Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANNYA DALAM PANDANGAN

ISLAM

DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DISUSUN OLEH :

1.DANI FAHRURIZA

2.DENI APRIYANTO

3.JULISA

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SOELTHAN M.TSJAFIOEDDIN SINGKAWANG

JURUSAN ILMU HUKUM

2021
BAB I

PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Terdapat banyak ungkapan yang dapat di pakai untuk


menggambarkan pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan
tetapi tidak terlalu menjauh dari hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada
sebagian yang menggunakan istilah “ikhtilas” untuk menyebutkan prilaku
koruptor, meskipun dalam kamus di temukan arti aslinya yaitu mencopet atau
merampas harta orang lain. Realitanya praktikal korupsi yang selama ini terjadi
ialah berkaitan dengan pemerintahan sebuah Negara atau public office, sebab
esensi korupsi merupakan prilaku yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku di pemerintahan yang terletak pada penggunaan kekuasaan dan
wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau pihak dan di pihak lain
terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa uang atau lainnya.
Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi korupsi dengan
ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya, korupsi laksana
dunia hantu dalam kehidupan manusia. Kami mengungkapkan dunia hantu, sebab
dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujud jasadnya, akan tetapi
hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan sebuah ilusi-fantasi
yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran, kebohongan, dan
hilangnya sebuah kepercayaan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengertian korupsi menurut pandangan Islam?

b. Bagaimana motif motif dari korupsi?

c. Bagaimana dampak dari korupsi?

d. Bagimana cara menumbuhkan budaya anti korupsi?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui bagaimana pengertian korupsi menurut pandangan Islam?

b. Untuk mengetahui bagaimana motif motif dari korupsi?


c. Untuk mengetahui bagaimana dampak dari korupsi?

d. Untuk mengetahui bagimana cara menumbuhkan budaya anti korupsi?

BAB II

PEMBAHASAN 2.1

2.1. Pengertian Korupsi Secara bahasa, kata korupsi tidak ada dalam al-Qur’an
atau bahasa Arab. Kata korupsi berasal dari bahasa Latin “corrumpere”,
“corruptio”, “corruptus”. Kata tersebut kemudian diadopsi oleh beberapa bangsa
di dunia. Dalam bahasa Inggris, kata tersebut diserap menjadi corruption dari kata
kerja corrupt yang berarti “jahat”, “rusak”, “curang”. Dalam bahasa Perancis
dikenal kata corruption yang juga berarti “rusak”. Kata “korupsi” yang dipakai
dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Belanda korruptie yang
berarti “curang” dan “jahat”. Sedangkan secara istilah, korupsi mempunyai arti
yang bermacam-macam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi
berarti perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
lain sebagainya. Istilah ini kemudian dikaitkan dengan perilaku jahat, buruk atau
curang dalam hal keuangan dimana individu berbuat curang ketika mengelola
uang milik bersama. Oleh karena itulah korupsi diartikan sebagai tindak
pemanfaatan dana publik yang seharusnya untuk kepentingan umum dipakai
secara tidak sah untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Inilah istilah korupsi yang
lazim dipakai dalam istilah sehari-hari (Hasibuan, 2012). Dalam undang-undang
negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, korupsi adalah setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi (perusahaan atau badan usaha) yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dengan pengertian
tersebut praktik-praktik kecurangan yang termasuk dalam kategori korupsi antara
lain adalah manipulasi, penyuapan (uang pelicin), pungli (pungutan liar), mark up
(penggelembungan anggaran tidak sesuai dengan belanja riil), dan pencairan dana
public secara terselubung dan bersembunyi dibalik dalildalil konstitusi, dengan
niat untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar secara tidak sah dari apa
yang seharusnya diperoleh menurut kadar dan derajat pekerjaan seseorang.

