Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.


Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan
peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama)
dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Peradaban sering dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem
teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan
kompleks.
Sejarah perkembangan Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini akan
terus berlangsung. Demikian pula dengan peradaban Islam, senantiasa akan berlangsung di
berbagai wilayah dunia Islam.
Seperti kita ketahui, Islam pernah mencapai kejayaan dalam bidang peradaban, bahkan
sebelum bangsa Eropa maju, peradaban Islam telah mencapai puncak kejayaannya. Dengan
demikian, tidak dapat disangkal bahwa karena peradaban Islam-lah peradaban Eropa menjadi
maju, karena bangsa Eropa telah belajar dari peradaban Islam, khususnya dari peradaban
Islam Spanyol. Oleh karena itu, mempelajari sejarah Islam dan peradabannya adalah suatu
keniscayaan, agar kemajuan peradaban Islam dapat kembali diraih oleh umat Islam.
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam. Pemerintahan dinasti ini sangat peduli dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan, ini terbukti dengan disiapkannya segala fasilitas untuk
kepentingan tersebut; pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti Baitu Hikmah,
majelis munadzarah, dan pusat-pusat studi lainnya.
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa dimana umat Islam membangun pemerintahan,
yang ilmu adalah sebagai landasan utamanya, sebagai suatu keniscayaan yang diwujudkan
dalam membawa umat ke suatu negeri idaman, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang
belum pernah ada dalam sejarah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Abbasiyah, nama dinasti kekhalifahan yang berkuasa mulai 749 hingga 1258 (132 H-
656 H) ini diambil dari nenek moyangnya al-Abbas bin ‘Abdul Mutalib bin Hasyim, paman
Rasulullah.1 Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu al-‘Abbas al-Saffah dan sekaligus sebagai
khalifah pertama. Al-Saffah artinya sang penumpah darah. Menurut Prof. Dr. Hamka, Abu al-
Abbas al-Saffah dikenal sebagi orang yang masyhur karena kedermawanannya, kuat
ingatannya, keras hati, tapi sangat besar dendamnya kepada Bani Umayyah. Sehingga dengan
tidak mengenal belas kasihan dibunuhnya keturunan-keturunan Bani Umayyah itu.2
Munculnya Dinasti Abbasiyah sering dihubungkan dengan kejatuhan Dinasti
Umayyah.3 Dalam satu hal terdapat perbedaan yang sangat mendasar: Dinasti Umayyah
terdiri atas orang Arab, sementara Dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional. Dinasti
Abbasiyah merupakan kerajaan orang Islam baru, tempat orang Arab hanya menjadi salah
satu unsur dari berbagai bangsa yang membentuk kerajaan itu.4
Oleh karena itu, penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini lebih dari sekedar
penggantian dinasti, ia merupakan revolusi dalam sejarah Islam, suatu titik balik yang sama
pentingnya dengan revolusi Prancis dan revolusi Rusia di dalam sejarah Barat.5
Ketika berhasil merebut kekuasaan, orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai
pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan negara teokrasi, yang menggantikan
pemerintahan sekuler (mulk) Dinasti Umayyah.6
Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu
selama lima abad. Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-
beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi lima periode:
1. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
1
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002) h. 7
2
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) h. 102
3
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, h. 7
4
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010) h. 359
5
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994) h. 246
6
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 358

2
3. Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
Turki kedua.
5. Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Bagdad.7
Pada mulanya Ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Manshur memindahkan
ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia,
Ctesipon, tahun 762 M. Dengan demikian pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah berada
ditengah-tengah bangsa Persia.8
Dinasti Abbasiyah, seperti halnya dinasti lain dalam sejarah Islam, mencapai masa
kejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah didirikan. Kekhalifahan Bagdad yang
didirikan oleh Al-Saffah dan al-Manshur mencapai masa keemasannya antara masa khalifah
ketiga, al-Mahdi, dan khalifah kesembilan, al-Watsiq dan lebih khusus pada masa khalifah
Harun al-Rasyid dan anaknya, al-Ma’mun.

