Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PROFIL KOTA MANADO

Disusun Oleh :
ALAVIE IFTIKAR FARGHANIE
(02)
XII MIPA 4

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA


SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 44 JAKARTA
JALAN DELIMA IV, PERUMNAS KLENDER, DUREN SAWIT
JAKARTA TIMUR
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penelitian 1
1.4 Manfaat Penelitian 1
BAB II 2
KAJIAN PUSTAKA 2
2.1 Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Manado 2
BAB III 3
PEMBAHASAN 3
3.1 Sejarah Kota Manado 3
3.2 Perkembangan Kota Manado 4
3.2.1 Periode tahun 1789-1824 4
3.2.2 Periode tahun 1824-1864 5
3.2.3 Periode tahun 1864-1919 5
3.2.4 Periode tahun 1919-1945 6
3.3 Geografis dan Alasan Pemilihan Kota Manado 7
3.4 Demografi Kota Manado 8
3.5 Perekonomian Kota Manado 9
3.6 Keragaman Sosial dan Budaya di Kota Manado 9
BAB IV 10
PENUTUP 10
4.1 Kesimpulan 10
4.2 Saran 11
BAB V 12
DAFTAR PUSTAKA 12

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah. Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan.
Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Semoga pihak yang membaca dan membantu dalam pembuatan
makalah ini dalam keadaan sehat walafiat.

Makalah dengan judul “Profil Sejarah, Sosial, Kultural, Demografi, Geografis,


Pertumbuhan dan Pembangunan di Kota Manado” dibuat untuk melengkapi tugas mata
pelajaran Geografi kelas XII Tahun ajaran 2021/2022 yang disusun untuk menambah ilmu
pengetahuan serta informasi tentang materi yang terdapat dalam makalah ini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ferdinand Sinulingga pihak yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan selama
pengerjaan Makalah Geografi. Saya juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Dengan kerendahan hati, Saya memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik
yang terbuka dan membangun sangat Saya nantikan demi kesempurnaan makalah. Demikian
kata pengantar ini Saya sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu
penyusunan dan membaca makalah ini.

Wassalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manado merupakan ibukota provinsi yang berada di paling ujung pulau Sulawesi Manado,
merupakan salah satu Ibu kota provinsi Sulawesi Utara yang terletak di antara 1° 30’ Lintang
Utara dan 124° 40’ Bujur Timur 1 yang terbagi dalam 9 wilayah kecamatan dan 80 (delapan
puluh) kelurahan/desa serta memiliki luas wilayah 157.26 Km2 dengan jumlah penduduk
yang berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional berjumlah 422.355 jiwa, sehingga
kepadatan penduduk mencapai 2.686 jiwa/Km persegi. dengan jumlah penduduk Muslim
sebesar 114.709 orang. Dengan wilayah yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 24°-27°
C. Wilayah Kota Manado merupakan dataran pantai yang sempit di sepanjang Teluk Manado,
hasil endapan sedimentasi Sungai Tondano (Parengkuan et al., 1986). Lokasi Manado
awalnya merupakan lahan kosong tempat pembuatan garam warga walak Ares, sehingga
diklaim sebagai tanah milik walak Ares (Parengkuan, 1983), kemudian berkembang menjadi
wilayah koloni Eropa (Spanyol, Portugis, dan Belanda) dan dilengkapi dengan benteng
pertahanan hingga menjadi kota.

1.2 Rumusan Masalah


● Bagaimana Pengaruh Sejarah, Sosial, Kultural, Demografi, Geografis terhadap
perkembangan Kota Manado?
● Bagaimana perkembangan Kota Manado dari zaman Kolonial Belanda hingga
kemerdekaan Indonesia?
● Bagaimana pemilihan Kota Manado di lokasi yang datar dengan kemiringan 0-8%
(landai) dan berawa?

1.3 Tujuan Penelitian


● Mengetahui peranan Sejarah, Sosial, Kultural, Demografi, Geografis terhadap
perkembangan Kota Manado.
● Mengetahui perkembangan Kota Manado dari zaman Kolonial Belanda hingga
kemerekaan Indonesia.
● Mengetahui alasan pemilihan lokasi Kota Manado yang lahan datar dengan
kemiringan 0-8% (landau) dan berawa.

