Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION)

DOSEN :
Ns. Istiqomah, S. Kep, MM

DISUSUN OLEH :
Nabila Eka Putri 2720200062

Septia Zulfi Mutmainnah 2720200068

Hafid Yusuf 2720200080

RahmiYati Karim 2720200064

Novia Wulan Ramadhani 2720200085

Anggi Bimbim Maulana 2720200119


Bilqis Salsabil Sahari 2720200086
Leni Marta Dewi 2720200107
Mellinda Larasati 2720200079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmatnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)”.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnanan
dan banyak kekurangannya, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini. Akhirnya makalah ini dapat
memberikan pemikiran serta kelancaran tugas kami selanjutnya dan dapat berguna
bagi semua pihak Amin.

                                                           
                                                                       

Bekasi, 03 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang..........................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3.Tujuan.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
DIC…….................................................................................2
2.2.
Etiologi…….............................................................................................2
2.3 Manifestasi…............................................................................................3
2.4 Patofisiologi…..........................................................................................6
2.5 Pemeriksaan
Penunjang….........................................................................8
2.6 Komplikasi…..........................................................................................10
2.7 Penatalaksanaan…..................................................................................11
2.8 Faktor Pembekuan
Darah…....................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
  3.1 Kasus…...................................................................................................13
3.2 Pengkajian
Keperawatan…....................................................................13
3.3 Pemeriksaan Fisik…...............................................................................15
3.4 Analisa Data…........................................................................................19
3.5 Diagnosa
Keperawatan…........................................................................20

ii
3.6 Intervensi
Keperawatan….......................................................................21
3.7 Implementasi
Keperawatan….................................................................24
3.8 Evaluasi
Keperawatan….........................................................................27
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan….........................................................................................29
4.2 Saran…...................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Disseminated intravascular coagulation ( DIC ) dapat terjadi pada semua orang tanpa
perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait
dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat thrombosis,
emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Coagulasi intravascular dessiminated atau DIC
merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat
penyakit lain yang mendahuluinya. Keaadaan ini menyebabkan perdarahan secara
menyeluruh dengan coagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka
penyebab dapat menyebabkan DIC, namum bisa dipastikan penyakit yang berakhir
dengan DIC akan memiliki prognosis malam. DIC merupakan kelainan perdarahan yang
mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetric, keganasan metastasis,
trauma massif, serta sepsis bacterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan
nikrotik ynag akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Fase awal DIC ini akan
diikuti fase konsumtif koagulopati dan second dari fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang
terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan
dan terjadi effek antihemostatik dari produk degradasi fibrin.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep penyakit Dissemenated intravascular Coagulation?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Dissemenated intravascular
Coagulation?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari DIC.
2. Mahsiswa mampu mengetahui manifestasi dari DIC.
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi DIC.
4. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan secara klinis.
5. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DIC

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Dessiminated intravascular coagulation ( DIC ) suatu keadaan dimana bekuan-bekuan
darah kecil tersebar diseluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan
perdarahan. Dessiminated intravascular coagulation ( DIC ) adalah suatu keadaan
hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan,
dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh.
Penggumpalan darah dapat terjadi pada waktu singkat, beberapa jam sampai 1-2 hari
( acute DIC ) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan (cronik DIC).

2.2 Etiologi
Beragam penyakit dapat menyebabkan DIC, dan secara umum melalui salah satu dari
dua mekanisme berikut :
1. Respon inflamasi sistemik, menyebabkan aktivasi jaringan sitokin dan
selanjutnya mengaktivasi proses koagulasi (contoh : sepsis/trauma mayor).
2. Pelepasan atau prokoagulan kedalam aliran darah (contoh : pada kanker, injuri
otak atau kasus obstertik) Pada situasi tertentu, dapat muncul kedua manifestasi
tersebut (contoh : trauma mayor / pancreastitis nikrotik).

