Anda di halaman 1dari 20

OBAT SISTEM SARAF PUSAT II

Novia Herawati Labudu1, Lacemmang, S.Farm2


1
Mahasiswa Fakultas Farmasi, UMI
2
Asisten Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi, UMI

Email : noviaherawati10@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Sistem saraf adalah sistem koordinasi pada makhluk hidup yang
terdiri atas sel neuron yang berfungsi mengordinasikan rangsangan dari reseptor
untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf menjadikan makhluk hidup
lebih tanggap dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
maupun di luar lingkungan. Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum
tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan
sistem saraf otonom. Seluruh aktivitas tubuh manusia dikendalikan oleh sistem
saraf pusat. Sistem ini yang mengintegrasikan dan mengolah semua pesan yang
masuk untuk membuat keputusan atau perintah yang akan dihantarkan melalui saraf
motorik ke otot atau kelenjar. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang. Otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, sedangkan sumsum
tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Analgetika atau obat
penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang digunakan untuk
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Antiinflamsi adalah obat yang digunakan
untuk mengurangi peradangan atau inflamasi.
Tujuan praktikum : untuk menentukan efektivitas dari obat analgetik yaitu asam
mefenamat berdasarkan jumlah geliat pada hewan coba mencit (Mus muscullus)
yang diinduksi dengan asam asetat glasial.
Metode : Pada penelitian ini digunakan digunakan 5 hewan coba yang terdiri dari 4
ekor mencit dan 1 ekor tikus. Pada kelompok I hewan coba diberikan ibuprofen
kemudian setekah 30 menit disuntikkan dengan asam asetat glasial. Pada kelompok
II hewan coba diberikan Asam mefenamat kemudian setekah 30 menit disuntikkan
dengan asam asetat glasial. Pada kelompok III , hewan coba tikus diberikan obat
paracetamol setelah di induksi dengan pepton. Pada kelompok IV hewan coba
diberikan obat Nilaren setelah diinduksi dengan karagen. Pada kelompok IV hewan
coba diberikan obat Piroxicam setelah diinduksi dengan karagen.
Hasil : hasil penelitian menunjukan bahwa obat Asam mefenamat yang diberikan
pada hewan coba mencit (mus muscullus) dilihat dari frekuensi geliatnya
merupakan obat analgetik.
Kesimpulan : obat asam mefenamat merupakan obat analgetik.

Kata Kunci : Sistem saraf pusat, analgetik, antiinflamasi, antipiretik.

1
PENDAHULUAN
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang
terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal
vertebral, dan sistem saraf perifer yang meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam
tubuh, sistem saraf perifer terdiri dari saraf kranial dan saraf spinal yang
menghubungi otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor (Sloane,
2003).
Sistem parasimpatis sebagian besar terdiri dari kumpulan ganglia motorik
yang tersebar difus di dalam dinding organ yang dipersarafinya. Kedua sistem ini
dibedakan lebih lanjut oleh kenyataan bahwa serabut eferen praganglionnya berasal
dari berbagai bagian susunan saraf pusat (Katzung, 2002).
Serabut saraf proganglion parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat
melalui saraf otak serta radiks spinalis sakralis ketiga dan keempat. Akson
proganglion simpatis meninggalkan susunan saraf pusat melalui radiks torakalis
dan lumbalis. Selain bagian motorik perifer susunan saraf otonom yang sudah jelas,
masih banyak lagi serabut  sensoris aferen yang berhubungan dengan pusat
integrasi penting di dalam hipotalamus dan medula oblongata, untuk
membangkitkan aktivitas motorik yang disampaikan ke sel-sel efektor oleh serabut-
serabut eferen (Katzung, 2002).
Di pihak lain, fungsi sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya secara tidak
spesifik oleh zat-zat pereda pusat seperti hipnotika dan sedativa. Sebagai akibatnya
kesadaran untuk impuls eksogen diturunkan serta aktivitas fisik dan mental
dikurangi. Obat-obat ini tidak memengaruhi tingkah laku (behaviour) secara
spesifik, sebagaimana halnya dengan tranquilizers, yang disamping itu juga
berkhasiat depresif terhadap SSP. Antagonis dari obat-obat tersebut adalah zat-zat
yang berkhasiat menstimulasi seluruh sistem saraf pusat, yaitu analeptika
(wekamin) dan antidepresiva. Kedua jenis obat ini memengaruhi semangat dan
suasana jiwa berdasarkan kegiatan langsung terhadap otak (Tjay dan rahardja,
2015).
Kelompok, perangsang SSP memiliki berbagai kegunaan klinis dan rentan
disalah gunakan, seperti halnya depresan SSP dan narkotika. Yang termasuk

