Anda di halaman 1dari 87

Sistematika Penyajian

1 PENDAHULUAN

KAJIAN MATERI TEKNIS RDTR KAWASAN


2 PERKOTAAN LEMAHABANG

PENYIAPAN LEGALISASI RDTR DAN KLHS


3 KAWASAN PERKOTAAN LEMAHABANG

4 HASIL PELAKSANAAN KLHS


01
Pendahuluan
1.1 LATAR BELAKANG

Skema Penjabaran Rencana Umum ke Rencana Detail Serta Tindak Lanjut Proses
Legislasi RDTR Kecamatan Lemahabang

RENCANA UMUM RENCANA DETAIL

RTRWN (PP NO 26/2008

RTRWP JAWA BARAT


(PERDA NO 22 TAHUN 2010)

RTRW KAB. CIREBON RDTR KECAMATAN (MATERI


(PERDA NO 7 TAHUN 2018) TEKNIS RDTRKEC. LEMAHABANG)

REVIEW MATEK PROSES


REKOMENDASI
RDTR & PERSETUJUAN
PENYUSUNAN GUBERNUR
SUBSTANSI
DRAFT RAPERDA PROVINSI JAWA
RDTR DI PUSAT
RDTR BARAT
4
1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan Penyusunan Ranperda RDTR Kecamatan Lemahabang

Rencana Rinci yang Menjadi


ESENSI RDTR : Kewenangan Pemda dan Tindak
PENGENDALIAN DAN Lanjut dari RTRW
PERIZINAN PEMANFAATAN
RUANG UU 26
TAHUN 2007
Penyusunan Rencana Rinci
Tata Ruang Daerah

PERDA RDTR

Rekomendasi Gubernur
Jawa Barat dan
Persetujuan Substansi
Kementerian ATR

PERCEPATAN PENYELESAIAN RENCANA


Permasalahan dalam proses revisi dan proses
RINCI / RDTR KAWASAN PERKOTAAN
legalisasi Raperda RDTR Kawasan Perkotaan
KECAMATAN LEMAHABANG
Kecamatan Lemahabang
- Kualitas dan kapasitas daerah dalam
PENDAMPINGAN / PENASIHATAN : penyelenggaraan penataan ruang yang belum
- Proses Belajar Praktis merata
- Transfer of Knowladge - Proses penyusunan belum Sepenuhnya mengacu
- Perencanaan Partisipatif ketentuan Permen 20/2011 tentang RDTR & PZ
- Bergantung pada status dan progres serta Ketentuan Pemetaan dari BIG
penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan - Mekanisme Rekomendasi Gubernur dan 5
Kecamatan Lemahabang persetujuan substansi yang belum dapat
dipenuhi daerah
1.2 TUJUAN DAN SASARAN

untuk mewujudkan kelengkapan dokumen Rencana


Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Lemahabang yang
memenuhi syarat sebagai bahan materi proses
permohonan Rekomendasi Gubernur di Pemerintah
Provinsi Jawa Barat berdasarkan pearuran yang berlaku.
1. Melakukan Pendampingan pada kegiatan koordinasi
dan asistensi Raperda RDTR Kecamatan Lemahabang
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat;
2. Melaksanakan pendampingan dan expose penjelasan
substansi perencanaan RDTR pada pembahasan
Raperda RDTR Kecamatan Lemahabang dalam rangka
Persetujuan Substansi di Pemerintah Provinsi Jawa
Barat
3. Menyusun kelengkapan administrasi substansi (KAS)
dalam rangka memenuhi ketentuan permohonan
rekomendasu Gubernur kepada Pemerintah Provinsi
Jawa Barat.
6
1.3 RUANG LINGKUP KEGIATAN

Kegiatan Pendampingan Proses Permohonan Rekomendasi Gubernur Rencana Detail Tata


Ruang (RDTR Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang)

01 – TAHAP 02 – TAHAP 03 – TAHAP


PENAJAMAN MATERI PENYEMPURNAAN
PERSIAN RDTR DAN KLHS DAN FINALISASI

Pemuktahiran Materi Teknis


1
RDTR dan Naskah Raperda
Pemuktahiran Dokumen
2
Spatial (Peta RDTR)
3 Diskusi dan Pedampingan

Rekomendasi Teknis Dari


Gubernur Jawa Barat
7
1.4 LINGKUP WILAYAH

Luas Pembagian Sub BWP Kawasan


Perkotaan Kecamatan Lemahabang
NO SUB BWP DESA LUAS
LEMAHABANG KULON 53.00
1 LMB.I LEMAHABANG 44.00
CIPEUJEUH WETAN 174.00
LUAS 271.00
SIGONG 201.00
2 LMB.II
SARAJAYA 202.00
LUAS 403.00
TUK KARANGSUWUNG 87.00
LEUWIDINGDING 131.00
3 LMB.III
PICUNGPUGUR 74.00
ASEM 191.00
LUAS 483.00 Proses penyepakatan
CIPEUJEUH KULON 201.00 Deliniasi Kawasan
4 LMB.IV Perkotaan Lemahabang
SINDANGLAUT 147.00 (BWP Lemahabang)
LUAS 348.00 dilakukan pada tanggal 8 Mei
WANGKELANG 160.00 Tahun 2018 di Kantor PUPR
5 LMB.V Kabupaten Cirebon
BELAWA 484.00
LUAS 644.00
TOTAL LUAS BWP LEMAHABANG 2,149.00

Lingkup wilayah Kegiatan Pendampingan Proses Permohonan Rekomendasi Gubernur Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang, merupakan Kawasan Perkotaan Lemahabang yang
meliputi seluruh wilayah Kecamatan Lemahabang dengan luas wilayah perencanaan mencapai + 21,49 Km2 atau 2.149
8
Ha.
02
Kajian Materi Teknis RDTR
Kawasan Perkotaan
Kecamatan Lemahabang
KESESUIAN MATERI TEKNIS RDTR KAWASAN PERKOTAAN KEC.
LEMAHABANG

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/BPN Materi Teknis RDTR dan PZ Kawasan Perkotaan
NO. 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kecamatan Lemahabang
Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

Muatan RDTR meliputi : Muatan RDTR meliputi :


1. Tujuan Penataan BWP; 1. Tujuan Penataan BWP;
2. Rencana Struktur Ruang; 2. Rencana Struktur Ruang;
3. Rencana Pola Ruang; 3. Rencana Pola Ruang;
4. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan 4. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan
Penanganannya; Kesesuaian Penanganannya;
5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang. 5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang.
Muatan Materi
Muatan PZ meliput : Teknis RDTR & PZ Muatan PZ meliput :
1. Aturan Dasar : 1. Ketentuan Kegiatan Dan Penggunaan Lahan;
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan; 2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan tata bangunan; 3. Ketentuan Tata Bangunan;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimal; 4. Ketentuan Prasarana Dan Sarana Minimal;
e. ketentuan khusus; 5. Ketentuan Khusus;
f. standar teknis; dan 6. Standar Teknis; dan
g. ketentuan pelaksanaan
7. Ketentuan Pelaksanaan.
2. Teknik Pengaturan Zonasi

Teknik pengaturan zonasi merupakan ketentuan lain dari aturan dasar yang disediakan atau dikembangkan untuk memberikan
fleksibilitas dalam penerapan aturan dasar dan ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan dengan mempertimbangkan
karakteristik blok/zona 10
2.1 KAWASAN PERKOTAAN (BWP LEMAHABANG)

Kawasan Perkotaan Kecamatan Lemahabang (BWP Lemahabang) merupakan


satu hamparan kawasan yang memiliki ciri wilayah perkotaan di Wilayah
Kecamatan Lemahabang, yang telah disepakati dari hasil diskusi bersama
Stakeholder terkait baik dilingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon yang dalam
hal ini diwakili oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Pemerintahan
Kecamatan dan Desa wilayah Lemahabang, SKPD terkait dilingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, yang dilakukan pada tanggal 8 Mei Tahun
2018 di Kantor PUPR Kabupaten Cirebon.
NO SUB BWP DESA LUAS
LEMAHABANG KULON 53.00
1 LMB.I LEMAHABANG 44.00
CIPEUJEUH WETAN 174.00
LUAS 271.00
SIGONG 201.00
2 LMB.II
SARAJAYA 202.00
LUAS 403.00
TUK KARANGSUWUNG 87.00
LEUWIDINGDING 131.00
3 LMB.III
PICUNGPUGUR 74.00
ASEM 191.00
LUAS 483.00
CIPEUJEUH KULON 201.00
4 LMB.IV
SINDANGLAUT 147.00
Proses penyepakatan
LUAS 348.00 Deliniasi Kawasan
WANGKELANG 160.00 Perkotaan Lemahabang
5 LMB.V (BWP Lemahabang)
BELAWA 484.00 11
dilakukan pada tanggal 8 Mei
LUAS 644.00 Tahun 2018 di Kantor PUPR
TOTAL LUAS BWP LEMAHABANG 2,149.00 Kabupaten Cirebon
2.1 KAWASAN PERKOTAAN (BWP LEMAHABANG)

