Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR KIMIA PANGAN 2

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA


MIE INSTAN

DISUSUN OLEH

NAMA :

NIM :

KELAS :

DOSEN PENGAMPU : Prof.Dr. Teti Estiasih, S.T.P., M.P.

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
1.PENDAHULUAN
Mie merupakan salah satu makanan yang sangat populer terutama di Asia.
Mie dibuat pertama kali di daratan Cina sekitar 200 tahun yang lalu pada masa
dinasti Han. Sejak mulai diperkenalkan di Asia, mi berkembang menjadi beberapa
tipe dan bentuk. Dimasa mendatang penggunaan mi akan semakin meluas
karena cara membuatnya yang praktis, mudah, dan rasanya enak. Tidak hanya
itu, lambat laun mi mulai dijadikan bahan pangan alternatif pengganti nasi.

Mie instan yang cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia. Mie instan
paling banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat karena cara penyajiannya
yang cukup praktis yakni cukup dengan menyeduhnya dengan air panas dan mi
siap dihidangkan. Proses pengeringan mie instan dapat dilakukan dengan duas
cara yakni penggorengan dan pengeringan dengan menggunakan dengan udara
panas. Bahan baku utama pembuatan mi adalah tepung terigu, tepung tapioka
dan air. Sedangkan untuk bumbu tambahan mie terdiri dari garam, gula,
monosodium glutamat (MSG), minyak bumbu, bawang goreng , kecap, dan saos
sambal pasta.

Menurut Suyati (2008), secara garis besar proses pengolahan mie instan
terdiri dari enam tahap yakni pencampuran dan pengadukan, pemotongan
lembaran mie, perebusan, pendinginan dan pencucian, dan pengemasan. Tujuan
dari pencampuran dan pengadukan adalah untuk mencampurkan air dan bahan
baku lainnya sehingga terbantuk campuran yang homogen. Selain itu juga
berfungsi untuk membentuk gluten dan membentuk warna mi. Untuk proses
pemotongan dapat dilakukan dengan dua cara yakni pemotongan kecil dan
pemotongan besar. Cara untuk melakukan proses pemotongan adalah dengan
memesukkan lembaran mi kedalam alat pemotong dan dan alat putar sampai
lembaran mie terpotong habis. Setelah itu potongan mie ditaburi dengan tepung
tapioka untuk kemudian dimasak atau disimpan. Setelah itu dilakukan perebusan
dengan cara memasukkan potongan – potongan mie kedalam air mendidih
dengan api besar. Perebusan dilakukan selama 2 menit sambil diaduk. Setelah
selesai langkah berikutnya adalah dilakukan pencucian. Tujuannya adalah untuk
mencegah mie lewat masak, menghilangkan tapioka yang melekat pada
permukaan mie, dan mencegah agar mie tidak lengket satu sama lain. Langkah
terakhir adalah pengemasan. Tujuan dilakukannya pengemasan yakni untuk
mencegah produk dari kerusakan. Selain itu kemasan juga berfungsi untuk
memberikan informasi produk, cara penggunaan, dan komposisi produk pada
konsumen.
Komposisi mi instan terdiri dari tepung terigu, minyak sayur, garam,
pengental nabati, pengatur keasaman, pewarna tartrazin Cl 19140, dan zat besi.
Sementara kompoisi bumbun penyedap mi terdiri dari minyak sayur, bawang
merah, kecap manis, gula, air, garam kedelai, dan pengawet natrium benzoat.

