Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN


“PENDIDIKAN KARAKTER”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 12

• RAPPE (10120190211)
• NURUL MAGHFIRAH (10120190124)

KELAS : C1 PAI 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS AGAMA ISLAM /PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021

i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas
limpahan rakmat , taufik dan hidayah-Nya, sehingga kita telah dapat
menyelesaikan makalah ini yang kami beri judul “PENDIDIKAN KARAKTER
”.
Dengan adanya makalah ini kami berharap agar para pembaca dapat menjadikan
makalah ini sebagai sumber pengetahuan bagi kita dan sumber referensi. Makalah
ini pun semoga dapat melengkapi kebutuhan mahasiswa dalam menunjang
pembelajaran aktif mata kuliah sesuai dengan isi dalam makalah ini.
Akhirnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
mencurahkan perhatian dan pemikirannya dalam pembuatan makalah ini. Semoga
Allah Swt selalu melimpahkn taufik, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua.

Makassar,8 November 2021


Hormat Kami

Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Perumusan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Pendidikan karakter .................................................................3
B. Hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa.....................3
C. Upaya-upaya dalam meningktakan mutu dari pendidikan karakter...……5
D. Gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil.........................13

BAB III PENUTUP..............................................................................................16


A. Kesimpulan...............................................................................................16
B. Saran ……………………………………………………………………16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang
memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi
sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan
di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter
peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan
berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat (Rachman, Maman, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian
ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill
dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa
berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat
penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali
dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca
tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa
Indonesia sendiri.

1
B. Rumusan masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan
dibahas dalam karya tulis ini antara lain:
1. Apa pengertian dari pendidikan karakter itu?
2. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa?
3. Bagaimana upaya-upaya dalam meningkatkan mutu dari pendidikan
karakter?
4. Bagaimana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban
bangsa.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningktakan mutu dari pendidikan
karakter.
4. Untuk mengetahui bagaiamana gambaran dari pendidikan karakter yang
sudah berhasil.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter
di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-
kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah.
“Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar
membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan
juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya
sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan
sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.”(Degeng, S
Nyoman,1989)

B. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa


Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk
memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat
mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan

3
demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi
kesepakatan bersama.
”Dari mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting,
ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting”
karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu
”bertutur kata dan bertindak”. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah
telah memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik
untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran,
integritas, komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.
Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan,
pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan
kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar,
bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima
pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga
bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu
di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak
menjadi persoalan bagi mereka. (Hasan, S. Hamid. 2000)
Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila,
dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan
bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk
membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah
air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk
negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang
secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan
sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol
“Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari
pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan
nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu
menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh

4
karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter
menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal
ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik,
sosial, dan budaya bangsa.
”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah
kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat.
Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani
kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu
pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi
konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter
bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar
kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang
cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan
berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka,
tetap merdeka. (Joni, T. Raka. 1996)

C. Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Karakter


Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di
Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan
penilaian di sekolah, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh
pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.
Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi

5
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu
dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi
yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti
pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%.
Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah
berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga
belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi
dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua
yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh
media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan
dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan
keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar
peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar
dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah di Indonesia
terutama pada tingkat SMP negeri maupun swasta, karena di masa SMP peserta
didik belum terlalu melawan kepada guru, seperti anak SMA, dan anak SMP

6
tidak terlalu kecil untuk mendapatkan materi pendidikan karakter, seperti anak
SD atau MI. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan
administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-
sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter
dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk
disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik
mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Menurut Trianto, (2009), pendidikan karakter seharusnya membawa
peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan
pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari
altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Melalui program ini diharapkan lulusan-lulusan dari peserta didik dapat
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu,
sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya
Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya
diharapkan menjadi budaya sekolah.
a. Membangun Karakter Siswa Dengan "Sepiring Nasi" ( Iwan
Gunawan,Guru SD Salman Al Farisi, Bandung )
“Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan
ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang
dipelajari bersama siswa. Ia akan tersenyum manakala siswa bertanya, ”Pak