2.2. Motif-Motif Korupsi Korupsi

di Indonesia nampaknya sudah menjadi kebudayaan, bukan hanya kalangan elit


birokrat, tetapi juga masyarakat luas di berbagai bidang. Akibatnya, sumber daya
alam yang emlimpah di negeri ini tidak lagi berfungsi sebagai pintu keberkahan
hidup. Urusan yang seharusnya mudah dikerjakan berubah menjadi sulit. Urisaan
yang mestinya membutuhkanwaktu sebentar berubah menjadi berlarut-larut. Jika
dilihat dari motifnya, korupsi disebabkan oleh korupsi internal dan korupsi
eksternal. Berikut ini dipaparkan bebrapa motif korupsi. 1. Motif internal Arti
motif internal dalm hal ini adalah motif yang timbul dari diri seeorang yang
melakukan korupsi. Motif internal itu antara lain (1) sikap terlalu mencintai harta
(hub aldunya), (2) sikap tamak dan serakah, (3) sikap konsumtif dan hedonis, (4)
pemahama agama yang dangkal, dan (5) hilangnya nilai kejujuran.

a. Sikap terlalu mencintai harta (hub al-dunya) Menurut K.H. Bisri Mustofa, akar
segala permasalahan korupsi adalah hub al-dunya (berlebihan dalam mencintai
dunia). Dunia yang seharusnya hanya sebagai wasilah berubah menjadi tujuan
akhir. Dengan memandang dunia sebagai tujuan akhir, seseorang akan berlomba
– lomba mengumpulkan harta benda sebanyak – banyaknya dengan cara apapun
yang bisa dilakukan, tidak peduli halal atau haram. Nabi Muhammad SAW
menegaskan bahwa cinta dunia adalah pangkal segala kejahatan.

b. Sikap Tamak dan Serakah

Tamak dan serakah merupakan dua sikap yang sering mengakibatkan umat
manusia mengalami kehinaan dan kehancuran, sebab kedua sikap ini
mengantarnya kepada sikap tidak pernah puas dan tidak pernah merasa cukup,
meskipun harta yang dimilikinya melimpah ruah. Para koruptor umumnya bukan
orang – orang miskin, tetapi orang – orang kaya yang sudah bergelimang harta.
Sikap serakalah yang menjadikan mereka tidak pernah puas untuk menumpuk
kekayaan Dan orang – orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya
mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi, dan ditambah sebanyak isi bumi
itu lagi besertanya, niscaya mereka akan membuat dirinya dengan kekayaan itu.
Orang – orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman
mereka ialah Jahannam dan itulah seburuk – buruk tempat kembali” Parahnya,
orang – orang yang serakah tidak akan berhenti menumpuk kekayaan sebelum
ajal datang menjemputnya.Dan tidaklah dapat memenuhi perut anak adam
kecuali tanah (kematian). Dan Allah menerima taubat hamba-Nya yang mau
bertobat” (HR. Bukhari dan Muslim) b. Sikap Hidup Konsumtif dan Hedonis Sikap
konsumtif adalah sikap yang berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi atau
membelanjakan harta tanpa peduli paada nasib orang lain. Sementara hedonis
adalah sikap yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai
tujuan utama dalam hidup. Dengan dua sikap tersebut manusia tidak segan
menghalalkan segala cara, termasuk korupsi, untuk mendapatkan harta yang
berlimpah. Harta yang berlimpah. Harta yang berlimpah inipun tidak memberi
rasa puas, ia selalu merasa kurang setiap saat

c. Pemahaman Agama yang Dangkal

Pemahaman agama yang dangkal dan keyakinan serta penghayatan agama yang
lemah merupakan faktor penyebab seseorang melakukan korupsi. Meskipun
sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, tetapi kasus korupsi masih
tejadi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku korupsi itu adalah orang
islam. Padahal sesungguhnya shalat, salah satu ajaran agama Islam yang
terpenting, dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar termasuk
di dalamnya mencegah perbuatan korupsi. Namun kenyataannya banyak orang
yang rajin melaksanakan ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zakat, haji tetapi
mereka tetap melakukan korupsi. Hal ini disebabkan oleh karena pelaksanaan
ajaran agama itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak
mendalami makna yang terkandung dalam ibadah itu. Ibadah yang mereka
laksanakan baru sebatas ibadah ritual seremonial, belum teraktualisasi dalam
kehidupan.

d. Hilangnya Nilai Kejujuran

Kejujuran adalah aset yang sangat berharga bagi orang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, sebab kejujuran mampu menjadi benteng bagi seseorang
untuk menghindari perbuatanperbuatan munkar seperti perbuatan korupsi ini.
Hanya saja nilai – nilai kejujuran telah hilang dari pelaku – pelaku korupsi itu. Oleh
karena itulah maka sejak kecil dalam rumah tangga dan di sekolah seharusnya
ditanamkan nilai – nilai kejujuran kepada anak – anak. Nabi Muhammad SAW
bersabda : “Katakanlah yang benar itu walau pahit sekalipun” (HR. Ibnu Hibban)

A.Motif Eksternal

a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang


dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini
pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena
itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi karena :

1) Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa


ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.

2) Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat


sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang
paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling
rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa
berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.

3) Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan


korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh
masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan
korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

4) Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan


diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah
korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.

b. Aspek ekonomi

Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-


kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu
membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya
dengan melakukan korupsi.

c. Aspek Politis

Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan
harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan
berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu
lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang
dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.

d. Aspek Organisasi

1) Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan Posisi pemimpin dalam suatu


lembaga formal maupun informal mempunyaipengaruh penting bagi
bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar
bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

2) Tidak adanya kultur organisasi yang benar Kultur organisasi biasanya punya
pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola
dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai
kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi
memiliki peluang untuk terjadi.

3) Kurang memadainya sistem akuntabilitas Institusi pemerintahan umumnya


pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan
belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu
guna mencapai hal tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit
dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau
tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan
sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang
kondusif untuk praktik korupsi.

4) Kelemahan sistim pengendalian manajemen Pengendalian manajemen


merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah
organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi
akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di
dalamnya.

5) Lemahnya pengawasan Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu


pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh
pimpinan) dan pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan
masyarakat). Pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor,
diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi,
kurangnya profesional pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum
maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri
3.1 BAHAYA KORUPSI BAGI KEHIDUPAN

Korupsi sangat berbahaya akibatnya bagi kehidupan manusia, baik aspek


kehidupan individu, kehidupan generasi muda, kehidupan bermasyarakat, sistem
politik, sistem birokrasi administrasi, dan sistem ekonomi. Bahaya korupsi bagi
kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam darah,
sehingga peilik badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia
menginginkan dapat hidup terus. Secara rinci, akibat korupsi dijelaskan berikut
ini.

1. Bahaya Korupsi terhadap Individu


Jika budaya korupsi sudah mendarah daging pada seseorang makaorang
tersebut telah berusaha menghancurkan dirinya, merusak ibadahnya,
mempermainkan doanya dan menghancurkan keluarga serta keturunannya.
Hal ini dikarenakan orangyang memakan harta hasil korupsi sama dengan
orang yang memakan harta haram. Padahal terdapat banyak efek negatif
8akibat dari memakan harta haram, diantaranya:

a. Pertama, pelakunya akan masuk neraka.

b. Kedua, pemakan barang haram tidak akan mencapai derajat takwa.

c. Ketiga, orang yangmakan makanan haram kesadaran beragamanya sempit.


Maksudnya ia tidak banyak beramal yang bernilai pahala,sehingga ia mudah
masuk neraka

d. Keempat, pemakan harta haram tidak diterima amalnya dan ditolak doanya

2. Bahaya Korupsi terhadap Kehidupan Generasi Muda

Salah satu efek negative yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang
adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi
kebiasaan seharihari, anak-anak tumbuh menjadi priadi antisosial. Selanjutnya
genrasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan
budaya mereka), sehingga pribadi mereka menjadi terbiasa dengan sifat tidak
jujur dan tidak bertanggungjawab (Alatas, 1999:62).

2. Bahaya Korupsi terhadap Kehidupan Bermasyarakat


Jika korupsi telah membudaya dan menjadi kebiasaan sehari-hari dalam suatu
masyarakat, maka ia akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, dan tidak ada system soail yang dapat berlaku dengan
baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya mementingkan diri sendiri
bahkan egois. Tidak aka nada kerjasama dan persaudaraan yang tulus. Fakta
empiris hasil penelitian dibanyak Negara dan teori-teori ilmu social
menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negative terhadap rasa keadilan
sosial dan kesetaraan soail. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam
diantara kelompok sosial dan individu, baik dalam hal pendapatan, prestis,
kekuasaan dan lain-lain. Korupsi juga membahayakan standar moral dan
intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utma
atau kemuliaan dalam masyarakat. Theoblad (1990:112) menyatakan bahwa
korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness (egois), dan sinismes
(memandang rendah orang lain). Sedangkan Muzaffar (dalam Nur Kholis,
2013) menyatakan bahwa korupsi menyebabkan seseorang menempatkan
kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan
berfikir tentang dirinya sendiri.
3. Bahaya Korupsi terhadap Sistem Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan
pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate (sah) di
hadapan masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak akan percaya
terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut. Akibatnya masyarakat tidak
akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka (Alatas, 1999:65). Praktik
korupsi yang meluas dalam politik, seperti pemilu yang curang, kekerasan
dalam peilu, money politics (polotik uang) dan lain-lain juga dapat merusak
demokrasi. Sebab untuk mempertahankan kekuasaan, penguaa yang korup
akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas
lagi dimasyarakat. Disamping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu
terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi
pertentangan Antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyk kasus, hal ini
menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat,
seperti yang terjadi di Indonesia pada rezim orde baru