1.4 Manfaat Penelitian

● Dapat menambah wawasan dan pengetahuan langsung bagi penulis dan pembaca
tentang perkembangan Kota Manado dari masa ke masa.

● Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang


berhubungan dengan Profil Sejarah, Sosial, Kultural, Demografi, Geografis,

1
Pertumbuhan dan Pembangunan di suatu kota di Indonesia.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Manado

Teori sektoral ini dikemukakan oleh Homer Hoyt. Menurut teori sektoral ini adalah
unit- unit kegiatan di perkotaan tidak mengikuti zona- zona teratur secara konsentris, namun
membentuk sektor- sektor yang memiliki sifat lebih bebas. Menurut teori ini, struktur ruang
kota cenderung berkembang berdasarkan sektor- sektor daripada berdasarkan lingkaran-
lingkaran konsentrik. Dengan inti kota berada dibagian tengah kota, lalu kota berkembang
secara tidak teratur melainkan per sektor karena dipengaruhi oleh topografi dan jaringan
transportasi. Dan Kota Manado termasuk ke dalam teori tersebut, di mana kota berkembang
secara tidak teratur. Karena, bentuk Kota Manado berupa hutan dan rawa dengan topografi
beragam dari mulai dataran rendah sampai berbukit terjal dan perkembangan fisik kota
mengikuti jalan dan kondisi topografi. Sehingga, perkembangan ruang kota di wilayah yang
topografinya datar relatif lebih maju.

3
BAB III
PEMBAHASAN

do se

3.1 Sejarah Kota Manado


Asal mula Kota Manado menurut legenda dahulu berasal dari “Wanua Wenang”
sebutan penduduk asli Minahasa . Wanua Wenang telah berada lebih kurang masa zaman
XIII dan dibangun oleh Ruru Ares yang bergelar Dotulolong Lasut yang saat itu menjabat
sebagai Kepala Walak Ares,dikenal sebagai Tokoh pendiri Wanua Wenang yang menetap
bersama keturunannya.

Versi lain menyebut bahwa Kota Manado merupakan pengembangan dari sebuah
negeri yang bernama Pogidon. Kota Manado diperkirakan telah diketahui sejak masa zaman
ke-16. Menurut sejarah, pada masa zaman itu jugalah Kota Manado telah didatangi oleh
orang-orang dari luar negeri. Nama "Manado" daratan mulai dipergunakan pada tahun 1623
menggantikan nama "Pogidon" atau "Wenang". Kata Manado sendiri merupakan nama pulau
disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau
Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berfaedah "di jauh". Pada tahun itu juga, tanah
Minahasa-Manado mulai diketahui dan populer di selang orang-orang Eropa dengan hasil
buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah.

Keberadaan kota Manado dimulai dari beradanya besluit Gubernur Jenderal Hindia
Belanda tanggal 1 Juli 1919. Dengan besluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staats
Gemeente yang kesudahan dilengkapi dengan alat-alatnya ditengahnya Dewan gemeente atau
Gemeenteraad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester). Pada tahun 1951,
Gemeente Manado menjadi Daerah Anggota Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat
Keputusan Gubernur Sulawesi tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951,
terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 sesuai Keputusan Gubernur Sulawesi
Nomor 14. Pada 1953 Daerah Anggota Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota
Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor
15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi
Kotamadya Manado yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado

3
sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974.

Hari sah Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan
momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14 yang diambil
dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, dimana putra daerah ini
bangun dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia,
kesudahan bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnya
Besluit Gubernur Jenderal mengenai penetapan Gewest Manado sebagai Staat Gemeente
dikeluarkan dan tahun 1623 yang diambil dari unsur historis yaitu tahun dimana Kota
Manado diketahui dan dipergunakan dalam surat-surat resmi. Sesuai ketiga peristiwa penting
tersebut, karenanya tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367.
Sejak saat itu sampai kini tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah
Kota Manado sebagai hari sah Kota Manado.