7
saya menemukan hal berbeda, tidak seperti yang bapak katakan atau teman
saya temukan, mengapa?”
Awalnya ada sedikit keraguan untuk menuliskan pengalaman ini, karena
banyak teman yang ‘agak sedikit’ mengerutkan dahi dengan ‘metode yang
agak sedikit nyleneh’ yang saya pakai ini. Tapi biarlah itu berlalu, mungkin
mereka belum tahu metode ‘sepiring nasi’ yang pernah saya gunakan.
Ide awal menggunakan metode ini, didasari oleh sebuah kebingungan
mengunakan metode yang tepat untuk menjelaskan materi PKn tentang
‘Manusia sebagai mahluk sosial’. Dalam hal ini saya dituntut untuk bisa
menterjemahkan hal-hal yang abstrak menjadi nyata buat siswa, sehingga bisa
memudahkan siswa untuk memahami materi yang rumit dengan cara yang
sederhana.
Berbicara tentang sepiring nasi, kita mungkin selalu mengkaitkannya
dengan masalah makan, perut lapar, nikmat dan sebagainya. Tetapi tahukah
kita bahwa sepiring nasi menyimpan banyak rahasia yang bisa digunakan
dalam pembelajaran? Lalu apa kaitan antara sepiring nasi dengan
pembelajaran? Secara sepintas mungkin tidak ada. Tetapi apabila kita mau
sedikit kreatif dengan sepiring nasi, maka kita bisa menjadikannya sebagai
sebuah metoda pembelajaran.
Sepiring nasi yang biasa kita makan, sebenarnya memiliki makna yang
sangat dalam bagi tumbuhnya kepekaan, kepedulian dan penghargaan atas
hasil jerih payah orang lain. Mungkin selama ini, kita hanya memandang sesaat
sepiring nasi tanpa menganalisisnya lebih dalam. Bahkan kita tidak punya
waktu sama sekali untuk memperhatikan sepiring nasi ini disaat perut sudah
sangat lapar.
Cobalah amati dengan seksama dan luangkan waktu sejenak, “Apa saja”
yang ada dalam sepiring nasi? nasi, ikan asin, ikan goreng, ayam goreng , tahu,
lalap, sambal, tempe, ketimun, garam, vetsin, piring, sendok atau mungkin ada
hal yang lainnya?
Dari analisis sederhana ini, cobalah uraikan kembali ‘siapa saja’ yang
berperan dalam menyediakan barang-barang tersebut. Sebagai contoh, petani

8
merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan beras, Ibu yang
memasak nasi dan menggoreng, tahu dibuat oleh pengrajin tahu, garam
disediakan oleh petani garam, dan tentunya masih banyak pihak-pihak lain
yang terlibat. Pernahkan kita berpikir sejauh itu? Mungkin selama ini kita
hanya siap untuk menerima semua itu dalam keadaan sudah jadi…nasi rames!
Sekarang, apa kaitannya antara sepiring nasi dengan pembelajaran? Kini
saatnya guru untuk menjelaskan tentang keberadaan manusia sebagai mahluk
social. Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki keterbatasan dan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Ajaklah siswa untuk membayangkan suatu keadaan, dimana ketika dia
akan ‘makan’ harus mempersiapkan segala sesuatunya seorang diri mulai dari
menanam padi selama 6 bulan, mengeringkan air laut untuk membuat garam,
menanam kedelai untuk membuat tahu dan tempe, menangkap ikan di laut
untuk membuat ikan asin. Keadaan ‘imaginer’ seperti ini haruslah diterapkan,
agar siswa memiliki kepekaan terhadap hasil kerja dan jerih payah orang lain.
Untuk membangun rasa kepekaan dan kepedulian, ajaklah siswa untuk
membuat pengandaian-pengadaian seperti ini “Seandainya tidak ada petani,
kita tidak bisa makan nasi”, “seandainya tidak ada petani garam, tentunya
makanan kita tidak ada rasanya”. Dari pengandaian-pengandaian ini, guru bisa
mengajak siswa untuk menyimpulkan sendiri tentang ‘pentingnya ada orang
lain di sekitar kita’, tanpa adanya mereka maka kebutuhan-kebutuhan kita tidak
akan bisa terpenuhi.
Sepiring nasi! Kau telah memberi sebuah inspirasi. Lalu, apakah kita
sebagai guru masih bingung dalam mencari metode untuk mengajarkan suatu
materi? Ijinkan saya mengutip sebuah anekdot
“Suatu saat dua orang yang berasal dari sekolah yang sama bertemu.
Walaupun berbeda angkatan tetapi mereka cepat akrab dan pada saat mereka
membicarakan salah seorang gurunya, mereka kemudian tertawa bersama-
sama karena setelah obrolan yang panjang terungkap bahwa sang guru tersebut
masih melakukan praktek pengajaran yang persis sama, bahkan ketika waktu
kelulusan mereka terpaut lebih dari 7 tahun. Ini membuktikan bahwa guru yang