Untuk proses pengemasan mie instan dapat dilakukan dengan menggunakan


plastik jenis polypropylen dan polyetilen. Kemasan tersebut hanya dapat
digunakan sekali saja.Dalam penggunannya plastik jenis ini dilapisi dengan
oriented polypropilen (OPP).sehingga tahan terhadap berbagai kerusakan.
2. Reaksi Kimia, perubahan Kimia /Fisik/ Mikrobiologi
Yang Terjadi Selama Pengolahan Pendistribusian dan
Penyimpanan
Mie instan adalah suatu produk pangan yang terbuat dari tepung terigu.
Dalam tepung terigu sendiri terkandung lemak. Sehingga umumnya kerusakan
pada produk mie instan selama proses distribusi dan penyimpanan diakibatkan
oleh oksidasi lemak yang menimbulkan ketengikan. Ketengikan merupakan
peristiwa oksidasi lemak atau minyak yang dapat menghasilkan produk-produk
hidroperoksida, alkohol, dan aldehid yang berbau menyengat (Sugih dan
Muljana, 2013). Pada mie yang mengalami ketengikan, terjadi oksidasi pada
ikatan tak jenuh asam lemak esensial. Pada proses ini setiap ikatan tak jenuh
dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen sehingga terbentuk persenyawaan peroksida
yang labil. Peroskida ini dapat menguraikan radikal tak jenuh yang masih utuh
sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida. Proses pembentukan
senyawa peroksida ini dipercepat oleh faktor cahaya, suasana asam,
kelembapan udara, dan adanya katalis. Hasil oksidasi lemak dalam produk mie
instan tidak hanya mengakibatkan perubahan bau dan rasa. Akan tetapi juga
mengakibatkan turunnya nilai gizi ( Siswanti et all, 2013).

Sedangkan faktor yang membatasi umur simpan produk mie instan lebih
dipengaruhi oleh cemaran mikroba. Umumnya mikroba yang sering mencemari
produk mie instan berupa bakteri dan kapang karena bahan baku mie instan
sendiri berasal dari tepun terigu yang mengandung pati dan lemak yang tinggi.
Menurut Christensen (1974) dalam Azriani (2006). Beberapa mikroba golongan
bakteri yang sering mencemari produk mie instan umumnya berasal dari
golongan Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus, serta Acromobacterium.
Sedangkan untuk golongan kapang umunya berasal dari golongan Aspergillus,
Mucor, Fusarium, dan Peniccilium. Umumnya cemaran mikroba terjadi pada
produk mie instan basah. Gejala yang timbul akibat adanya cemaran mikroba
tersebut adalah berubahnya warna dan aroma. Biasanya mie yang tercemar
mikroba aromanya akan menjadi asam. Selain itu jika kontaminasi mikroba sudah
semakin parah, maka akan timbul lendir pada permukaan mie.Adakalanya
terdapat beberapa produk mie instan yang tercemar mikroba akan muncul
bercak- bercak kuning kemerahan pada permukaan mie (Azriani, 2006).
3. Kebutuhan Bahan Tambahan Pangan
Untuk mencegah kerusakan produk mie instan berupa reaksi oksidasi yang
menimbulkan ketengikan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh kontaminasi
mikroorganisme, maka dibutuhkan suatu bahan tambahan pangan (BTP). Untuk
mecegah ketengikan pada memproduk mie instan adalah dengan cara merendam
bahan baku pembuatan tepung yang akan dijadikan mie instan. Misalkan pada
pembuatan mie instan dari ubi jalar merah. Pada pembuatan mie dari tepung ubi
jalar merah, setelah ubi jalar dipotong menjadi chips,kemudian dilakukan
perendaman dengan larutan natrium metabisulfit 200 ppm selama 1 jam dalam suhu
ruang. Selain dapat mencegah ketengikan larutan natrium metabisulfit juga dapat
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang dapat mencemari
produk (Diniyati, 2012).Selain itu, untuk mencegah pertumbuhan jamur / kapang
dan bakteri pada produk bisa ditambahkan natrium benzoat (Praja, 2015).Selain
kedua cara diatas, untuk mencegah ketengikan dan kontaminasi mikroorganisme
dapat juga ditambahkan senyawa Metil p- Hydroxybenzoate atau yang biasa disebut
dengan nipagin (Praja, 2015).