2
kelompok perangsang psikomotor yaitu amphetamine, armodafinil, atomoxentine,
caffeine, cocaine, dextroamphetamine, methylphenidate, modafinil, nicotine,
theobromine, teophylline, varenicline, lisdexamphetamine. Dan yang termasuk
kelompok halusinogen yaitu lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine
(PCP), tetrahydrocannabinol (THC)(Harvey dan Champe, 2009).
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf lingkungan
internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur kemampuan khusus seperti
iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus dan konduktivitas, atau kemampuan
untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam
tiga cara utama, yaitu (Sloane, 2003)
1. Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor,
yang terletak di tubuh baikeksternal (reseptorsomatil) maupun internal
(reseptorviseral).
2. Aktivitasi ntegratif. Resepto rmengubah stimulus menjad iimpulslistrik yang
menjalar disepanjang saraf sampai keotakdan medulla spinalis yang kemudian
akan menginterprestasi dan mengintegrasi stimulus sehingga respon terhadap
informasi bis aterjadi.
3. Output motorik. Impuls dari otakdan medulla spinalis memperoleh respons yang
sesuai dari otot dan kelenjar tubuh, yang disebut sebagai efektor.
Sistem saraf mempunyai sifat yang sama dengan sistem endokrin, yang
merupakan sistem utama lain untuk mengontrol fungsi tubuh. Termasuk
didalamnya adalah integrasi tingkat tinggi didalam otak, kemampuan
mempengaruhi proses yang terjadi didalam tubuh di area yang jauh, dan
penggunaan umpan balik negatif secara luas. Kedua sistem tersebut menggunakan
bahan kimia sebagai transmiter dari informasinya. Di dalam sistem saraf, transmiter
kimia berada diantar sel saraf dan sel-sel efektor mereka. Transmisi kimia terjadi
melalui rilis sejumlah kecil substansi trnsmiter dari terminal saraf kedalam celah
simpatik. Transmiter kemudian melewati celah secara difusi dan mengaktifkan atau
menghambat sel pascasinaps dengan cara berikatan dengan molekul resptor
khusus(Katzung, 2002).

3
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman
kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan halnya merupakan suatu gejala yang
berfungsi sebagai isyarat bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan,
rematik, encok atau kejang otot (Tjay dan rahardja, 2015).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang
adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang
otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat
mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri
di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di
salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak
sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari
thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan rahardja, 2015).
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di
kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat
melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan
jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya substansi P (Ganong, 2003).
Rasa nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional,yang tidak enak dan
yang berkaitan dengan  ( ancaman ) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau
memperhebat, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsang nyeri. Nyeri
merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi
setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah  konstan, yakni pada 44-45°C. rasa
nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang bersifat bahaya

4
tentang adanya ganguan dijaringan seperti peradangam (rema,encok), infeksi jasad
renik atau kejang otot (Tjay dan rahardja, 2015).
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara yakni (Anief, 2004):
1. Menghalangiterbentuknyarangsanganpadareseptornyeriperimerdengananalgeti
kalokal
2. Merintangi penyaluran rangsangan disaraf-saraf sensoris,  misalnya denganan
astetikaloka
3. Blokade pusat nyeri disistem sarafpusat dengan obat analgetika sentral
(narkotika) atau denganan astetikaumum.
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung
saraf bebasdi kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara
lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh
jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari thalamus impuls
kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri (Tjay dan rahardja, 2015).
Medikator nyeri yang penting adalah mista yang bertanggung jawab untuk
kebanyakan reaksi. Reaksi perkembangan mukosa dan nyeri adalah polipeption
(rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip
strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam-asam anhidrat (Tjay dan
rahardja, 2015).
Ibuprofen merupakan obat dari kelompok propionat, merupakan NSAID
pertama yang paling banyak digunakan, berkat efek sampingnya yang relatif ringan
dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Zat ini merupakan campuran rasemis,
dengan bentuk dekstro yang aktif. Khasiat analgetik dan antiradangnya cukup baik
dan sudah banyak mendesak salisilat pada penanganan rema yang tidak begitu
hebat dan gangguan alat gerak (Tjay dan rahardja, 2015).
Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak

5
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda.
Namun, kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak
berbahanya seperti tepung sari, atau oleh suatu respons imuns seperti asama atau
arthritis rematoid ( Mycek, 2001).
Prostaglandin dan senyawa terkait diproduksi dalam jumlah kecil, pada
hakikatnya, semua jaringan. Biasanya, prostaglandin dan senyawa terkait bekerja
secara lokal pada jaringan tempat senyawa-senyawa tersebutdisintesis, dan
senyawa-senyawa tersebut di metabolisme secara cepat menjadi produk inaktif
pada lokasi kerjanya, oleh sebab itu, prostaglandin tidak bersirkulasi dalam darah
pada konsentrasi yang signifikan. Tromboksan, leukotrien, dan hydroperoxy-
eicosatetraenoic dan hidroxyeicosatetraenoic acid (HPETE dan HETE, secara
berurutan) adalah lipid-lipid yang berkaitan, yang disintesis dari prekursor yang
serua dengan prostaglandin, dan menggunakan jalur yang saling berhubungan
(Harvey dan Champe, 2009).
Mekanisme kerja obat antiinflamasi. Golongan obat ini menghambat enzim
siklooksigenase. Enzim siklooksigenase terdapat dalam isoform disebut cox-1 dan
cox-2. Cox-2 berfungsi dalam kondisi normal khususnya ginjal, saluran cerna dan
trombosit. Cox-2 mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vascular dan
pada proses perbaikan jaringan (Mardjono, 2009).
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terauperik meringankan atau
menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan potensi
kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua
kelompok yaitu (Mardjono, 2009):
1. analgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,
kelompokopiat)
2. analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada
perifer dengan sifat anti piretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat
antiinflamasi dan anti reumatik
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok
besar yakni (Tjay dan rahardja, 2015).

6
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dariobat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetikaantiradangtermasukkelompokini.
b. Analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
pada facture dan kanker.
Asam mefenamat adalah juga derivat antranilat dengan khasiat analgetik,
antipiretik dan antiradang yang cukup baik. Obat ini banyak sekali digunakan
sebagai obat nyeri dan rema. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
gangguan lambung dan usus(Tjay dan rahardja, 2015).
Parasetamol adalah metabolit dari fenasetin yang dulu banyak digunakan
sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek
sampingnya (nefrotoksik dan karsinogen). Khasiatnya analgetik dan antipiretik
tetapi tidak sebagai antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat
anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek
analgetiknya diperkuat oleh kodein dan kofein dengan kira-kira 50% (Tjay dan
rahardja, 2015).
Piroxicam berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan

1
bekerja lama (plasma-t rata-rata 50 jam). Kompleknya dengan betadex
2
(+cyclodextrin) (Brexine) lebih cepat resorpsinya dari usus, tetapi diperlambat oleh
makanan. Obat ini sering digunakan untuk nyeri haid dan serangan encok ((Tjay
dan rahardja, 2015).
Antipiretik adalah obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh yang
tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan
serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu
gejala. Fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan ditubuh
seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan
rangsangan mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara)
(Anief, 1994).
Demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit.
Para ahli berpendapat demam adalah suatu reaksi yang berguna bagi tubuh terhadap

7
suhu, pasca suhu di atas 37oC. Limfosit akan menjadi lebih aktif pada suhu
melampaui 45oC, barulah terjadi situasi kritis yang bisa berakibat fatal, tidak
terkendali lagi oleh tubuh(Tjay dan rahardja, 2015).
Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2.
Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat
unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam
kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit.
Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors).
Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal,
jaringan vascular dan pada proses perbaikan jaringan. Tromboksn A2, yang
disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi
dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI 2) yang disintesis oleh COX-
2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan
penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti proferatif (Wilmana,
1995).
Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada eadaan demam. Walaupun kebanyakan pada obat ini mempertihatkan efek
antipiretik. In vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat
toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesisi
bahwa COX yang berada pada senntral otak terutama COX-3 dimana hanya ada
pada parsetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenil butazon
dan antireutikmatik tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan
tersebut ( Gunawan, 2007).
Biasanya manusia berada di lingkungan yang suhunya lebih dingin daripada
tubuh mereka, sehingga ia harus terus menerus menghasilkan panas secara internal
untuk mempertahankan sushu tubuhnya. Pembentukan panas akhirnya bergantung
pada oksidasi bahan baker metabolic yang berasal dari makana. Karena fungsi sel
peka terhadap fluktuasi suhu internal, manusia secara homeostasis mempertahankan
suhu tubuh pada tingkat yang optimal bagi kelangsungan metabolisme sel yang

