Anda di halaman 1dari 43

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM HEMATOLOGI

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Dewasa

Dosen Pengampu : Hartono, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok III:


 Sri Hardini
 Maryanis
 Fatmawati
 Iriana Haryati
 Lia Yulianti
 Agung Prabowo
 Weni Irene Rinicaputri
 Kalista Ferstarya

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADDIYAH PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan

dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami sebagai mahasiswa, yakni dalam

bentuk tugas yang diberikan oleh Ibu Dosen dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan

wawasan kami. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad

SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang.

Ucapan terima kasih kepada Ibu selaku dosen pengampu pada mata kuliah keperawatan dewasa

ini yang telah memberikan bimbingan serta arahan makalah ini selesai tepat waktu. Adapun

dalam pembuatan tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan tugas ini.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal Alamin.

Pontianak, 14 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam tubuh manusia, ada alat transportasi yang berguna sebagai pengedar oksigen dan

zat makanan ke seluruh sel-sel tubuh serta mengangkut karbon dioksida dan zat sisa ke organ

pengeluaran. Alat transportasi pada manusia terkoordinasi dalam suatu sistem yang disebut

sistem peredaran darah. Sistem peredaran darah manusia terdiri atas darah, jantung, dan

pembuluh darah. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga

sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah

diawali dengan kata hemo atau hemato yang berasal dari kata Yunani yang berarti haima yang

berarti darah. Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada dua jenis

warna merah pada darah manusia. Warna merah terang menandakan bahwa darah tersebut

mengandung banyak oksigen, sedangkan warna merah tua menandakan bahwa darah tersebut

mengandung sedikit oksigen atau dalam arti lain mengandung banyak karbondioksida. Warna

merah pada darah disebabkan oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah protein pernafasan

(respiratory protein) yang mengandung besi (Fe) dalam bentuk heme yang merupakan tempat

terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme,

obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai

air seni.
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI


Anatomi dan fisiologi sistem hematologi adalah dasar yang sangat penting untuk dikuasai

oleh seorang perawat, dikarenakan peran vital darah sebagai sungai kehidupan yang mengalir

dalam tubuh manusia. Darah mengangkut segala sesuatu yang harus dibawa dari satu tempat ke

tempat lain di dalam tubuh, baik itu nutrisi, limbah (untuk di eliminasi dari tubuh) dan panas

tubuh melalui pembuluh darah.

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang membentuk

darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah merupakan jaringan yang

berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli.

Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan

penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani yaitu haima artinya darah.

Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam

mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti

bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk

mengenali dan menghancurkankan serangan ini. jadi kalo kelainan sistem imun berarti

kemampuan untuk mempertahankan kekebalan tubuh terganggu sehingga mudah diserang

penyakit.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai sel

darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel serta organ

pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan berhenti

ketika terjadi luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan

berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun pulih

seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di mata Anda, tapi

tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat

bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem

ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak

berfungsi.

Fungsi utama dari sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah

mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain

mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain. Contohnya, ia

mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida

dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat.

Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah bereaksi dengan banyak sekali karbon dioksida,

dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion

bikarbonakt (HCO3-). Hemoglobin yang terdapat sel dalam sel juga merupakan dapar asam-basa

(seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk

sebagian besar daya pendaparan seluruh darah.

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk

sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berada dengan organ lain

karena berbentuk cairan. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume darah manusia
sekitar 7 % - 10 % berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada

tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada usia , pekerjaan, serta keadaan jantung atau

pembuluh darah. Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut.

1. Plasma darah, bagian cairan darah yang sebagai besar terdiri atas air, elektrolit dan

protein

darah.

2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen berikut in.

 Eritrosit : sel darah merah (SDM- red blood cell)

 Leukosit : sel darah putih (SDM- white blood cell)

 Trombosit : Butir pembeku darah – platelet

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa fungsi terpenting sel darah merah adalah

transpor O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan. Suatu protein eritrosit, yaitu hemoglobin,

memainkan peranan penting pada kedua proses tersebut. Sehingga pada makalah ini penulis akan

membahas metabolisme eritrosit dan juga unsure-unsur lain yang berkaitan erat dengan proses

metabolisme tersebut.