Penyebab DIC akut :


a. Infeksi : bakteri (sepsis gram negative, infeksi gram positive, rickettsia) virus
contohnya hiv
b. Malignasi : CMV, varicella zoster virus, dan hepatitis virus
c. Obstetric : jamur ( contohnya : histo plasma ) parasite (contoh : malaria)
d. Trauma : hematologi (contoh :acute myelecytic leokimia )

2
e. Transfuse : metastase (contohnya mucin-secreting adenocarcinoma)
f. Lain lain : abrupsio, plasenta, emboli cairan, kecelakaan bermotor, luka bakar,
keracunan bisa ular

Penyebab DIC kronis


a. Malignasi : tumor pada leokimia sindrom fetus mati
b. Obstetric : dalam kandungan penahannan produk konsepsi
c. Hematologi : sindrom myeloprolifferatif
d. Vascular : rheutmatoit atritis raynaund disease
e. Kardiovaskler : infark miokard colitis ulseratif
f. Inflamasi :crohn lisis sarkoidosis aneorisma aorta kassabachmernit syndrome
g. DIC terlokalisir : penolakan allograft ginjal akut Orang –orang yang memiliki resiko
paling tinggi untuk menderita DIC :
Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan di sertai
komplikasi, dimana jaringan Rahim masuk kedalam aliran darah, Penderita infeksi
berat dimana bakteri melepaskan endotoksin ( suatu zat yang menyebabkan
terjadinya aktivasi pembekuan),Penderita leokimia tertentu atau penderita kanker
lambung, pancreas maupun prostas.
Sedangkan orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk
menderita DIC : Penderita cedera kepala yang hebat Pria yang telah menjalani
pembedahan prostate terkena gigitan ular berbisa

2.3 Manifestasi
Manifestasi klinis dari penyakit ini bergantung pada luas dan lamanya trombifibrin,
organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta perdarahan yang ditimbulkan. Organ-organ
yang sering terlibat adalah ginjal, otak, paru-paru, dan adrenal serta mukosa saluran
cerna. Manifestasi lainnya adalah berupa hipotensi (syok,oliguria atau anuria, kejang dan
koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dyspnea dan sianosis).

3
Beberapa kondisi-kondisi klinis yang berkaitan dengan DIC
Peristiwa-peristiwa obstetri :

1. Sindrom janin bertahan


Bila janin mati tetap berada didalam rahim lebih lama dari 5 minggu, kejadian DIC
mendekati 50% yang dianggap pencetusnya adalah jaringan janin mati yang
dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu. Jaringan janin
yang mati yang mempunyai aktifitas prokoagulan dan mengawali rangkaian
pembekuan.

2. Emboli cairan amnion


Cairan amnion mempunyai aktifitas sebagai prokoagulan (meningkatkan pembekuan)
dan dapat mengawali urut-urutan pembekuan,hingga menimbulkan DIC.

3. Sindrom janin bertahan


Bila janin mati tetap berada didalam rahim lebih lama dari 5 minggu, kejadian DIC
mendekati 50% yang dianggap pencetusnya adalah jaringan janin mati yang
dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu. Jaringan janin
yang mati yang mempunyai aktifitas prokoagulan dan mengawali rangkaian
pembekuan

4. Emboli cairan amnion


Cairan amnion mempunyai aktifitas sebagai prokoagulan (meningkatkan pembekuan)
dan dapat mengawali urut-urutan pembekuan,hingga menimbulkan DIC.

5. Blasio plasenta
Jaringan atau enzim plasenta yang mempunyai aktifitas prokoagulan atau keduanya
dapat dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu untuk
memulai rangkaian pembekuan.

6. Sindrom janin bertahan


Bila janin mati tetap berada didalam rahim lebih lama dari 5 minggu, kejadian DIC
mendekati 50% yang dianggap pencetusnya adalah jaringan janin mati yang
dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu. Jaringan janin

4
yang mati yang mempunyai aktifitas prokoagulan dan mengawali rangkaian
pembekuan.

4
7. Emboli cairan amnion
Cairan amnion mempunyai aktifitas sebagai prokoagulan (meningkatkan pembekuan)
dan dapat mengawali urut-urutan pembekuan,hingga menimbulkan DIC.