8
stabil. Bahkan peningkatan suhu tubuh sedikit saja sudah dapat menimbulkan
gangguan fungsi saraf dan denaturasi protein yang ireversibel. Pihak lain, sebagian
besar jaringan tubuh dapat menahan pendinginan yang substansial. Jaringan yang
mengalami pendinginan memerlukan makanan yang lebih sedikit dibandingkan saat
berada pada suhu tubuh normal karena menurunnya aktivitas metabolisme. Suhu
tubuh normal secara tradisional dianggap berada pada 37°C. Namun, sebenarnya
tidak ada suhu tubuh normal, karena suhu bervariasi dari organ keorgan. Dari sudut
pandang termoregulatorik, tubuh dapat dianggap sebagai suatu inti ditengah
(central core) dengan lapisan pembungkus disebelah luar (outer shell). Suhu di inti
bagian dalam, yang terdiri dari organ-organ abdomen dan thoraks, system saraf
pusat, seta otot rangka, umumnya relative konstan. Suhu inti internal inilah yang
dianggap sebagai suhu tubuh dan menjadi subjek pengaturan ketat untuk
mempertahankan kestabilannya. Jaringan tubuh dibagian tengah ini berfungsi
optimum pada suhu relative konstan sekitar 37,8°C. Kulit dan jaringan subkutis
membentuk lapisan disebelah luar. Berbeda dengan suhu ditengah yang tinggi
konstan, suhu didalam lapisan suhu didalam lapisan luar umumnya lebih dingin dan
pada dasarnya dapat berubah-ubah. Pada kenyataannya, suhu kulit secara sengaja
diubah-ubah sebagai tindakan control untuk membantu mempertahankan agar suhu
ditengah tetap konstan (Anief, 2004).
Khusus paracetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila
lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya
mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan
mengapa efek anti-infalamsi parasetamol praktis tidak ada. Parasetamol diduga
menghambat isoenzim COX-3, suatau variant dari COX-1. COX-3 ini hanya ada di
otak. Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen
(parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama.
Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenazetin tidak digunakan
lagi dalam pengobatan karena penggunaanya dikaitkan dengan terjadinya analgesik
nefropati, anemia hemolitik dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen di
Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas.
Walau demikian, laporan kerusakan fatal hepar akibat takar lajak akut perlu

9
diperhatikan. Tetapi perlu diperhatikan pemakai maupun dokter bahwa efek anti
inflamasi parasetamol hamper tidak ada (Wilmana, 1995).
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, mendasari
gangguam homeostatis ginjal yang ditimbulkan oleh AINS. Pada orang normal
gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal. Tetapi pada pasien
hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asitesis dan pasien gagal jantung, aliran
darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang, bahkan dapat terjadi
gagal ginjal akut. Penggunaan berlebihan AINS secara habitual bertahun-bertahun
dihubungkan dengan terjadinya nefropati analgesic. Nefropati analgesik dengan ciri
nefritis interstisial kronik dan nekrosis papilar ginjal/klasifikasi dapat didiagnosis
pada tiap tahap dengan CT scan tanpa media kontras. Efek penggunaan analgesik
habitual terhadap bentuk gangguan ginjal lain belum jelas. Penggunaan AINS
secara habitual perlu peringatan akan kemungkinan terjadinya gangguan ginjal
(Gunawan, 2007).
Mekanisme kerja, Efek analgesi OAINS digunakan baik diperifer maupun
di sentral, tetapi efek perifernya lebih banyak. Efek analgesik biasanya
berhubungan dengan efek anti inflamasinya dan diakibatkan oleh inhibisi sintesis
prostaglandin dalam jaringan yang merdang. Prostaglandin menghasilkan sedikit
nyeri, tetapi mempotensiasi nyeri yang disebabkan oleh mediator inflamasi lain
(misalnya histamine, bradikini) (Neal, 2005).
Mekanisme kerja obat AINS (Syamsul, 1994) :
a. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh enzim
lisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin dan asam mafenamat)
b. Menstabilkan membran lisosom (salisilat, klorokin)
c. Menghambat migrasi leukosit (indometasin)
d. Menghambat pembentukan prostagladin (salisilat, indometsain). Pada demam
rematik salisilat mengurangi gejala kerusaakan sendi, tetapi kerusakan jantung
tidak dipengaruhinya. Bila diberikan per oral, diserap dangan cepat sebagian dari
lambung sebagian dari usus halus bagian atas. Kadar puncak akan tercapai
setelah pemberian 2 jam. Kecepatan absorpsi ini tergantung pada : kecepatan
disintegrasi dan disocusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu

10
penggosongan lambung. Pada pemberian rektal absorbsinya lambat dan tidak
sempurna. Absorpsi melalui kulit dapat terjadi dengan cepat dan dapat
menimbulkan efek sistemik, misalnya metil salisilat dapat diabsorpsi melalui
kulit yang utuh tetapi absorpsi melalui lambung lambat.