9
bersangkutan tidak mau berubah dan mensejajarkan diri dengan kemajuan
jaman. Sudah bukan jamannya lagi kita mengajar berdasarkan diktat kuliah
serta keterangan dari dosen-dosen yang mengajar kita saat di universitas
dahulu. Jaman berubah demikian cepat dan informasi bertambah terus menerus
membuat sebuah ilmu menjadi cepat usang dan ketinggalan.
b. Kekuatan Do’a Dalam Pembelajaran ( Iwan Gunawan, Guru SD Salman Al
Farisi, Bandung )
Seringkali kali dalam suatu pembelajaran banyak siswa yang tidak
berminat terhadap suatu pelajaran tertentu, baik karena sikap gurunya ataupun
materi yang disampaikan kurang menarik dan berkenan di hati para siswa.
Ketidaktertarikan siswa ini bisa ditampilkan dalam bentuk
pembangkangan, ribut ataupun mungkin dengan cara yang lebih sopan,
misalnya dengan bertanya kepada guru tentang “apa manfaatnya bagiku”
belajar materi ini. Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan
dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan
mengalami kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar
atau bahkan takut tinggal kelas.
Sepintas, pertanyaan “apa manfaatnya bagiku” ini agak sepele dan tidak
perlu pembahasan lebih lanjut. Akan tetapi bagi siswa, hal ini penting untuk
diketahui karena menyangkut keaktifan dalam merespon materi pembelajaran,
dan rasa aman di dalam mengahadapi masa depan mereka. Sebagaima
dikatakan Arden N. Fardesen bahwa hal yang mendorong seorang siswa untuk
belajar adalah:
1. Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amat luas.
2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
selalu maju.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman.
4. Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha
yang baru, baik dengan koprasi maupun dengan kompetisi.
5. Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.

10
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar.
Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta
didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya. Hal ini senada dengan
pendapat Trianto, (2009) tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan
masyarakat di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru
harus berperan sebagai :
➢ Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
➢ Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara
terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya.
➢ Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap
peserta didik di sekolah.
➢ model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus
dicontoh oleh para peserta didik.
➢ Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan
akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Seringkali, kita sebagai guru mengarahkan permasalahan ini kepada siswa
sebagai penyebabnya, baik karena siswa yang malas, tidak punya buku paket
atau alasan lain. Seorang guru harus senantiasa mau beintrospeksi pada diri
sendiri. Betapa banyak guru sering menempatkan dirinya sebagai “dewa
kebenaran” yang seolah-olah serba tahu semua keinginan muridnya. Padahal
sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru
pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan
profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam
mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang
tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap
berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang,
berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-
satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.