3.2 Perkembangan Kota Manado


Perkembangan Kota Manado berdasarkan status administrasinya dapat dibagi menjadi
empat periode, yaitu: periode tahun 1789-1824 (periode menjadi wilayah Karesidenan
Maluku), periode tahun 1824-1864 (Karesidenan), periode tahun 1964-1919 (periode
pemerintahan langsung Batavia atau rechstaat bestuur), dan periode tahun 1919-1945
(kotapraja atau gemeente).

3.2.1 Periode tahun 1789-1824

Pusat kota terletak di sekitar pelabuhan dan Benteng Amsterdam yang pengaruhnya
hanya meliputi wilayah sekitar Minahasa. Manado semakin berkembang tidak hanya sebagai
kota pelabuhan, namun menjadi kota perdagangan yang ramai di Sulawesi Utara. Faktor yang
mempengaruhi perkembangan Kota Manado meliputi: faktor politik, ekonomi, dan sosial.
Faktor politik adalah berhasilnya sistem tanam paksa kopi yang diterapkan pemerintah
Kolonial Belanda pada tahun 1822 dan pembukaan areal perkebunan kelapa di Minahasa.
Faktor ekonomi yaitu semakin ramainya Pelabuhan Manado menjadi pelabuhan terbesar di
wilayah Sulawesi Utara dan Tengah pada periode ini. Hasil panen kopi dan kopra dari
pedalaman Minahasa diekspor melalui Pelabuhan Manado. Faktor sosial berkaitan dengan
semakin banyaknya pendatang dari pedalaman Minahasa maupun dari wilayah sekitar
Minahasa (Sangir, Talaud, Ternate, Tidore, Bolaang Mongondow, Bugis, dan Makassar)
yang datang dan menetap di Kota Manado. Ruang Kota Manado pada periode ini terdiri lima
kawasan, meliputi: kawasan pelabuhan dan perdagangan, pertahanan, ruang terbuka, kawasan
permukiman, dan kawasan rumah ibadah (Marzuki, 2019). Kota Manado pada periode ini
berbentuk kompak memanjang, dengan benteng sebagai pusatnya. Kawasan permukiman
masih berpusat di sekitar kawasan pelabuhan dan benteng. Lanskap awal yang berupa kebun
dan rawa mengalami perubahan menjadi kawasan benteng, pelabuhan, dan permukiman.
Komponen ruang Kota Manado periode ini didominasi komponen kolonial berupa benteng,
permukiman Eropa, dan ruang terbuka. Komponen lokal Minahasa belum ada karena
sebelumnya merupakan lahan kosong.

4
3.2.2 Periode tahun 1824-1864
Status Kota Manado meningkat menjadi Karesidenan dengan wilayah meliputi
Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah, namun masih di bawah pengawasan
Residen Maluku di Ternate (Parengkuan, 1983). Wilayah Manado dibagi menjadi tujuh
kawasan, yaitu; pelabuhan dan perdagangan, permukiman, pertahanan, ruang terbuka, rumah
ibadah, perkantoran, dan sekolah (Marzuki, 2019). Jaringan jalan tertata rapi, bersih, dan
dilengkapi tiang-tiang pal. Jaringan jalan Kota Manado terbagi menjadi dua, yaitu jaringan
jalan dalam kota dan jaringan jalan yang menghubungkan wilayah penyangga (Tomohon,
Amurang, dan Kema). Jaringan jalan dalam kota masih menggunakan pola grid, sedangkan
jaringan jalan luar kota yang menghubungkan wilayah penyangga mengikuti topografi
wilayah Manado. Selain pembangunan jalan, dilakukan pembangunan saluran air dan gorong-
gorong untuk menghindari genangan air di musim penghujan. Perkembangan Kota Manado
sebagai kota pelabuhan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, dan fungsi pelabuhan.
Faktor politik yaitu posisi Manado sebagai ibukota Karesidenan dengan wilayah meliputi
Sulawesi bagian utara (Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan
Sangir Talaud). Faktor yang mempengaruhi perkembangan Kota Manado dalam bidang
ekonomi dan fungsi pelabuhan yaitu, semakin ramainya perdagangan yang ada dan
berubahnya status Pelabuhan Manado menjadi pelabuhan bebas. Manado periode ini berubah
dari kompak memanjang menjadi kompak tidak beraturan, karena kondisi topografi wilayah
yang berbukit dan berawa. Perkembangan fisik kota mengikuti jalan dan kondisi topografi.
Perkembangan di wilayah datar dan berada pada jalur transportasi terjadi lebih cepat
dibandingkan dengan wilayah yang berbukit. Perkembangan fisik Kota Manado pada periode
ini dapat dikategorikan sebagai perkembangan memanjang yang mengarah ke arah utara dan
timur pelabuhan (Kampung Cina dan Kampung Arab).