Efek anti inflamasi, Pada inflamasi prostaglandin berperan dalam


menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Akan tetapi,
inhibisi sintesis prostaglandin oleh OAINS mengurangi inflamasi dari pada
menghilangkannya karena obat ini tidak menghambat mediator inflamasi lainnya.
Meskipun demiakian, pada sebagain besar pasien dengan atritis rheumatoid, efek
anti inflamasi OAINS yang relatif ringan mengurangi nyeri, kekakuan dan
pembekakan. Namun, OAINS tidak mengubah perjalanan penyakit (Neal, 2005).
Efek antipiretik. OAINS tidak mengurangi suhu tubuh normal atau suhu
yang meningkat pada heat stroke yang disebabkan oleh mal fungsi hipotalamus.
Selama demam, pirogen endogen (interleukin-1) dilepaskan dari leukosit dan
bekerja langsung pada pusat termolegulator pada hipotalamus untuk menaikkan
suhu tubuh. Efek ini berhubungan dengan peningkatan prostaglandin otak (yang
bersifat pirogenik). Aspirin mencegah efek peningkatan suhu dari interleukin-1
dengan mencegah peningkatan kadar prostaglandin otak (Neal, 2005).
Mekanisme kerja pada siklooksigenase. Enzim COX-1 dan COX-2
memiliki kanal yang panjang dan kanal tersebut lebih panjang dan kanal tersebut
lebih lebar pada enzim COX-2. OAINS nonselektif memasuki kanal pada kedua
enzim dan, kecuali aspirin, memblok enzim-enzim tersebut dengan mengikatnya
dengan ikatan hidrogen kejalur bawah arginin. Hal ini secara reversible
menghambat enzim tersebut dengan mencegah akses asam arakidonat. Secara unik,
aspirin mengasetilasi enzim (pada serin 530) dan ireversibel.I nhibitor COX-2
selektif memiliki molekul yang lebihpadatdandapatmasuksertamemblokkanal di
COX-2, namun tidak mempersempit kanal COX-1. Parasetamol bekerja paling
tidak sebagian dengan mengurangi tonus piroksida sitoplasmik, peroksida penting
untuk mengaktivasi enzim hem menjadi bentuk ferri. Pada daerah inflamasi akut,
parasetamol tidak begitu efektif karena neutrophil dan monositmenghasilkan kadar

11
H2O2 dan peroksida lipid yang tinggi, yang mengalahkan kerjaobat. Akan tetapi,
parasetamol merupakan analgesik efektif pada kondisi dimana infiltrasi leukosit
rendah atau tidak ada (Neal, 2005).

12
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kanula stopwatch dan spoit
injeksi.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu obat asam mefenamat,
ibuprofen, asam asetat glasial, karagen, pepton, nilaren, piroxicam dan paracetamol.
Prosedur Kerja
Penyiapan Hewan coba
Sebanyak 5 ekor hewan coba yang terdiri dari 4 ekor mencit dan 1 ekor
tikus yang disiapkan kemudian dibagi dalam 5 kelompok yang masing-masing
terdiri dari 1 hewan coba. Mencit dan tikus yang dipilih sebagai hewan coba yaitu
mencit dan tikus yang bersih sehat dan dirawat sendiri agar lebih diketahui
keadaannya sebelum dilakukan hewan uji karena sebelum dilakukan pengujian
hewan coba harus ditimbang diberi makan dan minum terlebih dahulu.
Pemilihan hewan uji
Hewan coba ditimbang berat badannya dan dihitung volume pemberian
untuk masing-masing mencit dan tikus yang memiliki berat yang bebeda-beda.
Kelompok I diberikan obat ibuprofen, kemudian setelah 30 menit hewan
coba tersebut disuntikkan dengan asam asetat glasial 1%, kemudian dihitung
frekuensi gerakan mencit.
Kelompok II diberikan obat asam mefenamat, kemudian setelah 30 menit
hewan coba tersebut disuntikkan dengan asam asetat glasial 1%, kemudian dihitung
frekuensi gerakan mencit.
Kelompok 3 diinduksi dengan pepton 1%, kemudian setelah 15 menit
diberikan obat paracetamol. Diukur suhu rektal setiap menit ke 15, 30, 60 dan 90.
Kelompok 4 diinduksi karagen 1% secara intraplantar, kemudian diberikan
obat nilaren, dan diukur volume kaki mencit setiap menit ke 15, 30, dan 60.
Kelompok 5 diinduksi karagen 1% secara intraplantar, kemudian diberikan
obat piroxicam, dan diukur volume kaki mencit setiap menit ke 15, 30, dan 60.
Perlakuan terhadap hewan uji

