Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. dengan rahmat dan hidayah-Nya.
Penulis dapat menyelesaikan makalah “ Menjelaskan Ayat-ayat Tentang Kewajiban
Belajar” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat
belumlah sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat kami butuhkan untuk memperbaiki makalah ini menjadi yang lebih baik lagi
kedepannya. Penulis mengharapkan dengan diterbitkannya makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
D. QS. Al – Kahfi : 66
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai umat beragama, Islam, tentunya mempunyai pedoman hidup sesuai
perintah Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Dalam pedoman tersebut terdapat aturan-aturan yang
harus kita laksanakan dan larangan-larangan yang harus kita tinggalkan. Al-qur’an adalah
sumber hukum islam yang pertama bagi umat muslim.
dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran islam. Selain kita mendapatkan rizqi
kita juga akan mendapatkan berkah dan ridhonya dari Allah SWT. Pada bab selanjutnya akan
dibahas lebih detail tentang subjek pendidikan menurut Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
firman-Nya,٢ َ عَلَّ َم ۡٱلقُ ۡر َءان١ ُ( ٱلر َّۡح ٰ َمنAllah) yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan
Al-Qur’an.
َ ٰ ق ٱإۡل ِ ن
Firman Allah SWT, َسن َ َ“ َخلDia menciptakan manusia”. Ibnu Abbas RA,Qatadah
dan Hasan berkata,”maksudnya adalah Adam”.
َ ٰ ٱإۡل ِ نdisini adalah Muhammad SAW dan maksud َانaaَ ۡٱلبَيadalah kejelasan
bahwa maksud َسن
yang halal dan yang haram dan petunjuk dari kesesatan.
adalah nama bagi jenis, sementara maksud َ ۡٱلبَيَان berdasarkan pendapat ini adalah bicara dan
paham. Ini termasuk hal yang menjadikan manusia lebih utama dari seluruh makhluk hidup.
[2]
Dari surat Ar-Rahman ayat 1-4 kita dapat mengetahui beberapa nilai pendidikan yang
terkandung di dalamnya, yaitu dikatakan bahwa Allah telah mengajarkan Al-Qur’an kepada
manusia, sehingga manusia tersebut menjadi pandai dalam berbicara, maksudnya, ayat-ayat
Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada manusia itu bertujuan untuk memberi
pedoman kepada manusia agar manusia itu dapat memahami isi serta maknanya, sehingga
manusia dapat bertingkah laku yang sesuai dengan pedomannya yaitu Al-Qur’an.
7
Dalam kegiatan pembelajaran kita dapat mengartikan seorang guru yang mengajarkan
suatu ilmu kepada muridnya agar dapat dipahami apa yang diberikan oleh gurunya tersebut.
Sehingga ketika seorang guru memberikan evaluasi kepada muridnya tentang pelajaran yang
telah diberikan tersebut, maka muridnyapun akan dapat menjawab dan mengerjakannya
dengan baik dan benar. Sehingga murid tersebut menjadi pandai dengan ilmu yang telah
diberikan oleh gurunya.
6. yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
Surat An-Najm ayat 5-6 menjelaskan bahwa yang menyampaikan wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW. adalah malaikat Jibril yang mana diberi potensi aqliyah yang sempurna.
Kemudian dia (Jibril) juga menampakkan diri dengan rupa yang asli dan tampl sempurna.
Dan dalam surat ini juga menjelaskan bahwa subjek pendidikan adalah malaikat Jibril yang
mana punya potensi yang kuat dalam menerima wahyu-wahyu Allah untuk disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW.[3]
Pada surat An-Najm ayat 5-6 ditegaskan klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja
yang berkompeten menjadi subjek pendidikan, yakni seperti yang tersurat dalam ayat ini
adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut :
· Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan
masalah.
· Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang
mumpuni dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai subyek pendidikan.
· Menampakkan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah
bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dirinya maupun apa yang
dilakoninya dalam bidangnya.
8
44. Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala dia melihat lantai istana itu,
dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman:
"Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca". Berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam".
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita tentang ayat ini, bahwa
tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak di antara orang-orang Arab yang
tidak mau menerima kenyataan itu, maka turunlah ayat:
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-
laki di antara mereka: untuk memberi peringatan kepada manusia” QS. Yunus : 2).
Dan dalam ayat di atas Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu
melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya sebagai Rasul, maka jika kamu
9
tidak mengetahui tanyalah kepada orang-orang yang mengetahui yaitu ahli-ahli kitab,
apakah yang Kami utus kepada mereka itu malaikat atau manusia biasa.