Pembagian Sub BWP dan Blok Kawasan Perkotaan No SUB BWP DESA BLOK LUAS (HA) No SUB BWP DESA BLOK LUAS (HA)
1. LMB.I LMB.I.a 18.54 CIPEUJEUH LMB.IV.a 107.77
LEMAHABANG
LMB.I.f 6.22 KULON LMB.IV.b 93.23
KULON
LMB.I.k 28.24 4 LMB.IV Jumlah 201.00
Jumlah 53.00 LMB.IV.c 123.73
SINDANGLAUT
LMB.I.b 8.54 LMB.IV.d 23.27
LMB.I.c 19.05 Jumlah 147.00
LEMAHABANG
LMB.I.d 6.82 LMB.V.c 96.19
WANGKELANG
LMB.I.e 9.60 LMB.V.d 63.81
Jumlah 44.00 5 LMB.V Jumlah 160.00
LMB.I.g 28.33 LMB.V.a 258.65
BELAWA
CIPEUJEUH LMB.I.h 12.48 LMB.V.b 225.35
WETAN LMB.I.i 60.25 Jumlah 484.00
LMB.I.j 72.94 Perkotaan Lemahabang 3814.00
Jumlah 174.00
2. LMB.II LMB.II.a 8.98
SIGONG LMB.II.b 66.71
LMB.II.c 125.31
Jumlah 201.00
LMB.II.d 143.05
LMB.II.e 38.24
SARAJAYA
LMB.II.f 8.68
LMB.II.g 12.03
Jumlah 202.00
3. LMB.III TUK LMB.III.a 40.12
KARANGSUWUNG LMB.III.b 46.88
Jumlah 87.00
LMB.III.c 30.48
LMB.III.d 52.02
LEUWIDINGDING
LMB.III.e 29.30
LMB.III.f 19.19
Jumlah 131.00
LMB.III.g 40.77
PICUNGPUGUR
LMB.III.h 33.23
Jumlah 74.00
LMB.III.i 67.94
ASEM
LMB.III.j 123.06
Jumlah 191.00 12
2.2 TUJUAN PENATAAN RUANG
“mewujudkan ruang wilayah
TUJUAN PENATAAN kabupaten yang aman, nyaman,
RUANG RTRW produktif, berkelanjutan, Tujuan Penataan Ruang
KABUPATEN CIREBON harmonis, dan terpadu sebagai Kawasan Perkotaan
(PERDA KAB. CIREBON sentra pertanian, industri dan Lemahabang
NO 07 TAHUN 2018) pariwisata yang mendukung PKN
Cirebon” “Mewujudkan Penataan
Ruang Kawasan Perkotaan
Lemahabang sebagai Pusat
FUNGSI KAWASAN
Pengembangan Industri
PERKOTAAN Pelayanan Skala Kabupaten sebagai
yang Memberikan
LEMAHABANG SEBAGAI Industri Kecil dan Menegah
Kontribusi Optimal pada
PKL (PUSAT KEGIATAN
Pengembangan Fungsi dan
LOKAL)
Peran Cirebon sebagai PKN

 Industri dan Pergudangan;


POTENSI KAWASAN  Pertanian Tanaman Pangan;
PERKOTAAN  Perdagangan (Komersil);
LEMAHABANG  Jasa;
 Perkebunan; 13

 Permukiman Perkotaan
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

1. Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

1. Pusat Pelayanan Kawasan Perkotaan (Pusat Pelayanan BWP)


Terletak di Desa Lemahabang Kulon yang juga berfungsi
sebagai ibukota Kecamatan
2. Sub Pusat Pelayanan Kawasan Perkotaan
Sesuai dengan kecenderungan perkembangannya,
maka sub pusat pelayanan kawasan perkotaan disebar
pada wilayah yang memiliki kecenderungan untuk
menjadi pusat pelayanan pendukung pusat BWP
Lemahabang, yang meliputi :
a. Desa Lemahabang
b. Desa Sarajaya
c. Desa Sindanglaut
3. Pusat Lingkungan
Pusat pelayanan lingkungan memiliki fungsi pelayanan skala
lingkungan, baik di lingkungan desa/kelurahan maupun
lingkungan RW hingga RT.

14
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

2. Rencana Jaringan Jalan dan Pergerakan


• Peningkatan kualitas jalan kolektor sekunder
• Peningkatan kualitas jalan lokal dan lingkungan
• Pengembangan jalan kolektor sekunder baru
JALAN KOLEKTOR SEKUNDER
• Kecepatan paling rendah 40 km/jam
• Lebar jalan paling kecil 8 Meter
JALAN LOKAL
• Kecepatan paling rendah 10 km/jam
• Lebar jalan paling kecil 4 Meter

JALAN LINGKUNGAN
• Kecepatan paling rendah 5 km/jam
• Lebar jalan paling kecil 1Meter
15
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

Arahan rencana sistem jaringan drainase pada Kawasan Perkotaan


3. Rencana Jaringan Drainase Lemahabang antara lain :
1. Saluran primer dengan dikembangakan pada tepi jaringan jalan
kolektor dengan lebar minimal 1,5 - 2 m dan Sungai Cimanis, serta
anak-anak sungai yang terdapat di Kawasan Perkotaan Kecamatan
Lemahabang;
2. Saluran sekunder (drainase pengumpul) dikembangkan pada
saluran-saluran tepi jalan kolektor dan jaringan jalan lokal selebar 1
- 1,5 m pada setiap sisi jalan dengan perkerasan (linning) yang
alirannya disesuaikan kondisi topografi menuju saluran primer
(parit terdekat);
3. Saluran tersier pada kawasan permukiman atau tepi jalan
lingkungan dengan lebar 0,6 - 1 m pengembangannya terintegrasi
dengan saluran sekunder.

16
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG
Skema 4 rumah 1 septiktank
Konsep
4. Rencana Jaringan Air Limbah Pembuatan
Rencana pengembangan Jaringan Air Limbah di Kawasan Perkotaan Septictank
Lemahabang, meliputi :
 Sistem off-site  dengan tanki septik komunal untuk daerah
permukiman padat
 Sistem on-site  tanki septik individual pada perumahan
perkepadatan rendah dan fasilitas umum / fasilitas sosial
 Perbaikan sarana sanitasi permukiman dalam hal pembuangan limbah
tinja dengan sanitasi setempat (sistem on site sanitation) meliputi
perbaikan cubluk dan penerapan tanki septik indivual;
 Sistem Sanitasi Terpusat  Pengembangan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Domestik pada lokasi padat penduduk.

17
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

5. Rencana Jaringan Air Bersih


Jumlah Kebutuhan Air Bersih tahun 2038 (liter/hari)
Jenis Sarana
Rencana pengembangan jaringan air
Desa bersih untuk kawasan perkotaan
Fasilitas Sosial dan Fasilitas Cadangan Pemadam
No
Rumah Tangga (RT)
Perkantoran Komersial
Industri
Kebocoran kebakaran
Total Lemahabang diarahkan dengan :
(liter/hari)
10% x 10% x
• Peningkatan pelayanan melalui
Jumlah penduduk x 15% x kebutuhan 20% x kebutuhan 10% x jaringan baru, melalui perpipaan
Perhitungan kebutuhan kebutuhan
120 liter/org/hari RT RT kebutuhan RT
RT RT maupun mobil distribusi.
1 Picungpugur 280,680 42,102.00 56,136.00 28,068.00 28,068.00 28,068.00 463,122
• Meningkatkan pelayanan Perpipaan
2 Leuwidingding 521,880 78,282.00 104,376.00 52,188.00 52,188.00 52,188.00 861,102
3 Asem 526,560 78,984.00 105,312.00 52,656.00 52,656.00 52,656.00 868,824
PDAM yang ada
4 Cipeujeuh Kulon 925,920 138,888.00 185,184.00 92,592.00 92,592.00 92,592.00 1,527,768
5 Sindanglaut 725,880 108,882.00 145,176.00 72,588.00 72,588.00 72,588.00 1,197,702 Pengembangan jaringan baru melalui :
6 Cipeujeuh Wetan 1,356,000 203,400.00 271,200.00 135,600.00 135,600.00 135,600.00 2,237,400  Pengembangan jaringan distrbusi
7 Lemahabang Kulon 733,080 109,962.00 146,616.00 73,308.00 73,308.00 73,308.00 1,209,582 primer
8 Lemahabang 555,480 83,322.00 111,096.00 55,548.00 55,548.00 55,548.00 916,542
 Pengembangan jaringan distrbusi
9 Sigong 1,059,360 158,904.00 211,872.00 105,936.00 105,936.00 105,936.00 1,747,944
10 Sarajaya 795,480 119,322.00 159,096.00 79,548.00 79,548.00 79,548.00 1,312,542 sekunder
11 Tuk Karangsuwung 487,200 73,080.00 97,440.00 48,720.00 48,720.00 48,720.00 803,880  Pengembangan jaringan distrbusi tersier
12 Belawa 983,040 147,456.00 196,608.00 98,304.00 98,304.00 98,304.00 1,622,016 dan lokal/lingkungan
13 Wangkelang 450,720 67,608.00 90,144.00 45,072.00 45,072.00 45,072.00 743,688  Peletakan bangunan penampung
Jumlah 9,401,280 1,410,192.00 1,880,256.00 940,128.00 940,128.00 940,128.00 15,512,112 reservoir

18
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

6. Rencana Jaringan Telekomunikasi 1. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telepon Kabel


a. Jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan
(jaringan jalan) dan jaringan prasarana/ utilitas lain.
b. Tiang ditempatkan pada area Rumija pada sisi jalur hijau yang tidak
menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar atau pada daerah
sempadan bangunan.

2. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telepon Nirkabel


a. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah
dapat dilakukan untuk menara tunggal sedangkan untuk kepentingan
bersama beberapa operator dapat dibangun menara rangka sebagai
menara bersama.
b. Pengembangan menara telekomunikasi dilaksanakan dengan ketentuan :
 Memperhatikan aspek estetika dan arsitektural lokal;
 Memperhatikan keberadaan dan jarak dari menara telekomunikasi
yang sudah ada;
 Integrasi dan pemanfaatan menara antara beberapa operator secara
bersama;
 Memperhatikan jarak bebas dan jarak aman.

19
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

7. Rencana Jaringan Energi/Listrik

Rencana Pengembangan dan Peningkatan Sistem Jaringan


Listrik
 Penyediaan listrik pada di Wilayah Perkotaan Lemahabang
diarahkan tetap menggunakan pembangkit listrik PLN;
 Tingkat pelayanan listrik untuk masing – masing kegiatan
diarahkan secara bertahap mulai 60% - 100% yang meliputi
kawasan perumahan, bangunan sosial, perdagangan & jasa
serta komersial hingga akhir tahun perencanaan;
 Jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan
pergerakan (jaringan jalan) dan jaringan prasarana/ utilitas
lain.
 Tiang ditempatkan pada area Rumija pada sisi jalur hijau
yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar atau
pada daerah sempadan bangunan.

20
2.2 RENCANA STRUKTUR RUANG

8. Rencana Jaringan Persampahan Rencana pengembangan sistem pengolahan persampahan di Kawasan Perkotaan
Lemahabang, meliputi :
Timbunan Sampah di Kawasan Perkotaan
1. Sistem Pewadahan. Yaitu melalui penyediaan tong-tong sampah di setiap
Kecamatan Lemahabang Tahun 2018 - 2038
rumah maupun bangunan sarana kota, dengan ukuran 40-100 liter. Tong
Proyeksi Timbunan Sampah (Liter/Hari)
No Desa
2018 2023 2028 2033 2038
sampah setiap rumah disediakan sendiri oleh masing-masing keluarga
1 Picungpugur 4,620 5,074 5,525 5,979 6,432 sementara tong sampah sarana kota disediakan oleh pemerintah. Perlu
2 Leuwidingding 8,591 9,435 10,277 11,118 11,960 diperkenalkan untuk membagi tongsampah menjadi dua bangian untuk
3 Asem 8,668 9,518 10,368 11,217 12,067 menampung sampah organik dan anorganik agar memudahkan pengolahan
4 Cipeujeuh Kulon 15,243 16,737 18,230 19,726 21,219 sampah (daur ulang dan pembuatan kompos).
5 Sindanglaut 11,949 13,120 14,292 15,463 16,635
6 Cipeujeuh Wetan 22,322 24,511 26,700 28,889 31,075 2. Sistem Pengumpulan. Pengumpulan dari tong-tong sampah dilakukan dengan
7 Lemahabang Kulon 12,067 13,250 14,432 15,617 16,800 gerobak sampah ukuran 1 m3 ke lokasi transfer depo atau Tempat
8 Lemahabang 9,144 10,040 10,937 11,833 12,730 Penampungan Samentara (TPS).
9 Sigong 17,438 19,148 20,859 22,567 24,277
Pengembangan TPS di Kawasan Perkotaan Lemahabang diarahkan
10 Sarajaya 13,093 14,377 15,661 16,946 18,230
menggunakan Landasan Container, hal ini mempertimbangkan faktor
11 Tuk Karangsuwung 8,019 8,806 9,592 10,379 11,165
12 Belawa 16,181 17,768 19,355 20,941 22,528
kemudahan pengangkutan sampah.
13 Wangkelang 7,420 8,146 8,874 9,600 10,329
Jumlah 154,754 169,928 185,100 200,274 215,446

3. Sistem Pemindahan dan Pengangkutan. Yaitu kontainer sampah berukuran 10 m3 pada setiap transfer depo atau TPS diangkut oleh
kendaraan truk sampah (arm-roll truck) ke lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
4. Sistem Pembuangan/Pengolahan. Pengolahan sampah dilakukan dengan interkoneksi Tempat Pengolahan dan Pemprosesan Akhir
Sampah (TPPAS) dengan sistem lahan urug (sanitary landfill) di TPPAS Regional.
21
2.3 RENCANA POLA RUANG

Klasifikasi Zona dan Sub Zona


No Klasifikasi Zona dan Sub Zona Kode No Klasifikasi Zona dan Sub Zona Kode
A. ZONA LINDUNG B. ZONA BUDIDAYA
I. Zona Perlindungan Setempat PS VII. Zona Sarana Pelayanan Umum SPU
1 Sub Zona Sempadan Sungai SS 17 Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Skala Kecamatan SPU-2
2 Sub Zona Sempadan Irigasi SI 18 Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Skala Kelurahan SPU-3
3 Sub Zona Sempadan Jalan TOL SJT 19 Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Skala RW SPU-4
4 Sub Zona Sempadan Rel Kereta Api SR VIII. Zona Industri I
II. Zona Kawasan Suaka Alam / Kawasan Perlindungan Alam KSA/KPA 20 Sub Zona Kawasan Industri KI
5 Sub Zona Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan KSA/KPA 21 Sub Zona Sentra Industri Kecil dan Menengah SIKM
III. Zona Ruang Terbuka Hijau RTH IX. Zona Peruntukan Lainnya PL
6 Sub Zona Hutan Kota RTH-1 22 Sub Zona Pertanian PL-1
7 Sub Zona Taman Kota RTH-2 23 Sub Zona Ruang Terbuka Non Hijau PL-3
8 Sub Zona Taman Lingkungan RTH-3 24 Sub Zona Pariwisata PL-13
9 Sub Zona Pemakaman RTH-4
10 Sub Zona Jalur Hijau Jalan RTH-5
11 Sub Zona Pulau Jalan RTH-6
B. ZONA BUDIDAYA
IV. Zona Perumahan R
12 Sub Zona Perumahan Kepadatan Tinggi R-2
13 Sub Zona Perumahan Kepadatan Sedang R-3
14 Sub Zona Perumahan Kepadatan Rendah R-4
V. Zona Perdagangan dan Jasa K
15 Sub Zona Perdagangan dan Jasa Skala BWP K-2
16 Sub Zona Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP K-3
22
VI. Zona Perkantoran KT
2.2 RENCANA POLA RUANG

No Pola Ruang Zona / Sub Zona Kode Luas (Ha) %


ZONA LINDUNG
I. Zona Perlindungan Setempat (PS) 28.788 1.37
1 Sub Zona Sempadan Sungai SS 21.399 1.02
2 Sub Zona Sempadan Irigasi SI 0.740 0.04
3 Sub Zona Sempadan Jalan TOL SJT 4.170 0.20
4 Sub Zona Sempadan Rel Kereta Api SR 2.479 0.12
II. Zona Kawasan Suaka Alam / Kawasan Perlindungan Alam (KSA/KPA) 17.620 0.84
1 Sub Zona Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan KSA/KPA 17.620 0.84
III. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) 433.545 20.60
1 Sub Zona Hutan Kota RTH-1 407.263 19.35
2 Sub Zona Taman Kota RTH-2 4.611 0.22
3 Sub Zona Taman Lingkungan RTH-3 1.746 0.08
4 Sub Zona Pemakaman RTH-4 19.724 0.94
5 Sub Zona Jalur Hijau Jalan RTH-5 0.200 0.01
6 Sub Zona Pulau Jalan RTH-6 0.002 0.00
Luas Total Zona Lindung 479.953 22.81
ZONA BUDIDAYA
I. Zona Perumahan (R) 663.803 31.54
1 Sub Zona Perumahan Kepadatan Tinggi R-2 130.587 6.21
2 Sub Zona Perumahan Kepadatan Sedang R-3 169.482 8.05
3 Sub Zona Perumahan Kepadatan Rendah R-4 363.734 17.28
II. Zona Perdagangan dan Jasa (K) 35.342 1.68
1 Sub Zona Perdagangan dan Jasa Skala BWP K-2 8.581 0.41
2 Sub Zona Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP K-3 26.760 1.27
III. Zona Perkantoran (KT) 4.352 0.21
1 Zona Perkantoran KT 4.352 0.21
IV. Zona Sarana Pelayanan Umum (SPU) 20.704 0.98
1 Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Skala Kecamatan SPU-2 11.604 0.55 Proposi RTH kawasan mencapai 20,60%.
2 Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Skala Kelurahan
3 Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Skala RW
SPU-3
SPU-4
8.406
0.695
0.40
0.03
Kondisi ini sudah sesuai dengan NSPK
V. Zona Industri (I) 89.632 4.26 yang mengamanatkan pemenuhan RTH
1 Sub Zona Kawasan Industri
2 Sub Zona Sentra Industri Kecil dan Menengah
KI
SIKM
59.705
29.927
2.84
1.42
Publik pada Kawasan Perkotaan minimal
VI. Zona Peruntukan Lainnya (PL) 810.594 38.52 20%
1 Sub Zona Pertanian PL-1 806.352 38.32
2 Sub Zona Ruang Terbuka Hijau PL-3 3.839 0.18
3 Sub Zona Pariwisata PL-13 0.403 0.02 23
Luas Total Zona Budi Daya 1,624.427 77.19
Total Luas Pola Ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang 2,104.380 100.00
2.4 PENETAPAN SUB BWP PRIORITAS
Dasar Penetapan
Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya
ditetapkan dengan kriteria :
a. Dapat merupakan faktor kunci mendukung perwujudan rencana pola ruang,
rencana jaringan prasarana, dan pelaksanaan peraturan zonasi di wilayah
perencanaan;
b. Dapat mendukung tercapainya agenda pembangunan;
c. Dapat merupakan bagian dari wilayah perencanaan yang memiliki nilai penting
dari sudut kepentingan ekonomi, sosial-budaya, pendayagunaan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,
dan/atau memiliki nilai penting lainnya yang sesuai dengan kepentingan
pembangunan wilayah perencanaan; dan
d. Dapat merupakan bagian dari wilayah perencanaan yang dinilai perlu
dikembangkan, diperbaiki, dan/atau direvitalisasi agar dapat mencapai standar
tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial-budaya, dan/atau
lingkungan.