4.Bahaya Korupsi terhadap Sistem Birokrasi Administrasi

Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya


administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikuasai oleh korupsi dalam
berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan
kualifikasi tidak akan pernah terlaksana. Kualitas layanan jelek dan
mngecewakan publik. Hanya orang kaya yang mendapatkan layanan yang baik
karena mereka mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya
keresahan sosial, ketidakseteraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan
sosial yang menyebabkan “jatuhnya” para birokrat. Pelaksanaan sistem
birokrasi dan administrasi yang dilakukan denga suap menhyuap bertentangan
dengan ajaran islam dan perilaku yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
dan para sahabatnya. Diantara contohnya adalah larangan menerima hadiah
atau suap. Hal ini seperti ketegasan yang dilakukan oleh sahabat Abdullah bin
Rawahah pada saat beliau mendapat amanah sebagai pemimpin. Pada saat
beliau tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi hasil bumi
Khaibar,setengah untuk kaum muslimin dan sisanya untuk orang yahudi. Pada
saat itu datanglah orang Yahudi kepadanya memberikan suap verupa
perhiasaan agar ia mau memberikan lebih dari setengah untuk orang Yahudi.

4. Bahaya Korupsi terhadap Sistem Perekonomian


Korupsi juga berdampak merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika
sebuah proyek ekonomi sarat dengan korupsi (penyuapan untuk kelulusan
proyek, nepotisme dalam penunjukan pelaksanaan proyek, penggelapan
dalam pelaksanaannya, dan bentuk-bentuk korupsi lain dalam proyek), maka
pertumbuhan ekonomi yang diharapakan dari proyek tersebut tidak akan
tercapai.

Penelitian empiric oleh Transparency Interantional menunjukkan bahwa korupsi


juga mengakibatka berkurangnya investasi modal dalam negeri maupun luar
negeri, karena para investor akan berfikir dua kali untuk membayar biaya yang
lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat
agar mendapat izin, biaya-biaya lain yang tidak perlu). Nur Kholis (2013)
mengungkapkan bahwa sejak tahun 1997, investor dari Negaranegara maju
seperti Amerika dan Inggris cenderung leih suka menginvestasikan dana mereka
dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada Negara yang tingkat
korupsinya kecil.

2.6 Upaya Menumbuhkembangkan Budaya Anti Korupsi

1. Budaya Anti Mencontek, Plagiasi danTitip Absen

Amanat UU No 2 Tahun 2003 sangat jelas, yaitu pendidikan pada hakekatnya


adalah mengembangkan potensi diri peserta didik dengan dilandasi oleh kekuatan
spiritual keagamaan,pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan. Dengan demikian, pendidikan mempunyai peran yang
strategis dalam membangun karakter mahasiswa. Tujuan pendidikan bukan hanya
untuk mengembangkan intelegensi akademik mahasiswa, tapi juga membentuk
mahasiswa yang berbudaya jujur.

Namun permasalahan yang hingga saat ini masih menjadi fenomena di kalangan
sebagian mahasiswa adalah budaya tidak jujur. Fakta menunjukan bahwa
budayatidak jujur kian menggejala dikalangan sebagian mahasiswa. Semangat
inovasi dan etos kerja sebagian mahasiswa menunjukkan grafik yang
menghawatirkan. Indikatornya sederhana, banyak mahasiswa tidak jujur dalam
perkuliahan, misalnya mencotek, plagiasi dan titip absen.