Jika Rasul-rasul yang Kami utus sebelum kamu itu malaikat, maka patut kamu
mengingkari kenabian Muhammad, tetapi jika mereka itu terdiri dari manusia-manusia biasa,
maka tidaklah patut kamu saksikan bahwa Muhammad adalah benar-benar seorang Rasul
yang kami utus. Allah berfirman:
Katakanlah wahai Muhammad: "Maha suci Tuhanku, Bukankah aku ini hanya seorang
manusia yang diutus menjadi rasul?"(QS. Al-Isra : 93).
Katakanlah wahai Muhammad : “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
yang kepadaku diberikan wahyu”.(QS. Al-Kahfi : 110).
Kata ( )أَ ْهل ال ِّذ ْك ِرini difahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi
dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran Nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau
mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beri tahukan jamak dari kata (
)رجل rajul sering kali dipahami hal yang sebenarnya itu. Mereka adalah orang-orang yang
dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah. Mereka wajar
ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi Alquran sebab mereka
juga termasuk yang tidak mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para
rasul, mereka akui.
Ahl-dzikr ditafsirkan dengan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang nabi
dan kitab-kitab.Penulis tidak membatasi kepada pengetahuan tentang nabi-nabi dan kitab,
melainkan meliputi detail-detail Alquran dan Islam secara keseluruhannya. Orang yang
memiliki pengetahuan tersebut adalah Rasulullah dan para ulama dari berbagai kurun.
Penafsiran ini tampaknya relevan dengan tafsir al-dzikr pada ayat berikutnya, bahwa yang
dimaksudkannya adalah Alquran itu sendiri. Itu pula sebabnya, Alquran dinamai Al-Dzikr.
10
Walaupun panggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek pertanyaan,
serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia
dapat difahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan
kebenarannya kepada siapa pun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.[4]
Pengertian yang lain tentang “فاسألوا أهل الذكرBertanyalah kalian kepada ahli Alquran”
secara eksplisit menjelaskan bahwa yang menjadi subyek pendidikan bukan hanya pendidik
atau guru, melainkan juga anak didik. Karena itu ayat ini dapat menjadi dasar bagi
pengembangan teori belajar siswa aktif dan metode tanya jawab dalam proses belajar
mengajar. Pada saat guru tengah memberikan bimbingan dan pendidikan kepada siswa, posisi
siswa adalah obyek, tetapi pada saat yang sama, ia juga berperan sebagai subyek. Sebab,
tugas guru tidak hanya menyampaikan bahan-bahan ajar kepada siswa, tetapi ia juga
bertanggung jawab untuk sedapat mungkin membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa
agar mereka dapat melakukan pembelajaran sendiri.
ُّ
Kata الزبُر adalah jamak dari kata ورaaُ َزب yakni tulisan. Yang dimaksud di sini adalah
kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama
berpendapat bahwa zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung syari’at, tetapi
sekedar nasihat-nasihat.
Salah satu nama Alquran adalah ِّذ ْك ُرa ال dari segi bahasa adalah antonim kata lupa.
Pengulangan kata turun dua kali, yakni أنزلنا إليك Kami turunkan kepadamu dan ما نُ ِّز َل إليهم apa
yang telah diturunkan kepada mereka mengisyaratkan perbedaan penurunan yang dimaksud.
Yang pertama adalah penurunan Alquran kepada Nabi yang bersifat langusung dari Allah,
sedangkan yang kedua adalah yang ditujukan kepada manusia seluruhnya yang mengandung
makna turun berangsur-angsur. Hal ini agaknya untuk mengisyaratkan bahwa manusia secara
11
umum mempelajari dan melaksanakan tuntunan Alquran secara bertahap sedikit demi sedikit
dan dari saat ke saat. Adapun Nabi Muhammad Saw., maka kata diturunkan yang dimaksud
di sini bukan melihat pada turunnya ayat-ayat itu sedikit demi sedikit, tetapi melihat kepada
pribadi Nabi Saw. yang menghafal dan memahaminya secara langsung, karena diajar
langsung oleh Allah Swt., melalui malaikat Jibril As.Dan juga melaksanakannya secara
langsung begitu ayat turun, berbeda dengan manusia yang lain.[5]
Pada akhir ayat di atas dijelaskan tentang fungsi Rasulullah Saw., sebagai penjelas
(mubayyin) kepada manusia tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran. Hal ini
dimaksudkan agar manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan dapat berfikir. Ini
mengisyaratkan bahwa siswa perlu memikirkan, menganalisis dan bahkan mengkritisi materi
pendidikan yang disampaikan guru. Di lain pihak, dengan ini juga menunjukkan bahwa
Alquran selalu mengajak berfikir kepada manusia agar dalam menunaikan kewaiban-
kewajiban agama dilaksanakan dengan hati yang mantap karena didukung ilmu yang cukup.