8. Blasio plasenta
Jaringan atau enzim plasenta yang mempunyai aktifitas prokoagulan atau keduanya
dapat dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu untuk
memulai rangkaian pembekuan.

9. Sindrom janin bertahan


Bila janin mati tetap berada didalam rahim lebih lama dari 5 minggu, kejadian DIC
mendekati 50% yang dianggap pencetusnya adalah jaringan janin mati yang
dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu. Jaringan janin
yang mati yang mempunyai aktifitas prokoagulan dan mengawali rangkaian
pembekuan.

10. Emboli cairan amnion


Cairan amnion mempunyai aktifitas sebagai prokoagulan (meningkatkan pembekuan)
dan dapat mengawali urut-urutan pembekuan,hingga menimbulkan DIC.

11. Blasio plasenta

Jaringan atau enzim plasenta yang mempunyai aktifitas prokoagulan atau keduanya
dapat dilepaskan ke dalam rahim kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu untuk
memulai rangkaian pembekuan.

12. Hemolisis
Pelepasan ADP sel darah merah dapat memulai suatu reaksi pelepasan trombosit
dengan membangkitkan aktifitas faktor III trombosis dan kemudian mengaktifkan
sistem pembekuan.

5
13. Viremia
Viremia dapat memulai DIC dengan pengaktifan kompleks antigen-antibodi dapat
merusak endotel yang selanjutnya dapat memulai pelepasan trombosit.

14. Keganasan menyebar


Keganasan menunjukkan suatu keadaan khusus yang DIC nya mungkin akut, subakut
atau kronis. Keganasan menyebar dapat terjadi pada paru-paru, kandung empedu,
lambung, kolon, ovarium, prostat, payudara.

15. Luka bakar, luka bentur, nekrosis jaringan


Dikaitkan dengan DIC akut pada pasien yang menderita nekrosis jaringan masif
karena kecelakaan, pelepasan jaringan nekrotik atau enzim jaringan yang mempunyai
aktifitas koagulan.

2.4 Patofisiologi
Mekanisme pencetus DIC
Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal, misalnya tromboplastin yang
dikeluarkan akibat kerusakan jaringan, trombin dan plasma beredar dalam sirkulasi
darah. Trombin memecahkan fibrinogen hingga terbentuk fibrinopeptida A dan B dan
fibrin monomer. Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang
beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskuler, sehingga
mengganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan berakhir dengan
kerusakan organ. Karena fibrin dideposit di dalam mikrosirkulasi, trombosit
terperangkap dan diikuti trombositopenia. Plasmin beredar dalam sirkulasi dan
memecahkan akhir terminal karboksi fibrinogen menjadi Fibrinogen Degradation
Product (FDP/hasil degradasi fibrinogen), membentuk fragmen yang dikenal dengan
fragmen X, Y, D dan E. Hasil degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan fibrin
monomer. Kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrinogen monomer larut
yang merupakan dasar reaksi parakoagulasi untuk uji galasi etanol, dan uji protamin
sulfat.
FDP dalam sirkulasi sistemis akan mengganggu polimerasasi monomer, yang
selanjutnya mengganggu pembekuan dan menyebabkan perdarahan. Fragmen D dan E
mempunyai afinitas terhadap membran trombosit dan menyebabkan fungsi trombosit
terganggu sehingga menyebabkan atau memperberat perdarahan yang sudah ada pada

6
DIC.

6
Plasmin adalah suatu enzim proteolitik global dan mempunyai afinitas yang sama
terhadap fibrinogen dan trombin. Plasmin juga efektif menghancurkan (biodegradasi) F
V, VIII, IX dan X dan protein plasma lain, termasuk hormon pertumbuhan, kortikotropin
dan insulin. Plasmin menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked fibrin) dan
menghasilkan D- Dimer. Fibrin ikat silang merupakan hasil akhir sistem koagulasi yaitu
fibrin yang tidak larut karena diaktifkan oleh F XIIIa. Bila D-Dimer positif brarti terjadi
fibrinolisis skunder yang secara klinis menunjukkan ada trombosis atau DIC.