11
Guru seringkali terjebak dalam pemecahan masalah “apa manfaatnya
bagiku” dengan menggunakan metode-metode yang belum tentu sesuai dengan
kondisi yang dihadapi. Dari beberapa metode dan pendekatan yang digunakan,
ada satu hal yang kiranya bisa dijadikan ‘alternative’ untuk memecahkan
masalah tersebut terlepas dari cara yang telah dilakukan oleh guru seperti
memperjelas tujuan yang ingin dicapai, membangkitkan minat siswa,
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, memberi pujian yang
wajar terhadap setiap keberhasilan siswa, memberikan penilaian, memberi
komentar terhadap hasil pekerjaan siswa, dan menciptakan persaingan dan
kerja sama yang sehat. Alternatif ini sangat murah dan mudah dilakukan, tanpa
perlu mempelajari teori yang rumit yaitu berdoa.
Lalu apa hubungannya antara doa dengan kebermaknaan dalam
pembelajaran? Cobalah ingat-ingat kembali oleh kita, berapa kali kita
mendoakan siswa-siswa kita dalam belajar atau minimal mendoakan mereka
diawal atau diakhir pembelajaran? Walaupun semua guru berbuat demikian,
betapa jarang kita mendoakan mereka diawal atau diakhir pembelajaran.
Mungkin kita hanya menutup dan membuka pembelajaran dengan ucapan
“selamat pagi anak-anak”, “selamat siang”, “selamat sore” serta ucapan-
ucapan lainnya, atau bisa juga langsung ngeloyor meninggalkan anak-anak
tanpa sepatah kata pun. Ucapan-ucapan ini bukannya tidak bagus, akan tetapi
masih terlalu umum.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para
orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan
keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan
kehancuran anak dan masa depannya.
Cobalah tambahkan doa dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran kita
dengan doa seperti ini “semoga pembelajaran hari ini bisa bermanfaat buat
masa depan kalian”, “mudah-mudahan Allah SWT memberikan keberkahan
terhadap ilmu yang baru saja kalian pelajari” atau mungkin dengan doa-doa
lain yang lebih khusus. Ternyata hal ini sejalan dengan firman Allah

12
“Berdoalah kamu kepadaKu niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu”
(QS: Al-Mukmin:60).
Jadi, kalau selama ini anak-anak kita membangkang, ribut dan tidak
menyenangi materi yang kita sampaikan, atau ilmu yang disampaikan oleh kita
dirasakan tidak bermanfaat oleh anak didik kita, boleh jadi karena kita kurang
mendoakan mereka atas ilmu yang telah dipelajarinya. Dengan dilantunkannya
doa oleh guru buat murid, maka akan terjalin pola pembelajaran dalam suasana
takaful yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan; semangat saling
menasehati dalam kebaikan dan kesabaran di dalam mencapai tujuan belajar.
Dengan melafadzkan do'a pada awal dan akhir pembelajaran akan tercipta
check-and-balance dan menjadikan do'a sebagai parameter kesuksesan
pembelajaran kita.
Rosulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendoakan keburukan
kepada diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada anak-anak
kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada pelayan-pelayan kalian,
dan janganlah mendoakan keburukan kepada harta kalian. Janganlah kalian
mendoakan keburukan sebab jika waktu doa kalian bertepatan dengan saat-saat
dikabulkannya doa, maka Allah akan mengabulkan doa kalian (yang buruk
itu).” (HR. Abu Dawud). Semoga kita termasuk guru-guru yang senantiasa
memanfaatkan akal dan mendoakan para siswanya untuk kemajuan
pembelajaran. Amiin

D. Pendidikan Karakter Yang Berhasil


Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui
pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar
Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap
perkembangan remaja.
b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
c. Menunjukkan sikap percaya diri.

13
d. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih
luas.
e. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup nasional.
f. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-
sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
g. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
h. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.
i. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
j. Mendeskripsikan gejala alam dan social.
k. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
l. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara
kesatuan Republik Indonesia.
m. Menghargai karya seni dan budaya nasional.
n. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
o. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu
luang dengan baik.
p. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
q. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat.
r. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek
sederhana.
s. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
t. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan
menengah.
u. Memiliki jiwa kewirausahaan.

14
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah
terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat
sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori yaitu:
1. Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah
Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi
pembelajaran tentang pendidikan karakter.
2. Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para
orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan
keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat
mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
3. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu,
dan seimbang.
4. Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi
kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju
kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah
pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan
semakin ketinggalan dari negara-negara lain.

B. Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan,
karena dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan
juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan.
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak
atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak
didiknya.

16
Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta
didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua
pembelajaran yang di jalani anak didik akan sia-sia. Semoga karya tulis dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca. Amiiin..

17
DAFTAR PUSTAKA

Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai


Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun
Ke-7

Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud.

Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan


Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya

Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek
PPGSD.

Trianto, 2009, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta,


Prestasi Pustaka Publisher

18

Anda mungkin juga menyukai