13
Hewan coba yang terdiri dari 4 ekor mencit dan 1 ekor tikus dikeluarkan
dari kandang, kemudian dihitung berat badan dan volume pemberian pada masing-
masing hewan coba. Setelah itu, hewan coba dipegang pada bagian ekornya dan
bagian leher belakang dengan ibu jari dan jari telunjuk agar mencit lebih mudah
diinjeksi. Hewan coba diusap-usap kepalanya terlebih dahulu agar tidak stress
ketika diberi perlakuan. Sebelum hewan coba diberi perlakuan, hewan coba
dipuasakan sehari terlebih dahulu agar berat badan yang sudah ditimbang tidak
berubah.
Pada mencit kelompok I diberikan obat ibuprofen, kemudian setelah 30
menit hewan coba tersebut disuntikkan dengan asam asetat glasial 1%, hewan coba
kelompok II diberikan obat asam mefenamat, kemudian setelah 30 menit hewan
coba tersebut disuntikkan dengan asam asetat glasial 1%, hewan coba kelompok 3
diinduksi dengan pepton 1% kemudian setelah 15 menit diberikan obat
paracetamol, hewan coba kelompok 4 diinduksi karagen 1% secara intraplantar,
kemudian diberikan obat nilaren, dan hewan coba kelompok 5 diinduksi karagen
1% secara intraplantar, kemudian diberikan obat piroxicam. Pengamatan dilakukan
dengan melihat frekuensi geliat pada pengujian efek obat analgetik, suhu rektal
hewan coba pada pengujian efek obat antipiretik, dan volume kaki hewan coba
pada pengujian efek obat antiinflamasi.
Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh dikumpulkan dari kemudian dianalisis secara
statistic berdasarkan analisis uji obat yang dilakukan pada masing-masing
kelompok. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pengujian dilakukan adalah
suhu tubuh hewan coba, volume kaki hewan coba, dan frekuensi gerakan hewan
coba setelah diberikan obat.

14
HASIL PENGAMATAN

1. Analgetik
Tabel pengamatan pemberian obat ibuprofen dan asam mefenamat pada hewan
coba
Jumlah geliat pada menit ke-
Obat BB VP
15 30 60
ibuprofen 21 gr 0,7 mL 40 57 20

Asam mefenamat 30 gr 1 mL 10 26 27

2. Antipiretik
Tabel pengamatan pemberian obat paracetamol pada hewan coba tikus

Obat BB Dosis Suhu Suhu Suhu perlakuan


Obat awal demam

15 30 60

Paracetamol 217 gr 5 mL 38,1oC 36,5oC 37,6o 33,8o 38,2o

3. Antiinflamasi
Tabel pengamatan pemberian obat nilaren dan piroxicam pada hewan coba
Obat BB Dosis V. kaki V. kaki V. setelah perlakuan
obat awal bengkak 15 30 60
Nilaren 24 0,8 1.2 cm 1,4 cm 1,6 1,4 cm 1,3 cm
Piroxicam gr mL 1,5 cm 2 cm cm 1,5 cm 1,4 cm
21 0,7 1,6
gr mL cm

15
PEMBAHASAN
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf lingkungan
internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur kemampuan khusus seperti
iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus dan konduktivitas, atau kemampuan
untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulasi.
Pada umumnya sistem saraf yang mengkoordinasi sistem-sistem lainnya di
dalam tubuh terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf perifer. Obat depresan saraf pusat terbagi menjadi anastetik umum
(memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif (menyebabkan tidur), psikotropika
(menghilangkan gangguan jiwa), anti kunvuisi (menghilangkan kejang), analgetik
(mengurangi rasa sakit), oploid, dan analgetik-antipiretik-antiinflamasi.
Pada praktikum kali ini yang akan diuji yaitu obat sistem saraf pusat untuk
obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Obat analgetik atau obat penghalang
rasa nyeri berfungsi melenyapkan rasa rasa nyeri tanpa menhilangkan kesadaran.
Obat antipiretik adalah obat yang berfungsi menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Sedangkan obat antiinflamasi adalah obat berfungsi menekan atau mengurangi
peradangan.
Sebelum melakukan praktikum, terlebih dahulu harus diketahui volume
pemberian obat pada hewan coba tersebut. Volume pemberian obat yang diberikan
pada setiap jenis hewan coba tidak boleh melebihi batas maksimum yang telah
ditetapkan. Hal ini dikarenakan jika melebihi batas maksimum, kemungkinan akan
berakibat toksik kepada hewan coba tersebut. Pada percobaan ini digunakan
berbagai macam obat yang sesuai dengan golongannya. Hal ini dikarenakan untuk
melihat rekasi dari efek farmakologi dari masing-masing obat yang digunakan.
Mekanismekerjadariantipiretikyaitumenghambatsintesisprostaglandin
dipusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer didaerah target. Lebih lanjut,
dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi
reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi.