3.2.3 Periode tahun 1864-1919

Status Manado menjadi Karesidenan di bawah pengawasan langsung pemerintahan


Hindia Belanda di Batavia (restaach bestuur). Penambahan ruang kota terjadi berupa
penambahan pemakaman dan rumah sakit. Pemakaman berada di sebelah timur kota, namun
saat ini sudah tidak ada lagi. Lokasi pemakaman Belanda digunakan sebagai bangunan
Sekolah SD Tabitha. Kawasan pertahanan dan ruang terbuka tidak mengalami perubahan.
Bentuk keruangan Kota Manado periode ini sedikit berubah, tidak lagi kompak memanjang
namun menjadi tidak beraturan. Perubahan ini disebabkan karena wilayah topografi Manado
yang berbukit-bukit, sehingga perkembangan ruang kota terjadi di wilayah yang topografinya
datar. Perkembangan kota mengarah ke arah selatan di sepanjang pantai dan timur (sebelah
timur Bukit Wenang). Pembangunan yang dilakukan pemerintah kolonial berupa
pemeliharaan dan perbaikan jalan, saluran air, pembangunan dermaga kayu, dan perluasan
sarana pergudangan di pelabuhan.

5
3.2.4 Periode tahun 1919-1945

Status Kota Manado meningkat menjadi kotapraja (gemeente) yang terlepas dari
pemerintahan Maluku pada tahun 1919. Perubahan status tersebut mempengaruhi perubahan
struktur tata ruang Kota Manado. Perubahan kawasan ruang Kota Manado periode ini
meliputi; perluasan wilayah permukiman, penambahan gereja Katolik dan kapel, rumah sakit,
hotel, bangunan sekolah, dan tangsi militer di Bukit Teling. Tata ruang Kota Manado pada
periode ini dapat dikelompokkan menjadi 10 kawasan, yaitu; permukiman, pelabuhan dan
perdagangan, pertahanan, ruang terbuka, perkantoran, rumah ibadah, sekolah, rumah sakit,
pemakaman, dan hotel. Perkembangan Kota Manado menuntut pengaturan fasilitas perkotaan
yang lebih memadai. Pembangunan dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas Kota Manado
ditanggung oleh gemeente fonds. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, dibentuklah sebuah
badan bernama Verkeer en Waterstaat (Dinas Pekerjaan Umum). Perkembangan Manado
masa kolonial, meningkat dari kota pelabuhan menjadi pusat pemerintahan kolonial dan
perdagangan. Perubahan ini ditandai antara lain dengan berubahnya Kota Manado menjadi
ibukota Karesidenan pada tahun 1824 (Makkelo, 2010). Faktor yang mempengaruhi semakin
berkembangnya Kota Manado meliputi; faktor ekonomi, sosial, politik, dan fisik kota. Faktor
ekonomi yang mempengaruhi perkembangan Kota Manado antara lain; a) adanya pembukaan
jaringan jalan darat di seluruh Minahasa, b) dimasukkannya Pelabuhan Manado sebagai salah
satu tempat persinggahan jalur pelayaran KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) pada
akhir abad XIX, c) masuknya modal-modal asing untuk perkebunan kopi, kelapa, dan coklat
(Tumbel, 1996), dan d) sebagai pusat perdagangan di wilayah Sulawesi bagian utara. secara
psikologis menjadi orang Manado atau orang kota merupakan suatu kebanggaan bagi “orang
gunung”, yaitu sebutan bagi penduduk pedalaman Minahasa (Parengkuan, 1983; Parengkuan
et al., 1986) dan c) semakin banyaknya fasilitas pelayanan umum yang lebih baik dibanding
wilayah lainnya. Semakin banyak jenis dan macam pelayanan umum, maka akan semakin
besar daya tariknya terhadap pendatang (Yunus, 2005). Faktor politik yang mempengaruhi
perkembangan Kota Manado yaitu perubahan status Kota Manado sebagai kota pusat
pemerintahan kolonial Belanda. Faktor fisik kota yang mempengaruhi perkembangan Kota
Manado adalah pembuatan kawasan kota-kota satelit baru di sekitar Manado (Tikala dan
Sario).

