Draft Morfologi Kelenjar Kulit
Draft Morfologi Kelenjar Kulit
ABSTRACT
Microanatomi skin gland morphology research have been done as an effort to make skin glands
as on of them character identification. Adult amphibian skin, Duttaphrynusmelanostictus and
Kalaoulabaleata examined by light microscopy. The amphibian skin were prepared by the
paraffin sections method and described their morphology. Results showed the morphology of
amphibian skin consists of flattened to columnar epithelium in the epidermis and the dermis
consists of connective tissue that can be divided into spongy and compact. Both amphibian skin
gland consists of two types glands, mucous glands and granular. Mucous glands is small which
located in the upper layers of the stratum spongiosum of the connective tissue. Granular glands
is large and forming secretory compartments. The size, frequency and distribution of skin
glands Duttaphrynus melanostictus and Kalaoula baleata are differences. Those differences
structure in skin glands potential for identification and taxon.
ABSTRAK
Penelitian morfologi mikroanatomi kelenjar kulit telah dilakukan dalam upaya menjadikan
karakter kelenjar kulit sebagai karakter identifikasi. Kulit amfibi dewasa, Duttaphrynus
melanostictus dan Kalaoula baleata diteliti dengan mikroskop cahaya.Kulit amfibi tersebut
dipreparasi dengan metode irisan parafin dan dideskripsikan karakter morfologinya.Hasil
menunjukkan morfologi dasar kulit amfibi dengan epitel pipih hingga kolumner pada epidermis
dan jaringan ikat dalam dermis yang dapat dibagi menjadi spons dan kompak. Kelenjar kulit
kedua amfibi terdiri dari dua jenis kelenjar, kelenjar lendir dan granular. Kelenjar lendir kecil
dan terletak di lapisan atas dari stratum spongiosum jaringan ikat. Kelenjar granular besar dan
membentuk kompartemen sekretori. Terdapat perbedaan ukuran, frekuensi dan persebaran
kelenjar kulit antara Duttaphrynus melanostictus dengan Kalaoula baleata.Perbedaan struktur
mikroantomi kelenjar kulit berpotensi untuk identifikasi habitat dan takson famili amfbi
tersebut.
1
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 2, Oktober 2013
2
Mikroanatomi Kelenjar Kulit Duttaphrynus melanosticus
Tony Febri Qurniawan, Deera Army Pramana 1 – 8
tersebut. Eter diteteskan pada kapas bersih. dilanjutkan dengan memindahkan jaringan
Kemudian kapas tersebut dimasukkan ke ke parafin murni selama 3x 50 menit.
dalam killing bottle dan ditutup rapat. Untuk proses embedding dibuat
Setelah beberapa saat, kedua amfibi parafin murni dituangkan ke dalam kotak
tersebut dikeluarkan dan diletakkan di atas untuk membentuk blok parafin. Segera
kotak parafin untuk proses pembedahan. setelah itu, jaringan dicelupkan ke dalam
Pengambilan kelenjar kulit parafin dan diatur orientasinya. Blok
dilakukan dengan pertama-tama menjepit parafin yang telah membeku diiris sehingga
kulit bagian posterior diatas membran permukaan yang hendak diiris dengan
tympanum dengan pinset. Kulit tersebut mikrotom berbentuk segi empat. Blok
agak direntangkan dan kemudian digunting. parafin kemudian ditempelkan pada holder
Organ diiris dengan ketebalan kurang lebih kayu. Parafin dicairkan pada holder kayu,
lima milimeter. Selanjutnya masing-masing lalu blok parafin yang berisi preparat
irisan tersebut dimasukkan ke dalam botol ditempelkan pada holder.
Flakon yang telah diisi larutan fiksatif Pada proses sectioning, holder
Bouin dan diberi label sebelumnya. dipasang pada mikrotom. Setelah pisau
Langkah yang sama diterapkan pada mikrotom dipasang, pengirisan dapat mulai
kelenjar kulit pada sisi kepala yang lain. dilakukan dengan memutar tuas mikrotom.
Jaringan dibiarkan dalam larutan Pita parafin yang terbentuk diatur pada
Bouin minimal selama 60 menit. Kemudian lembaran kertas karbon. Setelah didapatkan
larutan fiksatif diganti dengan alkohol 70%. irisan yang cukup baik, pemotongan
Alkohol diganti sebanyak tiga kali. dihentikan. Pita parafin dipotong dengan
Washing dilakukan pada saat fiksatif pisau bedah untuk mengambil dua atau tiga
Bouin’s, hingga warna kuning menipis. segmen irisan. Potongan tersebut yang akan
Tahap berikutnya, alkohol dalam botol dilekatkan pada gelas benda.Gelas benda
Flakon berturut-turut diganti dengan yang akan digunakan untuk meletakkan
alkohol 70% (4 x 30 menit), 80% (2 x 30 irisan diolesi albumin Meyer’s terlebih
menit), 90% (2 x 30 menit), 96% (1 x 30 dahulu. Selanjutnya, akuades diteteskan di
menit), dan alkohol absolut (1 x 30 menit). atas gelas benda, lalu irisan preparat
Setelah itu, alkohol absolut diganti dengan diletakkan di atas air tersebut. Gelas benda
toluol selama 15 menit untuk proses dipindahkan ke hotplate dengan suhu 40-
dealkoholisasi. Berikutnya, jaringan 45C hingga preparat merentang.
dimasukkan ke dalam toluol:parafin pada Pewarnaan menggunakan Mallory
oven selama 30 menit. Proses infiltrasi ini Acid Fuchsin (MAF). Sebelum masuk ke
13
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 2, Oktober 2013
bahwa kulit pada amfibi Duttaphrynus lapisan dalam. Pada dermis kaya jaringan
melanostictus dan Kalaoula baleata terdiri ikat yang dapat menentukan kulit amfibi
42
Mikroanatomi Kelenjar Kulit Duttaphrynus melanosticus
Tony Febri Qurniawan, Deera Army Pramana 1 – 8
tipis atau tebal. Jaringan ikat di dalam pada kodok tersebut lebih tebal daripada
dermis dibagi menjadi dua lapisan utama pada katak Kalaoulabaleata. Lapisan
yaitu spons dan kompak. Dermis spons atas superficial berbatasan langsung dengan
berupa jaringan ikat longgar dan kaya sel epidermis, pada lapisan ini kaya akan sel-
melanin yang didistribusikan sekitar sel berpigmen, kelenjar seromukus dan
kelenjar mukus. Dermis kompak dibentuk pembuluh darah. Hasil pengamatan preparat
oleh serabut kolagen dan serat elastis Duttaphrynusmelanostictus, sel-sel
(Gambar2). Dari hasil pengamatan, dermis berpigmen yang mengandung deposit
kodok Duttaphrynus melanostictus kaya kalsium dapat teramati dan terwarnai
akan serabut kolagen sehingga lapisan kulit berwarna hitam (gambar 2 no 8).
51
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 2, Oktober 2013
62
Mikroanatomi Kelenjar Kulit Duttaphrynus melanosticus
Tony Febri Qurniawan, Deera Army Pramana 1 – 8
71
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 2, Oktober 2013
2
8