Anda di halaman 1dari 4

Mohammad Yamin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Mohammad Yamin

Menteri Penerangan Indonesia ke-14

Masa jabatan
6 Maret 1962 – 17 Oktober 1962

Presiden Soekarno

Pendahulu Maladi

Pengganti Roeslan Abdulgani

Menteri Sosial dan Kebudayaan Indonesia ke-15

Masa jabatan
10 Juli 1959 – 30 Juli 1959

Presiden Soekarno

Pendahulu Johannes Leimena

Pengganti Muljadi Djojomartono

Ketua Dewan Perancangan Nasional Ke-4


Masa jabatan
23 Oktober 1958 – 17 Oktober 1962

Presiden Soekarno

Pendahulu Ali Budiardjo

Pengganti Soeharto Sastrosoeyoso

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Ke-9

Masa jabatan
30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955

Presiden Soekarno

Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo

Pendahulu Bahder Djohan

Pengganti R.M. Suwandi

Menteri Kehakiman Indonesia Ke-6

Masa jabatan
27 April 1951 – 14 Juni 1951

Presiden Soekarno

Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo

Pendahulu Wongsonegoro

Pengganti Mohammad Nasrun

Informasi pribadi

24 Agustus 1903
Lahir
Sawahlunto, Sumatra Barat, Hindia Belanda

17 Oktober 1962 (umur 59)


Meninggal
Jakarta, Indonesia

Kebangsaan Indonesia

Suami/istri RA Siti Sundari

Anak Dang Rahadian Sinayangsih Yamin


Tanda tangan

Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (24 Agustus 1903 – 17 Oktober 1962) adalah
sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagai
pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan
pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi
sejarah persatuan Indonesia.[1][2]

Daftar isi

 1 Latar belakang
 2 Kesusastraan
 3 Politik
 4 Keluarga
 5 Karya-karyanya
 6 Penghargaan
 7 Lihat pula
 8 Referensi
 9 Pranala luar

Latar belakang

Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi, Sawahlunto pada 24 Agustus 1903. Ia merupakan


putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari
Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang
hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh. Saudara-saudara Yamin
antara lain: Muhammad Yaman, seorang pendidik; Djamaluddin Adinegoro, seorang
wartawan terkemuka; dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu
sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS)


Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta.
Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti
Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden,
Belanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani
kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak
menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar Meester in
de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.

Kesusastraan

Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa
dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis
menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatra, sebuah jurnal berbahasa Belanda
pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu
Klasik.

Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah
Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatra. Tanah Air merupakan
himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.

Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini
sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang
kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa
Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa,
muncul juga pada tahun yang sama.

Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur
Belanda. Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia
masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-
generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan
puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan
Rabindranath Tagore.

Anda mungkin juga menyukai