6
3.3 Geografis dan Alasan Pemilihan Kota Manado

Peta geologi lembar Manado


(sumber: Effendi dan BAwono, 1977; Poedjoprajitno,2009).
Karakteristik lahan Kota Manado merupakan lahan datar dengan kemiringan 0-8%
(landai) hingga berbukit terjal, berdekatan dengan muara Sungai Tondano dan sebagian
berupa rawa-rawa. Kondisi lahan berawa diatasi dengan membangun rumah-rumah panggung
dengan tiang kayu. Kawasan rawa dianggap sebagai permukiman yang kurang sehat,
sehingga pemerintah kolonial Belanda mereklamasi kawasan tersebut menjadi daratan yang
layak ditempati (Parengkuan, 1983). Kegiatan reklamasi dilakukan dengan membuat tanggul
dan menimbun lahan berawa di pinggir muara Sungai Tondano. Kegiatan tersebut
dimaksudkan untuk membuat lahan permukiman dan melancarkan aliran Sungai Tondano
agar tidak terjadi banjir di musim penghujan.

Kota Manado memiliki kemudahan aksesibilitas melalui laut (pelabuhan) maupun


darat. Akses laut ditandai dengan adanya pelabuhan laut di Kota Manado. Meskipun
Pelabuhan Manado hanya dapat disandari pada musim-musim tertentu, tidak membuat arus
keluar masuk barang di Pelabuhan Manado sepi karena adanya fasilitas pergudangan yang
memadai guna menampung hasil bumi dari pedalaman Minahasa. Barang-barang yang akan
diekspor atau yang masuk ke Minahasa selalu melalui gudang-gudang di Pelabuhan Manado.
Aksesibilitas Manado meningkat seiring masuknya Pelabuhan Manado dalam jalur
perdagangan internasional dan ditetapkan sebagai pelabuhan bebas.

Kemudahan akses jalan menuju kota-kota lain di pedalaman dan kawasan penyangga
(hinterland) menjadi faktor pemilihan lokasi kota, selain kemudahan akses ke luar pulau.
Kota Manado merupakan pintu gerbang utama menuju pedalaman Minahasa. Akses jalan
Manado ke semua wilayah Minahasa telah terjalin dengan baik, seiring dibukanya jaringan

7
jalan baru yang menghubungkan Manado dengan wilayah pedalaman Minahasa sebagai
penghasil bahan baku ekspor. Semakin mudahnya akses membuat semakin banyak pendatang
yang datang dan tinggal menetap di Kota Manado, baik dari wilayah pedalaman Minahasa,
maupun dari wilayah sekitarnya (Sangir, Talaud, Bugis, Makassar, Ternate, dan Gorontalo).
Pendatang dari luar (Cina, Arab, dan Eropa) juga semakin banyak, terlihat dari jumlahnya
yang terus meningkat setiap tahun.

Menurut Mawikere (2005), pemilihan lokasi Kota Manado di dekat muara Sungai
Tondano bukan untuk memperoleh akses atau menghubungkan ke daerah pedalaman. Alasan
tersebut dikarenakan dua hal, yaitu a) aliran Sungai Tondano tidak mencapai wilayah
pedalaman Minahasa, b) Topografi Minahasa yang berbukit-bukit menyebabkan aliran
Sungai Tondano memiliki arus yang deras dan menyempit pada bagian muara (Mawikere,
2000). Menurut Parengkuan (1983), pemilihan lokasi didasarkan adanya pelabuhan dan pasar
yang menjadi tempat pertemuan pedagang-pedagang asing dengan penduduk pedalaman
Minahasa. Berdasarkan hal tersebut di atas, faktor yang melatarbelakangi pemilihan lokasi
Kota Manado antara lain: lokasi yang dekat dengan pelabuhan dan pasar, topografi wilayah
yang datar, memiliki kemudahan akses jalan darat ke wilayah pedalaman Minahasa, dan
terdapat muara yang bisa menjadi tempat berlindung kapal apabila terjadi musim angin.