B. Para Khalifah Dinasti Abbasiyah


Sistem pemerintahan kekhalifahan diambil dari nilai-nilai Persia. Para khalifah
Abbasiyah mmeperoleh kekausaan untuk mengatur Negara langsung dari Allah bukan dari
rakyat, yang berbeda dari siste kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat. Kekuasaan mereke yang
tertinggi diletakkan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan system teokrasi.
Khalifah bukan saja berkuasa di bidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin agama
yang brdasarkan pemerintahannya pada agama.
Pemerintahan Abbasiyah berlanjut dari tahun 132 – 656, kurang lebih selama 524 tahun.
Pemerintahan Abbasiyah menurut pandangan ahli sejarah membagi kepada periode:

1. Periode khalifah Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al-Saffah 132-136H/750-


754M.

7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2006) h. 49-50
8
Ibid, h. 51

3
Nama aslinya adalah Abu Al-Abbas bin Muhammad Ibni Ali bin Abdillah bin Al-Abbas
bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Pada periode ini tidak ditemui banyak kemajuan karena
masa ini awal pemerintahan dan tampaknya masih berkonsentrasi pada kondisi ke dalam
dan pembenahan, dan masih ada beberapa perlawanan-perlawanan melawan panglima
Bani Umawiyah yang loyalitas pada Daulah Umawiyah seperti Abdurrahman ad-Dakhili
yang mendirikan Daulah Umawiyah seperti Abdurrahman Ad-Dakhili yang mendirikan
Daulah ABni Umamawiyah di Andalus ia selamat dari kejaran Abbasiyah, kemudian
memerangi Abu Salamah Al-Khalifah Marwan. Pada periode ini al_khalifah merehabilitasi
istana yang berada di Baghdad, namun pada periode Al-Mansyur khalifah kedua di bangun
kembali dengan megah.
2. Periode Khalifah Kedua
Khalifah kedua sesudah Abdul Abbas Al-Saffah adalah Abu Jakfar Al-Mansyur tahun
136-158H/754-775 M. dilahirkan Abu Jakfar Abdullah bin Muhammad bin Ali Abbasiyah
tahun 102 H di Qemah pada akhir pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah ke dua ini
adlah yang merahabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya, diceritakan dalam buku
siapa yang melihat istana akan terheran-heran.
3. Almahdi tahun 158-169 H/775-785 M
Ia adalah khalifah Daulah Abbasiyah ketiga yang memerintah lebih kurang sebelas tahun
namanya adalah Muhammad bin Abdillah al-Mansyur di lahirkan di Al-Hanimah 126H.
pada masa khaliah ketiga ini dikeluarkannya para tahanan penjarakan sebelum ia
memerintah keculai yang puya kesalahan, pelanggaran yang besar. Ia membangun
bangunan jalan untuk menuju Mekkah dan membangun perairan dari sumur-sumur besar
untuk minum para musafir, dan dialirkan ke penjara-penjara, dan dijaga kebersihannya dari
kotorn dan penyakit, ia merehabilitasi masjid Al-Haram akan tetapi ia menghilangkan
nama Al-Wahid bin Abdil Malik dari dinding masjid Al-Haram dan diganti dengan
namanya. Ia juga membangun kantor-kantor pos surat untuk penduduk Mekkah, Madnah,
dan Yaman, dan menunjuk wakil-wakil raja di berbagai Daulah Abbasiyah. Khalifah ini
dikenal dengan kemakmuran dan disukai rakyatnya. Ia juga membuat pagar disekeliling
kota-kota untuik pertahanan dan khususnya daerah Rafasah. Dan pada masa khalifah Al-
Mahdi, Baghdad menjadi pusat perdagangan internasional dan berkembang bernagai ilmu.
4. Khalifah Keempat Al-Hadi tahun 169-170 H/785-786