16
Mekanisme kerja untuk obat analgetik, yaitu dangan cara merintangi
terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer, baik analgetik maupun
antipiretik pada dasarnya melakukan fungsi yang sama yaitu menghalangi
terbentuknya rangsangan pada reseptor. Hanya saja, analgetik menghalangi
terbentuknya rangsangan nyeri, sedangkan antipiretik menghalangi terbentuknya
rangsangan pada panas. Namun, kedua rangsangan itu di atur oleh hipotalamus.
Mekanisme kerja asam mefenamat yaitu dengan cara menghalangi efek
enzim yang disebut siklooksigenase (COX). Enzim ini membantu tubuh untuk
memproduksi bahan kimia yang disebut prostaglandin. Sehingga prostaglandin ini
yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan menghalangi efek enzim
COX, maka prostaglandin yang diproduksi akan lebih sedikit, sehingga rasa sakit
dan peradangan akan mereda atau membaik.
Kelompok I, hewan coba mencit diberi obat ibuprofen sebagai pengujian
obat analgetik. Hewan coba mencit di berikan asam mefenamat secara oral.
Dihitung jumlah geliat pada mencit. Di induksi dengan asam asetat glacial.
Dihitung jumlah geliat hewan coba pada menit ke 15, 30, dan 60. Ferekuensi geliat
mencit pada menit ke 15 yaitu 40, pada menit ke 30 yaitu 57 dan pada menit ke 60
yaitu 20. Ibuprofen bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam
jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga ia mempunyai
efek analgetik. ibuprofen mengikat reseptor prostaglandin sintetis COX-1 dan
COX-2, maka menghambat pembentukan prostaglandin.
Kelompok II, hewan coba mencit diberi obat asam mefenamat sebagai
pengujian obat analgetik. Hewan coba mencit di berikan asam mefenamat secara
oral. Dihitung jumlah geliat pada mencit. Di induksi dengan asam asetat glacial.
Dihitung jumlah geliat hewan coba pada menit ke 15, 30, dan 60. Ferekuensi geliat
mencit pada menit ke 15 yaitu 10, pada menit ke 30 yaitu 26 dan pada menit ke 60
yaitu 27. Pada hal ini jumlah geliat mencit dari menit ke 15, 30 dan 60 meningkat
yang disebabkan oleh pemberian asam asetat glasial. Asam mefenamat bekerja
dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksigenase sehingga ia mempunyai efek analgetik. Asam