3.4 Demografi Kota Manado


Jumlah penduduk Kota Manado pada tahun 2016 yaitu 427.906 jiwa yang terdiri dari
214.734 jiwa penduduk laki-laki dan 213.172 jiwa penduduk perempuan dengan kepadatan
penduduk mencapai 2.721 jiwa/km2. Rasio jenis kelamin penduduk Kota Manado tahun 2016
yaitu sebesar 100,75%. Dengan mayoritas penduduk Kota Manado beragama Kristen dengan
persentase 68,27%, sedangkan Islam merupakan agama yang dianut ke 2 terbesar selain dari
agama-agama lain yang ada di Kota Manado dengan persentase 30,48%, sementara Budha
0,65%, Hindu 0,18%, dan Konghucu 0,06%.
2016
Subdistrict
Laki-Laki Perempuan Total
Malalayang 29,010 28,309 57,319
Sario 12,300 12,156 24,456
Wanea 28,029 28,480 56,509
Wenang 17,822 18,209 36,031
Tikala 14,912 14,781 29,693
Paal Dua 21,169 21,319 42,488
Mapanget 26,772 26,944 53,716
Singkil 25,017 23,231 48,248
Tuminting 25,729 25,810 51,539
Bunaken 10,787 10,953 21,740
Bunaken
3,187 2,980 6,167
Kepulauan
Manado 214,734 213,172 427,906

Tabel Jumlah Penduduk Kota Manado Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, tahun 2016

8
3.5 Perekonomian Kota Manado
Untuk menganalisis struktur perekonomian Kota Manado, maka posisinya dapat dilihat sebagai
berikut:

Sumber: BPS Kota Manado, Data Diolah Periode 2009-2010


Berdasarkan gambaran kontribusi sektor-sektor ekonomi sebagaimana yang terdapat
pada tabel diatas, terlihat bahwa sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi rata-rata
terbesar selama periode tahun 2009-2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor jasa-jasa, sektor bangunan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa struktur perekonomian Kota Manado sampai dengan
tahun 2010 adalah di dominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi
sebesar 25.68%, sektor jasa - jasa dengan kontribusi sebesar 21.53%, Sektor bangunan
dengan kontribusi sebesar 15.59%, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi
sebesar 17.11%.

3.6 Kehidupan Sosial Kota Manado

Keidupan sosial masyarakat seiring dengan meningkatnya pendidikan ternyata


mengalami kemajuan. Kerukunan yang dimiliki oleh masyarakat Manado. Konflik agama
yang dialami oleh daerah daerah secara geografis tidak begitu jauh dari Manado. Justru
dianggap tidak mempengaruhi keadaan hubungan antar umat beragama di daerah.
Harmonisasi sosial -agama cukup terpelihara, walaupun banyak kalangan yang ragu
mengenai stabilitas keamanan politik menjelang pemilu. Tapi kekhawatiran ini tidak
terealisasikan, dimana kota Manado tetap menunjukan rasa aman, damai dan rukun.
Kenyataan ini makin meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat Manado bahwa kota
Manado adalah "kota damai" (peace village) yang berhasil dibangun oleh pemerintah aparat
dan dukungan masyarakat. Masyarakat Manado mengenal budaya terbuka dan toleransi
dalam kehidupan keseharian mereka. Alasan yang menjadi bukti dari budaya terbuka dan
toleransi ini dapat diamati dalam kehidupan sosialitas masyarakat Manado dengan komposisi
masyarakat yang berasal dari latar belakang agama budaya dan suku yang berbeda-beda ini
diikat dalam ikatan simbolik yang sekarang berubah menjadi nilai-nilai budaya. Dalam hal
ini, nilai nilai budaya yang mendasari adalah falsafah hidup Sitou Timou Tumou Tou dan
Torang Samua Basudara, Nilai Budaya Mapalus (kerjasama), Nilai Budaya Demokrasi, Nilai
Budaya anti Diskriminasi dan Nilai Budaya Silaturahmi. Lewat lima nilai budaya tersebut
masyarakat kota Manado yang beragam religi, membangun dan menguatkan dirinya sebagai
kota berwajah ramah dalam hal kebebasan antar umat beragama. Interaksi sehat tersebut
justru muncul dari kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup rukun dan damai. Ikatan
simbolik ini, dipahami oleh masyarakat Manado sebagai ikatan persaudaraan yang tidak
memperdulikan perbedaan bahasa, suku dan budaya bahkan agama. 