4
Tidak disebutkan secara rinci kemajuan-kemajuan pada zaman ini, namun dapat dilihat
khalifah keempat ini adalah melanjutkan kebijakan-kbijakan khlaifah sebelumnya.
5. Khalifah keenam harun Al-Rasyid
Kekhalifahannya dari tahun 170-193H/876-809M. paa masa khalifah ini Bgahdad adalah
paling makmur dari zaman sebelumnya, seperti menjadi pusat perdagangan dan banyaknya
para ulama dan udaba’ .nama Harun Al-Rasyid terkenal di negeri-negeri barat. Ketika ia
mengadakan hubungan politik dan dengan adanya buku Seribu Satu Malam. Pemerintah
apda masa ini adalah lebih aman dan tenteram, hamper seluruh rakat mencintai Rasyid,
para ulama, As-syura, al-udaba, aL-Rasyid sendiri adalah seorang ulama dan mencintai
ilmu pengetahuan.
6. Khalifah kelima Al-Amin
Pemerintahannya dari tahun 193-198H/808-813 M. pada masa ini tidak bayak
perkembangan karena pemerintahnnya hanya lebih kurang lima tahun dan hauh berbeda
dengan bapaknya Al-Rasyid , AlAin lebih banyak melemahkan kekuatan yang pernah
dirintis oleh bapaknya baik itu dari segi keilmuwan maupun pembangunan fisik.
7. Khalifah ketujuh Al-Ma’mun
Ia memrintah dari tahun 198-218 H/818-833M. pada masa pemerintahan ini awal dari
munculnya ilmu filsafat (al-Hikmah), dan juga meunculnya buku kedokteran, ia
mewajibkan kepada para ulama mengatakan al-Qur’an ini makhluk munculnya
pemahaman tentang AL-Qur’an ini makhluk pada Al-Mu’tasyim saudara AL-Ma’un. Al-
Qur’an-Al-Qur’an ini makhluk bahkan ia dipenjara dan para rakyat diperintahkan untuk
memakai baju hijau karena warna ini adalah baju ahli surga.
8. Khalifah kedelapan al-Mu’tasim
Ia memerintah dari tahun 218-227 H/833-842M. pada masa ini siapa yang tidak setuju
dengan pemikiran al-Mu’ttazirah atau dengan Al-Qur’an sebagai makhluk, maka ia
dihukum, dicambuk, namun di lain pihak Al-Mu’tasim sesuatu masalah yang tidak bias
menyelesaikannya ia serahkan kepada para ahlinya.
9. Khalifah kesembilan Al-Wasiq
Pemerintahannya dari tahun 227-232H/742-847 M. pada pemerintahan ini ia lebih banyak
berkonsentrasi pada pembenahan Al-Atrak (Turki sekarang) pada periode ini tidak banyak
disebuykan kemajuan-kemajuan karena khalifah kesembilan ini lebih banyak membenahi

5
ke dalam, seperti memeperhatikan para ulama-ulama yang tidak sepaham dengan mazhab
Al-Mu’tazilah.9

C. Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah


Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai
kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.10
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah islamiyah di mana Dunia Islam,
mulai Cordova di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan mengalami pembangunan di segala
bidang, terutama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur; sebaliknya dunia Barat
masih dalam keadaan gelap gulita, bodoh dan primitif. Dunia Islam telah sibuk mengadakan
penyelidikan di laboratorium dan observatorium; dunia barat masih asyik dengan jampi-jampi
dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad telah
menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan
Islam.11
Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Bagdad sangat maju sebagai pusat kota
peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Bidang Ilmu Naqli
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (al-Qur’an dan Hadits), yaitu ilmu yang
berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun perumusannya pada sekitar 200
tahun setelah hijrah Nabi sehingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang, 12 antara lain
ulumul qur’an, ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa, dan fiqih.13
1) Ilmu Fiqh:
Pada masa Abbasiyah lahir para tokoh Fuqoha (ahli Fiqih) pendiri madzhab, antara lain:
a) Imam Abu Hanifah (700-767 M)
b) Imam Malik (713-795 M)