Natrium metabisulfit merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki rumus


umum Na2S2O5.Senyawa ini sering digunakan sebagai disinfektan, antioksidan, dan
pengawet makanan.Senyawa natrium metabisulfit berbentuk serbuk putih (Praja,
2015).Dosis penggunaan yang diizinkan adalah sebesar 0,1- 0,6 % atau 1- 6 gr/liter
larutan perendaman (Suprapti, 2003). Proses pengawetan produk dilakukan dengan
cara merendam bahan baku pembuatan tepung mie instan(misal: ubi jalar) kedalam
natrium metabisulfit 200 ppm selama 1 jam dalam suhu ruang (Diniyanti, 2012).
Mekanisme kerja natrium metabisulfit adalah dengan bereaksi dengan gugus
karbonil pada pati. Hasil reaksi ini akan mengikat melanoida sehingga dapat
mencegah pencoklatan pada produk. Namun zat ini jika ditambahkan pada makanan
akan menyebabkan alergi bagi orang-orang yang sensitif terhadap sulfit,termasuk
reaksi pernapasan pada penderita asma dan anafilaksis (Nastiti et all, 2014).

Natrium benzoat memiliki rumus NAC 6H5CO2.Senyawa tersebut terbentuk dari


reaksi antara natrium hidroksida dan asam benzoat. Senyawa ini dapat digunakan
sebagai pengawet makanan karena bersifat anti jamur (Praja, 2015). Mekanisme
kerja natrium benzoat dalam mencegah kontaminasi mikroba adalah dengan
merusak dan menonaktifkan bagian penting dari DNA dalam sel mitokondria (Praja,
2015). Untuk penggunaanya , natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan
maksimum 0,05 – 0,01 gr / bb (Sutomo, 2008).natrium benzoat sering ditambahkan
pada saos mie instan (Siaka, 2009).namun apabila digunakan dalam jumlah yang
berlebihan, natrium benzoat dapat menyebabkan kanker. Sehingga untuk mencegah
hal itu, maka dosis penggunannya harus diperhatikan (Taufiqurrohman, 2016).
Metil p- Hydoxybenzoate atau yang biasa disebut nipagin merupakan bahan
tambahan yang dapat mencegah jamur dan ragi.Karena bersifat anti kamir, maka
zat tersebut digunakan sebagai penghambat jamur dalam makanan. Biasanya
nipagin banyak digunakan sebagai pengawet pada kecap mie instan.Badan
Pengawas dan Makanan Amerika serikat (FDA) menggolngkan Metil p –
Hydoxybenzoate kedalam bahan tambahan tersebut dalam kategori Generally
Recognize as Safe (GRASS). Artinya pengawet tersebut aman diugunakan untuk
sebagian besar makanan.Zat ini juga memiliki keunggulan yakni dapat menjaga
kestabilan rasa pada produk pangan sehingga dapat membantu memperpanjang
umur simpan produk pangan.mekanisme kerja nipagin sebagai penghambat
pertumbuhan jamur adalah dengan menghilangkan permeabilitas membran sel pada
kapang sehingga isi sitoplasma keluar dan menghambat sistem transport elektrolit
yang lebih efektif terhadap kapang. (Fithriani, 2010).Dosis konsentrasi penggunaan
dari Metil p- Hydoxybenzoate adalah 0,03-0,06 % (Belizh dan Grosch,
1999).Penambahan nipagin dilakukan setelah pemasakan/pengukusan mie
(Pahrudin, 2006).Akan tetapi zat ini terkadang juga dapat menimbulkan alergi pada
sebagian orang. Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan
senyawa metil pada nipagin dapat menyebabkan kerusakan DNA jika terpapar sinar
Ultraviolet B. Oleh karena itu, jika ditambahkan pada makanan bahan pangan
tersebut jangan sampai terpapar sinar matahari (Praja, 2015).
4. KESIMPULAN
Mie merupakan salah satu makanan yang sangat populer terutama di Asia.
Mie instan yang cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia. Bahan baku
utama pembuatan mi adalah tepung terigu, tepung tapioka dan air. Sedangkan
untuk bumbu tambahan mie terdiri dari garam, gula, monosodium glutamat (MSG),
minyak bumbu, bawang goreng , kecap, dan saos sambal pasta. Biasanya kerusakan
pada produk mie instan selama proses distribusi dan penyimpanan diakibatkan oleh
oksidasi lemak yang menimbulkan ketengikan. Sedangkan faktor yang membatasi
umur simpan produk mie instan lebih dipengaruhi oleh cemaran mikroba. Umumnya
mikroba yang sering mencemari produk mie instan berupa bakteri dan kapang
karena bahan baku mie instan sendiri berasal dari tepun terigu yang mengandung
pati dan lemak yang tinggi. Beberapa mikroba golongan bakteri yang sering
mencemari produk mie instan umumnya berasal dari golongan Pseudomonas,
Micrococcus, Lactobacillus, serta Acromobacterium. Sedangkan untuk golongan
kapang umunya berasal dari golongan Aspergillus, Mucor, Fusarium, dan
Peniccilium. pencegahan ketengikan, larutan natrium metabisulfit juga dapat
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang dapat mencemari
produk (Diniyati, 2012).Selain itu, untuk mencegah pertumbuhan jamur / kapang
dan bakteri pada produk bisa ditambahkan natrium benzoat.
DAFTAR PUSTAKA
Azriani, Yulnia. 2006. Pengaruh Jenis Kemasan Plastik dan Kondisi Pengemasan
Terhadap Kualitas Mi Sagu Selama Penyimpanan . Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Belitz, H. D. dan Grosch, W. 1999. Food Chemistry. Berlin: Springer.