9
10
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kota Manado merupakan kota yang terletak di Sulawesi Utara yang keberadaannya
sudah ada semenjak zaman Kolonial Belanda dengan bentuk topgrafi yang beragam seperti
berawa, landai, dan berbukit terjal. Pemilihan lokasi Kota Manado didasari pada wilayah
datar dan masih kosong, dekat dengan muara sungai, dan memiliki kemudahan asksebiltas
melalui laut (pelabuhan) maupun darat. Berkembangnya Kota Manado tidak hanya sebagai
kota pelabuhan, namun menjadi kota perdagangan yang ramai di Sulawesi Utara. Faktor
ekonomi yaitu semakin ramainya Pelabuhan Manado menjadi pelabuhan terbesar di wilayah
Sulawesi Utara dan Tengah. Faktor sosial berkaitan dengan semakin banyaknya pendatang
dari pedalaman Minahasa maupun dari luar wilayah yang datang dan menetap di Kota
Manado.

Perekonomian Kota Manado pada kurun waktu 10 tahun terakhir di tunjang dan
didominasi oleh beberapa sektor seperti perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi
sebesar 25.68%, sektor jasa - jasa dengan kontribusi sebesar 21.53%, Sektor bangunan
dengan kontribusi sebesar 15.59%, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi
sebesar 17.11%.

Kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat di Kota Manado, sekalipun heterogen


dan dalam segi jumlah didominasi oleh yang beragama Kristen sejauh ini telah berhasil
mengembangkan suatu model interaksi dan relasi antar umat beragama secara setara, toleran
serta tidak eksklusif. Dalam hal ini, nilai-nilai budaya yang mendasari adalah falsafah hidup
Sitou Timou Tumou Tou dan Torang Samua Basudara, Nilai Budaya Mapalus (kerjasama),
Nilai Budaya Demokrasi, Nilai Budaya Anti Diskriminasi dan Nilai Budaya Silaturahmi.
Lewat lima nilai budaya tersebut masyarakat Kota Manado yang beragam religi, membangun
dan menguatkan dirinya sebagai kota berwajah ramah dalam hal kebebasan antar umat
beragama. Interaksi sehat tersebut justru muncul dari kesadaran masyarakat akan pentingnya
hidup rukun dan damai.

11
4.2 Saran
 Untuk lebih meningkatkan pengembangan bidang pariwisata maka perlu ditunjang
dengan sarana dan prasarana berupa sarana jalan yang memadai, serta lebih
mengefektif bidang sarana transportasi yang memadai dan representatif dikarenakan
kondisi topografi Manado yang beragam. Serta memperluas jaringan promosi melalui
pemanfaatan teknologi informasi, sehingga wisatawan yang berada di luar Kota
Manado mengetahui tempat wisata yang layak untuk dikunjungi.

 Meningkatkan infrastruktur, sarana, dan prasarana, untuk memperperluas dan


mempercepat jalur perdagangan, dan komunikasi.

 Terus menjaga kedamaian, kerukunan, dan solidaritas antar umat beragama lewat lima
nilai budaya Masyarakat kota Manado yang beragam religi, membangun dan
menguatkan dirinya sebagai kota berwajah ramah dalam hal kebebasan antar umat
beragama.

12
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, J. A. (2013). Analisis Struktur Perekonomian Di Kota Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(3).

Suleman, F. (2017). Keberagaman Budaya dan Agama di Kota Manado. Endogami: Jurnal Ilmiah
Kajian Antropologi, 1(1), 55-62.

MARZUKI, I. W. (2019). PERKEMBANGAN STRUKTUR TATA RUANG KOTA PANTAI DAN KOTA


PEDALAMAN MINAHASA, PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1789-1945 (Doctoral dissertation,
Universitas Gadjah Mada).

https://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Kota-Manado_14166_p2k-unkris.html

13

Anda mungkin juga menyukai