Pertukaran yang terus-menerus bahan antara darah dan jaringan sel sangat penting bagi

kehidupan. Sel membutuhkan oksigen dan nutrisi untuk melakukan fungsi metabolisme mereka,

dan mereka menghasilkan karbon dioksida dan limbah metabolik lainnya yang harus dikeluarkan

oleh darah. Sel-sel jaringan yang diselimuti lapisan tipis cairan ekstraseluler yang disebut cairan

interstitial, atau cairan jaringan, yang mengisi ruang jaringan dan terletak di antara sel jaringan

dan kapiler. Oleh karena itu, semua bahan yang lolos antara darah dan jaringan sel harus

melewati cairan interstitial. Zat terlarut seperti oksigen dan nutrisi dari darah berdifusi dalam
kapiler ke dalam cairan interstitial dan dari cairan interstitial ke dalam sel-sel tubuh. Karbon

dioksida dan limbah metabolik berdifusi ke arah yang berlawanan.

Cairan tubuh terdiri atas dua kompartemen utama yang dipisahkan oleh membran

semipermeable. Kedua kompartemen tersebut adalah kompartemen intraseluler dan ekstraseluler.

a. Cairan intraselular (CIS)

Cairan Intraseluler merupakan cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan berfungsi sebagai

media tempat aktivitas kimia sel berlangsung. Cairan ini merupakan sekitar 70% dari cairan

tubuh total (total body water atau TBW). Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat

tubuh atau 2/3 TBW.

b. Cairan ekstraselular (CES)

Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun 30% dari Total

Body Water (TBW). Selain itu, CES juga merupakan sekitar 20% dari berat tubuh. (Saputra,

2013) Cairan ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi yaitu :

1. Cairan Interstitial adalah cairan yang terdapat pada celah antar sel atau disebut pula
cairan jaringan, berjumlah sekitar 15% dari berat badan. Pada umumnya, cairan

Interstitial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi gesekan pada saat dua jaringan

tersebut bergerak. Contoh dari jaringan Interstitial yaitu cairan pleura, cairan

perikardial, dan cairan peritoneal.

2. Cairan Intravascular merupakan cairan yang terdapat di dalam pembuluh darah dan
merupakan plasma, berjumlah sekitar 5% dari berat badan. 3) Cairan Transeluler yaitu

air mata dan juga cairan spinal, synovial, peritoneal, perikardial, dan pleural (2%).

(Asmadi, 2009)
Darah berfungsi sebagai media pengangkut yang membawa kebutuhan jaringan tubuh

seperti oksigen, karbondioksida, nutrien, elektrolit, dan hormon. Mekanisme aliran darah melalui

pembuluh darah dijelaskan menurut hukum Poiseuille, dimana gradien tekanan sebanding

dengan laju aliran darah dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskuler. Gradien tekanan

adalah perbedaan antara tekanan awal dan tekanan akhir suatu pembuluh. Darah mengalir dari

tekanan lebih tinggi ke tekanan lebih rendah mengikuti penurunan gradien tekanan. Semakin

besar gradien tekanan yang mendorong darah melalui pembuluh tersebut, maka akan semakin

besar laju aliran darah. Laju aliran ditentukan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung

pembuluh. Namun karena adanya resistensi, tekanan aliran akan menurun sewaktu darah

menyusuri panjang pembuluh.

B. PATOFISIOLOGI GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI

Populasi sel leukemik ALL dan banyak AML mungkin diakibatkan proliferasi klonal

dengan pembelahan berturut-turut dari sel blas tunggal yang abnormal. Sel-sel ini gagal

berdiferensiasi normal tetapi sanggup membelah lebih lanjut. Penimbunannya mengakibatkan

pertukaran sel prekursor hemopoietik normal pada sumsum tulang, dan akhirnya mengakibatkan

kegagalan sumsum tulang. Keadaan klinis pasien dapat berkaitan dengan jumlah total sel

leukemik abnormal di dalam tubuh. Gambaran klinis dan mortalitas pada leukemia akut berasal

terutama dari neutropenia, trombositopenia, dan anemia karena kegagalan sumsum tulang

(Hoffbrand and Petit, 1996).

Blokade maturitas pada AML menyebabkan terhentinya diferensiasi sel-sel mieloid pada

sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di

dalam sumsum tulang akan mengakibatkan gangguan hematopoiesis normal dan pada gilirannya
akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang

ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia, dan trombositopenia). Selain itu, infiltrasi

sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi,

misalnya kulit, tulang, gusi, dan menings (Kurnianda, 2007).