F XIIa mengubah preklarikrein menjadi klarikrein dan kalikrein mengubah kininogen


berat molekul tinggi menjadi kinin. Kinin beredar dalam sirkulasi akan meningkatkan
permeabilitas vaskular sehingga dapat menyebabkan hipotensi dan renjatan. Plasmin
menyebabkan lisis faktor pembekuan F V, VII dan X sehingga terjadi defisiensi faktor
pembekuan yang menyebabkan perdarahan.

Jadi dapat disimpulkan pada DIC terjadi :

 Aktivasi sistem koagulan

 Aktivitas sistem fibrinolisis

 Konsumsi penghambat

 Hipoksia atau kerusakan organ

Keempat patofisologi ini penting untuk tolok ukur laboratorium yang tepat untuk
suatu diagnosis DIC secara obyektif.

7
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia,peningkatan produk hasil
degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif),trombositopenia dan waktu protrombin
yang memanjang.
Pemeriksaan Hemostasispada DIC
a) Masa Protombin
Masa protrombin bisa abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa hal.
Karena masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia,
gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin
menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan
memanjang pada 50-75% pasien DIC sedang pada kurang 50% pasien bisa
dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa
protrombin ini terjadi karena
1) Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat
mempercepat pembentukan fibrin,
2) Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau
sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang
bermanfaat dalam evaluasi DIC

b) Partial Thrombin Time (PTT)


PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena
berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin.
Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga
menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin,
PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.

PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi
fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60%
pasien DIC, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai
menyingkirkan DIC. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-
50% pasien DIC sama seperti pada masa protrombin.

8
c) Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang
berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada
kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam
sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan
atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi
substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh
jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas
F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan
F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan
waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi
sebagai kadar F VIII yang tinggi.

d) FDP Kadar
FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat
biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung
menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes
protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin
monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana
diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain,
sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral,
pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien
dengan tromboemboli.

e) D- Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil
degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin
kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak
dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling
dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-
Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar
fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 %

9
kasus.

9
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC.
Hal ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak
dan fibrinolisis sekunder 7 mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal
fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease
granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan
dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP
negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC.
Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin
sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.

2.6 Komplikasi
 Anemia hemolitik mikroangiopati akibat dari kerusakan eritrosit yang terjadi
pengendapan fibrin ada pembuluh darah kapiler dan malfungsi system organ terutama
ginjal dan sumsum tulang.
 Syok (syok hipovolemik akibat perdarahan (fibrinolysis) dan penggumpalan/
koagulasi darah yang masiv, syok sepsis akibat infeksi dari toksin yang dihasilkan
oleh bakteri yang tidak ditangani dengan segera)
 Nekrosis tubular akut akibat dari menurunnya perfusi darah ke ginjal akibat
perdarahan dan penggumpalan/koagulasi yang berlangsung lama yang dapat berlanjut
menjadi gagal ginjal kronis.
 Edema pulmoner yang diakibatkan oleh stasis darah vena pulmonal akibat terjadinya
koagulasi menyebabkan pembesaran cairan plasma ke cavum pulmonal.
 Kegagalan system organ akibat kegagalan perfusi ke jaringan organ-organ tersebut
akibat perdarahan, koagulasi masiv mengakibatkan jaringan nekrosis dan iskemik.
 Koma yang merupakan stadium akhir dari syok hipovolemik yang berkelanjutan
tanpa ditangani dengan resusitasi cairan maupun darah yang segera.

