 30 menit dan mengevaluasi kembali
parameter klinis dan SpO2 secara berkala.

10. Peran Perawat dalam Terapi Oksigen

Peran perawat dalam terapi oksigen adalah memberikan asuhan keperawatan


pasien dengan kebutuhan oksiegn secara benar yaitu :
1). Melakukan pengkajian / asesmen pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigen :
a) Anamnesis : Adanya sesak napas, riwayat penyakit pernapasan (asma,
pneumonia, PPOK, cidera paru ) batuk berdahak / tidak
b) Pemeriksaan fisik : Tanda vital (respirasi rate cepat/ lambat, takhikardi,)
sianosis, gelisah, penggunaan otot pernapasan tambahan (cuping hidung),
napas dangkal/ pendek, wheezing, gerakan dinding dada, sumbatan
jalan
napas.
c) Pemeriksaan penunjang : hasil pemeriksaan oksimetri (saturasi oksigen/SpO2
), Analisa gas darah/AGD, rontgen paru, test fungsi paru
2) Menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen ( SDKI)
a. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas (D. 0003)
c. Pola Napas tidak efektif (D.0005)
3) Memberikan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan
kebutuhan oksigen ( SIKI):
a. Managemen jalan napas (L.01011) : monitor produk sputum, atur posisi
semi fowler / fowler. pemasangan oro pharyngeal airway (OPA),
penghisapan
lendir pada jalan napas, ajarkan dan latih batuk efektif, kolaborasi terapi
bronkodilator bila perlu
b. Terapi oksigen (L.01.026): Berikan O2 tambahan sesuai program dokter,
monitor aliran oksigen, monitor efektifitas terapi oksigen, monitor
tanda
gejala komplikasi terapi O2 ( keracunan O2 / CO2, atelektasis, kerusakan
mukosa)
c. Pemantauan Respirasi (L.01014) : Monitor kecepatan,irama, kedalaman
dan upaya bernapas, monitor pergerakan dada, penggunaan otot otot
bantu
pernapasan, monitor pola pernapasan, auskultasi suara napas,
monitor saturasi oksigen, perubahan nilai AGD, keluhan dispneu, warna
kulit, sianosis
d. Monitor tanda tanda vital (L.02060) : Monitor tekanan darah,
nadi, pernapasan, irama jantung, suhu tubuh

4). Melakukan evaluasi asuhan keperawatan (SLKI):


a. Bersihan jalan napas meningkat (L.01001), kriteria : kemampuan
batuk efektif meningkat; produksi sputum menurun; sianosis, dispnea,
wheezing menurun, frekuensi dan pola napas membaik.
b. Pertukaran gas membaik (L.01003), kriteria: tingkat kesadaran
membaik; dispnea, gelisah, napas cuping hidung, takikardi menurun;
sianosis, AGD, warna membaik.
c. Pola napas membaik ( L.01004), kriteria: dispnea, ortopnea, napas cuping
hidung, penggunaan otot bantu napas menurun; frekuensi dan
kedalaman nafas membaik

Referensi

1. Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik. Standar Pelayanan


Keperawatan di ICU, Dirjen Pelayanan Medik Dep.Kes. RI, 2006
2. Hudak,Carolyn.M& Gallo. Barbara M, Keperawatan Kritis: pendekatan
Holistik,Vol.1. Edisi 8. Jakarta, penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011
3. Yudha Nur Patria, Muhammad Fairuz, Aplikasi Klinis Terapi
Oksigen, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010
4. Sunarsih Rahayu. Modul 1. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Kebutuhan Oksigen. PPSDM.Kemenkes RI. 2013
5. Kusnanto. Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga. 2016
6. PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Difinisi dan Indikator
Diagnotik, Edisi1, Jakarta DPP PPNI, 2016
7. PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Difinisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi1, Jakarta DPP PPNI, 2018
8. PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Difinisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi1, Jakarta DPP PPNI, 2019
9. Komite Keperawatan, SPO Pemberian Oksigen, RSUP Dr. Sardjito. 2019

Anda mungkin juga menyukai