Dasar pertimbangan penetapan Sub BWP Prioritas di Kawasan Perkotaan


Lemahabang, meliputi :
a. Kesesuaian dengan tujuan penataan ruang Kawasan Perkotaan Lemahabang;
b. Urgensi Penanganan;
c. Kesesuaian dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah;
d. Kontribusi dalam penanganan permasalahan wilayah perkotaan;
e. Kontribusi dalam perbaikan aspek kawasan terbangun kawasan;

24
2.4 PENETAPAN SUB BWP PRIORITAS

Penentuan Tema Kawasan Prioritas


Dengan memperhatikan kebutuhan penanganan serta kedudukan dan harapan
yang diemban Sub BWP Prioritas dalam kurun waktu perencanaan, beberapa kata
kunci yang dapat disimpulkan untuk kemudian menjadi bahan dalam perumusan
tema penanganan Sub BWP Prioritas, yaitu :
 Pusat Perkotaan Lemahabang : Mempersiapkan dukungan sarana dan
prasarana perkembangan kegiatan perkotaan melalui penyediaan alokasi
ruang kawasan dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung
ruang.
 Meningkatkan fungsi Kawasan perkotaaan Lemahabang sebagai pusat
pengembangan industri manufaktur;
 Keseimbangan fungsi ekologis lingkungan hidup.

Tema Penanganan Sub BWP Prioritas


“Pengembangan Kawasan Perkotaan Lemahabang Sebagai Pusat
Pengembangan Industri Manufaktur dan dapat Mendorong Pertumbuhan
Ekonomi Lokal yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan” 25
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

26
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

27
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

28
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

29
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

30
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

31
2.5 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

32
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan


”I” = Pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan
Ketentuan Kegiatan dan ”T” = Pemanfaatan bersyarat secara terbatas
Penggunaan Lahan ”B” = Pemanfaatan bersyarat tertentu
”X” = Pemanfaatan yang tidak diperbolehkan

I Sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan, tidak ada peninjauan


atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah Kabupaten/Kota
terhadap pemanfaatan tersebut

T • Diperbolehkan secara terbatas


• Pembatasan pengoperasian; pembatasan waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan
tertentu

B • Diperbolehkan bersyarat : untuk mendapatkan izin diperlukan persyaratan tertentu


(pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak besar bagi lingkungan sekitarnya)
• Persyaratan-persyaratan : dokumen AMDAL, Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALIN),
Development Impact Fee, dan/atau aturan disinsentif lainnya 33
Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan

34
Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan

35
Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan

36
Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan

37
Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan

38
Ketentuan Kegiatan Penggunaan Lahan

39
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang


Kode Intensitas Pemanfaatan Ruang
No. Zona Sub Zona Kode Sub Zona
Zona KDB Maksimal KLB Maksimal KB Maksimal KDH Minimal KTB Maksimal KWT Maksimal
A. Kawasan Lindung
1. Sempadan Sungai SS 5% 0,05 4 m (1 Lantai) 95% - -
2. Sempadan Saluran SI - - - 100% - -
1. Perlindungan Setempat PS
3. Sempadan Jalan TOL SJT - - - 100% - -
4. Sempadan Rel Kereta Api SR - - - 100% - -

Kawasan Suaka
KSA/KP
2. Alam/Kawasan Perlindungan 1. Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan KSA/KPA 5% 0,05 4 m (1 Lantai) 95% - -
A
Alam

1. Hutan Kota RTH-1 5% 0,05 4 m (1 Lantai) 95% - -


2. Taman Kota RTH-2 10% 0,1 4 m (1 Lantai) 90% - -
3. Taman Lingkungan RTH-3 10% 0,1 4 m (1 Lantai) 90% - -
3. Ruang Terbuka Hijau RTH
4. Pemakaman RTH-4 20% 0,2 4 m (1 Lantai) 80% - -
5. Jalur Hijau Jalan RTH-5 10% 0,1 4 m (1 Lantai) 80% - -
6. Pulau Jalan RTH-6 5% 0,05 4 m (1 Lantai) 95% - -

A. Kawasan Budidaya
1. Perumahan Kepadatan Tinggi R-2 70% 2,8 16 m (4 Lantai) 20% 70% 70%
1. Perumahan R 2. Perumahan Kepadatan Sedang R-3 60% 1,8 12 m (3 Lantai) 30% 60% 60%
3. Perumahan Kepadatan Rendah R-4 50% 1,5 12 m (3 Lantai) 40% 50% 50%

1. Perdagangan dan Jasa Skala BWP K-2 70% 2,1 12 m (3 Lantai) 20% 70% 70%
2. Perdagangan dan Jasa K
2. Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP K-3 60% 1,8 12 m (3 Lantai) 30% 60% 60%
40
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang


Kode Intensitas Pemanfaatan Ruang
No. Zona Sub Zona Kode Sub Zona
Zona KDB Maksimal KLB Maksimal KB Maksimal KDH Minimal KTB Maksimal KWT Maksimal
A. Kawasan Budidaya
3. Perkantoran KT 1. Perkantoran KT 60% 1,8 12 m (3 Lantai) 30% 60% 60%

1. Sarana Pelayanan Umum Skala SPU-2 60% 1,8 12 m (3 Lantai) 30% 60% 60%
Kecamatan
4. Sarana Pelayanan Umum SPU 2. Sarana Pelayanan Umum Skala SPU-3 60% 1,2 8 m (2 Lantai) 30% 60% 60%
Kelurahan
3. Sarana Pelayanan Umum Skala RW SPU-4 60% 0,6 4 m (1 Lantai) 30% 60% 60%

1. Kawasan Industri KI 50% 1,0 12 m (2 Lantai) 40% 50% 50%


5. Industri I 2. Kawasan Sentra Industri Kecil dan SIKM 50% 1,0 12 m (2 Lantai) 40% 50% 50%
Menengah

1. Pertanian PL-1 - - - 100% - -


6. Peruntukan Lainnya PL 2. Ruang Terbuka Non Hijau PL-3 10% 0,1 4 m (1 Lantai) 95% - -
3. Pariwisata PL-13 30% 0,3 4 m (1 Lantai) 70% 30% 30%
Keterangan :
 KDB : Koefisien Dasar Bangunan
 KLB : Koefisien Lantai Bangunan
 KDH : Koefisien Dasar Hijau
 KB : Ketinggian Bangunan
 KTB : Koefisien Tapak Basemen
 KWT : Koefisien Wilayah Terbangun 41
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)
I. Ketentuan Garis Sempadan
A. Sempadan Sungai
1. Sempadan Sungai Tidak Bertanggul Di Dalam Kawasan a. Paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang
Perkotaan dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
b. Paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih
dari 3 (tiga) meter.
2. Sempadan Sungai Bertanggul Di Dalam Kawasan Perkotaan Garis sempadan sungai yang bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
B. Sempadan Saluran
1. Sempadan Saluran Bertanggul a. Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 (satu) M³/detik adalah 1 (satu) meter;
b. Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 (satu) M³/detik sampai dengan 4 (empat) M³/detik adalah 2 (dua) meter;
c. Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit lebih dari 4 (empat) M³/detik adalah 3 (tiga) meter.
2. Sempadan Saluran Tidak Bertanggul a. Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 (satu) M³/detik adalah 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 2 (dua)
meter;
b. Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 (satu) M³/detik sampai dengan 4 (empat) M³/detik adalah 4 (empat) kali kedalaman
saluran ditambah 3 (tiga) meter;
c. Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit lebih dari 4 (empat) M³/detik adalah 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 5 (lima)
meter
C. Garis Sempadan Jalan, Rel Kereta Api dan Jembatan
1. Jalan TOL Garis sempadan jalan TOL adalah tidak kurang dari 50 (lima puluh) meter diukur dari tepi badan jalan
2. Jalan Arteri Garis sempadan jalan arteri adalah tidak kurang dari 10 (sepuluh) meter diukur dari tepi badan jalan
3. Jalan Kolektor Garis sempadan jalan kolektor adalah tidak kurang dari 7,5 (tujuh koma lima) meter diukur dari tepi badan jalan.
4. Jalan Lokal Primer a. Untuk jalan lokal primer A, dengan RUMIJA, minimal 20 (dua puluh) meter, maka garis sempadan jalan tidak kurang dari 6 (enam) meter
diukur dari tepi badan jalan;
b. Untuk jalan lokal primer B, dengan RUMIJA, minimal 16 (enam belas) meter, maka garis sempadan jalan tidak kurang dari 4 (empat) meter
diukur dari tepi badan jalan;
42tujuh
c. Untuk jalan lokal primer C, dengan RUMIJA, minimal 12 (dua belas) meter, maka garis sempadan jalan tidak kurang dari 2,75 (dua koma
puluh lima) meter diukur dari tepi badan jalan;
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)
I. Ketentuan Garis Sempadan
C. Garis Sempadan Jalan, Rel Kereta Api dan Jembatan
5. Jalan Lokal Sekunder Garis sempadan jalan lokal sekunder dengan RUMIJA, minimal 8 (delapan) meter, maka garis sempadan jalan tidak kurang dari 2 (dua) meter
diukur dari tepi jalan.
6. Jalan Lingkungan Garis sempadan Jalan Lingkungan adalah tidak kurang dari 2 (dua) meter diukur dari tepi badan jalan.
7. Jalan Inspeksi Garis sempadan jalan inspeksi diatas tanggul adalah tidak kurang dari 2,5 (dua koma lima) meter diukur dari tepi badan jalan.
Garis sempadan jalan inspeksi sejajar tanggul adalah tidak kurang dari 2,5 (dua koma lima) meter diukur dari tepi badan jalan.
8. Jalan Persimpangan a. Untuk jalan arteri primer dan kolektor primer minimal 30 (tiga puluh) meter;
b. Untuk jalan lokal primer A minimal 20 (dua puluh) meter;
c. Untuk jalan lokal primer B minimal 16 (enam belas) meter;
d. Untuk jalan lokal primer C minimal 12 (dua belas) meter;
e. Jalan lokal sekunder minimal 8 (delapan) meter.
9. Garis Sempadan Jembatan Garis Sempadan jalan pada Jembatan adalah tidak kurang dari 100 (seratus) meter yang diukur dari tepi luar pangkal jembatan ke arah hulu dan
ke arah hilir jembatan.
10. Garis Sempadan Rel Kereta Api a. Garis sempadan jalan rel kereta api ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus minimal 20 m;
b. Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam sampai as jalan, dalam peralihan jalan
lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai
lebih dari 23 m.

II. Ketentuan Garis Sempadan Pagar (GSP)


1. GSP Terhadap Sungai a. Garis sempadan pagar terhadap sungai bertanggul pada kawasan perkotaan adalah 3 (tiga) meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki
tanggul.
b. Garis sempadan pagar terhadap sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yaitu :
 Untuk sungai berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 10 (sepuluh) meter; dan/atau
 Untuk sungai berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter adalah 15 (lima belas) meter.
43
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)

II. Ketentuan Garis Sempadan Pagar (GSP)


2. GSP Terhadap Saluran Garis sempadan pagar terhadap saluran bertanggul adalah :
• Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 (empat) M³/detik atau lebih adalah 3 (tiga) meter;
• Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 (satu) M³/detik sampai dengan 4 (empat) M³/detik adalah 2 (dua) meter;
• Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 (satu) M³/detik adalah 1 (satu) meter.
Garis sempadan pagar terhadap saluran tidak bertanggul adalah berhimpit dengan garis sempadan saluran tidak bertanggul.
3. GSP Terhadap Jalan Arteri Garis sempadan pagar terhadap jalan arteri primer adalah berhimpit dengan sempadan jalan arteri primer.
4. GSP Terhadap Jalan Kolektor Garis sempadan pagar terhadap jalan kolektor primer adalah berhimpit dengan sempadan jalan kolektor primer.
5. GSP Terhadap Jalan Lokal • Garis sempadan pagar terhadap jalan lokal primer adalah berhimpit dengan sempadan jalan lokal primer.
• Garis sempadan pagar terhadap jalan lokal sekunder adalah berhimpit dengan sempadan jalan lokal sekunder.
6. GSP Terhadap Jalan Lingkungan Garis sempadan pagar terhadap jalan lingkungan adalah berhimpit dengan garis sempadan jalan lingkungan.
7. GSP Terhadap Jalan Inspeksi Garis sempadan pagar terhadap jalan inspeksi adalah berhimpit dengan garis sempadan jalan inspeksi.
8. GSP Terhadap Jalan Persimpangan Jarak garis sempadan pagar terhadap jalan persimpangan adalah berhimpit dengan garis sempadan jalan persimpangan.
9. GSP Terhadap Jembatan Jarak garis sempadan pagar terhadap jembatan adalah berhimpit dengan garis sempadan jalan pada jembatan.

III. Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)


A. Garis Sempadan Bangunan Terhadap Sungai
1. GSB Terhadap Sungai Bertanggul di Dalam Kawasan a. Garis sempadan bangunan terhadap sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah 6 (enam) meter dari sebelah luar sepanjang kaki
Perkotaan tanggul.
b. Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah 13 (tiga belas)
meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
2. GSB Terhadap Sungai Tidak Bertanggul di Dalam Kawasan a. Garis sempadan bangunan terhadap sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yaitu :
Perkotaan • Untuk sungai tidak bertanggul berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 13 (tiga belas) meter;
• Untuk sungai tidak bertanggul berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter adalah 20 (dua puluh) meter.
b. Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap sungai tidak bertanggul didalam kawasan perkotaan yaitu :
• Untuk sungai berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 20 (duapuluh) meter; 44
• Untuk sungai berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter adalah 25 (dua puluh lima) meter.
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)

III. Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)


B. Garis Sempadan Bangunan Terhadap Saluran
1. GSB Terhadap Saluran Bertanggul a. Garis sempadan bangunan terhadap saluran bertanggul, yaitu :
• Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 (satu) m³/ detik adalah 3 (tiga) meter;
• Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 (satu) m³/detik sampai dengan 4 (empat) m³/ detik adalah 4 (empat) meter;
• Untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit lebih dari 4 m³/ detik adalah 5 (lima) meter.
b. Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap saluran bertanggul adalah 10 (sepuluh) meter.
2. GSB Terhadap Saluran Tidak Bertanggul a. Garis sempadan bangunan terhadap saluran tidak bertanggul, yaitu :
• untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 (satu) m³/detik adalah 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 4
(empat) meter;
• untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 (satu) m³/detik sampai dengan 4 (empat) m³/detik adalah 4 (empat) kali kedalaman
saluran ditambah 6 (enam) meter; dan
• untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit lebih dari 4 (empat) m³/detik adalah 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 8
(delapan) meter.
b. Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap saluran tidak bertanggul adalah 4 (empat) kali kedalaman saluran
ditambah 10 (sepuluh) meter.
C. Garis Sempadan Bangunan Terhadap Waduk, Mata Air dan Pantai
1. GSB Terhadap Waduk, Mata Air dan Pantai a. Garis sempadan bangunan terhadap waduk adalah sekurangkurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
b. Garis sempadan bangunan terhadap mata air adalah 200 (dua ratus) meter dari sekitar mata air.
c. Garis sempadan bangunan terhadap pantai paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
D. Garis Sempadan Bangunan Terhadap Jalan
1. GSB Terhadap Jalan Arteri a. Garis sempadan bangunan terhadap jalan arteri adalah tidak kurang dari 15 (tiga belas) meter diukur dari tepi badan jalan.
b. Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap jalan arteri adalah adalah tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter diukur
dari tepi badan jalan.
2. GSB Terhadap Jalan Kolektor a. Garis sempadan bangunan terhadap jalan kolektor adalah 10,5 (sepuluh koma lima) meter diukur dari tepi badan jalan. 45
b. Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap Jalan Kolektor adalah tidak kurang dari 15 (lima belas) meter diukur dari
tepi badan jalan.
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)
III. Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)
D. Garis Sempadan Bangunan Terhadap Jalan
3. GSB Terhadap Jalan Lokal a. Garis sempadan bangunan untuk jalan lokal primer adalah sebagai berikut :
• Untuk jalan lokal primer A, dengan RUMIJA, minimal 20 (dua puluh) meter, maka garis sempadan bangunan tidak kurang dari 9 (sembilan)
meter diukur dari tepi badan jalan;
• Untuk jalan lokal primer B, dengan RUMIJA, minimal 16 (enam belas) meter, maka garis sempadan bangunan tidak kurang dari 7 (tujuh)
meter diukur dari tepi badan jalan;
• Untuk jalan lokal primer C, dengan RUMIJA, minimal 12 (dua belas) meter, maka garis sempadan bangunan tidak kurang dari 7 (tujuh) meter
diukur dari tepi badan jalan;
b. Garis sempadan bangunan terhadap jalan lokal sekunder adalah tidak kurang dari 3 (tiga) meter diukur dari tepi badan jalan.
4. GSB Terhadap Jalan Lingkungan Garis sempadan bangunan terhadap jalan lingkungan adalah 2 (dua) meter diukur dari tepi badan jalan.
5. GSB Terhadap Jalan Inspeksi Garis sempadan bangunan terhadap jalan inspeksi adalah 5 (lima) meter dari tepi badan jalan.
6. GSB Terhadap Jalan Persimpangan Garis sempadan bangunan terhadap jalan persimpangan adalah menyesuaikan dengan jarak garis sempadan pagar dan garis sempadan bangunan
pada jalan yang mempunyai lebar lebih besar.
E. Garis Sempadan Bangunan pada Daerah yang Berkepadatan Bangunan Tinggi
1. Garis Sempadan Bangunan pada Daerah yang Berkepadatan Garis Sempadan Bangunan pada daerah yang berkepadatan bangunan tinggi yang diatur dengan tata ruang, dapat berhimpit dengan Garis
Bangunan Tinggi Sempadan Pagar setelah memperhatikan lahan parkir kendaraan.

IV. Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) Samping dan Belakang


A. Zona Perumahan
1. Perumahan Kepadatan Tinggi  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Tanpa GSB samping untuk bangunan deret;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 1,5 meter dari dinding;
 Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter;
46
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)
IV. Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) Samping dan Belakang
A. Zona Perumahan
2. Perumahan Kepadatan Sedang  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Tanpa GSB samping untuk bangunan deret;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 2 meter dari dinding;
 Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter;
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
3. Perumahan Kepadatan Tinggi  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 2 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 3 meter dari dinding;
 Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter;
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
B. Zona Perdagangan dan Jasa
1. Perdagangan dan Jasa  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 2 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Tanpa GSB samping untuk bangunan deret;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 3 meter dari dinding;
 Garis sempadan samping deret dari 60 meter minimum 4 meter dengan blok bangunan berikutnya yang berfungsi sebagai jalur darurat.
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
C. Zona Perkantoran
1. Perkantoran Pemerintah  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 2 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 3 meter dari dinding;
 Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter;
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter. 47
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Tata Massa Bangunan


No. Garis Sempadan Ketentuan (m)
IV. Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) Samping dan Belakang
Zona Perkantoran
2. Perkantoran Swasta/Bisnis Lainnya  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 2 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Tanpa GSB samping untuk bangunan deret;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 3 meter dari dinding;
 Garis sempadan samping deret dari 60 meter minimum 4 meter dengan blok bangunan berikutnya yang berfungsi sebagai jalur darurat.
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
Zona Sarana Pelayanan Umum (SPU)
1. Pendidikan  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 2 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
2. Transportasi
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 3 meter dari dinding;
3. Kesehatan
4. Olahraga  Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter;
5. Peribadatan
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
Zona Industri
1. Aneka Industri  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 3 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Tanpa GSB samping untuk bangunan deret;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 4 meter dari dinding;
 Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter;
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
2. Pergudangan  Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 2 m untuk bangunan tunggal dari dinding bangunan;
 Tanpa GSB samping untuk bangunan deret;
 Garis sempadan belakang bangunan berjarak minimal 3 meter dari dinding;
 Jarak antar bangunan 1 lantai minimum 1,5 meter, 2 lantai 3,5 meter, dan 3 lantai 5,0 meter; 48
 Setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 meter.
2.6 PERATURAN ZONASI

Ketentuan Sarana dan Prasarana Minimum


• PRASARANA MINIMUM adalah prasarana yang dibutuhkan suatu kegiatan agar dapat berfungsi dengan tidak
mengurangi kualitas lokal minimum suatu zona yang ditetapkan.

• Ketentuan prasarana minimum berfungsi sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan dalam rangka
menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan prasarana yang sesuai agar zona berfungsi secara
optimal.

• Cakupan: Parkir, Bongkar Muat, Kelengkapan prasarana lain yang dianggap perlu

49
Zoning Teks Sub Zona Sempadan Sungai (SS)
No. KETENTUAN URAIAN KETENTUAN
1. TUJUAN DAN KUALITAS YANG DIHARAPKAN : Terpeliharanya sempadan sungai guna melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir
dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
2. PENGATURAN PEMANFAATAN :  Kegiatan yang diperkenankan pada kawasan sempadan sungai adalah kegiatan pemantauan, pengelolaan, pengawasan, pariwisata terbatas, pengelolaan
air, kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman keras, perdu, pelindung sungai, pemasangan papan reklame/pengumuman,
pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yang bersifat sosial kemasyarakatan, bangunan bendung/bendungan, rumah
pompa, kolam penampungan air, dan bangunan lalu lintas air (seperti dermaga), gardu listrik, bangunan telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit air
dan fasilitas minimum pariwisata;
 Mempertahankan sempadan sungai sehingga terhindar dari erosi dan kerusakan kualitas air sungai;
 Melarang pembuangan limbah industri ke sungai;
 Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
 Pemanfaatan ruang sebagai budidaya perikanan dengan memperhatikan unsur pengelolaan lingkungan;
 Pada zona sempadan sungai yang belum terbangun, masih diperbolehkan kegiatan pertanian dalam skala kecil dengan jenis tanaman yang diijinkan;
 Kegiatan lain yang tidak memanfaatkan ruang secara luas, seperti pemasangan iklan/reklame, kabel/tiang listrik, beton dermaga, atau kegiatan lain yang
sejenis, khususnya yang menjadi pelengkap kegiatan pariwisata diperbolehkan;
 Kegiatan atau bentuk bangunan yang secara sengaja dan jelas menghambat arah dan intensitas aliran air sama sekali tidak diperbolehkan
 Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;
 Tidak mengijinkan segala bentuk perubahan fungsi zona.
3. KETENTUAN KEGIATAN DAN PEMANFAATAN RUANG : Diijinkan ( I ) Diijinkan secara Terbatas ( T ) Diijinkan Bersyarat ( B ) Tidak Diijinkan ( X )
1) Kebun; Peternakan diijinkan secara terbatas Tidak ada Kegiatan diluar yang
2) Holtikultura; dengan batasan : disebutkan dalam
a. Tidak mengganggu fungsi sempadan; ketentuan a, b dan c
3) Sawah Lahan Basah;
4) Sawah Lahan Kering; b. Pemanfaatan ruang sebagai budidaya
perikanan dengan memperhatikan
5) Wisata Alam; unsur pengelolaan lingkungan.
6) Hutan Kota; c. Kegiatan atau bentuk bangunan secara
7) Taman Kota; jelas tidak menghambat arah dan
8) Taman Lingkungan; intensitas aliran air.

9) Sempadan/Penyangga, dan d. Luas keseluruhan maksimal dalam blok


adalah 5 % dari luas sub zona sempadan
10) Pos Jaga. sungai (PS-1) di dalam blok.
4. KETENTUAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG :  KDB maksimum 5 %;
 Ketinggian Bangunan maksimum 4 meter, atau 1 lantai; 50
 KLB maksimum 0,05;
 KDH minimum 95%.
Zoning Teks Sub Zona Sempadan Sungai (SS)
No. KETENTUAN URAIAN KETENTUAN
5. KETENTUAN TATA BANGUNAN : 1. Garis Sempadan Pagar (GSP) Terhadap Sungai
a) Garis sempadan pagar terhadap sungai bertanggul pada kawasan perkotaan adalah 3 (tiga) meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
b) Garis sempadan pagar terhadap sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yaitu :
 Untuk sungai berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 10 (sepuluh) meter; dan/atau
 Untuk sungai berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter adalah 15 (lima belas) meter.
2. Garis Sempdan Bangunan (GSB) Terhadap Sungai Bertanggul di Dalam Kawasan Perkotaan :
a) Garis sempadan bangunan terhadap sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah 6 (enam) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
b) Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah 13 (tiga belas) meter dari
sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) Terhadap Sungai Tidak Bertanggul di Dalam Kawasan Perkotaan :
a) Garis sempadan bangunan terhadap sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yaitu :
 Untuk sungai tidak bertanggul berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 13 (tiga belas) meter;
 Untuk sungai tidak bertanggul berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter adalah 20 (dua puluh) meter;
b) Garis sempadan bangunan industri dan/atau pergudangan terhadap sungai tidak bertanggul didalam kawasan perkotaan yaitu :
 Untuk sungai berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 20 (duapuluh) meter;
 Untuk sungai berkedalaman lebih dari 3 (tiga) meter adalah 25 (dua puluh lima) meter.
6. KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMUM : A. Jalur Pejalan Kaki
 Menyediakan jalur pejalan kaki atau pedestrian sesuai dengan standar dan ketentuan (lebar minimal 2 m);
 Penyediaan jalur pejalan kaki harus memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang cacat, orang tua, dan anak-anak.
B. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
 Ruang terbuka hijau dapat berupa hutan kota, taman lingkungan, jalur hijau sungai (sempadan sungai), dan zona penyangga;
C. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
 Ruang terbuka non hijau berupa pos jaga, dan toilet umum pemakaian material yang dapat menyerap air (permeable).
D. Prasarana Lingkungan
 Pada area yang dimanfaatkan untuk aktivitas publik, setiap jarak 20 (dua puluh) meter wajib menyediakan tempat sampah di bagian depan dan
dibedakan untuk tiap jenis sampah (organik dan an organik);
 Hidran umum ditempatkan pada area jalur hijau jalan atau memanfaatkan area GSB;
 Menyediakan elemen tata informasi dan rambu pengarah, serta jalur evakuasi bencana.
51
Zoning Teks Sub Zona Sempadan Sungai (SS)
No. KETENTUAN URAIAN KETENTUAN
7. KETENTUAN PELAKSANAAN : a. Kawasan terbangun yang telah ada didalam sub zona sempadan sungai sebelum dikeluarkannya peraturan ini, maka dikenakan perangkat
disinsentif yaitu berupa pembatasan pengembangan elemen fisik bangunan seperti pembatasan sarana dan prasarana dasar (listrik, air
bersih, jalan, dan lain sebagainya), denda dan/atau pajak/retribusi yang lebih tinggi;
b. Pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang sesuai dengan aturan subzona sempadan sungai, akan tetapi tidak mempunyai izin, maka harus
segera mengurus perizinan;
c. Pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan aturan sempadan sungai yang ditetapkan, tetapi telah mempunyai izin,
maka keberadaannya dapat dipertahankan dengan ketentuan tidak ada perubahan pemanfaatan ruang maupun fisik bangunan;
d. Pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan aturan sub zona sempadan sungai yang ditetapkan, dan terdapat
perubahan pemanfaatan ruang dan bangunan, maka perubahannya harus mengacu kepada aturan ini;
e. Pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang tidak sesuai aturan sub zona sempadan sungai yang ditetapkan dan tidak mempunyai izin,
maka dapat ditertibkan dengan cara pencabutan izin, pembongkaran bangunan, perlengkapan izin, denda atau kurungan.
8. KETENTUAN PERUBAHAN PEMANFAATAN a. Tidak diperbolehkan merubah sempadan sungai;
RUANG : b. Untuk kepentingan pembangunan prasarana perkotaan, diperbolehkan perubahan kecil atau kurang dari 5% dari luas subzona sempadan
sungai dengan tidak merubah pola ruang (zoning map) wilayah perencanaan yang diputuskan oleh Bupati atau Kepala Dinas yang
membidangi tata ruang;
c. Kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi sempadan sungai harus dicegah perkembangannnya, dan fungsi sebagai sempadan pantai
dikembalikan secara bertahap.
9. KETENTUAN TAMBAHAN : a. Bebas dari bangunan-bangunan permanen dan semi permanen;
b. Bebas dari adanya permukiman liar;
c. Bebas dari pembuangan sampah dan limbah padat;
d. Bebas dari pencemaran limbah cair secara langsung ke badan sungai;
e. Pemanfaatan daerah sempadan sungai hanya untuk keperluan jalur hijau;
f. Kawasan terbangun di sempadan sungai seoptimal mungkin dibatasi intensitasnya;
g. Setiap bangunan yang berada di sempadan sungai harus menghadap sungai dan disediakan jalan inspeksi selebar minimum 2 meter dan
dilengkapi dengan lampu penerapan jalan dengan interval minimal 15 meter;
h. Tidak boleh membuang limbah apapun ke badan sungai;

52
Zoning Teks Sub Zona Sempadan Sungai (SS)
No. KETENTUAN URAIAN KETENTUAN
9. KETENTUAN TAMBAHAN : i. Di.sempadan sungai wajib dilakukan penghijauan dengan jenis tanaman yang mempunyai sifat :
 Mempunyai sistem perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah;
 Tumbuh baik pada tanah padat;
 Sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan;
 Kecepatan tumbuh bervariasi;
 Tahan terhadap hama dan penyakit tanaman;
 Jarak tanam setengah rapat sampai rapat 90 (sembilan puluh) % dari luas area, harus dihijaukan;
 Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap.
 Berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya; dan
 Dominasi tanaman berupa tanaman tahunan.
j. Perkerasan dalam sempadan sungai harus terbuat dari bahan yang dapat meloloskan air seperti paving blok.
k. Setiap bangunan, rumah dan struktur yang berada di zona sempadan sungai harus terintegrasi dengan lansekap zona untuk
mempertahankan kesan visual zona.
l. Diperbolehkan secara terbatas untuk pemasangan papan reklame, papan spanduk, jaringan prasarana umum (jaringan listrik, telepon,
drainase, dan lain-lain);
10. STANDAR TEKNIS : a. SNI 03-1724-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan di Sungai;
b. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang No. 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota;
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air Dan atau Sumber Air;
d. Peraturan Menteri PU No. 05/PRT/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
e. PERDA Kabupaten Cirebon No 7 Tahun 2018 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2018-2038;
f. Perda Kabupaten Cirebon No 11 Tahun 2012 entang Garis Sempadan.

53
03
Penyiapan Legalisasi RDTR
dan KLHS Kecamatan
Lemahabang
MEKANISME
PERSETUJUAN SUBSTANSI
RENCANA RINCI TATA RUANG
LANDASAN HUKUM PERSUB DAN REKOMGUB

56
PROSES LEGAL : Mengapa Perlu Persetujuan Substansi ?

Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
“penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Rinci Tata Ruang dilakukan setelah mendapat
Persetujuan Substansi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
penataan ruang..”

Pasal 1 poin 1 Permen ATR no.8 Tahun 2017 tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi
dalam rangka Penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Provinsi dan Rencana Tata
Ruang Kabupaten / Kota
“Persetujuan Substansi adalah persetujuan yang diberikan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang penataan ruang yang menyatakan bahwa materi rancangan peraturan
daerah tentang rencana tata ruang telah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang, kebijakan nasional, dan mengacu pada rencana tata ruang secara hierarki..”

57
PROSES LEGAL RDTR : Menjadi PERDA

58

Sumber: LAMPIRAN I - PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017
SEBELUM PROSES PERMOHONAN REKOMENDASI
GUBERNUR RAPERDA RTR

˃ Beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang


akan mengajukan Rekomendasi Gubernur Raperda RTR
Kabupaten/Kota yakni sebagai berikut:

Pembentukan tim teknis RTR


Kabupaten/Kota
Konsultasi/Pembahasan Raperda
RTR dengan DPRD bersama
Pemerintah Kabupaten/Kota
Konsultasi Publik

Perbaikan atau finalisasi Raperda


RTR Kabupaten/Kota sebelum Proses Permohonan Rekomendasi Gubernur
permohonan Rekomdasi Gubernur 59
1. Pembentukan tim teknis RTR Kabupaten/Kota
 Tim teknis merupakan tim di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota yang membidangi terkait penyusunan RTR Kabupaten/Kota
 Tim teknis bertugas antara lain :
› melakukan persiapan pelaksanaan kegiatan;
› memantapkan penyusunan materi Teknis dan Raperda RTR;
› mengikuti pembahasan yang dilaksanakan di tingkat Kabupaten/kota dalam rangka permohonan rekomendasi gubernur;
› melakukan perbaikan dan penyempurnaan materi teknis dan raperda RTR; dan
› mengawal materi teknis dan raperda RTR sampai menjadi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang RTR

2. Konsultasi/Pembahasan Raperda RTR dengan DPRD bersama Pemerintah Kabupaten/Kota


Materi Teknis dan Raperda tentang RTR Kabupaten/Kota yang diajukan untuk mendapatkan rekomendasi gubernur, sebelumnya telah
diajukan terlebih dahulu kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk dilakukan konsultasi/pembahasan bersama
Konsultasi/pembahasan ini bertujuan untuk menginformasikan kepada DPRD Kabupaten/Kota terkait Raperda RTR dan dokumen
pendukungnya

60
3. Konsultasi Publik
 Konsultasi publik dilakukan untuk menjaring masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan terkait lainnya mengenai
substansi Raperda RTR yang akan diproses untuk ditetapkan menjadi perda
 Konsultasi publik dilakukan dengan melibatkan masyarakat atau perwakilannya, para pakar, LSM dan juga perlu menghadirkan
perwakilan dari instansi pemerintah kabupaten/kota terkait dan DPRD Kabupaten/Kota
 Berita acara konsultasi publik nantinya akan menjadi kelengkapan dari pengajuan Surat Permohonan rekomendasi Gubernur

61
MEKANISME DAN TATA CARA PERMOHONAN PERDA
RRTR UNTUK MENDAPATKAN REKOMENDASI GUBERNUR

PENGAJUAN RANCANGAN PERDA


RENCANA TATA RUANG

Rancangan Perda yang diajukan:


a. telah dibahas dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten/Kota;
b. telah dibahas antara Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota guna disepakati untuk diajukan kepada Gubernur dalam rangka mendapatkan
rekomendasi gubernur; dan
c. telah diperiksa secara mandiri oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan hasil pembahasan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b serta peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

62
PRINSIP PERMOHONAN REKOMENDASI GUBERNUR
RENCANA TATA RUANG
1. Mengecek kesesuaian/konsistensi rencana tata ruang kabupaten/kota dengan RTRWN/RTRWP;
2. Berdasarkan pendekatan self assessment oleh Pemda Kab/Kota;
3. Penekanan peran Pemerintah Daerah Provinsi sebagai pembina agar daerah mampu melakukan self assessment; dan
4. Pembahasan melalui forum Lintas Sektor.

PRINSIP PEMERIKSAAN SUBSTANSI RENCANA TATA RUANG

63
Tabel Pemeriksaan Mandiri
(Penelaahan Materi)

64
LIST KELENGKAPAN ADMINISTRATIF (Persyaratan Wajib)

NO K E L E N G K A PA N
1 Surat Permohonan Persetujuan substansi dari Bupati;
2 Berita acara kesepakatan pengajuan persetujuan substansi antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan DPRD Kabupaten;
3 Materi teknis yang terdiri atas buku rencana dan fakta analisis perubahan rencana umum tata ruang dan/atau rencana rinci tata ruang (dalam format softcopy
dan hardcopy)
4 Abum Peta (dalam format softcopy (format *SHP) terdiri atas:; a. peta dasar; b. peta tematik; dan c.peta rencana.
5 Tabel sandingan rencana umum tata ruang dan/atau rencana rinci tata ruang eksisting dengan rancangan perubahan rencana umum tata ruang dan/atau rencana
rinci tata ruang (dalam format softcopy dan hardcopy)
6 Surat pernyataan dari Kepala Daerah bertanggung jawab terhadap kualitas rancangan Perda tentang RT
7 Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2 (dua) kali);
8 Berita Acara dengan kabupaten/kota yang berbatasan
9 Berita Acara yang dikeluarkan oleh BIG perihal Pernyataan Peta Dasar yang Telah Siap Dilanjutkan untuk Proses Persetujuan Substansi;

10 Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang sudah divalidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
11 Citra Satelit Historis dari LAPAN/BIG
12 Dokumen Perda RTRW Kabupaten/Kota
13 Tabel pemeriksaan mandiri, dengan format sesuai dengan Lampiran I dan Lampiran II Permen ATR No. 8/2017
14 Naskah Akademik
15 Berita Acara (BA) Kesepakatan BKPRD
65
16 Tabel dan Peta Neraca Perubahan Fungsi Ruang
Sumber: LAMPIRAN IV - PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017
Penyiapan Kelengkapan Dokumen
(Dokumen Administrasi)

No. DOKUMEN ADA/TIDAK KETERANGAN

Dokumen Administrasi
Surat Permohonan Pemohonan Persub dari
1 ada draft
Walikota/Bupati

2 Berita Acara BKPRD ada


Berita Acara kesepakatan pengajuan
3 persetujuan substansi antara pemerintah Blm ada Belum dilakukan
daerah dengan DPRD
Surat keputusan pembentukan tim peninjauan
4 - Penyusunan Baru
kembali dari Walikota/Bupati
Surat keputusan dari Walikota/Bupati tentang
Penyusunan Baru
5 rekomendasi tindaklanjut hasil pelaksanaan -
peninjauan kembali RRTR
Penyiapan Kelengkapan Dokumen
No. DOKUMEN ADA/TIDAK KETERANGAN

Berita Acara konsultasi publik Telah dilakukan 2x Konsultasi


6 ada Publik
(minimal 2x)
Berita Acara Kesepakatan dengan Tidak berbatasan langsung
7 - dengan kota/kab lain
wilayah yang berbatasan
Berita Acara
Konsultasi/Rekomendasi dari BIG
8 ada Proses Asistensi Peta Dasar
yang menyatakan RTR dapat
diproses persetujuan substansi

Masih dalam proses


9 Surat Validasi KLHS - penintegarisian dengam materi
Teknis RDTR
Penyiapan Kelengkapan Dokumen
No. DOKUMEN ADA/TIDAK KETERANGAN

Dokumen Substansi Teknis


Dokumen hasil peninjauan kembali (dalam format
1 - Penyusunan Baru
softcopy dan hardcopy)
2 Materi Teknis (buku rencana dan fakta analisis) ada
3 Album Peta ada

a. peta dasar;

b. peta tematik; dan


c. peta rencana (yang telah sesuai dengan lampiran
raperda)*
4 Tabel sandingan Perda RTRW Provinsi dengan ada Sesuai lampiran 2
Permen 08/2017
Raperda Revisi
Penyiapan Kelengkapan Dokumen
(Dokumen Substansi Teknis)

No. DOKUMEN ADA/TIDAK KETERANGAN

Dokumen Substansi Teknis

Surat pernyataan dari Kepala Daerah


5 bertanggung jawab terhadap kualitas rancangan ada
Perda tentang RTR (Tabel pemeriksaan mandiri) :
a. Lampiran II (Permen ATR No. 8/2017)
b. Lampiran III (Permen ATR No. 8/2017)

Dalam proses
6 Dokumen KLHS yang sudah tervalidasi ada
permohonan validasi

Dokumen legal drafting rancangan Perda


7 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta ada
Penyiapan Kelengkapan Dokumen
No. DOKUMEN ADA/TIDAK KETERANGAN

Dokumen Substansi Teknis


Lampiran Peta RTRW (Pola Ruang dan Struktur
Ruang) yang telah diparaf oleh seluruh pemangku
kepentingan terkait di daerah, yang sepenuhnya
8 mencerminkan batang tubuh legal draft Perda ada Belum di paraf
RTRW. (ditandatangani oleh kepala dinas terkait,
Kepala Kantor Wilayah Pertanahan, Kepala BPKH,
Kepala Bappeda, Kepala Dinas Tata Ruang)
PROSES PENGINTERASIAN
KLHS TERHADAP RDTR
MEKANISME VALIDASI KLHS
KERANGKA UMUM
INTEGRASI KLHS KE DALAM KRP
TAHAP PENDOKUMENTASIAN & VALIDASI KLHS
Tahap Pendokumentasian KLHS
Hasil penyusunan dan pelaksanaan, serta seluruh rangkaian pelaksanaan KLHS dan penjaminan kualitas KLHS
didokumentasikan ke dalam laporan KLHS.

Tahap Validasi KLHS


Terhadap KLHS yang telah dilakukan penjaminan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 UU
46/2016, validasi dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk Kebijakan, Rencana, dan/atau Program tingkat nasional dan provinsi; atau
b. gubernur, untuk Kebijakan, Rencana, dan/atau Program tingkat kabupaten/kota.
Validasi dilakukan untuk memastikan penjaminan kualitas telah dilaksanakan secara akuntabel dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
Validasi KLHS dilaksanakan:
a. secara bertahap pada setiap proses pembuatan dan pelaksanaan KLHS; atau
b. pada tahap akhir pembuatan dan pelaksanaan KLHS.
PERSYARATAN KELENGKAPAN
1. Dokumen KLHS yang terdiri dari:
a. SK Pokja KLHS
b. Ringkasan Eksekutif
c. Dokumen Teknis
d. Lampiran Proses Pelaksanaan KLHS
e. Penjaminan Kualitas
f. Album Peta KLHS
g. Integrasi KLHS dalam RDTR Lemahabang
2. Dokumen Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang terdiri dari:
a. Dokumen Awal RDTR sebelum disusun KLHS
b. Dokumen Akhir setelah integrasi dengan rekomendasi KLHS
3. Surat Permohonan yang terdiri dari:
a. Surat Permohonan validasi dari Kepala Daerah Kabupaten Cirebon Kepada Gubernur Jawa Barat
PROSES VALIDASI KLHS
04
Hasil Pelaksanaan KLHS
PERUMUSAN ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (PB) S/D PB
PRIORITAS

Lampiran Permen LHK 69/2017

Lintas Sektor
Lintas Wilayah
Lintas Waktu
Lintas Pemangku Kepentingan

4 ISU KIMIA-FISIK; 2 ISU 4 ISU KIMIA-FISIK; 1 ISU 4 ISU KIMIA-FISIK; 1 ISU


EKOLOGI; 7 ISU EKOLOGI; 6 ISU EKOLOGI; 1 ISU
SOSEKBUD SOSEKBUD SOSEKBUD

Lampiran Permen LHK 69/2017

Karakteristik Wilayah
Potensi Dampak
Keterkaiatan Isu PB Paling Strategis
HASIL IDENTIFIKASI & PERUMUSAN ISU PB PRIORITAS

II Isu Ekologi
1 Alih fungsi lahan pertanian
ISU
EKONOMI

III Isu Sosekbud


ISU PB 1
Perkembangan &
Pertumbuhan Penduduk
PRIORITAS
I Isu LH
1 Sampah ISU
Pengembangan Industri dan ISU LH
2
Manufaktur SOSIAL
3 Penurunan Kualitas Air
4 Kuantitas Sumberdaya Air
ANALISIS DDDT-LH (PENDEKATAN KEMAMPUAN LAHAN)
ANALISIS DDDT-LH (PENDEKATAN KEBUTUHAN & KETERSEDIAAN AIR)
Penurunan kebutuhan air terjadi
35,00 karena terjadi penurunan luasan
lahan pertanian
30,00

25,00

Total Ketersediaan
juta m3/tahun

20,00
Total Kebutuhan
Kebutuhan Domestik
15,00
Kebutuhan Non Domestik

10,00 Ketersedian Air Permukaan


Ketersediaan Air Tanah
5,00

-
2014 2018 2022 2026 2030 2034 2038 2042
Tahun
Ketersediaan air tanah terlihat mengalami
penerunan dikarena adanya pembangunan
yang membuat resapan air berkurang. Akan
tetapi pada air permukaan yang
mengandalkan air limpasan mengalami
peningkatan dikarenakan hal yang serupa.
ANALISIS DDDT-LH (PENDEKATAN KEBUTUHAN & KETERSEDIAAN PANGAN)

Tabel Analisis Daya Dukung Pangan


Daya Dukung Pangan
Desa
2038
Asem 0,34
Belawa 0,22
Cipeujeuh Kulon 0,45
Cipeujeuh Wetan 0,17
Lemahabang Kulon 0,84
Lemahabang Wetan 0,44
Leuwidingding 0,65
Picungpugur 2,45
Sarajaya 0,82
Sigong 0,52
Sindanglaut 0,38
Tuk Karangsuwung 0,68
Wangkelang 0,58
Total 0,53
Sumber: Hasil Analisis, 2018
DAMPAK RESIKO LINGKUNGAN HIDUP
KINERJA LAYANAN/ JASA EKOSISTEM
EFISIENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM

Implementasi KRP Berdampak


pada Perubahan Lahan-Lahan
Produktif seperti Sawah,
Perkebunan, Kebun Campuran dan
Hutan
TINGKAT KERENTANAN DAN KAPASITAS ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Secara Keseluruhan KRP berada


pada lokasi desa dengan indeks
kerentanan terhadap perubahan
iklim yang sangat rendah sampai
sedang berdasarkan data Sidik-
online KLHK
TINGKAT KETAHANAN DAN POTENSI KEANEKARAGAMAN HAYATI

Adanya KRP pada Perumahan Kepadatan


Rendah (R4) dan Perkantoran (KT)
berpotensi menimbulkan gaguan
terhadap keanekaragaman hayati pada
Kawasan hutan. Disamping itu terdapat
potensi keanekaragaman hayati yang
perlu dilestarkan, yakni kura-kura belawa
KONDISI LAND USE

Terimakasih

87

Anda mungkin juga menyukai