10
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya
DIC jika hal ini tidak dilakukan, pengobatan terhadap DIC tidak akan berhasil.
Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat sportif dapat diberikan :
1. Antikoagulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses
pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun penyebab lain.
2. Plasma dan tombosit
Pemberian plasma maupun trombosit harus bersifat selektif.. trombosit diberikan
kepada pasie DIC pada perdarahan atau prosedur infasif dengan kecendrungan
perdarahan. Pemverian plasma juga dapat patut dipertimbangkan, karena didalam
plasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja sementara pada pasien
DIC terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.
3. Penghambat pembekuan ( AT III )
Pemberian AT III dapat bermanfaan bagi pasien DIC meski biaya pengobatan ini
cukup mahal.
4. Antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien perdarahan, faktor-faktor pembekuan
DIC tetapi pada pasien DIC peemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena
obat ini akan menghambat proses fibrinolysis sehingga fibrin yang terbentuk
akan semakin bertambah, akibatnya DIC yang terjadi akan semakin berat.

11
2.8 Faktor Pembekuan Darah
 Faktor I: Fibrinogen
 Faktor II: Protrombin
 Faktor III: Trombokinase
 Faktor IV: Kalsium
 Faktor V: Proakselerin
 Faktor VI: Prokonvertin
 Faktor VII: Plasmokinin
 Faktor VIII: Protromboplastin beta
 Faktor IX: Protrombinase
 Faktor X: Faktor PTA
 Faktor XI: Faktor Hageman
 Faktor XII: Fibrinase

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Pada tanggal 27 Maret 2016 pada jam 15.25 WIB Tn. Z yang berusia 66 tahun masuk
RS Pelita Harapan mengeluh demam sejak 6 hari yang lalu, keluar darah lewat hidung
atau mimisan, adanya bercak-bercak merah pada kulit, batuk darah, ada luka pada kulit,
lemah dan lemas, nyeri pada kaki, tidak memiliki nafsu makan, mual dan muntah,
merasa tidak tenang dan gelisah. Pasien juga mengeluh, sebelumnya pernah mengalami
serangan DHF. Dari hasil pemeriksaan didapatkan RR 30 x/menit, suhu 38,6° C, TD
100/60 mmHg, Nadi 100x/menit, BB dari 68 kg menjadi 64 kg, akralnya dingin dan
sianosis, perdarahan pada mukosal, dan disorientasi

3.2 Pengkajian Keperawatan


a. Identitas Klien
Nama : Tn. Z No. Reg : 23234
Umur : 66 tahun Tgl MRS : 27 Maret 2016
Jenis Kelamin : Laki-laki Dx Medis : DIC
Pendidikan : SMP
Tgl Pengkajian : 27 Maret 2016 (15.25 )
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Jl.Gubsur, Jombang No. 1 Blok K

b. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Pasien mengalami perdarahan pada hidung atau mimisan, batuk darah, dan
bercak-bercak merah pada kulit.

13
Riwayat masuk Rumah Sakit
Pasien datang ke RS Pelita Harapan pada tanggal 27Maret 2016 pukul 15.25
WIB. Pasien mengeluh mengalami perdarahan pada hidung atau mimisan, batuk
darah, dan bercak-bercak merah pada kulit.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengeluh demam sejak 6 hari yang lalu. Demam yang dialami pasien
tidak berkurang (relatif menetap). Penyebab demam tidak diketahui keluarga, demam
tidak berkurang dengan pemberian obat-obatan turun panas dan kompres, adanya
bercak-bercak merah pada kulit, batuk darah, ada luka pada kulitnya, lemah dan
lemas, nyeri pada kaki, tidak memiliki nafsu makan, mual dan muntah, merasa tidak
tenang dan gelisah. Pada hari minggu di sore hari pasien mengalami epistaksis dan
kemudian dibawa ke RS Pelita Harapan. Saat ini pasien kurang nafsu makan. Kondisi
ini terjadi semenjak 3 hari yang lalu. Pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu
penyebab tidak nafsu makan. Dengan kondisinya saat ini pasien merasa badannya
agak lemas. Panas tinggi (Demam) selama 6 hari, nyeri pada kaki, mual, muntah,
lemah, dan penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan spontan.
P (Provocative) : Faktor jaringan
Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat
R (Region) : Beberapa sistem tubuh terganggu
S (Severity) : Dari Grade I, II, III sampai IV
T (Time) : Demam selama 6 hari

Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengeluh sebelumnya pernah mengalami serangan DHF