Perilaku mencotek, plagiasi dan titip absen merupakan bentuk ketidakjujuran


yang kelak rentan memunculkan perilaku korupsi. Banyak oran pintar yang lulus
perguruan tinggi, tapi sedikit orang pintar yang jujur. Padahal Islam menyukai sifat
jujur dan sangat mengecam sifat dusta. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi
SAW dalam sebuah hadis :

“Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan


menunjukkan pada surga. Seseorang yang senantiasa berperilaku jujur, sehingga
(layak) dia disebut orang yang jujur. Sementara kedustaan itu akan membawa
kepada keburukan, dan keburukan akan mengantarkan kepa api neraka.
Seseorang yang senntiasa berperilaku dusta, sehingga (pantas) dia disebut orang
yang pendusta.” (HR. Bukhari)

Membiasakan hidup jujur merupakan nilai hidup yang sangat penting dalam
hubungan dengan sesame manusia dan alam, bahkan sekaligus menjadi sendi
kemajuan hidup manusia sebagai pribadi dan kelompok, terlebih lagi dalam
kaitannya dengan pribadi sebagai bagian dari kelompok masyarakat ilmiah. Hal ini
sesuai dengan ciri-ciri masyarakat ilmiah yang antara lain; (1) bersifat terbuka
terhadap informasi, (2) menghargai pendapat orang lain, (3) kritis, (4) inovatif, (5)
visioner, (6) menerima perubahan, dan (7) berakhlak mulia.

Pembentukan dan pembiasan perilaku jujur (berakhlak mulia) secara mulia


umum dapat dibentuk dalam diri setiap individu, karena Allah SWT telah
memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak mulia
dan menjahui akhlak tercela. Proses pembentukan perilaku jujur (anti mencotek,
anti plagiasi, anti titip absen, dan lain-lain) setidaknya bisa dilakukan melalui dua
hal berikut.

a. Pertama, proses pembiasaan,


yaitu dengan membiasakan diri untuk berprilaku jujur dan membiasakan
diri untuk menjalani proses dengan baik agar dapat memperoleh hasil yang
maksimal. Sebagai contoh, apabila seseorang mahasiswa ingin berhasil
dalam suatu ujian, maka dia harus rajin mengikuti perkuliahan, rajin
membaca, rajin menela’ah catatan.
b. Kedua, proses keteladanan. Sikap jujur lebih efektif terbentuk pada
mahasiswa jika para pendidik (disen) juga memberikan teladan dengan
berperilaku jujur. Sebagai contoh, apabila suatu saat seorang odsen
berhalangan hadir, dia seharusnya memberitahukan informasi dan
alasannnya kepada mahasiswa (melalui ketua kelas atau wakilnya).

2. Memegang Teguh Amanah

Amanah berasal dari bahasa arab dalam bentuk mashdar dari (amina-
amanatan0 yang berate jujur atau dapat dipercaya (Ma’luf, 1986:18).
Menurut KBBI, amanah adalah sesuatu yang dipercayakan (dititpkan)
kepada orang lain. Sedangkan menurut al-Maraghi(1974), amanah adalah
sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak
memilikinya, al-Marghi (1974:70) membagi amanah menjadi tiga macam,
yaitu; (1) amanah manusia terhadap Tuhan, (2) amanah manusia kepada
orang lain, dan (3) amanah manusia terhadap diri sendiri. Penjelasan ketiga
macam amanah tersebut:

Pertama, amanah manusia terhadap Tuhan, yaitu semua aturan Tuhan


yang harus dipelihara berupa melaksanakan semua perintah Tuhan dan
meninggalkan semua karangan-Nya. Termasuk di dalamnya menggunakan
semua potensi dan anggota tubuh untuk hal-hal yang bermanfaat serat
mengakui bahwa semuaitu berasal dari Tuhan. Sesungguhnya seluruh
maksiat adalah perbuatan khianat kepada Allah SWT karena melanggar
amanat yang diberikan Allah.

Kedua, amanah manusia kepada orang lain, diantaranya mengembalikan


titipan kepada pemiliknya, tidak menipu dan berlaku curang, menjaga
rahasia kelaurga, kerabat dan manusia secara keseluruhan. Termasuk jenis
amanah ini adalah pemimpin berlaku adil tehadap masyarakatnya, dan
ulama berlaku baik pada masyarakatnya dengan memberi petunjuk dan
nasihat yangdapat memperkokoh iman.