Pada umumnya gejala klinis ALL menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau

keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum

tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat

berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat

ditemukan pada separuh pasien ALL, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang

baru didiagnosis ALL (Fianza, 2007).

CGL/CML adalah penyakit gangguan mieloproliferatif, yang ditandai oleh seri grabulosit

tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat

tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), meta mielosit,

mielosit, sampai granulosit. Pada awalnya, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau

keluhan lain yang tidak spesifik, seperti rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu

tinggi, keringat malam, dan penurunan berat badan yang berlangsung lama. Semua keluhan

tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia. Anemia dan

trombositopenia terjadi pada tahap akhir penyakit (Fadjari, 2007).

CLL pada awal diagnosis, kebanyakan pasien CLL tidak menunjukkan gejala

(asimptomatik). Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien adalah limfadenopati

generalisata, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan

dan penurunan kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi

pada awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan penyakitnya. Akibat penuumpukan sel B
neoplastik, pasien mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali. Kegagalan

sumsum tulang yang progresif pada CLL ditandai dengan memburuknya anemia dan atau

trombositopenia (Rotty, 2007).

C. ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM HEMATOLOGI SECARA UMUM

BERDASARKAN SDKI

   Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien dengan Hematologi adalah

berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi

pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.

A.Pengkajian:

1. Identitas pasien

2.Riwayat penyakit

a. Keluhan Utama : Tanyakan apa yang dirasakan sekarang,adakah keluhan lemas,nyeri

uluhati,pusing,tidak nafsu makan serta mual muntah

b. Riwayat penyakit sekarang ; tanyakan Riwayat penyaikt yang dirasakan sejak muncul keluhan

sehingga butuh pertolongan

c. Riwayat penyakit terdahulu : tanyakan penyakit yang pernah di alami sebelumnya,apakah

pernah dirawat sebelum nya

d. Riwayat penyakit keluarga ; Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama

e. Riwayat social : Bagaimana pasien dan keluarga dalam hubungan social dengan orang lain,

apakah aktif dengan kegiatan kegiatan kelompok


3. DATA DASAR :

- Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan, intoleransi aktivitas, kebas, parastesia eksterna

Tanda : kelemahan umum, penurunan tonus/massa otot, jalan goyah/diseret, ataksia

- Sirkulasi

Gejala : edema

Tanda : ekstremitas mengecil, tidak aktif, kapiler rapuh

- Integritas ego

Gejala : HDR, ansietas, putus asa, tidak berdaya, produktivitas menurun

- Eliminasi

Gejala : nokturia, retensi, inkontinensia, konstipasi, infeksi saluran kemih

Tanda : control sfingter hilang, kerusakan ginjal

- Makanan / cairan

Gejala : sulit mengunyah/menelan

Tanda : sulit makan sendiri

- Hygiene
Gejala : bantuan personal hygiene

Tanda : kurang perawatan diri

- Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala : nyeri spasme, neuralgia fasial

- Keamanan

Gejala : riwayat jatuh/trauma, penggunaan alat bantu

- Seksualitas

Gejala : impotent, gangguan fungsi seksual

- Interaksi social

Gejala : menarik diri

Tanda : gangguan bicara

- Neurosensori

Gejala : kelemahan, paralysis otot, kebas, kesemutan, diplopia, pandangan kabur, memori hilang,

susah berkomunikasi, kejang

Tanda : status mental (euphoria, depresi, apatis, peka, disorientasi.

Bicara terbata-bata, kebutaan pada satu mata, gangguan sensasi sentuh/nyeri, nistagmus, diplopia

Kemampuan motorik hilang, spastic paresis, ataksia, tremor, hiperfleksia, babinski + , klonus

pada lutut
B)        Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan

Definisi : Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme
tubuh.

Penyebab:

1. Hiperglikemia

2. Penurunan konsentrasi gemoglobin

3. Peningkatan tekanan darah

4. Kekurangan volume cairan

5. Penurunan aliran arteri dan / atau vena

6. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok, gaya hidup

monoton, trauma, obesitas, asupan garam , imobilitas)

7. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes melittus,

hiperlipidemia)

8. Kurang aktivitas fisik.

Gejala dan Tanda Mayor – Subjektif : (Tidak tersedia).

Gejala dan Tanda Mayor – Objektif :

1. Pengisian kapiler >3 detik.

2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba.

3. Akral teraba dingin.

4. Warga kulit pucat.


5. Turgor kulit menurun.

Gejala dan Tanda Minor – Subjektif :

1. Parastesia.

2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).