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga selama ini tidak ada yang memiliki riwayat adanya penyakit DIC

Riwayat lingkungan
Lingkungan rumah disekitar cukup bersih

14
c. Data Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tingkat Kesadaran : Compomentis
c. Tanda-tanda Vital
 Suhu : 38,60C
 TD : 100/60 mmHg
 Nadi : 100 x/menit
 RR : 30 x/menit
 BB : 68 Kg menjadi 64 Kg

3.3 Pemeriksaan Fisik

1) Sistem pernafasan
Anamnesa : Batuk produktif, sesak nafas, demam, kelemahan
Hidung
Inspeksi: Epistaksis, nafas tidak cuping hidung, tidak ada secret / ingus
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

Mulut
Inspeksi : Mukosa bibirtidak sianosis

Sinus paranasalis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Leher
Inspeksi : Tidak trakheostomi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Faring :
Inspeksi : Tidak kemerahan, Tidak ada oedem / tanda-tanda infeksi

15
2) Sistem Kardiovaskuler dan Limfe
Anamnesa : Sesak saat istirahat/beraktivitas dan mudah lelah
Wajah
Inspeksi : Pucat, konjungtiva pucat

Leher
Inspeksi :Tidak ada bendungan vena jugularis

Dada
Inspeksi : Bentuk dada normal
Perkusi :Batas jantung dengan adanya bunyi redup, tidak terjadi pelebaran atau
pengecilan
Auskultasi : Bunyi jantung normal

Ekstrimitas Atas
Inspeksi : Sianosis Palpasi : Suhu akral dingin

Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Tidak ada varises, tidak mengalami sianosis, clubbing finger, maupun
oedem
Palpasi : Suhu akral dingin

16
3) Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa :Tidak memiliki nafsu makan, mual muntah
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut

Lidah
Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan normal
Palpasi : Tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan

Faring – Esofagus
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar

Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)


Inspeksi: Tidak ada pembesaran, tidak ada bekas luka
Perkusi:Tymphani
Palpasi:Tidak ada perbesaran serta nyeri tekan pada kuadan I, II, III, IV
Auskultasi: Bising usus terdengar

4) Sistem Muskuloskeletal & Integumen


Anamnesa : Adanya nyeri, kelemahan ekstermitas
Kulit :
Palpasi : Kulit lembab dan dingin
Inspeksi : Petekie

Otot dan tulang :


Palpasi : Nyeri otot dan tulang

17
5) Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : Tidak ada keluhan pada sistem endokrin dan eksokrin
Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut tidak merata, ketebalan tidak normal, rambut mengalami
kerontokan dan terdapat ketombe

Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

Payudara
Inspeksi : Tidak ada pembesaran mamae

Genetalia
Inspeksi : Penyebaran bulu pubis merata
Palpasi : Tidak ada benjolan

Ekstermitas bawah
Inspeksi : Tidak ada odema

18
3.4 Analisa Data

DATA PENYEBAB MASALAH

Data Subjektif :
Proses Penyakit Hipertermi
Klien mengeluh demam (Infeksi) (D.0130)
sejak 6 hari yang lalu

Data Objektif :
- Klien terlihat lemah
- Suhu klien 38,6° C

Data Subjektif : Risiko


Perdarahan Ketidakseimbangan
Pasien mengalami cairan
perdarahan pada hidung (D.0036)
atau mimisan, batuk darah,
dan bercak-bercak merah
pada kulit.