9
Samsul Nizar, Sejarah Pensdidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah pendidikan Era Rasulullah sampai
Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2008), h. 68-72
10
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009) h. 144
11
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada
Media, 2004) h. 54
12
Ibid, h. 58
13
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, h. 148

6
c) Imam Syafi’i (767-820 M)
d) Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M)
2) Ilmu Tafsir. Dari tafsir yang ada cera penafsirannya ada dua macam:
- Tafsir bi al-ma’tsur, yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan hadits Nabi. Mufassir
masyhur golongan ini pada masa Abbasiyah antara lain
a) Ibn Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juz
b) Ibn Athiyah al-Andalusy (Abu Muhammad bin Athiyah)
c) al-Suda yang mendasarkan penafsirannya pada Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan para
sahabat lainnya.
- tafsir bi al-ra’yi, yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan akal dengan
memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya. Mufassir masyhur golongan
ini pada masa Abbasiyah antara lain:
a) Abu Bakar Asma (mu’tazilah),
b) Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany (mu’tazilah) dengan kitab
tafsirnya 14 jilid.
3) Ilmu Hadits.
Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Diantara para ahli
hadits pada masa dinasti Abbasiyah adalah
a) Imam Bukhari (194-256 H), karyanya Shahih al-Bukhari
b) Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim
c) Ibnu Majah, Karyanya Sunan Ibnu Majah
d) Abu Dawud, Karyanya Sunan Abu Dawud
e) Imam an-Nasa’i, Karyanya Sunan An-Nasa’i
f) Imam Baihaqi
4) Ilmu Kalam
Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga neraka, serta
perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan suatu ilmu yaitu ilmu kalam
atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah
a) Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi, tokoh Asy’ariyah.
b) Washil bin Atha, Abu Huzail al-allaf, tokoh Mu’tazilah.
c) Al-Juba’i

7
5) Ilmu Bahasa
Ilmu-ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu,
ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’, dan arudl. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa
ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antar bangsa.
Diantara para ahli ilmu bahasa adalah:
a) Imam Sibawaih (w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman.
b) Al-Kisa’i
c) Abu Zakaria Al-Farra (w. 208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.
b. Perkembangan Bidang Ilmu Aqli
Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan
Persia ke dalam bahasa Arab, di samping bahasa India. 14 Pada tahun 856 M khalifah al-
Mutawakkil mendirikan Sekolah Tinggi Terjemah di Bagdad yang dilengkapi dengan
museum buku-buku.15
Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase.
1. Fase pertama pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid, pada fase ini
banyak diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq.
2. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H, buku-
buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran.
3. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan
kertas. Selanjutnya bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.16
Dengan kegiatan penerjemahan itu, sebagian karangan Aristoteles, Plato, Galen,
serta karangan dalam ilmu kedokteran lainnya dan juga karangan mengenai ilmu
pengetahuan Yunani lainnya dapat dibaca oleh alim ulama Islam.
Bertolak dari buku yang diterjemahkan itu para ahli dikalangan kaum muslimin
mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka, menguasai semua ilmu dan pemikiran
filsafat yang pernah berkembang masa itu serta malakukan penelitian secara empiris
dengan mengadakan eksperimen serta mengembangkan pemikiran spekulatif dalam batas-
batas yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Semenjak itu dimulailah
pembentukan ilmu-ilmu Islam di bidang aqli, yang sering disebut Abad Keemasan yang
berlangsung antara 900-1100 Masehi.17

14
Ibid.
15
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h. 80
16
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, h. 55-56
17
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h. 81