Gejala dan Tanda Minor – Objektif:

1. Edema.

2. Penyembuhan luka lambat.

3. Indeks ankle-brachial < 0,90.

4. Bruit femoral.

Kondisi Klinis Terkait.

1. Tromboflebitis.

2. Diabetes melitus.

3. Anemia.

4. Gagal Jantung kongenital.

5. Kelainan jantung kongenital/

6. Thrombosis arteri.

7. Varises.

8. Trombosis vena dalam.


9. Sindrom kompartemen

INTERVENSI KEPERAWATAN
A. PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)

1. Observasi
 Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi

 Anjurkan berhenti merokok


 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah lemak
jenuh, minyak ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)

B. MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I. 06195)

1. Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
2. Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas
atau dingin)
3. Edukasi
 Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

2. Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab

1. Ketidakmampuan menelan makanan

2. Ketidakmampuan mencerna makanan

3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Peningkatan kebutuhan metabolisme

5. Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)

6. Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif     : (tidak tersedia)     

Objektif :

1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal .

 
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Cepat kenyang setelah makan 

2. Kram/nyeri abdomen 

3. Nafsu makan menurun  . 

Objektif :

1. Bising usus hiperaktif

2. Otot pengunyah lemah

3. Otot menelan lemah

4. Membran mukosa pucat

5. Sariawan

6. Serum albumin turun

7. Rambut rontok berlebihan

8. Diare

Kondisi Klinis terkait :

1. Stroke

2. Parkinson

3. Mobius syndrome

4. Celebral palsy

5. Cleft lip
6. Cleft palate

7. Amyotropic lateral sclerosis

8. Kerusakan neuromuskular

9. Luka bakar

10. Kanker

11. Infeksi

12. AIDS

13. Penyakit Crohn’s

14. Enterokolitis

15. Fibrosis kistik

Defisit Nutrisi

 Luaran Utama             :             Status Nutris

 Luaran Tambahan      :

 Berat Badan

 Eleminasi Fekal

 Fungsi Gastrointestinal

 Nafsu Makan

 Perilaku meningkatkan Berat Badan

 Status Menelan

 Tingkat Depresi
 Tingkat Nyeri

Intervensi Utama :

 Manajemen Nutrisi

 Promosi Berat Badan.

Intervensi Pendukung :

 Edukasi Diet

 Edukasi Kemoterapi

 Konseling Laktasi

 Konseling Nutrisi

 Konsultasi 

 Manajemen cairan

 Manajemen Demensia

 Manajemen Diare

 Manajemen Eliminasi Fekal

 Manajemen Energi

 Manajemen Gangguan Makan

 Manajemen Hiperglikemia

 Manajemen Kemoterapi
 Manajemen Reaksi Alergi

 Pemantauan Reaksi Alergi

 Pemantauan Cairan

 Pemantauan Nutrisi.

 Pemantauan Tanda Vital

 Pemberian Makanan

 Pemberian Makanan Enteral

 Pemberian Makanan Parenteral

 Pemberian Obat Intravena

 Terapi Menelan.

3. Intoleransi aktivitas

DEFINISI
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
PENYEBAB

 Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


 Tirah baring
 Kelemahan
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton

OUTCOME

 TOLERANSI AKTIVITAS MENINGKAT (L.05047)

INTERVENSI KEPERAWATAN
A. MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)

1. Observasi
 Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
2. Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

B. TERAPI AKTIVITAS (I.05186)

1. Observasi
 Identifikasi deficit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang
 Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas
2. Terapeutik
 Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi danrentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu,
energy, atau gerak
 Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implicit dan emosional
(mis. kegitan keagamaan khusu) untuk pasien dimensia, jika sesaui
 Libatkan dalam permaianan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur,
dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis. vocal group, bola voli, tenis meja,
jogging, berenang, tugas sederhana, permaianan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
 Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
3. Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
 Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai

Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

 
 

D. PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN

TERSIER PADA MASALAH GANGGUAN SISTEM HERMATOLOGI

1. Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian

suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga diartikan

sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan

faktor risiko. Tahap pencegahan primer diterapkan dalam fase pre pathogenesis yaitu

pada keadaan dimana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai.

2. Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang mana sasaran utamanya adalah pada

mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit tertentu.

Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang

tepat. Adapun beberapa pengobatan terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat

melalui obat dan operasi. Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakaukan

pada fase awal patogenik.