Ketiga, amanah manusia terhadap dirinya sendiri, yaitu berbuat


sesuatuyangterbaik dan bermanfaat bagi dirinya, baik dalam urusan agama
maupun dunia, dan tidak membahyakan dirinya didunia dan akhirat.
Sebagaicontohmenjaga kesehatan dengan cukup istirahat, olahraga, dan
makan-minum bergizi, dan menggunakan anggota tubuh untuk berbuat
baik.

Berkaitan dengan amanah, manusia sebagai khalifah Allah (wakil Allah) dan
‘Abd Allah (hamba Allah) diwajibkan senantiasa memegang teguh amanah
yang telah dibebankan kepadanya. Sebagai khalifah Allah di muka bumi ini,
manusia bertugasmenata kehidupan sebaik mungkin sehingga tercipta
kedamaian dan kemakmuran dimuka bumi dalam rangka
mengapliklasikanberbagaibekal yang telah Allah berikankepadanya.
Sedangkan sebagai ‘Abd Allah, manusia dituntut untuk selalu taat, patuh,
dan tunduk kepada Allah.

Kesediaan mengemban amanah dari Allah tersebut mengandung


konsekuensi bahwa manusia harus lebih mengutamakan menjalankan
kewajiban yang diberikan Allah dari pada menuntut hak. Kewajiban
tersebut merupakan bentuk tanggung jawab manusia dalam menjalankan
misinya sebagai khalifah Allah dan ‘Abd Allah di muka bumi. Karenanya ia
harus mengutamakan mewujudkan tugasnya menata kehidupan di bumi
dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, dan bernegara semata-mata karena Allah (Q.S. 6:163).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a. Korupsi adalah pengambilan hak orang lain yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi untuk kepentingan diri sendiri. Korupsi merupakan
tindakan yang haram dilakukan.
b. Hukuman bagi orang yang melakukan korupsi dalam islam akan dihukum
sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Hukuman disesuaikan dengan
besar kecilnya jumlah uang/barang yang dikorupsi dan dampaknya bagi
masyarakat.
c. Penyebab dari korupsi dikarenakan adalah motif internal (yang tumbuh
dari diri seseorang itu sendiri)dan motif eksternal (pengaruh dari
lingkungan luar yang membuat orang tersebut melakukan tindakan korupsi)
d. Korupsi membawa dampak yang berbahaya bagi individu, kehidupan
generasi muda, kehidupan bermasyarakat, sistem politik, sistem birokrasi
administrasi, dan sistem perekonomian.
e. Upaya untuk mengembangkan budaya anti korupsi adalah dengan cara:
budaya anti mencontek, plagiasi dan titip absen dan memegang teguh
amanah agar kita terhindar dari korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Hussein. 1999. Corruption and The Destiny of Asia. Kuala
Lumpur: Prentice Hall (M) Sdn. Bhd. dan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd

Al-Dimyathi, Ahmad Syatha. Tanpa tahun. I’ānah al-Thālibīn. Maktabah


syamilah: www.al-Islam.com Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. 1974. Tafsir al-
Maraghi. Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Zarqani, Abd al-Baqi. Tanpa tahun. Syarh al-Mutawattha’ al-Imam Malik.


Maktabah syamilah: www.al-Islam.com

Bisri, Mustofa. 2004. Hub al-Dunya adalah Akar Korupsi. Dalam Burhan, A.S
& Nurul Huda

Maarif. Menolak Korupsi, Membangun Kesalehan Sosial. Jakarta: P3M

Ridha, Muhammad Rasyid. 1990. Tafsir al-Mannar. Maktabah syamilah:


www.al Islam.com
Hasibuan, A.S. 2012. Korupsi dan Pencegahannya dalam Perspektif Hukum
Islam. Online: diakses 17 Mei 2013.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kholis, Nur. 2013. Korupsi dan
akibatnya: Analisis Prespektif Ekonomi Islam. Online:
http//nurkholis77.staff.uii.ac.id/. Diakses 17 mei 2013.

Malik, Imam. Tanpa tahun. Al-Muwattha’. Maktabah syamilah: www.al-


Islam.com

Mas’udi, Masdar F. 2004. Hadiah untuk Pejabat. Dalam Burhan, A.S & Nurul
Huda Maarif. Menolak Korupsi, Membangun Kesalehan Sosial.

Anda mungkin juga menyukai