8
Dalam bidang ilmu aqli antara lain berkembang berbagai kajian dalam bidang
filsafat, logika, metafisika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmatika, astronomi, musik,
kedokteran, kimia, sejarah dan sastra.
1) Filsafat
Kajian filsafat di kalangan umat Islam mencapai puncaknya pada masa Dinasti
Abbasiyah, di antaranya dengan penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
Para Filsuf Islam antara lain:
a) Abu Ishaq Al-Kindi (809-873 M).
b) Abu Nashr Al-Farabi (961 M).
c) Ibnu Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M).
d) Al-Ghazali (1058-1111 M).
e) Ibnu Rusyd di Barat terkenal denga Averros (1126-1198 M).
2) Ilmu Kedokteran
Pada Masa Abbasiyah Ilmu kedokteran berkembang pesat, rumah sakit dan sekolah
kedokteran banyak didirikan. Diantara ahli kedokteran ternama adalah
a) Abu Zakariya Yahya bin Mesuwaih (w. 242 H), seorang ahli farmasi di rumah sakit
Jundishapur Iran.
b) Abu Bakar Ar-Razi (Rhazez) (864-932 M) dikenal sebagai “Ghalien Arab”.
c) Ibnu Sina (Avicenna), karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun fi Ath-Thib tentang
teori dan praktik ilmu kedokteran serta membahas pengaruh obat-obatan, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, Canon of Medicine.
d) Ar-Razi, adalah tokok pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan
measles, Ar-Razi adalah penulis buku tentang kedokteran anak.
3) Matematika
Terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, menghasilkan karya dalam
bidang matematika. Di antara ahli matematika Islam yang terkenal adalah Al-
Khawarizmi, ia adalah pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan
penemu angka nol.
Sedangkan angka latin: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka Arab karena diambil dari
Arab. Sebelumnya dikenal angka Romawi I, II, II, IV, V dan seterusnya.
Tokoh lain adalah Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas
(940-998) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.

9
4) Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang
terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), Jami Al-Mufradat Al-
Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
5) Ilmu Astronomi
Kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu astronomi dari
berbagai bangsa seperti Yunani, India, Persia, Kaldan, dan ilmu Falak Jahiliyah.
Diantara ahli astronomi Islam adalah:
a) Abu Manshur Al-Falaki (w. 272 H). Karyanya yang terkenal adalah Isbat Al-Ulum
dan Hayat Al-Falak.
b) Jabir Al-Batani (w. 319 H). Ia adalah pencipta teropong bintang pertama. Karyanya
yang terkenal adalah kitab Ma’rifat Mathiil Buruj Baina Arbai Al-Falak.
c) Raihan Al-Bairuni (w. 440 H). Karyanya adalah At-Tafhim li Awal As-Sina At-
Tanjim.
6) Geografi
Dalam bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab
merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di antara
wilayah pengembaraan umat adalah umat Islam mengembara ke Cina dan Indonesia
pada masa-masa awal kemunculan Islam.

D. Dinasti-Dinasti Yang Memerdekaan Diri Dinasti Dari Abbasiyah


Dalam bidang politik, disintegrasi sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman
Umayyah. Sebagaimana diketahui, wilayah kekuasaan Bani Umayyah mulai dari awal
berdirinnyasampai masa keeruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wiayah kekuasaan Islam.
Hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti ini tidak pernah diakui
oleh Islam di wilayah Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya,
banyak wilayah tidak dikuasai khalifah. Secara ri, daerah-daerah itu berada dibawah
kekuasaan gubernur-gubernurprovinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai
dengn pembayaran upeti.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas dengan
pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasannya ;
1. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya.

10
2. Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari
pada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, beberapa profinsi tertentu dipinggiran mulai
lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah.[8] Ini biasa terjadi dalam salah satu dari dua
cara: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil
memperolehkemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di
Maroko. Kedua, seseorang yang ditujuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya
semakin bertambah kuat, seperti Daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.
Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah
Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut.18
1. Thairiyah di Khurasan, Persia (820-875 M). 12. Ayubiyah , Kurdi (1167-1250 M).
2. Safariyah di Fars, Persia (868-901 M). 13. Idrisiyah di Maroko (788-985 M).
3. Samaniyah di Transoxania (873-998 M). 14. Aghlabiyah di Tunisia (800-900 M).
4. Sajiyah di Azerbaijan (878-930 M). 15. Dulafiyah di Kurdistan (825-898 M).
5. Buwahiyah, Persia (932-1055 M) 16. Alawiyah di Tabiristan (864-928 M).
6. Thuluniyah di Mesir (837-903 M). 17. Hamdaniyah di Aleppo dan Musil
(929-1002 M).
7. Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163 M). 18. Masyadiyah di Hillah (1011-1150 M).
8. Ghazwaniyah di Afghanistan (962-1189 M). 19. Ukailiyah di Mausil (996-1095 M)
9. Dinasti Saljuk (1505-1157 M). 20. Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079 M).
10. Al-barzuqoni, kurdi (959-1015 M). 21. Dinasti Umayyah di Spanyol.
11. Abu Ali , kurdi (990-1095 M). 22. Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Dan latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antara bangsa
terutama antara Arab, Persia, dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti
itu juga dilatar belakangi paham keagamaan , ada yang berlatar belakang syi’ah dan ada pula
yang Sunni.19

