Mohammad Yamin
Masa jabatan
6 Maret 1962 – 17 Oktober 1962
Presiden Soekarno
Pendahulu Maladi
Masa jabatan
10 Juli 1959 – 30 Juli 1959
Presiden Soekarno
Presiden Soekarno
Masa jabatan
30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955
Presiden Soekarno
Masa jabatan
27 April 1951 – 14 Juni 1951
Presiden Soekarno
Pendahulu Wongsonegoro
Informasi pribadi
24 Agustus 1903
Lahir
Sawahlunto, Sumatra Barat, Hindia Belanda
Kebangsaan Indonesia
Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (24 Agustus 1903 – 17 Oktober 1962) adalah
sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagai
pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan
pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi
sejarah persatuan Indonesia.[1][2]
Daftar isi
1 Latar belakang
2 Kesusastraan
3 Politik
4 Keluarga
5 Karya-karyanya
6 Penghargaan
7 Lihat pula
8 Referensi
9 Pranala luar
Latar belakang
Kesusastraan
Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa
dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis
menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatra, sebuah jurnal berbahasa Belanda
pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu
Klasik.
Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah
Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatra. Tanah Air merupakan
himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini
sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang
kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa
Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa,
muncul juga pada tahun yang sama.
Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur
Belanda. Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia
masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-
generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan
puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan
Rabindranath Tagore.