17
mefenamat mengikat reseptor prostaglandin sintetis COX-1 dan COX-2, maka
menghambat pembentukan prostaglandin.
Kelompok III, hewan coba tikus diberikan obat paracetamol untuk uji
antipiretik. Pertama dilakukan yaitu hewan coba tikus, di ukur suhu rektalnya,
kemudian di induksi dengan pepton. Setelah itu di ukur lagi suhu rektalnya.
Kemudian di suntikkan obat paracetamol, setelah itu di ukur suhu rectal pada menit
ke 15, 30, 60. Berdasarkan hasilnya, paracetamol dapat menurunkan suhu tubuh
tikus. Penginduksian pepton pada hewan coba tikus yaitu agar pepton merangsang
hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh dengan cara pepton merupakan suatu
protein yang dimana biasanya dibentuk pirogen. Pirogen adalah suatu zat yang
menyebabkan hipotalamus menaikkan suhu tubuh( demam). Pirogen biasanya
diperoleh dari luar tubuh seperti toksin, produk bakteri dan sebagainya, dan dari
situlah pelepasan pirogen endogen yang disebut sitokinin. inilah yang sebagian
besar merangsang prostatglandin untuk berproduksi secara terus menerus di
hipotalamus yang berada di bagian bawa otak yang meningkatkan suhu normal
tubuh. Setelah suhu tubuh dari mencit naik, diberikanlah paracetamol sebagai obat
antipiretik, dimaksudkan untuk menghambat produksi prostatglandin di
hipotalamus yang meningkat karena respon dari pirogen.
Kelompok IV , hewan coba mencit dinduksi dengan karagen, kemudian
dihitung volume kaki awal mencit. Setelah itu disuntikkan obat nilaren, kemudian
amati perubahan volume kaki hewan coba pada menit 15, 30, dan 60.
Kelompok V, hewan coba mencit diberikan obat piroxicam untuk uji
antiinflamasi. hewan coba mencit dinduksi dengan karagen, kemudian dihitung
volume kaki awal mencit. Setelah itu disuntikkan obat piroxicam, kemudian amati
perubahan volume kaki hewan coba pada menit 15, 30, dan 60.
Obat nilaren dan piroxicam bekerja sebagai obat antiinflamasi, yang mana
dia bekerja dengan menembus membrane sel sehingga akan terbentuk suatu
kompleks steroid-protein reseptor. Sebagai antiinflamasi obat – obat ini menekan
migrasi neutrofil, mengurangi prostaglandin yaitu senyawa yang berfungsi sebagai
mediator inflamasi. hal ini akan mengurangi respon tubuh terhadap kondisi
peradangan (inflamasi).

18
Kesimpulan
Efek dari pemberian ibuprofen dan asam mefenamat yaitu dapat dapat
mengurangi rasa sakit dan peradangan sehingga termasuk golongan obat analgetik,
efek dari pemberian obat paracetamol yaitu dapat menurunkan suhu tubuh sehingga
termasuk golongan obat antipiretik, efek dari obat nilaren dan piroxicam yaitu
dapat mengurangi peradangan sehingga termasuk golongan obat antiinflamasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, 2004,Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Katzung, B.G, 2002,Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2,Salemba Medika,


Jakarta.

Ganong, William F, 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari.

Gunawan, Sulistia. G., 2007, Farmakologi dan Terapi, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta. 
        
Marjono, Mahar, 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta :UI Press.

Mycek, Harvey. R. A., Champe. P. C. 2001, Farmakologi UlasaBergambar, Widya


Medika, Jakarta.

Neal, 2005, At a Glance Farmakologi Medis Edisi ke-5, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Syamsul., 1994., Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II, EGC, Jakarta.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2015, Obat-Obat Penting, PT Elex Media
Kompoitindo Gramedia, Jakarta.

Wilmana. P.K., 1995, Analgesik-Antipiretik Analgesik-Antiinflamasi Non Stroid &


Obat Pirai, UI, Jakarta.

19
LAMPIRAN
1. Analgetik
Hewan

Ibuprofen AsamMefenamat

Setelah 30 menitdiinduksiasamasetatglasial 1% 0,1 mL

Hitungfrekuansigeliatmenitke 15, 30, dan 60

2. Antipiretik
Hewan

Ukursuhu rectal

Diinduksipepton 1% 0,1 mL

Ukursuhu rectal setelah 15 menit

Obatparasetamol

Ukursuhu rectal setiap 15, 30 dan 60 menit

3. Antinflamasi

Hewan

Ukur volume kaki

Diinduksi karagen 1% 0,1 mL

Ukur volume kaki

Nilaren Piroxicam

Ukur volume kaki menit ke 15, 30, dan 6

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Obat Antihiperlipidemik
    Obat Antihiperlipidemik
    Dokumen20 halaman
    Obat Antihiperlipidemik
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • RHEOLOGI
    RHEOLOGI
    Dokumen10 halaman
    RHEOLOGI
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • Tegangan
    Tegangan
    Dokumen14 halaman
    Tegangan
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • RHEOLOGI
    RHEOLOGI
    Dokumen10 halaman
    RHEOLOGI
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • Contoh Sediaan Galenik
    Contoh Sediaan Galenik
    Dokumen3 halaman
    Contoh Sediaan Galenik
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • ANION
    ANION
    Dokumen12 halaman
    ANION
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • ENZIM
    ENZIM
    Dokumen20 halaman
    ENZIM
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • ENZIM
    ENZIM
    Dokumen20 halaman
    ENZIM
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • Lipid
    Lipid
    Dokumen12 halaman
    Lipid
    novia herawati
    Belum ada peringkat
  • Karbohidrat
    Karbohidrat
    Dokumen17 halaman
    Karbohidrat
    novia herawati
    Belum ada peringkat