Data Objektif :

- RR : 30 x/menit –
- T : 38,6° C - TD :
100/60 mmHg
- Nadi :100x/menit
- BB dari 68 kg
menjadi 64 kg
- Akral dingin dan
sianosis
- Perdarahan pada
mukosal
- Disorientasi

19
DATA PENYEBAB MASALAH

Data Subjektif :
Faktor Psikologis Risiko Defisit Nutrisi
Klien mengatakan tidak (D.0032)
nafsu makan sejak 3 hari
yang lalu

Data Objektif :
- Klien terlihat lemas
- BB dari 68 kg
menjadi 64 kg

3.5 Diagnosa

DIAGNOSA KEPERAWATAN (Sesuai Prioritas)

- Hipertermi berhubungan dengan Proses Penyakit dibuktikan dengan Suhu klien


38,6° C (D.0130)
- Risiko Ketidakseimbangan Cairan dibuktikan dengan Perdarahan (D.0036)
- Risiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan Faktor Psikologis (D.0032)

20
20
3.6 Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL


KEPERAWATAN
1 2 3 4
Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermi (I.15506) - Untuk mengetahui
keperawatan selama 1 x Observasi
dengan Proses Penyakit penyebab terjadinya
24 jam diharapkan - Identifkasi penyebab hipertermi
dibuktikan dengan Suhu klien - Monitor suhu tubuh hipertermia
termoregulasi membaik,
- Monitor kadar elektrolit
38,6° C (D.0130) dengan kriteria hasil : - Untuk mengetahui
- Monitor komplikasi akibat hipertermi
1. Menggigil menurun. kenaikan suhu tubuh secara
2. Kulit merah menurun. Terapeutik
tiba-tiba
3. Pucat menurun. - Sediakan lingkungan yang dingin
4. Suhu tubuh membaik. - Longgarkan atau lepaskan pakaian - Untuk menurunkan suhu
5. Suhu kulit membaik. - Berikan cairan oral
tubuh
- Lakukan pendinginan eksternal (mis.
6. Tekanan darah
selimut hipotermia atau kompres - Mendorong kehilangan
membaik. dingin pada dahi, leher, dada,
panas melalui konduksi
abdomen,aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau dan konveksi
aspirin
- Aktivitas dapat
Edukasi meningkatkan suhu tubuh
- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
- Kolaborasi cairan dan elektrolit

21
intravena, jika perlu

21
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
KEPERAWATAN
1 2 3 4
Manajemen Cairan ( I.030098) - Untuk mengetahui status
Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan
Observasi hidrasi klien
Cairan Dibuktikan dengan keperawatan selaam 1 x 24
jam diharapkan : - Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, - Untuk megembalikan berat
Perdarahan (D.0036) - Asupan makan kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, badan pasien yang menurun
meningkat
- Dehidrasi menurun tekanan darah) - Untuk mengetahui kadar
- Tekanan darah - Monitor berat badan harian normal darah pasien
membaik - Monitor hasil pemeriksaan
- Membran mukosa
laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K,
membaik
- Turgor kulit Cl, berat jenis urin , BUN)
membaik - Monitor status hemodinamik ( Mis.
- Berat badan MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
membaik
Terapeutik
- Catat intake output dan hitung balans
cairan dalam 24 jam
- Berikan  asupan cairan sesuai
kebutuhan
- Berikan cairan intravena bila perlu

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika
perlu

22
22
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
KEPERAWATAN
1 2 3 4
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.031119) - Untuk mengetahui status
Risiko Defisit Nutrisi keperawatan selama 3 x 24 Observasi nutrisi klien
dibuktikan dengan Faktor jam pemenuhan nutrisi - Identifikasi status nutrisi meliputi
dapat terpenuhi Kriteria - Untuk mengetahui jumlah
Psikologis (D.0032) timbang berat badan setiap hari
hasil : asupan makan klien
- Identifikasi kebutuhan kalori dan
- Menunjukkan Untuk mengetahui berat
jenis nutrien -
kenaikan berat
- Monitor asupan makan badan klien
badan sesuai usia
- Monitor berat badan
- Frekuensi makan - Agar klien nafsu makan
membaik - Agar klien nyaman
Terapeutik
- Nafsu makan klien
- Sajikan makanan yang menarik dan
membaik
suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika
perlu

Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

23
23
3.7 Implementasi
CATATAN PERAWATAN

TGL DIAGNOSA PELAKSANAAN PARAF


KEPERAWATAN MHS CI

- Mengidentifkasi penyebab
Hipertermi
hipertermi
berhubungan
- Memonitor suhu tubuh
dengan Proses
- Memonitor kadar elektrolit
Penyakit dibuktikan
dengan Suhu klien - Memonitor komplikasi akibat