3. Pencegahan Tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Tujuan utama

dari pencegahab tersier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi.

Menurut Kodim dkk (2004), tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah

komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis

sudah ditegakkan. Pencegahan tersier terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat

dengan melakukan perawatan pasien hingga sembuh serta melakukan terapi-terapi untuk

meminimalisir kecacatan akibat masalah tersebut. Pencegahan tersier adalah Rehabilitasi.


contoh: rehabilitasi pada penderita-penderita kanker ovarium, kanker payudara dan lain

sebagaiannya.

E. PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN PASKA PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

DAN LABORATORIUM SISTEM HERMATOLOGI

Persiapan pemeriksaan diagnostic

1.    Konsultasi yang detail kepada dokter onkologi seperti yang sudah dijelaskan di atas.

2.    Biaya kemoterapi. Perhitungan biaya kemo sangat penting karena biaya kemo tidak murah

juga apalagi jika anda berobat ke luar negeri.

3.    Persiapkan mental anda dengan banyak berdoa sehingga anda lebih tabah menjalani kondisi

anda.

4.    Jadwal perjalanan anda. Anda perlu memastikan jadwal perjalanan anda dengan baik karena

pengalaman kami menjalani kemoterapi bahwa efek samping akan muncul selama 7 hari setelah

obat kemo dimasukkan. Oleh karena itu persiapan jadwal sangat penting, apakah anda akan

tinggal lebih lama untuk pemantauan dokter atau anda langsung pulang sehingga saat efek

samping muncul anda sudah berada di rumah.

5.    Persiapkan makanan penunjang fisik. Mengingat efek samping kemoterapi yang brutal anda

perlu menyiapkan makanan pendukung sehingga pasien kanker bisa menjalani pengobatan

dengan baik. Misalnya putih telur untuk menunjang sel darah putih, buah-buah untuk membantu

buang air besar, dll.

6.    Tas aluminium foil. Tas ini berguna untuk membawa obat-obatan yang harus dijaga suhun

7.    ya, misalnya neupogen. Neupogen adalah suntikan untuk menaikkan sel darah putih.Hasil

test dari laboratorium. Jangan lupa anda harus membawa hasil lab ketika bertemu dokter sebelum

kemo, biasanya hasil test darah.


8.    Persiapkan makanan yang dapat mengurangi efek samping kemoterapi. Ketika anda

dijelaskan dengan dokter onkologi mengenai efek samping kemoterapi yang akan dijalani, anda

bisa bertanya makanan apa saja yang perlu dikonsumsi agar kondisi fisik tetap bisa

bagus/memenuhi syarat kemoterapi.

9.    Wig kepala atau topi. Mayoritas efek samping dari kemoterapi adalah rambut rontok jadi
anda perlu mempersiapkan wig (rambut palsu) atau topi sehingga penampilan anda bisa tetap
seperti dulu.
10.  Persiapkan obat-obat untuk meringankan efek samping.Mintalah kepada dokter obat-obat
untuk mengurangi efek samping dari kemoterapi. Misalnya obat mual, obat penambah nafsu
makan, suntikan darah putih, dll. Dalam pemberian obat sesuai dengan 6 benar agar tidak terjadi
kesalahan pada saat diberikan kepada pasien.
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan anemia meliputi:
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tes Hematologi Rutin

Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap –DPL- (complete blood count/full blood

count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah

pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL digunakan sebagai
tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak

penyakit lainnya.

HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit

(platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:

Jumlah sel darah putih

Jumlah sel darah merah

Hemoglobin

Hematokrit

Indeks eritrosit

jumlah dan volume trombosit

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida

globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut

oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan

menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada

rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di

laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara

sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua macam

hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihemoglobin, methemoglobin dan

sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat

distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.


Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar

hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya

stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali

sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.

Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya

diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari

umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari

pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl. Kemudian kadar

hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 –

12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas

kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada

laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 – 16 g/dl sedangkan pada

perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.

Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan

ditentukan 10 g/dl.

Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian

cairan intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti:

Antibiotik, aspirin, antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida,

primaquin, rifampin, dan trimetadion.

Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung

kongesti, dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa

dan gentamicin.
Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat tinggal,

misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari

permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri,

berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi hari).

F. LABORATORIUM

1. Tes tourniquet

  Tourniquet test adalah pemeriksaan bidang

hematologi dengan melakukan pembendungan pada

bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji

diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit.