D. QS. Al – Kahfi : 66
Dalam Buku Tafsir Al Qurthubi yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam, ayat ini memuat
2 masalah, yaitu :
12
Pertama : Firman Allah SWT, ﻗَﺎ َلﻟَﻪُ ُﻣ ۟ﻮ َﺳﻰﻫ َ۟ﻞأَﺗَّﺒِﻌُﻚ “Musa berkata kepada Khidhir,
‘Bolehkah aku mengikutimu?’.” Ini adalah pernyataan / permintaan yang lembut dan halus
namun mengandung arti yang sangat dalam lagi beretika luhur. Maknanya: Apakah engkau
rela dan tidak keberatan.[7]
Kita dapat menyimpulkan dari 2 sumber di atas bahwa Nabi Musa as. adalah orang
yang sangat halus dan sopan. Ia tidak memaksakan kehendaknya begitu saja kepada hamba
Allah itu, tetapi ia memintanya dengan sopan dan bertanya “Bolehkah aku mengikutimu?”.
[8]
Kedua : Ayat ini menunjukkan, bahwa murid mengikuti guru walaupun tingkatnya
terpaut jauh, dan dalam kasus belajarnya Musa kepada Khidhir tidak ada hal yang
menunjukkan bahwa Khidhir lebih mulia daripada Musa, karena adakalanya orang yang lebih
mulia tidak mengetahui hal yang diketahui oleh orang yang tidak lebih mulia, sebab
kemuliaan itu adalah bagi yang dimuliakan Allah.[9]
Hal ini menerangkan kepada kita bahwa orang yang berilmu belum tentu lebih mulia
daripada kita yang ilmunya masih kurang. Tetapi kita tetap diwajibkan untuk menuntut ilmu,
walaupun orang itu belum tentu lebih mulia dari kita, karena sebenarnya tidak ada yang
mengetahui kemuliaan seseorang selain Allah SWT.
Pada ayat ini, kita dapat mengambil beberapa nila-nilai pendidikan, yaitu:
13
1. Pendidikan bukan hanya dari orang tua kita, tetapi juga orang lain, seperti guru, dosen,
pelatih, teman dan masyarakat. Seperti dalam surat diatas yang mencontohkan bagaimana
Nabi Musa belajar kepada Khaidir.
2. Saat berbicara atau berlaku terhadap seorang pendidik haruslah menghormati dan bersikap
sopan kepadanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. QS. Ar- Rahman : 1-4 menjelaskan bahwa Allah adalah subjek pendidikan yang
mengajarkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Ayat ini mengajarkan kita untuk
14
menjadi seorang pendidik yang profesional, yaitu menstranfer semua ilmu yang ada hingga
objek pendidikan paham dan pandai.
2. QS. An- Najm : 5-6 menjelaskan bahwa malaikat Jibril adalah subjek pendidikan. Ayat
tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik dalam
hal penguasaan materi tapi juga sikap dan penampilan.
3. QS. An- Nahl : 41-43 memerintah kita untuk bertanya kepada orang yang lebih tahu. Kita
juga diajarkan untuk bersabar dalam pendidikan, baik dalam proses menuntut ilmu maupun
mengajarkan ilmu kita.
4. QS. Al- Kahfi : 66 menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Khidir adalah subjek pendidikan.
Kita dianjurkan untuk berlaku sopan kepada guru. Kita juga diperintahkan untuk mencari
ilmu tidak hanya di sekolah, tapi dimanapun.
Sungguh sempurna kitab Allah, Al-Qur’an, yang telah diturunkan kepada Nabi
Muhammad. Sehingga kita dapat membenahi diri agar apa yang kita lakukan sesuai dengan
petunjuk Allah, terutama dalam bidang belajar mengajar. Seseorang memahami suatu ilmu
tergantung kepada siapa yang mengajarkan. Oleh karena itu, kita sebagai calon pendidik
harus dengan seksama memahami makna Al-Qur’an, agar semua yang kita ajarkan sejalan
dengan isi dan kandungan ayat Al-Qur’an.
15
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian Al-Quran. Jakarta :
Lentera Hati.
Al-Mahalli, Imam jalaluddin dan Imam jalaluddin As-Syuti, 1998. Terjemah Tafsir Jalalain jilid
2, Jakarta:Sinar Baru Algensindo.
[3] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurtubi, (Jakarta : Pustaka azzam, 2009), hal. 516-
517