18
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, h. 153
19
Ibid, h. 154

11
E. Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana terlihat dalam periodeisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai
sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang
secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khilafah
pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah
kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa para khilafah kuat, para menteri cenderung berperan
sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khilafah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan.
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan
kemunduran pada masa daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa
dan pelaksana pemerintah sangat rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman
pajak ke Bagdad.20
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A., di antara hal yang menyebabkan
kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Persaingan Antar Bangsa
Khilafah Abbasiyah yang didirikan Bani Abbas bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatarbelakangi persamaan nasib semasa kekuasaan Bani Umayyah.
Keduanya sama-sama tertindas. Setelah abbasiyah berdiri, persekutuan tetap
dipertahankan. Pada masa ini persaingan antar bangsa memicu untuk saling berkuasa.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan
sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran ekonomi bersamaan dengan kemunduran di
bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Abbasiyah merupakan pemerintahan
yang kaya. Dan yang masuk lebih besar daripada pengeluaran, sehingga baitul mal penuh

20
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1990), h. 165-166

12
dengan harta. Setelah khilafah mengalami periode kemunduran, negara mengalami defisit
anggaran, dengan demikian terjadi kemerosotan ekonomi.
3. Konflik Keagamaan
Konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra pada masa khilafah Abbasiyah,
sehingga mangakibatkan perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah,
Syi’ah, Ahlussunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang
ada.
4. Ancaman dari luar
Selain yang disebutkan daiatas, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan
kemunduran dinasti Abasiyah lemah dan hancur.
Pertama, Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang menelan banyak korban.
Konsentrasi dan perhatian pemerintah Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara
salibsehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan
Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan
Mongol.21

F. Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah


Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh pasuka
Mongol yang dipimpin oleh Hulahu Khan, 656 H / 1258 M. Hulagu Khan adalah seorang
saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudara Mongke
Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina
ke pangkuannya. Baghdad di bumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Bani
Abbasiyah yang terakhir denga keluarganya, Al-Mu’tasyim Billah dibunuh., buku-buku yang
terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna
air sunagi tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada
pada buku-buku itu.
Dengan demikianlah, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting
dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.22

21
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, h. 80-85
22
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, h. 157

13
BAB III
PENUTUP

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahhan Dinasti Abbasiyah, kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya
dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
Pertama, terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu
sangat penting dibidang pemerintahan. Selain itu mereka banyak berjasa dalamperkembangan
ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemah-terjemah dalam
banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
Kedua, Gerakan Terjemah. Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing
dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan
sejarah.
Akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika Bagdad dihancurkan oleh pasukan
Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258 M. Bagdad dibumihanguskan dan
diratakan dengan tanah. Khalifah yang terakhir dengan keluarganya, al-Mu’tashim Billah,
dibunuh. Buku-buku yang terkumpul di baitul hikmah dibakar dan dibuang ke sungai tigris
sehingga berubahlah warna air yang semula jernih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta
dari buku-buku itu.
Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting
dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2006
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta:
Prenada Media, 2004
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009
Samsul Nizar, Sejarah Pensdidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta : Kencana, 2008
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan,
2002
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1990

15

Anda mungkin juga menyukai