Tujuan : Mengetahui fungsi trombosit dan melihat

petechiae.

Indikasi : Pada pasien dengan indikasi demam berdarah.

Persiapan :

1. Alat

a. Tensimeter

b. Stetoskop

c. Timer / Stopwatch

d. Spidol hitam

2. Pasien

a. Pastikan kenyamanan pasien

b. Mengatur posisi duduk atau sesuai kemampuan pasien\


3. Perawat

a. Mendekatkan Alat ke Pasien

b. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

c. Menjelaskan jenis pemeriksaan, prosedur   

d. pemeriksaan, dan manfaat pemeriksaan

e. meminta persetujuan pada pasien.

Prosedur Tindakan:

1) Cuci tangan

2) Beritahu pasien tindakan yang akan dilakukan

3)  Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah :

Radius 3 cm

Titik pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku

4) Pasang manset tensimeter pada lengan atas penderita dengan benar

5) Tentukan tekanan systole dan diastole

6) Tahan tekanan manset ditengah antara tekanan systole dan diastole selama 5 menit

7) Lepaskan ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis

darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi tekanan tadi

kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada

lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).

8) Periksa kulit daerah volar lengan bawah dan menghitung jumlah petechiae hasil (per

2,5 x 2,5 cm)

9)  Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien

10) Interpretasi hasil pemeriksaan:


< 10 : normal (negatif) 

>10 : abnormal (positif)

11) dokumentasi hasil pemeriksaan

2. Transfusi darah

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu

orang ke sistem peredaran orang lainnya, atau tindakan yang dilakukan bagi klien yang

memerlukan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi.

Tujuan :

1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan).

2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin

pada klien anemia berat

3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misal faktor pembekuan

untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemophilia).

Indikasi :

1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan

postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit

kelaianan darah).

2. Pasien dengan syok hemoragi

3. Pasien dengan sepsis yang tidak berespon dengan antibody (khususnya untuk pasien

dengan kultur darah positif, demam persisten/ 38,3oC dan granulositopenia).

4. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)

5. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan


6. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.

Kontraindikasi :

1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal

2. Pasien yang bertekanan darah rendah

3. Transfusi darah dengan golongan darah yang berbeda

4. Transfusi dengan darah yang mengandung penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B.

Persiapan

1.    Membaca program tindakan

2.    Menyiapkan alat

a. Standar infus

b. Cairan steril sesuai instruksi

c. Tranfusi set steril

d. IV kateter sesuai ukuran ( 18 )

e. Bidai atau ( k/p pada anak )

f. Perlak dan pengalas

g. Tourniquet

h. Instrumens steril ( pinset, gunting dan com )

i. Kapas alkohol

j. Bengkok

k. Tempt sampah

l. Kasa steril

m. Sarung tangan
n. Plester

o. Darah atau plasma

p. Tensimeter dan termometer

q. Formulir observasikhusus dan alat tulis

3. Memasang Sampiran

4. Mencuci tangan

5. Mendekatkan alat kepasien

Prosedur

1. Menggunakan sarung tangan

2.  Mengukur tanda vital

3. Membebaskan lengan pasien dari baju

4. Meletakan perlak dan pengalas di bawah

lengan pasieen

5. Menyiapkan larutan NaCl 0,9 % dengan

tranfusi set

6. Memasang infus NaCl 0,9 %

7. Mengatasi tetesan tetap lancer

8.  Memastikan tidak ada udara didalam selang infus

9. Mengontrol kembali darah yang akan diberikan kembali kepada pasien (Identitas,

Jenis dan golongan darah, Nomor kantong darah, Tanggal kadaluarsa, Hasil cross

test dan jumlah darah)

10. Mengganti cairan NaCl 0,9 % dengan darah setelah 15 menit


11. Mengatur tetesan darah.

12. Evaluasi adanya reaksi alergi atau komplikasi

Resiko transfuse sebuah penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak

diharapkan ditemukan pada 6,6% resipien, dimana sebagian besar (55%)) berupa demam.

Gejala lain adalah menggigil tanpa demam sebanyak 14%, reaksi alergi (terutama urtikaria)

20%, hepatitis serum positif 6%, reaksi hemolitik 4% dan overload sirkulasi 1%. Demam

peningkatan suhu dapat disebabkan oleh abtibodi leukosit, antibodi trombosit, atau senyawa

pirogen.