Diniyati, Bintang. 2012. Kadar Beta Karoten, Protein, Tingkat Kekerasan, dan Mutu
Organoleptik Mie Instan dengan Substitusi tepung Ubi Jalar Merah (Lpomea
batatas) dan Kacang Hijau (Vigna radiata) (Artikel penelitian). Semarang:
Universitas Diponegoro Semarang.

Fithriani. 2010. Pengaruh Penggunaan Nipagin Sebagai Bahan Pengawet Makanan


Terhadap Kesehatan Tubuh dan  Keamanan Pangan (Makalah). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Nastiti, Maita Atmi ; Hendrawan, Yusuf ; & Yulianingsih, Rini. 2014. Pengaruh
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan Terhadap
Karakteristik Tepung Ampas Tahu. Jurnal Biopres Komodita Tropis, 2 (2):
104.

Pahrudin. 2006. Aplikasi Bahan Pengawet Untuk Memperpanjang Umur Simpan Mie
Basah Matang. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Praja, Deny Indra. 2015. Zat Aditif Makanan: Manfaat dan Bahayanya . Yogyakarta:
Garudhawaca.

Siaka, I.M. 2009. Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat Yang Beredar
Di Wilayah Kota Denpasar. Jurnal Kimia 3 (2) Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Udayana, Bukit Jimbaran: 87-92.

Siswanti, Nana Diah ; Juni SU ; dan Junaini. 2013. Pemanfaatan Antioksidan Alami
Flavonol Untuk Mencegah Proses Ketengikan Minyak Kelapa . Surabaya:
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Sugih, Asaf kleoplas dan Muljana, Henky. 2013. Pengujian dan peningkatan masa
Simpan Produk Mie Instan Berbasis Hanjeli (Laporan penelitian). Bandung:
Universitas Katolik Parahyangan.

Suprapti, M. Lies. 2003. Aneka Awetan Jahe. Yogyakarta: Kanisius.

Suyati. 2008. Membuat Mie Sehat. Depok: Penebar Swadaya.

Taufiqurrohman. 2016. 3 Bahan Kimia Berbahaya Bagi Tubuh. Jakarta: Pusat ilmu.

Anda mungkin juga menyukai