38,6° C (D.0130) hipertermi


- Membantu melonggarkan atau
lepaskan pakaian
- Memberikan cairan oral
- Melakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
- Menganjurkan tirah baring

24
TGL DIAGNOSA PELAKSANAAN PARAF
KEPERAWATAN MHS CI
- Memonitor status hidrasi ( mis,
Risiko
frek nadi, kekuatan nadi, akral,
Ketidakseimbangan
pengisian kapiler, kelembapan
Cairan Dibuktikan
mukosa, turgor kulit, tekanan
dengan Perdarahan
darah)
(D.0036)
- Memonitor berat badan harian
- Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. Hematokrit,
Na, K, Cl, berat jenis urin ,
BUN)
- Memonitor status hemodinamik
( Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)
- Mencatat intake output dan
hitung balans cairan dalam 24
jam
- Memberikan  asupan cairan
sesuai kebutuhan
- Memberikan cairan intravena
bila perlu
- Mencatat intake output dan
hitung balans cairan dalam 24
jam
- Memberikan  asupan cairan
sesuai kebutuhan
- Memberikan cairan intravena
bila perlu

25
TGL DIAGNOSA PELAKSANAAN PARAF
KEPERAWATAN MHS CI

- Menidentifikasi status nutrisi


Risiko Defisit
meliputi timbang berat badan
Nutrisi dibuktikan
setiap hari
dengan Faktor
Psikologis (D.0032) - Mengidentifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
- Memonitor asupan makan klien
- Memonitor berat badan klien
- Membantu menyajikan makanan
yang menarik dan suhu yang
sesuai
- Membantu memberikan
suplemen makanan

26
3.8 Evaluasi
CATATAN PERKEMBANGAN

TGL DIAGNOSA EVALUASI PARAF


KEPERAWATAN MHS CI

Hipertermi S : Klien mengatakan demam


berhubungan O : - Suhu klien 37.8 ℃
dengan Proses - Klien terlihat gelisah
Penyakit dibuktikan A : Masalah teratasi sebagian
dengan Suhu klien P : Intervensi dilanjutkan
38,6° C (D.0130)

Risiko S : Pasien mengalami perdarahan

Ketidakseimbangan pada hidung atau mimisan, batuk

Cairan Dibuktikan darah, dan bercak-bercak merah

dengan Perdarahan pada kulit.

(D.0036) O : RR : 28 x/menit
S : 38° C
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
BB dari 68 kg menjadi 64 kg
Akral hangat dan tidak sianosis
Sudah tidak terjadi perdarahan
pada mukosal Tidak mengalami
disorientasi
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

27
TGL DIAGNOSA EVALUASI PARAF
KEPERAWATAN MHS CI
S : Klien mengatakan tidak nafsu
Risiko Defisit
makan
Nutrisi dibuktikan
O : - Klien terlihat lemas
dengan Faktor
- BB dari 68 kg menjadi 64 kg
Psikologis (D.0032
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan
darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu
disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya
gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah
yang tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu
kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.

Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun
dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering
disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis
bacterial.

Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi (consumptive


coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek Fibrinolisis. DIC dapat terjadi hampir pada
semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia.Gejala-gejala DIC umumnya
sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat
trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.

Percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi


beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan
melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan
keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan.

4.2 Saran
Dari informasi yang terdapat pada makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien yang sesuai
dengan tanda dan gejala yang ada pada pasien tersebut. Penulis juga berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Informasi yang terdapat pada makalah ini dapat
menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit DIC.

29
DAFTAR PUSTAKA

Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga,
1996,Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi
8, EGC, Jakarta.

Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.

Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume I, EGC, Jakarta.

Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI ; 2001.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.


Jakarta:EGC

toaz.info-askep-dic-pr_34f524b2b0231c659f627648e7348e61.pdf
Diakses pada tanggal 03 November 2021, pukul 13:38 WIB

Anda mungkin juga menyukai