Untuk menghindarinya dapat dilakukan uji cocok silang antara leukosit donor dengan

serum resipien pada pasien yang mendapat transfusi leukosit. cara lain adalah dengan

memberikan produk darah yang mengandung sedikit leukosit, leukosit yang harus dibuang

pada produk ini minimal 90% dari jumlah leukosit.

Transfusi juga dapat dilakukan dengan memasang mikrofilter yang mempunyai ukuran

pori 40 mm. Reaksi alergi reaksi alergi ringan yang menerupai urtikaria timbul pada 3%

transfusi. Reaksi anafilaktik yang berat terjadi akibat interaksi antara IgA pada darah donor

dengan anti-IgA sfesifik pada plasma resipien.

Teknik pengambilan darah Hemaferesis adalah istilah umum yang merujuk kepada

pengambilan whole blood dari seorang donor atau pasien, pemisahan menjadi komponen-

komponen darah, penyimpanan komponen yang diinginkan dan pengambilan elemen yang

tersisa ke donor atau pasien. Plasmaferesis adalah prosedur di mana  sejumlah unit darah dari

donor di ambil untuk mendapatkan plasmanya, diikuti dengan penginfusan kembali sel-sel

darah merah donor. teknik ini dilakukan untuk mendapatkan plasma. Plasma yang di
dapatkan juga dapat difraksinasi menjadi produk seperti albumin serum dan gama globulin.

Transfusi autologus adalah transfusi darah atau produk darah yang berasal dari darah resipien

sendiri. Prosedur ini mulai sering dilakukan setelah diketahui adanya resiko penularan

penyakit, terutama infeksi HIV, melalui transfusi darah .

3. Pemasangan infus

Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian

dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin

ke dalam taubuh pasien (Darmawan, 2008).

Tujuan :

1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang

mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan

kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral,

2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan

elektrolit,

3. Memperbaiki keseimbangan asam basa,

4. Memberikan tranfusi darah,

5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, 6. Membantu pemberian nutrisi

parenteral

Indikasi :

1. Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg memungkinkan untuk pemberian

obat secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra Vena


2. Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian obat (seperti furosemid,

digoxin)

3. Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus-menerus melalui

pembuluh darah Intra vena

4. Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan & elektrolit

5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kepentingan dgn injeksi

intramuskuler.

6. Pasien yg mendapatkan tranfusi darah

7. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (contohnya pada operasi besar

dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan seandainya

berlangsung syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

8. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya syok (meneror nyawa) &

risiko dehidrasi (kekurangan cairan), sebelum pembuluh darah kolaps (tak teraba), maka tak

mampu dipasang pemasangan infus.

Kontraindikasi :

1. Terdapat inflamasi (bengkak, nyeri, demam), flebitis, sklerosis vena, luka bakar dan

infeksi di area yang hendak di pasang infus.

2. Pemasangan infus di daaerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, terutama pada

pasien-pasien yang mempunyai penyakit ginjal karena lokasi ini dapat digunakan untuk

pemasangan fistula arteri-vena (AV shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).

3. Obat-obatan yg berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yg aliran darahnya lambat

(contohnya pembuluh vena di tungkai & kaki.


Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan

pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia

subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus

yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena

basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital

median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena

magna, ramus dorsalis).

Persiapan :

1. Standar infus

2. Cairan infus sesuai kebutuhan

3. IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai kebutuhan

4. Perlak

5. Tourniquet

6. Plester

7. Guntung

8. Bengkok

9. Sarung tangan bersih

10. Kassa steril

11. Kapal alkohol / Alkohol swab

12. Betadine

Prosedur :
1. Cuci tangan

2. Dekatkan alat

3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang

akan dirasakan selama pemasangan infus

4. Atur posisi pasien / berbaring

5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan

dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus

6. Menentukan area vena yang akan ditusuk

7. Pasang alas

8. Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan ditusuk

9. Pakai sarung tangan

10. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm

11. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung

12. Pastikan jarum IV masuk ke vena

13. Sambungkan jarum IV dengan selang infus

14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi

15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester

16. Atur tetesan infus sesuai program medis

17. Lepas sarung tangan

18. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jam

pelaksanaan

19. Bereskan alat

20. Cuci tangan


21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan

Komplikasi Pemasangan Infus:

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya

akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus

yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).

a. Flebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini

dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah

insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang

vena, dan pembengkakan.

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena.

Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan),

palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan

penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan

lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang

lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di

daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut

secukupnya untuk menghentikan 19 aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada

obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.

c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi.

Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang

tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).

d. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini

disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum

keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah

jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan

segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

e. Tromboflebitis

Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena.

Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat,

dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena

adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam,

malaise, dan leukositosis.

f. Trombosis

Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti.

Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

g. Occlusion

Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran

balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion

disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang

diklem terlalu lama. h. Spasme vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit
pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena

bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau

cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

i. Reaksi vasovagal

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan,

pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau

kecemasan.

j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament

Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat

yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa

k. deformitas.

Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan

injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.

4. Terapi Intravena

Injeksi intravena digunakan untuk memberikan onset obat yang cepat karena obat

langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti di

lengan, atau vena dorsal di tangan. Injeksi intravena menggunakan jarum berukuran 21-23

gauge dengan panjang 1 sampai 1,5 inci. Obat dapat diberikan langsung ke pembuluh darah

dengan jarum suntik, melalui kateter intermiten yang diinsersikan ke pembuluh darah pasien,

serta dapat disuntikkan dalam cairan infus atau diberikan sebagai infus (piggyback)

(Kamienski dan Keogh, 2015).

Persiapan
a. Lakukan penyiapan obat injeksi di ruang penyimpanan obat pasien dalam area yang

bersih

b. Verifikasi data

c. Persiapkan alat

Prosedur

a. Cuci tangan

b. Pakai sarung tangan

c.   Vial/flacon

1) Buka tutup metal/plastic

2) Desinfeksi tutup karet dengan alcohol swab, mendesinfeksi tutup karet

3) Tusukkan jarum dengan posisi tegak lurus ke tengah karet penutup vial.

Memasukkan udara kedalam vial tanpa menyentuh cairan obat

4) Balik vial, dan tarik jarum sampai bagian lebih rendah dari permukaan

5)  Hisap obat sesuai dosis sejajar mata, bila ada udara dalam spuit ketuk perlahan

dan masukkan kembali dalam vial kemudian hisap obat kembali sampai sampai

dengan dosis yang tepat.

6)  Lepas jarum dari vial dan segera ttutup

d. Ampul

1) Putar ampul agar obat yang berada diatas leher ampul masuk kedalam ampul

2) Lindungi ampul dengan kassa dan patahkan leher ampul kearah menjauh dari tubuh,

jika perlu gunakan gergaji ampul

3) Masukkan jarum, jangan menyentuh dinding ampul

4) Hisap obat sesuai kebutuhan , tutup jarum spuit segera


5) Ganti jarum sesuai kebutuhan dan keluarka udara yang ada di spuit dengan hati-hati

6) Letakkan obat yang sudah disiapkan dalam bak injeksi bersama alcohol swab

BAB III
PENUTUP
Dalam hematologi, diketahui gangguan darah biasanya terjadi karena adanya penyakit,

efek samping obat-obatan, dan kekurangan nutrisi tertentu dalam asupan makanan sehari-hari.

Perawatan yang diperlukan untuk penyakit darah bervariasi, tergantung pada kondisi darah dan

tingkat keparahannya. Begitu pun dengan perjalanan penyakitnya, karena kondisi tersebut dapat

berbeda-beda.

Saat menangani pengidap, ahli hematologi dapat berkolaborasi dengan para ahli di

berbagai bidang lain untuk memberikan perawatan yang efektif, seperti transplantasi, onkologi,

dan patologi klinik. Dengan kata lain, peran hematologi amat penting dalam tiap proses

diagnosis hingga penatalaksanaan.


DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi 11. Jakarta: EGC

Kimberly, A. J. 2011. Kapita selekta Penyakit. Alih bahasa, Dwi Widiarti. Jakarta : EGC

Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi dan Tranfusi. Jakarta: Erlangga

Kozier, B., Berman, A. And Shirlee, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni, dkk. 2010. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi VII Volume 1. Jakarta :
EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC

Kumar. 2013. Dasar-Dasar Patofisiologi Penyakit. Jakarta: EGC.

Long, B. C. 2006. Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan). Bandung: Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Maryuni, A. S. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Tn. D Dengan Gangguan Sistem


Hematologi: Anemia Defisiensi Besi Di Ruang Melati I Rsud Dr. Moewardi
Surakarta (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Robbins,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta : EGC

Sudoyo, W.Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai