Anda di halaman 1dari 63

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelangsungan hidup perusahaan atau organisasi seringkali
ditentukan oleh suatu keputusan penting dalam rangka mengambil peluang
(opportunity) yang jarang terjadi di dalam situasi yang masih penuh
dengan ketidakpastian (uncertainty). Idealnya keputusan diambil pada
situasi kepastian (total certainty), dalam arti segala data dan informasi
untuk membuat keputusan yang tepat telah tersedia, sehingga dapat
diharapkan keberhasilan dengan keyakinan yang cukup besar. Tetapi
kenyataannya seringkali tidaklah demikian. Oleh satu dan lain sebab,
sebagian besar keputusan didasarkan atas informasi yang belum lengkap.
Hal ini menimbulkan ketidakpastian yang identik dengan risiko atas
keberhasilannya. Dalam konteks ini, maka proyek merupakan contoh yang
tepat, karena proyek dapat dilihat sebagai suatu usaha yang dilakukan
untuk mengambil peluang, sehingga risiko akan selalu menyertainya. Oleh
karena itu, yang perlu diperhatikan adalah mengoptimalkan pemanfaatan
peluang yang ada, serta mengambil langkah-langkah untuk memperkecil
dampak negatif dari risiko terhadap sasarannya. (Soeharto, 2001)
Pembangunan memiliki peranan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, seperti dapat menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi yang
tentunya akan mendukung peningkatan efisiensi dan produktifitas sektor-
sektor terkait. Akan tetapi dalam pembangunan infrastruktur, khususnya
pada bangunan beserta fasilitas penunjang infrastruktur penyediaan air
bersih mengalami banyak permasalahan dan hambatan, dimana pada saat
pelaksanaan konstruksi sering terjadi kinerja kualitas yang dihasilkan tidak
sesuai dengan yang diharapkan, hal ini diakibatkan oleh banyak faktor
dimana faktor-faktor yang paling utama yang mempengaruhi adalah
performa kontraktor yang buruk dalam pencapaian kualitas pekerjaan
yangmdihasilkan. Adapun hal-hal tersebut disebabkan antara lain oleh
sebagai berikut (Santoso, 2004) :
• Kurangnya personil yang mempunyai pengalaman dalam manajemen
konstruksi.
• Kurangnya personil yang mempunyai pengalaman dan keahlian
dalam manajemen kontrak.
• Tidak tersedianya peralatan, modal kerja dan bahan secara cukup yang
sesuai dengan kebutuhan.
• Tidak efektifnya atau tidak adanya prosedur manajemen kualitas.
• Perencanaan gambar dan spesifikasi yang tidak lengkap.
• Informasi awal mengenai proyek yang kurang.

Mengingat hal tersebut di atas maka dipandang perlu dilakukan


sebuah penelitian sehingga dapat diidentifikasi risiko-risiko pada
pelaksanaan konstruksi. Dari cara-cara yang dipakai diharapkan dapat
ditarik suatu kesimpulan dan saran sehingga pengaruh risiko-risiko yang
mungkin terjadi dalam pelaksanaan konstruksi dalam hal ini di lingkungan
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan dapat diminimalkan,
sehingga proyek-proyek dapat berjalan dengan lebih efisien, baik dari segi
biaya, waktu, dan terutama dari kualitas mutu output pekerjaan yang
dihasilkan.
Dari hasil evaluasi capaian kinerja anggaran Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Solok Selatan diketahui bahwa terdapat beberapa
proyek yang mengalami penyimpangan pada kinerja dan keberhasilannya
dalam menyelesaikan pekerjaan secara baik dan benar. Tingginya risiko
dan ketidakpastian yang timbul selama perjalanan pelaksanaan proyek
konstruksi dapat berdampak tidak tercapainya sasaran dan tujuan proyek
yang direncanakan. Salah satu kinerja proyek yang menjadi tolok ukur
kesuksesan adalah tercapainya kinerja kualitas proyek sesuai dengan yang
telah direncanakan. Salah satu strategi pengendalian yang dapat dilakukan
untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan adalah dengan cara
mendeteksi sedini mungkin risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam tahap
pelaksanaan konstruksi, dengan memahami secara rinci risiko apa saja
yang mungkin terjadi dimulai pada tahap konstruksi yang terdiri dari
performa organisasi, metode konstruksi, dan pengendalian. Setiap proses
yang ada pada masing-masing tahap memiliki risiko yang dapat
berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan konstruksi. Pemahaman ini
diperlukan untuk dapat menentukan risiko apa saja yang mungkin terjadi
dan memiliki risiko terbesar yang berpengaruh terhadap kinerja kualitas
dalam tahap pelaksanaan konstruksi.
Sehingga dapat diberikan tindakan perbaikan yang tepat baik berupa
tindakan koreksi yang efektif untuk dapat mengantisipasi permasalahan
yang lebih besar dimasa yang akan datang bagi para pihak yang terkait
dengan pelaksanaan konstruksi, untuk itu guna menghindari tingginya
risiko yang dapat berpengaruh pada pencapaian kinerja kualitas proyek,
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan dituntut untuk mampu
merencanakan dengan tepat dan mengendalikan secara ketat jalannya
proses pelaksanaan pada setiap proyek yang dilaksanakan. Pencapaian
tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari para pelaksana proyek,
yang mencakup dari pemilik, perencana, supplier dan kontraktor.

Penelitian ini dilatar belakangi adanya temuan-temuan selama masa


pelaksanaan proyek berlangsung pada tahun anggaran 2018 dan 2019,
Dari evaluasi yang dilakukakan bahwa kondisi tersebut mengakibatkan
banyak terjadi pekerjaan perubahan dan perbaikan, sebagaimana yang
terdapat dalam laporan dokumentasi proyek konstruksi pada tahun
anggaran 2018-2019. Dengan adanya temuan dan dampak yang timbul
sebagaimana diuraikan pada deskripsi masalah di atas, maka dapat
diperoleh besaran nilai yang merupakan sebuah kerugian, baik yang
bersifat keborosan yang diakibatkan dari banyaknya pekerjaan perubahan
dan perbaikan. Penurunan kinerja kualitas pada tahun anggaran 2018-2019
pelaksanaan proyek antara lain terlihat dengan adanya peningkatan
penambahan biaya berkisar 20-30 % dan penambahan waktu berkisar 30-
40%, untuk penyelesaian pekerjaan terhitung dari yang telah
direncanakan. Performa kontraktor terpilih, sangat berpengaruh dan dapat
berisiko menyebabkan tidak tercapainya kinerja kualitas konstruksi yang
diharapkan pada proyek secara sangat signifikan. Tidak tercapainya
kinerja kualitas konstruksi tersebut timbul akibat dari tidak dilakukannya
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang baik, jika proses itu
dilakukan dengan memperhatikan pengelolaan faktor-faktor risiko kualitas
pada pelaksanaan konstruksi, maka dapat dilakukan langkah-langkah
antisipasi dari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dan kinerja
kualitas konstruksi dapat tercapai dan risiko dapat diminimalkan dengan
cara melakukan identifikasi seberapa besarkah kehandalan model prediksi
yang nantinya akan digunakan.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah terdiri dari :
§ Apa saja faktor-faktor dominan yang akan mempengaruhi
pengelolaan risiko khususnya kinerja proyek yang diselenggarakan
pada lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan?
§ Apa dampak dan penyebab faktor-faktor risiko tersebut terhadap
kinerja proyek?
§ Bagaimana tindakan koreksi yang semestinya dilaksanakan sehingga
dapat meningkatkan kinerja proyek di masa yang akan datang ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
§ Mendapatkan faktor-faktor dominan risiko khususnya kinerja proyek
di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan
§ Mengetahui dampak dan penyebab faktor-faktor risiko pelaksanaan
proyek.
§ Mengetahui tindakan koreksi yang semestinya dilaksanakan untuk
masa yang akan datang.

1.4. Batasan Penelitian


Batasan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
§ Penelitian dilakukan dari sudut pandang pengguna jasa yaitu Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan

§ Penelitian ini akan dilakukan dengan menyampaikan kuesioner pada


para personil terkait dengan proyek konstruksi di lingkungan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan dan juga kepada kontraktor
yang terlibat pada proyek-proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Solok Selatan.
§ Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis faktor risiko
yang berpengaruh terhadap proses produktivitas setiap kontraktor
yang telah selesai melaksanakan setiap paket pekerjaan proyek.
§ Pencapaian hasil (output) jasa, proses produktivitasnya, dan cara
penyampaiannya merupakan indikator pengukuran yang digunakan
dalam menilai kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi ini (variabel
Y).
§ Karena belum adanya standar pengukuran indikator kinerja kualitas
pelaksanaan konstruksi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Solok Selatan, maka pengukuran kualitas kinerja
pencapaian hasil (output) ini akan memakai indikator pengukuran
berdasarkan dimensi kualitas jasa konstruksi yang telah diteliti oleh
para pakar di bidang kualitas jasa konstruksi.

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini akan bermanfaat untuk :
§ Bagi Penulis, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan pasca sarjana bidang kekhususan manajemen proyek
Fakultas Teknik Sipil Universitas Bung Hatta dan menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu manajemen risiko
proyek.
§ Bagi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan yang telah
menjadi obyek penelitian ini, diharapkan dapat memanfaatkan hasil
penelitian ini untuk meningkatkan kinerja kualitas pelaksanaan
konstruksi pada masa yang akan datang.
§ Bagi Kontraktor yaitu dapat mengidentifikasi dan menganalisis
faktor risiko yang ada selama proses produktivitasnya, sehingga
diharapkan kontraktor tersebut dapat meningkatkan kinerja
kualitasnya pada masa yang akan datang.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Pendahuluan
Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu
kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian
kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek
menjadi suatu proses mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil
kegiatan berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian itu tentunya
melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek
dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja. Dengan
banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi, maka potensi
terjadinya konflik sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek
konstruksi mengandung konflik yang cukup tinggi bila tidak melalui suatu
proses perencanaan dan pelaksanaan yang tertata dengan baik.
Industri konstruksi dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi empat
bagian berdasarkan jenis-jenis pekerjaan dan rancangan yang berbeda-beda
yaitu : (Bush, 1991)
a. Bangunan Pemukiman dan Perumahan.
b. Bangunan Gedung bertingkat.
c. Bangunan sarana prasarana berat, misalnya PLTA, Pelabuhan udara dan
Laut.
d. Bangunan Industri.
Sesuai dengan istilah yang dipakai yaitu, konstruksi adalah
merupakan upaya pembangunan yang tidak semata-mata pada pelaksanaan
pembangunan fisiknya saja akan tetapi mencakup arti sistim pembangunan
secara utuh dan lengkap. Pelaksanaan suatu proyek pada dasarnya adalah
suatu proses merubah sumber daya dan dana tertentu secara terorganisasi
menjadi suatu hasil pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan
harapan-harapan awal, kesemuanya harus dilaksanakan dalam jangka
waktu tertentu. Seperti diketahui, proses penyelenggaraan konstruksi
bangunan adalah merubah gambar-gambar perencanaan, baik gambar
rekayasa maupun arsitektural berikut ketentuan-ketentuan yang tercantum
di dalam persyaratan atau spesifikasi teknis, diwujudkan menjadi bangunan
fisik di lapangan.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa saling ketergantungan kegiatan
yang merupakan ciri khas pengaruh konstruksi, tersusun dalam suatu urutan
yang pada akhirnya menentukan jangka waktu penyelesaian proyek. Dalam
hal ini diperhatikan bahwa kualitas hasil, pembiayaan dan waktu yang
diperlukan merupakan tiga faktor yang saling berpengaruh satu sama
lainnya dan dari seluruh kegiatan yang ada pada hakekatnya dikendalikan
agar fungsional proyek dapat dicapai.
Adapun tahapan-tahapan tersebut mempunyai kegiatan yang
masing-masing kegiatan akan memperoleh hasil evaluasi sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan
Pada kegiatan perencanaan akan diperoleh hasil evaluasi dokumen
pelelangan yang berkualitas yang dijadikan acuan untuk pembuatan
dokumen penawaran atau kontrak.
2. Tahap Proses Pelelangan
Pada kegiatan pelelangan akan memperoleh hasil evaluasi dokumen
penawaran berkualitas yang menjadi dokumen kontrak dengan
menggunakan acuan dokumen lelang.
3. Tahap Konstruksi
Pada proses konstruksinya akan memperoleh hasil evaluasi kinerja
proyek, dengan menggunakan acuan dokumen kontrak.
Dokumen lelang dibuat berdasarkan pengalaman yang telah lalu
dalam melaksanakan proyek sejenis, yang salah satu kontribusinya adalah
hasil evaluasi proses konstruksi sejenis yang telah selesai dilaksanakan pada
masa lalu. Sehingga, secara tidak langsung hasil evaluasi proses konstruksi
yang lalu akan mempengaruhi hasil evaluasi dokumen penawaran, dan juga
dengan menganalisa faktor risiko yang mempengaruhi proses pelelangan
sehingga didapatkan kinerja proses konstruksi yang lebih baik.
Dokumen kontrak dibuat berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan
pada tahap pelelangan (prakontrak), yang salah satu kontribusinya adalah
hasil evaluasi dokumen penawaran. Sehingga, secara langsung hasil
evaluasi dokumen penawaran mempengaruhi hasil evaluasi proses
konstruksinya.
Dengan demikian terlihat bahwa kegiatan proses pelelangan dengan
proses konstruksi mempunyai hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi, saling menilai dan saling memberikan konstribusi informasi
dalam rangka penyempurnaan masing-masing proses, dan karena proses
pelelangan mempunyai risiko yang mempengaruhi kinerja proses
konstruksi.
Akan tetapi penelitian yang akan dilakukan mengkaji sebagian dari
tahapan-tahapan tersebut yaitu hanya melalukan identifikasi faktor-faktor
risiko pada tahapan konstruksi yang mempengaruhi kinerja kualitas
pelaksanaan konstruksi, dimana tidak dilakukan penelitian pada risiko-
risiko tahapan perencanaan dan pelelangan.
2.2. Pelaksanaan Konstruksi
Pada umumnya bila pekerjaan survey lokasi telah diselesaikan dan
keputusan pemilihannya telah diambil, serta persiapan lain yang diperlukan
telah tersedia, seperti gambar, material, dan peralatan, maka titik berat
kegiatan proyek akan berangsur-angsur berpindah ke lokasi proyek, yaitu
kegiatan konstruksi. Berbeda dengan kegiatan desain dan engineering yang
berurusan dengan masalah pemilihan alternative teknis yang dapat
dipertanggung jawabkan dari segi mutu dan ekonomi, maka kegiatan
konstruksi bertugas mendirikan atau membangun instalasi dengan cara yang
seefisien mungkin, berdasarkan atas segala sesuatu yang telah diputuskan
pada tahap desain dan engineering.
Adapun garis besar lingkup kegiatan konstruksi adalah sebagai
berikut (Soeharto, 2001) :
1. Membangun fasilitas sementara, terdiri dari :
- Tempat berteduh untuk buruh dan penyelia;
- Perkantoran pusat pengendalian konstruksi;
- Fasilitas komunikasi, seperti telepon, teleks, dan faksimili; serta
- Keperluan utilitas, yang terdiri dari pembangkit listrik dan air
tawar.
2. Mempersiapkan lahan untuk lokasi instalasi dan perumahan
permanent, terdiri dari :
- Membuat pondasi;
- Membuat saluran parit dan memasang pipa bawah tanah ; dan
- Membuat area penampungan bagi material dan peralatan.
3. Mendirikan fasilitas fabrikasi (bengkel) bagi material dan peralatan
yang hendak dibuat atau dirakit di lapangan, seperti tiang penyangga,
pembesian dan lain-lain.
4. Mendirikan bangunan dan pekerjaan sipil lainnya.
- Bangunan dapat terdiri dari perkantoran, ruang control operasi dan
produksi, gudang, gardu listik, dan bangunan lainnya di area pabrik.
- Bangunan untuk komplek perumahan pegawai, termasuk sarana
rekreasi dan lain-lain.
- Mendirikan struktur penyangga dari pipa atau beton, untuk
penyangga pipa, peralatan, dan platform.
5. Memasang bermacam-macam peralatan, seperti pompa, kompresor,
drum, tower, generator, dan lain-lain, di atas pondasi yang telah
disiapkan.
6. Memasang instrumen dan instalasi listrik untuk kebutuhan operasi
peralatan dan penerangan.
7. Mengerjakan perlengkapan keselamatan dan anti kebakaran.
8. Mendirikan tangki penyimpanan umpan (feed stock) dan penampung
produksi (untuk proyek produk cair dan gas).
9. Membuat pelabuhan (bila diperlukan), yang terdiri dari pekerjaan
pengerukan dan pembangunan dermaga.
10. Memasang isolasi dan pengecatan.
11. Melakukan testing, prakomisi, uji coba, dan start up.

Di samping pekerjaan-pekerjaan tersebut di atas, terdapat pula


pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lain seperti berikut ini :
- Mengelola alat-alat konstruksi;
- Menjaga keamanan dan keselamatan (safety) konstruksi;
- Merencanakan, merekrut dan melatih (Pengelolalan) Sumber Daya
Manusia; serta
- Merencanakan dan mengendalikan kegiatan operasi konstruksi;
- Merencanakan dan mengendalikan kegiatan konstruksi akan
dilakukan pembahasan pada sub bab 2.3. mengenai pengendalian
kualitas konstruksi.

2.2.1. Pengelolaan Alat-alat Konstruksi


Di samping material dan perlatan yang akan menjadi bagian
tetap dari instalasi, seperti alat penukar panas, drum, reaktor, dan
lain-lain, juga diperlukan alat konstruksi atau alat berat
(construction equipment & heavy equipment) yang digunakan untuk
membantu tenaga kerja lapangan. Dewasa ini dengan tersedianya
berbagai macam alat-alat konstruksi, baik mengenai kapasitas
maupun spesialisasinya, maka efektifitas dan efisiensi
penggunaanya terletak kepada program pengelolaan dan tingkat
disiplin dalam melaksanakan program tersebut. Adapun program
tersebut meliputi seleksi pengadaan, operasi dan pemeliharaan,
keputusan membeli atau menyewa, dan standardisasi.

2.2.2. Keselamatan Kerja Konstruksi


Pada tahap konstruksi, penggunaan tenaga kerja mencapai
puncaknya dan terkonsentrasi di tempat atau lokasi proyek yang
relative sempit. Ditambah sifat pekerjaan yang potensial mudah
menjadi penyebab kecelakaan (elevasi, temperature, arus listrik,
mengangkut benda-benda berat, dan lain-lain), maka sudah
sewajarnya bila pengelola proyek mencantumkan masalah
keselamatan kerja pada prioritas pertama.
Disamping itu, hal-hal lain yang mendorong keselamatan
harus selalu diperhatikan adalah :
- Rasa Peri Kemanusiaan.
- Pertimbangan Ekonomis.
Dengan menyadari pentingnya aspek keselamatan kerja
dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada implementasi fisik,
maka perusahaan Engineering – Konstruksi umumnya memiliki
organisasi atau bidang dengan tugas khusus menangani masalah
keselamatan kerja. Lingkup kerjanya mulai dari menyusun program,
membuat prosedur, dan mengawasi, serta membuat laporan
penerapan di lapangan. Unsur-unsur program keselamatan yang
terpenting diantaranya adalah :
- Pernyataan Kebijakan Perusahaan mengenai Program
Keselamatan.
- Membentuk Organisasi dan Pengisian Personil.
- Memelihara Kondisi Kerja untuk Memenuhi Persyaratan
Keselamatan.
- Membuat Laporan Terjadinya Kecelakaan dan Menganalisis
Penyebabnya.
- Menyiapkan Fasilitas Pertolongan Pertama.

2.2.3. Merencanakan, merekrut dan melatih (Pengelolalan) Sumber


Daya Manusia.
Pengelolaan sumber daya manusia meliputi proses
perencanaan dan penggunaan sumber daya manusia dengan cara
yang tepat (efektif) untuk memperloeh hasil optimal. Dalam aspek
ini seringkali pengelola proyek kurang memberi penekanan
dibanding dengan pengelolaan kegiatan inti (lingkup, biaya, jadwal,
dan mutu), padahal pada kenyataannya kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia yang memenuhi syarat akan menjadi faktor
penentu keberhasilan suatu proyek.
Paralel dengan proses memperkirakan jumlah dan jenis
keperluan sumber daya manusia, pengelola proyek membuat
perencanaan bagaimana mengorganisasikan sumber daya manusia
dan sumber daya bentuk lain untuk menghadapi pekerjaan yang akan
dikerjakan. Secara umum
Manajemen Sumber Daya Manusia Proyek (Project Human
Resources Management) (PMBOK, 2004) meliputi proses-proses
yang diperlukan untuk membuat penggunaan personil yang terlibat
dalam proyek lebih ekektif. Hal ini meliputi semua stakeholder
proyek, sponsor/pendukung, pelanggan, mitra kerja, kontributor
individu, dan lain-lain.
2.2.3.1. Perencanaan Sumber Daya (Human Resources
Planning)
Untuk mengorganisir proyek maka dibentuk
organisasi proyek. Mengorganisir proyek adalah mengatur
sumber unsur-unsur sumber daya perusahaan yang terdiri
dari tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana, dan lain-lain
untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
Hasil dari perencanaan Sumber daya manusia ini adalah:
a. Penetapan Aturan dan Penanggung Jawab Pekerjaan
(Role & responsibility assignments)
Penetapan masing-masing peranan pada pelaksanaan
proyek (siapa mengerjakan apa).
b. Perencanaan Pengelolaan Penentuan Personil (Staffing
management plan)
Staffing management plan akan menggambarkan kapan
dan bagaimana sumber daya manusia dihadirkan dalam
proyek.
c. Struktur Organisasi (Organization Chart)
Organisasi proyek dibentuk untuk melaksanakan
rangkaian kegiatan dari tahap persiapan hingga
penyelesaian/finishing proyek renovasi. Organisasi ini
bersifat sementara dan akan menjabarkan hasil-hasil
perencanaan (Planning) untuk diterapkan pada seluruh
tahapan Proyek. Bentuk dan susunan organisasi
dirancang seefisien mungkin dengan memanfaatkan
berbagai keahlian profesional di masing-masing bidang
sehingga dapat diperoleh hasil, waktu dan biaya yang
optimal
2.2.3.2. Memperoleh Tim Proyek (Acquire Project Team)
Untuk mengisi sumber daya manusia kedalam
organisasi proyek, karena sifat proyek yang sementara dan
mempunyai kegiatan mulai dan selesai serta unik, maka
perlu dibuat rencana penarikan tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam proyek ini.
a. Penetapan Staf Proyek (Project staff assigned)
Suatu proyek dikatakan sudah siap dimulai apabila
SDM yang tepat dalam segi kualitas dan kuantitas sudah
ditugaskan untuk bekerja di proyek tersebut.
b. Ketersediaan Sumber Daya (Resources availability)
Informasi mengenai periode waktu ketersediaan
sumber daya dan dapat mulai bekerja dalam proyek.
c. Perencanaan Pengelolaan Penentuan Personil yang telah
disesuaikan (Staffing management plan, (updates))
Susunan penempatan personil sesuai dengan yang telah
direncanakan menggambarkan kapan dan bagaimana
sumber daya manusia dihadirkan dalam proyek. Juga
termasuk data-data promosi, pensiun, sakit, kinerja dan
lainnya.
2.2.3.3. Membangun Tim Proyek (Develop Project Team)
Individu yang ditugaskan kedalam organisasi proyek
akan menjadi sebuah tim atau group. Individu yang
bergabung dan membentuk suatu tim proyek datang dari
berbagai latar belakang pendidikan, pengalaman, dan
kebiasaan. Agar tim bisa efektif dalam mencapai sasaran
maka diperlukan pengembangan tim. Pengembangan tim
adalah mengembangkan kemampuan stakeholder
berkontribusi dalam pencapaian sasaran proyek.
Pengembangan individu secara teknis dan manajerial adalah
pondasi yang sangat penting untuk pengembangan sebuah
tim. Adapun hasilnya dapat berupa penilaian kinerja tim,
yang mana telah dilakukan usaha-usaha membangun tim
seperti pelatihan, membangun tim (team building) dan co-
location. Strategi dan aktifitas membangun tim yang efektif
sesuai dengan yang
diharapkan akan meningkatkan performa atau kinerja dari
tim.
Hasil dari membangun tim proyek (develop project team)
adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan Kinerja (Performance Improvement)
Output utama dari kegiatan pengembangan tim adalah
peningkatan kinerja proyek. Peningkatan bisa datang
dari banyak sumber dan akan berdampak pada
berbagai kinerja proyek, seperti:
• Peningkatan keahlian individu akan menyebabkan
individu tersebut mampu melaksanakan
pekerjaannya lebih efektif.
• Peningkatan perilaku tim (seperti bernegosiasi
dengan conflict) akan membuat anggota tim proyek
lebih memberikan kemampuannya semaksimal
mungkin dari sisi teknis.
• Peningkatan baik keahlian individu maupun
kemampuan tim akan memberikan cara yang
terbaik untuk melaksanakan pekerjaan di proyek.
b. Masukan untuk Penilaian Kinerja (Input to performance
appraisal)
Staff proyek akan memberikan masukan pada penilaian
kinerja untuk masing masing anggota staff proyek
dimana mereka saling berinteraksi secara significant.

2.2.3.4. Mengelola Tim Proyek (Manage Project Team)


Menelusuri performa anggota kelompok,
memberikan umpan balik, menyelesaikan masalah,
dan mengkoordinasi perubahan untuk meningkatkan
performa proyek.
Adapun hasil dari mengelola tim proyek adalah sebagai
berikut:
a. Pengajuan Perubahan (Requested Change)
Perubahan staff proyek, baik karena suatu pilihan atau
karena diluar kontrol dan berpengaruh kepada sisa dari
perencanaan proyek, dan agar tersebut tidak
mengganggu pencapaian target proyek maka digunakan
Integrated Change Control Process.
b. Rekomendasi tindakan perbaikan (Recommended
Corrective Actions)
Tindakan perbaikan untuk manajemen sumber daya
manusia termasuk perubahan staff, tambahan training
dan tindakan disiplin. Perubahan staff dapat termasuk
perpindahan kepada tugas yang lain, beberapa pekerjaan
yang akan dikerjakan oleh pihak luar, dan penggantian
staff karena cuti. Tim proyek juga ditunjukkan
bagaimana dan kapan pemberian pengakuan dan
penghargaan berdasarkan performa tim.
c. Rekomendasi tindakan pencegahan (Recommended
Preventive Actions)
Ketika tim proyek mengidentifikasi potesi masalah
sumber daya manusia, tindakan pencegahan dapat
dikembangkan untuk mereduksi kemungkinan dan
akibat dari suatu masalah sebelum terjadi, tindakan
pencegahan dapat berupa training tambahan untuk
mereduksi masalah selama anggota tim proyek tidak
hadir, klarifikasi tambahan tugas untuk memastikan
tanggung jawab terpenuhi, tambahan waktu personil
untuk mengantisipasi tambahan pekerjaan.
d. Organizational Process Assets (updates)
• Input untuk penilaian performa organisasi
Secara umum staff proyek menyiapkan masukan
untuk penilaian kinerja organisasi yang reguler dari
setiap anggota tim proyek.
• Lessons learned documentation
Semua pengetahuan yang dipelajari selama proyek
berlangsung harus didokumentasikan dan ini akan
menjadi bagian dari data base histori dari organisasi.
Pelajaran yang didapat pada area sumber daya
manusia termasuk :
- Struktur Organisasi Proyek.
- Uraian posisi.
- Staffing Management plan dapat digunakan
sebagai templates.
- Aturan kesepakatan tim, pengelolaan konflik.
- Training, team building, negosiasi.
- Kemampuan khusus dari anggota tim proyek.
- Catatan dari buku log.
e. Project Management Plan (updates)
Persetujuan pengajuan perubahan dan tindakan
perbaikan dapat menjadi hasil masukan untuk staffing
management plan. Contohnya, informasi tambahan
aturan atau tugas tim proyek, tambahan training dan
keputusan pemberian penghargaan.
Banyak materi yang dapat langsung diterapkan untuk
memimpin dan mengelola personil proyek, dan seorang manajer
proyek serta team pengelola proyek harus terbiasa dengan hal-hal
ini. Tetapi, mereka juga harus sensitif dengan bagaimana ilmu
pengetahuan ini diterapkannya pada proyek. Misalnya :
o Pembawaan proyek yang sementara berarti bahwa personil dan
hubungan organisasi pada umumnya sementara dan baru. Team
pengelola proyek harus berhati-hati dalam memilih teknik yang
pantas dan sesuai dengan hubungan orang-orang yang bersifat
sementara ini.

o Jumlah dan pembawaan stakeholder proyek seringkali berubah


sebagaimana perpindahan proyek dari satu tahap ke tahap
yang lain dalam siklus hidupnya. Sehingga teknik yang efektif
pada satu tahap mungkin akan tidak efektif untuk tahap yang
lain. Team pengelola proyek harus berhati-hati untuk
menggunakan teknik yang pantas dan sesuai dengan kebutuhan
saat itu dari proyek.
o Aktivitas pengadministrasian sumber daya manusia jarang
menjadi tanggung jawab langsung dari team pengelola proyek.
Tetapi team ini harus cukup menyadari dan memahami
persyaratan administratif untuk memastikan pemenuhannya.

Catatan : Manajer Proyek dapat juga bertanggung jawab terhadap


penjabaran kembali dan melepaskan sumber daya manusia,
bergantung kepada industri atau organisasi yang memilikinya.
Pendekatan teori yang dipakai dalam mengelola SDM
adalah Teori Motivasi yang berdasar pada Kompetensi, Job
Requirement, Style Management, dan Iklim Organisasi. Empat
komponen dominan yang mempengaruhi perwujudan dan
pencapaian kinerja organisasi / perusahaan.

2.3. Manajemen Mutu/Kualitas pada Proyek Konstruksi

2.3.1 Definisi Kualitas


Mutu adalah penggerak dari manajemen berkualitas
(Deming, 1986). Menurut Duran (1988) banyak defenisi dan maksud
dari mutu, setiap orang mengartikan secara berlainan seperti
kesesuaian dengan syarat/tuntutan, kesesuaian untuk pemakaian,
perbaikan/ penyempurnaan lanjutan, bebas dari
kerusakan/kecacatan, melakukan segala sesuatu secara betul dari
awal, sesuatu yang biasa untuk menyenangkan hati pelanggan. Oleh
sebab itu mutu mempunyai banyak dimensi yang menggambarkan
kebutuhan dan menyenangkan hati pelanggan.
Menurut Steven (1996) mutu adalah dimensi keseluruhan
produk atau servis yang dapat memuaskan kehendak atau
keperluan pengguna. Dimensi tersebut meliputi nilai-nilai prestasi,
keamanan, kepercayaan kesesuain harga, tidak mudah rusak,
mudah diperbaiki dan mempunyai nilai estetika. Sementara Goetsch
dan Davis (1994) menyatakan bahwa mutu diartikan kesesuaian
dengan tuntutan, kesesuain pemakai, perbaikan, bebas dari
kerusakan, dan sesuatu yang menyenangkan hati stake holders.
Menurut Granross dalam Rita (2003) ada tiga pokok
utama dalam mutu yaitu berkaitan dengan hasil, kesan, dan kreteria.
Ketiga utama ini dikembangkan menjadi enam yaitu (i) profesional
dan ahli; (ii) sikap dan prilaku; (iii) akses dan fleksibel;
(iv) dapat dipercayai dan amanah; (v) solusi yang tepat; dan (vi)
reputasi.
Jika dikaitkan dengan perusahaan jasa konstruksi kriteria
dan ukuran mutu dapat dilihat dari dokumen kontrak kerja antara
kontraktor dan pemilik proyek yang meliputi anggaran, kualitas
produk, jangka waktu pelaksanaan, keselamatan dan kesehatan kerja
(Prijono,1997). Oleh sebab itu pelayanan yang berkualitas pada
perusahaan jasa kontruksi dapat dilihat dari biaya pelaksanaan yang
tidak melebihi rencana biaya yang dianggarkan dalam pelaksanaan,
waktu pelaksanaan yang sesuai, dan kualitas produk yang dihasilkan
telah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu perusahaan jasa konstruksi yang ingin
bermutu dan berkualitas harus melakukan perubahan mulai dari
budaya tradisional menjadi budaya yang diinginkan stakeholders.
Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Mekanisme perubahan budaya

No. Pendekatan kualitas Tradisional Pendekatan Budaya Kualitas

1 Berpikir jangka pendek Berpikir jangka panjang


2 Orientasi hasil Orientasi proses
3 Orientasi kuantitas Orientasi kualiti
4 Orientasi keterampilan Orientasi pada sistem
5 Orientasi pengurusan Orientasi pemimpin
6 Fokus pada penyelia Fokus pada pelanggan
7 Sesuai standar Perbaikan terus menerus
8 Komunikasi satu arah Komunikasi dua arah
9 Bekerja secara individu Bekerja secara kelompok
10 Latihan sering dianggap tidak Pendidikan dan latihan dilakukan secara terus
produktif menerus
11 Prilaku menyalahkan Pemecahan masalah
12 Tindakan pembetulan Tindakan pencegahan
13 Mengurangi biaya Memperbanyak pemasaran
14 Orientasi pada kepakaran Orientasi pada teknologi
15 Struktur dengan hirarki Struktur dengan sistem rata
16 Pengawasan dari eksternal Pengawasan dalam bentuk diri sendiri (internal)

(Sumber : Bushaid dan Ali, 1995)

Dapat dikatakan bahwa Kualitas adalah keseluruhan ciri dan


karakteristik produk atau jasa yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan.
Dalam konteks penilaian kualitas produk maupun jasa telah
diperoleh kesepakatan, bahwa harapan konsumen memiliki peranan
yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas
maupun kepuasan. Harapan konsumen merupakan keyakinan
konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang
dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut.
Harapan ini terbentuk dari pengalamannya mengkonsumsi jasa itu
pada waktu lalu, informasi dari teman, keluarga, dan lain – lain
(word of mouth) serta bisa juga dari kebutuhannya (personal need)
(Zeithaml et al., 1993).
Untuk membuktikan apakah kualitas produk baik atau tidak,
dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen (Kotler, 2000). Yang
dimaksud dengan kepuasan konsumen terhadap suatu jasa adalah
perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan
harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut. Apabila
harapannya terlampaui, berarti jasa tersebut telah memberikan suatu
kualitas yang luar biasa dan juga akan menimbulkan kepuasan yang
sangat tinggi (very satisfy). Sebaliknya, apabila harapannya itu tidak
tercapai, maka diartikan kualitas jasa tersebut tidak memenuhi apa
yang diinginkannya atau perusahaan tersebut gagal melayani
konsumennya. Apabila harapannya sama dengan apa yang dia
peroleh, berarti konsumen itu puas (satisfy) (Fitzsimmons dan
Fitzsimmons, 2001).

Banyak penelitian dilakukan oleh para pakar di bidang


manajemen jasa untuk mengetahui secara rinci dimensi kualitas jasa
yang mempengaruhi kualitas jasa, termasuk menentukan dimensi
mana yang paling menentukan dalam kualitas jasa tertentu.
Beberapa model yang sangat terkenal adalah yang dikemukakan
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) dengan lima dimensi.
2.3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa dari Parasuraman
(Parasuraman et al., 1988)
Para peneliti ini melakukan penelitian khusus
terhadap beberapa jenis industri jasa. Sebelum
mengelompokkan ke dalam lima dimensi, ketiga peneliti
ini berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor yang dinilai
konsumen dan merupakan faktor utama yang menentukan
kualitas jasa, yaitu access, communication, competence,
courtesy, credibility, reliability, responsiveness, security,
understanding, dan tangibles.
Selanjutnya, para peneliti ini melakukan kembali
penelitian pada kelompok fokus (focus group), baik
pengguna maupun penyedia jasa. Akhirnya,
ditemukanhasil bahwa terdapat hubungan yang sangat
kuat antara communication, competence, courtesy,
credibility, dan security yang kemudian dikelompokkan
menjadi satu dimensi yaitu assurance. Demikian pula
halnya mereka menemukan hubungan yang sangat kuat di
antara access dan understanding, yang kemudian
digabung menjadi satu dimensi yaitu empathy. Akhirnya
para peneliti ini mengemukakan lima dimensi kualitas
jasa. Kelima dimensi tersebut adalah :
a. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat
(accurately) dan kemampuan untuk dipercaya
(dependably), terutama memberikan jasa secara tepat
waktu (ontime), dengan cara yang sama sesuai
dengan jadwal yang telah dijanjikan dan tanpa
melakukan kesalahan setiap kali (Nilai 1 - 32).
b. Resposiveness (daya tanggap), yaitu kemauan untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan
cepat (Nilai 1 - 22).
c. Assurance (jaminan), meliputi pengetahuan,
kemampuan, ramah, sopan, dan sifat dapat dipercaya
dari kontak personel untuk menghilangkan sifat
keragu – raguan konsumen dan merasa terbebas dari
bahaya dan resiko (Nilai 1 - 19).
d. Empathy (empati), yang meliputi sikap kontak
personel maupun perusahaan untuk memahami
kebutuhan maupun kesulitan konsumen, komunikasi
yang baik, perhatian pribadi, kemudahan dalam
melakukan komunikasi atau hubungan (Nilai 1 - 16).
e. Tangibles (produk – produk fisik), tersedianya
fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi,
dan lain – lain yang dapat dan harus ada dalam proses
jasa (Nilai 1 - 11).
Meskipun banyak sekali pendapat yang
dikemukakan mengenai dimensi kualitas jasa, pendapat
yang paling sering digunakan dalam penilaian jasa adalah
dimensi kualitas jasa dari Parasuraman ini. Konsumen
akan menggunakan kelima dimensi kualitas untuk
membentuk penilaiannya terhadap kualitas jasa yang
merupakan dasar untuk membandingkan harapan dan
persepsinya terhadap jasa.
Untuk menerapkan lima dimensi kualitas jasa
dari Parasuraman ini ke dalam berbagai jenis usaha jasa,
dibutuhkan defenisi spesifik yang secara operasional
dapat diterapkan di masing – masing jenis industri jasa
tersebut.
Penerapan dari kelima dimensi ini pada jenis
usaha jasa konstruksi (Arlen’s, 2008) adalah sebagai
berikut :
a. Reliability (kehandalan)
Yaitu menyerahkan rancangan sesuai saat yang
dijanjikan berikut dengan anggaran yang disepakati
dan layak (Nilai 1 - 32).
b. Resposiveness (daya tanggap)
Yaitu menanggapi secara cepat permintaan khusus,
memahami perubahan (modifikasi) yang diinginkan
konsumen (Nilai 1 - 22).
c. Assurance (jaminan)
Yaitu kepercayaan, reputasi, nama baik di
masyarakat, pengetahuan, dan keterampilan (Nilai 1
- 19).
d. Empathy (empati)
Yaitu memahami kesulitan klien, memahami dan
tanggap akan kebutuhan spesifik klien, mengenal
klien dengan baik (Nilai 1 - 16).
e. Tangibles (produk – produk fisik)
Yaitu meliputi kantor, laporan, rancangan, tagihan,
busana karyawan (Nilai 1 - 11).
Jika para pelaksana konstruksi baik dari pihak pemilik,
konsultan, supplier dan kontraktor dapat menerapkan lima dimensi
secara benar, maka konsumen/pelanggan/pemakai (user) akan
melaksanakan serah terima hasil pekerjaan yang sesuai dengan
kesepakatan dan yang diharapkan. (Arlen’s, 2008)

2.3.2 Target Kualitas


Target proyek dapat dilihat dari sisi pemilik proyek,
konsultan/manajer konstruksi dan kontraktor. Dan target-target
tersebut terdiri dari target Biaya, Mutu, dan Waktu, untuk penelitian
ini akan dibahas pada sisi pemilik proyek yang berkaitan dengan
target mutu/kualitas pelaksanaan konstruksi saja (Ritz, 1994).
Target kualitas adalah proyek dapat diselesaikan sesuai
dengan persyaratan teknis yang tercantum dalam dokumen kontrak.
Kualitas dalam konstruksi adalah suatu produk atau jasa yang dapat
memberi kepuasan terhadap kebutuhan pemilik proyek dan sesuai
dengan persyaratan spesifikasi sebagaimana tercantum dalam
dokumen kontrak (Dipohusodo, 1996).
Masalah-masalah yang berpengaruh terhadap kualitas hasil
pekerjaan lebih banyak berawal dari kualitas sumber daya manusia,
yaitu berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan teknis,
misalnya dalam penyusunan kriteria perencanaan dan spesifikasi,
pengelolaan segi financial, tata cara penyediaan material dan
peralatan, pengerahan tenaga terampil, dan kelemahan di bidang
pemeriksaan dan pengawasan selama proyek berlangsung.

2.3.3 Perencanaan, Penjaminan, dan Pengendalian Mutu


Project Quality Management (Manajemen Mutu Proyek)
meliputi proses-proses yang diperlukan untuk memastikan bahwa
proyek memenuhi kebutuhan sebagaimana dia ditujukan. Hal ini
termasuk semua aktivitas dari keseluruhan fungsi manajemen yang
menetapkan kebijakan mutu, sasaran, dan tanggung jawab serta
mengimplementasikannya dengan menggunakan seperti,
perencanaan mutu (quality planning), jaminan mutu (quality
assurance), dan peningkatan mutu (quality improvement), di dalam
sistem mutu (quality system). Gambar berikut ini memberikan
tinjauan menyeluruh dari proses-proses manajemen mutu proyek,

a. Perencanaan Kualitas (Quality Planning) – identifikasi standar mutu


atau kualitas apa yang relevan dengan proyek dan menentukan
bagaimana untuk memenuhinya.
b. Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) – menghitung dan
mengevaluasi keseluruhan kinerja proyek dengan dasar yang biasa
untuk memberikan kepercayaan diri bahwa proyek akan memenuhi
standar mutu/kualitas yang sesuai.
c. Quality Control – monitoring hasil proyek tertentu untuk
menentukan jika dia memenuhi standar mutu/kualitas yang relevan
dan identifikasi cara untuk mengeliminasi penyebab kinerja yang
tidak memuaskan.
Perubahan dalam produk proyek diharuskan memenuhi
identifikasi standar kualitas dapat memerlukan penyesuaian biaya
atau waktu, atau kualitas produk yang diinginkan memerlukan
rincian analisis resiko dari masalah yang diidentifikasi.
Bahwa memenuhi persyaratan mutu merupakan sasaran
pengelolaan proyek di samping biaya dan waktu. Dalam hubungan
ini, suatu peralatan, material, dan cara kerja di anggap memenuhi
persyaratan mutu apabila terpenuhi semua persyaratan yang
ditentukan dalam kriteria maupun spesifikasi. Dengan demikian,
instalasi atau bangunan yang dibangun atau produk yang dihasilkan
dari komponen peralatan dan material yang memenuhi persyaratan
mutu, diharapkan dapat berfungsi secara memuaskan selama kurun
waktu tertentu atau dengan kata lain siap untuk dipakai (fitness for
use). Untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif dan ekonomis
tidak hanya diperlukan pemeriksaan di tahap akhir sebelum diserah
terimakan kepada pemilik proyek, tetapi juga diperlukan
serangkaian tindakan sepanjang siklus proyek mulai dari
penyusunan program, perencanaan, pengawasan, pemeriksaan, dan
pengendalian mutu. Kegiatan tersebut dikenal dengan penjaminan
mutu (quality assurance-QA)(Soeharto, 2001).

2.3.3.1 Mutu dan Pengelolaan Mutu


Setelah memahami arti mutu proyek, maka langkah
berikutnya adalah mengelola aspek mutu tersebut dengan benar dan
tepat, sehingga tercapai apa yang disebut dengan siap untuk dipakai
(fitness for use). Pengelolaan ini bertujuan untuk mencapai
persyaratan mutu proyek pada pekerjaan pertama tanpa adanya
pengulangan (to do the right things right the first time) dengan cara-
cara yang efektif dan ekonomis. Pengelolaan mutu proyek
merupakan unsur dari pengelolaan proyek secara keseluruhan, yang
diantaranya mencakup (Soeharto, 2001) :
a) Meletakan Dasar Filosofi dan Kebijakan Mutu Proyek
Umumnya perusahaan-perusahaan besar memiliki dokumen
(buku) yang berisi pedoman dasar, filosofi, dan kebijakan
mutu yang harus diikuti selama menjalankan operasi atau
produksinya. Dokumen semacam ini memuat pula persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan
peraturan-peraturan dari badan badan di luar perusahaan yang
berwenang, misalnya pemerintah. Untuk mengelola suatu
proyek, disiapkan dokumen yang isinya secara spesifik
ditujukan untuk proyek yang sedang ditangani.
b) Memberikan Keputusan Strategis Mengenai Hubungan Antara
Mutu, Biaya, dan Waktu.
Terdapat tiga kendala (triple constraint) pada proyek yang
saling tarik menarik, terdiri dari waktu, mutu, dan biaya.
Pimpinan perusahaan harus menggariskan bobot mutu relatif
terhadap biaya dan waktu proyek. Keputusan ini akan menjadi
pegangan pengelolaan sepanjang siklus proyek.
c) Membuat Program Penjaminan dan Pengendalian Mutu
Proyek (QA = Quality Assurance/QC = Quality Control)
Program yang dmaksud adalah suatu penjabaran terhadap
pedoman dan filosofi yang tersebut pada butir (a), tetapi
disesuaikan dengan keperluan proyek yang spesifik dan tidak
bertentangan dengan program mutu perusahaan secara
keseluruhan. Dari pihak pelanggan, adanya program QA/QC
yang lengkap dan menyeluruh serta dokumen yang
membuktikan bahwa program tersebut telah dilaksanakan
dengan baik, akan memberikan keyakinan bahwa mutu proyek
atau produk yang dipesannya telah memenuhi persyaratan
yang diinginkan.
d) Implementasi Program QA/QC
Setelah program QA/QC disusun, implementasi program
tersebut dilaksanakan sepanjang siklus proyek. Agar diperoleh
hasil yang efektif, perlu diselesaikan terlebih dahulu langkah-
langkah persiapan, seperti melatih personil, menyusun
organisasi, serta menyebar luaskan arti dan maksud program
QA/QC kepada semua pihak yang berkepentingan.
2.3.3.2 Penjaminan Mutu QA (Soeharto, 2001)
Tujuan utama kegiatan penjaminan mutu adalah mengadakan
tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk memberikan kepercayaan
kepada semua pihak yang berkepentingan bahwa semua tindakan
yang diperlukan untuk mencapai tingkatan mutu proyek telah
dilaksanakan dengan berhasil. Ini semua dapat ditunjukkan dengan
catatan dan dokumen yang berkaitan dengan QA/QC.

Adapun program penjaminan mutu proyek disusun sesuai


dengan kepentingan masing-masing proyek yang berbeda dalam
lingkup dan intensitasnya. Program QA juga menampung keinginan
dan persyaratan yang diberlakukan oleh badan atau organisasi yang
berwenang, misalnya pemerintah. Suatu program mutu yang
tersusun dalam dokumen minimal meliputi hal-hal sebagai berikut :

• Perencanaan sistematis yang merinci dan menjabarkan langkah-


langkah yang akan ditempuh pada setiap tahap proyek untuk
mencapai sasaran mutu.
• Penyusunan batasan dan kriteria spesifikasi dan standar mutu
yang akan digunakan dalam desain engineering, pembelian
material, dan konstruksi.
• Penyusunan organisasi dan pengisian personil untuk
melaksanakan kegiatan penjaminan mutu.
• Pembuatan prosedur pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu,
yang meliputi pemantauan, pemeriksaan, pengujian, pengukuran,
dan pelaporan hasil-hasilnya.
• Identifikasi peralatan yang akan digunakan.
• Identifikasi bagian dari kegiatan yang memerlukan bantuan pihak
ketiga maupun peranan dan persetujuan dari pemerintah.

2.3.3.3 Organisasi QA/QC (Soeharto, 2001)


Dalam rangka menghasilkan produk atau proyek yang
diinginkan, maka-maka masing-masing unit kerja memiliki
tanggung jawab tertentu mengenai masalah mutu. Meskipun
demikian, masih diperlukan sebuah organisasi yang bertugas khusus
menangani masalah mutu, terutama dalam aspek perencanaan dan
pengendalian. Perencanaan meliputi penyusunan program QA yang
komprehensif, sementara pengendalian berfungsi memantau apakah
program yang dibuat telah dikerjakan dan dipatuhi dengan benar dan
sungguh- sungguh. Organisasi ini, pada lingkungan proyek,
lazimnya merupakan subbidang QA/QC yang melapor ke manajer
engineering. Kegiatan QA/QC sejajar dengan kegiatan lain, dalam
arti tidak langsung menangani kegiatan engineering, pembelian, atau
konstruksi, tetapi mengadakan pemantauan agar pekerjaan itu
memenuhi kriteria dan spesifikasi yang telah ditentukan.

2.3.3.4. Kegunaan QA (Soeharto, 2001)


Kegunaan penjaminan mutu bagi pihak-pihak terlibat dalam
pembangunan proyek lebih lanjut dirinci sebagai berikut :
• Bagi Pemerintah
Untuk menjaga dan meyakinkan agar metode konstruksi, material,
dan peralatan yang digunakan dalam membangun proyek
memenuhi stadar dan peraturan yang telah ditentukan. Hal ini
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan keamanan dan
kesehatan masyarakat.
Memberikan kesempatan pemeriksaan dan pengujian terhadap
instalasi atau hasil proyek dari waktu ke waktu yang potensial
dapat menyebabkan kerusakan dan kecelakaan.
• Bagi Pemilik Proyek
Memberikan kepercayaan dan keyakinan bahwa instalasi yang
dibangun akan berfungsi sesuai dengan harapan dalam hal
keselamatan (safety), operasi, dan produksi selama kurun waktu
yang telah ditentukan.
Menyediakan dokumen bagi pihak pemerintah maupun pihak lain
yang berkepentingan.
Menyediakan data hasil-hasil inspeksi, pengetesan, dan perbaikan
pada bagian yang spesifik. Hal ini merupakan catatan yang
berguna bagi kegiatan pemeliharaan.
• Bagi Perancang
Menjadi umpan balik pekerjaan desain engineering di masa
depan.
• Bagi Kontraktor
Bila mengikuti prosedur dan spesifikasi dengan tepat dan cermat,
akan menghasilkan pekerjaan sekali jadi. Hal ini berarti mencegah
terjadinya pekerjaan ulang (rework).
Bila dilaksanakan dengan baik, akan mencegah mutu yang
melebihi spesifikasi yang tercantum dalam dokumen kontrak,
yang berarti menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu.

Bagi pemilik proyek, bukan hal yang berlebihan bila dikatakan bahwa
adanya suatu program QA/QC yang efektif mutlak diperlukan untuk
mencegah kemungkinan proyek menghasilkan produk yang mutu,
jumlah, maupun waktunya tidak sesuai sasaran, yang disebabkan oleh
material atau peralatanya di bawah standar.

2.3.3.5 QC, Inspeksi dan Testing (Soeharto, 2001)

a) Inspeksi dan Testing


Suatu program Pengendalian mutu (QC =
Quality Control) yang kengkap menjelaskan rencana
QC, inspeksi, dan testing yang komprehensif. Dalam
konteks ini yang dimaksud dengan inspeksi adalah
mengkaji karakteristik proyek dalam aspek mutu,
dalam hubungannya dengan suatu standar yang
ditentukan. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
1) Menentukan standard dan spesifikasi yang akan
digunakan.
2) Mengukur dan menganalisis karakteristik proyek.
3) Membandingkan butir (1) dan (2).
4) Mengambil kesimpulan dan keputusan dari
langkah (3).
5) Membuat catatan dari proses diatas.
b) Metode Pengendalian Mutu (QC = Quality Control)
Metode yang dipakai dalam mengendalikan
mutu tergantung pada jenis proyek dan ketepatan yang
diinginkan. Terdapat tiga metode yang sering dijumpai
dalam proyek pembangunan yaitu adalah sebagai
berikut :
1) Pengecekan dan pengkajian.
Hal ini dilakukan terhadap gambar untuk
konstruksi, gambar untuk pembelian peralatan,
pembuatan maket (model), dan perhitungan yang
berkaitan dengan design-engineering. Tindakan
tersebut dilakukan untuk mengetahui dan meyakini
bahwa kriteria, spesifikasi, dan standar yang
ditentukan telah dipenuhi.
2) Pemeriksaan/Inspeksi dan Uji Kemampuan
Peralatan.
Pekerjaan ini berupa pemeriksaan fisik, termasuk
menyaksikan uji coba berfungsinya suatu
peralatan. Kegiatan ini digolongkan menjadi
beberapa hal yaitu sebagai berikut :
• Pemeriksaan sewaktu menerima material yang
meliputi penelitian dan pengkajian material,
suku cadang, dan lain-lain yang baru diterima
dari pembelian.
• Pemeriksaan selama proses fabrikasi
berlangsung.
• Pemeriksaan yang dilakukan selama pekerjaan
berlangsung, sebelum diadakan pemeriksaan
akhir.
• Pemeriksaan akhir, yaitu pemeriksaan terakhir
dalam rangka penyelesaian proyek secara fisik
atau mekanik.
3) Pengujian dengan Mengambil Contoh.
Cara ini dimaksudkan untuk menguji apakah
material telah memenuhi spesifikasi atau kriteria
yang ditentukan. Pengujian dapat berupa testing
destruktif atau non destruktif yang dilakukan
terhadap contoh yang diambil dari objek yang
diselidiki.

2.3.3.6 Pengendalian Mutu Konstruksi (Soeharto, 2001).


Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
kegiatan konstruksi dalam hubungannya dengan masalah
mutu adalah sebagai berikut :
• Material Konstruksi, yang umumnya tersedia ataupun
dapat dibeli di lokasi atau sekitar lokasi proyek, seperti
bahan bangunan, besi beton, consumbles, besi untuk
struktur, pipa ukuran kecil, dan lain-lain.
• Peralatan (equipment), yang dibuat di pabrik atas dasar
pesanan, seperti kompresor, generator, dan mesin-
mesin. Peralatan demikian umumnya diangkut dari
jarak jauh untuk sampai ke lokasi proyek.
• Pelatihan dan sertifikasi tenaga konstruksi, misalnya
melatih ahli las.
Pemeriksaan mutu yang dilakukan untuk material
dan peralatan seperti terlampir pada Tabel 2.2. Untuk
peralatan seperti yang dimaksud di atas, maka bila
produsen bertanggung jawab atas pengiriman sampai ke
lokasi, pihak pemesan harus siap memeriksanya pada
waktu peralatan tersebut tiba. Pemeriksaan ini meliputi
kuantitas, identitas, dan kemungkinan kerusakan selama
perjalanan.
Tabel 2.2 Ringkasan QA/QC kegiatan Konstruksi

Kegiatan Bidang
Instalasi/Konstruksi Tugas QA/QC
1) Menelaah ulang kontrak/PO Memeriksa kelengkapan lingkup kerja, standar, spesifikasi
(kriteria), dan prosedur, antara lain meliputi :
• Inspeksi dan Testing.
• Verifikasi.
• Sertifikasi.
• Prosedur persetujuan.
2) Menelaah ulang program Melengkapi program QA/QC Kontraktor Pelaksana
mutu
3) Meneliti perangkat program Mengkaji kualitas dan kuantitas personil dan peralatan, yang
mutu kontraktor pelaksana meliputi :
• Peralatan Testing dan Pengukuran.
• Teknik dan Metode yang digunakan.
• Standard dan ktiteria yang dipakai.
4) Mengendalikan material dan Mengkaji kualitas, kuantitas, dan prosedur yang dipakai,
peralatan dari rekanan meliputi :
(subkontraktor)
• Verifikasi dokumen (sertifikat) hasil pemeriksaan.
• Kemampuan pemasok.
• Prosedur pemeriksaan material.
• Pemeriksaan kualitas material versus spesifikasi.
5) Memeriksa in-process Mengadakan verifikasi sesuai spesifikasi, meliputi :
• Meneliti data hasil inspeksi dan testing pada waktu
pabrikasi.
• Melakukan testing pada titik-titik yang kritis.
• Dokumentasi.
6) Pemeriksaan Akhir Memeriksa dipenuhinya kriteria dan spesifikasi bagi unit secara
keseluruhan
7) Uji coba opersai dan start up Memantau pemenuhan kinerja (performance) instalasi, sesuai
kontrak.
8) Mengaudit, perbaikan, arsip, Meneliti segala pemeriksaan dan perbakan apakah telah
dan dokumen dilaksanakan dengan baik
• Semua keperluan yang tercantum dalam kontrak.
• Spesifikasi standard dan kriteria.
• Perbaikan telah dikerjakan.
• Dokumentasi telah disiapkan secara lengkap.

Sumber : (Iman Soeharto, 2001)

Pada proyek-proyek berskala besar sering diperlukan tenaga ahli las dalam
jumlah yang cukup besar, dan karena pekerjaan pengelasan merupakan mata
rantai yang amat menentukan, dilihat dari segi ketangguhan produk hasil proyek,
maka kemampuan tenaga ahli di atas harus diteliti dan diverifikasi, dan bila telah
memenuhi persyaratan maka sertifikat dapat dikeluarkan oleh pihak yang
berwenang. Bagi proyek yang berskala besar dan kompleks, dikenal tahap-tahap
penyelesaian, yaitu tahap penyelesaian fisik dan operasional. Penyelesaian
operasional didahului oleh penyelesaian fisik. Kedua macam penyelesaian
tersebut mengharuskan baik kontraktor maupun pemilik untuk mencurahkan
perhatiannya pada aspek mutu, terutama dalam bentuk inspeksi akhir, testing, uji
coba, dan pengkajian kinerja operasi.

2.4. Manajemen Risiko


Risiko adalah kejadian yang tidak pasti, jika terjadi mempunyai
dampak negatif atau positif terhadap tujuan dan sasaran proyek (PMBOK,
2004). Harold Kerzner mendefinisikan risiko sebagai kegiatan-kegiatan atau
faktor-faktor yang apabila terjadi akan meningkatkan kemungkinan tidak
tercapainya tujuan proyek yaitu sesuai dengan waktu, biaya dan performa.
Pengertian risiko menurut Iman Soeharto (2001) adalah kemungkinan
terjadinya peristiwa di luar yang diharapkan.
PMBOK@ Guide (2004) mendefinisikan manajemen risiko proyek
adalah proses yang sistematik dari identifikasi, analisis, respon, dan
pengendalian risiko proyek. Tujuan manajemen risiko adalah
memaksimalkan peluang dan konsekuensi dari kejadian-kejadian yang
positif dan meminimalkan peluang dan konsekuensi dari kejadian- kejadian
negatif terhadap sasaran proyek.
Risiko yang bervariasi pada setiap item aktifitas proyek merupakan
biaya proyek, risiko tersebut bisa berdampak penting dan tidak penting, dan
dapat menambah biaya disetiap aktifitas proyek yang dapat berdampak pada
penyimpangan biaya proyek atau berkurangnya keuntungan proyek tersebut
(Singh, Siramizu & Gantam, 2007). Proses-proses dalam manajemen Risiko
menurut PMBOK@ Guide (2004) adalah:
1. Risk Management Planning menetapkan bagaimana pendekatan
dan rencana aktivitas pengelolaan risiko pada proyek.
2. Risk Identification menentukan risiko yang mana yang
mempengaruhi proyek dan mendokumentasikan karakteristik/sifat-
sifatnya.
3. Qualitative Risk Analysis - melakukan analisa kualitatif risiko dan
kondisi/ syarat-syarat untuk prioritas pengaruhnya terhadap kinerja
proyek.
4. Quantitative Risk Analysis - mengukur peluang dan konsekuensi
risiko dan estimasi implikasinya terhadap kinerja proyek.
5. Risk Response Planning - mengembangkan prosedur dan teknik
untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman terhadap
sasaran proyek
6. Risk Monitoring and Control - memonitor sisa risiko, identifikasi
risiko yang baru, melaksanakan rencana merespon risiko, dan
menghitung efektifitasnya selama umur proyek.
Agar tidak menggangu proses pelaksanaan proyek dan tidak
membahayakan kelanjutan proyek tersebut, maka erlu diidentifikasi dan
dianalisa, dampak/faktor risiko. Ada 4 tahap yang harus dilakukan dalam
manajemen risiko antara lain:
1. Identifikasi risiko, yaitu mengamati kondisi, mengidentifikasi dan
mengklarifikasi kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko.
Mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan biaya
dari berbagai faktor, lalu dicari pula dampak-dampak apa yang dapat
timbul bila penyebab dari penyimpangan biaya tersebut terjadi.
2. Analisa risiko, yaitu menentukan kemungkinan terjadinya suatu risiko
dan konsekwensinya. Hasil dari analisa ini berupa suatu tingkatan pada
faktor-faktor risiko yang ada. Dari tingkatan ini, dapat dikembangkan
suatu pilihan penanganan risiko tersebut.
3. Penanganan risiko, yaitu teknik dan metode untuk menangani masing-
masing faktor risiko yang ada dengan melihat faktor risiko yang
tingkatnya tinggi. Penanganan dlakukan terhadap faktor- faktor yang
nilai risikonya tinggi. Bentuk penanganannya berua tindakan-tindakan
koreksi agar dapat memperbaiki dan mengantisipasi penyimpangan
biaya yang ada dan agar penyimpangan tersebut tidak terjadi lagi.
Variabelnya, risiko-risiko yang mempengaruhi kinerja proyek, dan informasi
empirik serta data proyek. Didalam penyusunan konteks perlu ditetapkan :
• Kriteria untuk assesmen risiko.
• Ketentuan toleransi risiko & level risiko yang perlu diberi tanggapan
dan perlakuan (sesuaikan dengan kebijakan, tujuan dan sasaran
organisasi, kepentingan para pemegang kepentingan dan persyaratan
peraturan)
• Sumber daya (termasuk SDM & anggaran) yang dibutuhkan.
• Standar informasi/pelaporan & rekaman tercatat.
2.4.2 Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah suatu proses yang sifatnya
berulang, sebab risiko-risiko baru kemungkinan baru diketahui
ketika proyek sedang berlangsung selama siklus proyek. Frekuensi
pengulangan dan siapa personel yang terlibat dalam setiap siklus
akan sangat bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Tim
proyek harus selalu terlibat dalam setiap proses sehingga mereka
bisa mengembangkan dan memelihara tanggungjawab terhadap
risiko dan rencana tindakan terhadap risiko yang timbul (PMBOK,
2004).
Di dalam identifikasi, terdapat kecenderungan alamiah untuk
mengabaikan risiko-risiko yang dampaknya dianggap kecil. Hal ini
berbahaya karena risiko-risiko kecil dapat saling berinteraksi dalam
suatu kombinasi dan menghasilkan dampak yang besar. Inilah sebab
pentingnya melakukan identifikasi terhadap semua risiko. Untuk
mengidentifikasi risiko, perlu dilakukan pengkategorian risiko.
Mawdesley mengemukakan bahwa kategori risiko dapat ditentukan
dengan menggunakan klasifikasi aspek ketidakpastian. Untuk
melakukan proses identifikasi risiko dibantu dengan tools dan
techniques antara lain (PMBOK, 2004) :

1. Brainstorming
Tujuan brainstorming adalah untuk mendapatkan daftar yang
komperehensif risiko proyek. Brainstorming dilakukan
dengan cara mengundang beberapa orang dan dikumpulkan
dalam suatu ruangan untuk berbagi ide tentang risiko proyek.
Ide tentang risiko proyek dihasilkan dengan bantuan dan
kepemimpinan seorang fasilitator.
2. Delphi Technique
Delphi technique adalah cara mencapai konsensus dari para
ahli. Para ahli dalam bidang risiko proyek berpartisipasi
tanpa nama atau anonymously, dan difasilitasi dengan suatu
kuisioner untuk mendapatkan ide tentang risiko proyek yang
dominan. Respon yang ada diringkas, kemudian disirkulasi
ulang kepada para ahli untuk komentar lebih lanjut.
Konsensus mungkin dicapai didalam berapa kali putaran
proses. Delphi technique sangat membantu untuk
mengurangi bias pada data dan menjaga untuk tidak
dipengaruhi oleh pendapat yang tidak semestinya.(PMBOK,
2004)
3. Interwiewing
Interview atau wawancara adalah teknik untuk
mengumpulkan data tentang risiko proyek. Wawancara
dilakukan terhadap anggota tim proyek dan stakeholder
lainnya yang telah berpengalaman dalam risiko proyek.
4. Root Cause Identification
Teknik ini dilakukan untuk mengetahui penyebab risiko
yang esensial, dan yang akan mempertajam definisi risiko,
kemudian dibuat kedalam grup berdasarkan penyebab.

5. Strength, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT)


analysis
Teknik ini dilakukan berdasarkan persfektif SWOT untuk
meningkatkan pemahaman risiko yang lebih luas.

Hasil utama dari proses identifikasi risiko adalah adanya daftar


risiko (risk register) yang harus didokumentasikan sebagai bagian
dari rencana manajemen proyek (project management plan).

2.4.3 Analisa dan Evaluasi Risiko Secara Kualitatif


Tujuan dari analisis risiko adalah menambah pemahaman
lebih dalam tentang risiko agar dapat menekan konsekuensi-
konsekuensi buruk dari dampak yang timbul dengan memperkirakan
tingkat risiko yang mungkin terjadi.
Menurut PMBOK@ Guide (2004) analisis risiko secara
kualitatif adalah metode untuk melakukan prioritas terhadap daftar
risiko yang telah teridentifikasi untuk penanganan selanjutnya.
Perusahaan atau organisasi dapat meningkatkan kinerja proyek
secara efektif dengan fokus pada risiko dengan prioritas tinggi.
Analisa risiko secara kualitatif menguji prioritas dari daftar risiko
yang telah teridentifikasi dengan menggunakan peluang kejadian
dan pengaruhnya pada kinerja proyek. Hasil analisa risiko secara
kualitatif bisa dianalisa lebih lanjut dengan analisa risiko secara
kuantitatif atau langsung ke rencana tindakan penanganan risiko
(risk response planning) (PMBOK, 2004).
Analisa risiko secara kualitatif dapat dilakukan dengan
bantuan tools dan technique, antara lain (PMBOK, 2004) :
1. Risk Probability and Impact Assessment
Teknik ini adalah investigasi kemungkinan dari masing-
masing risiko yang spesifik akan terjadi seperti dampak
potensial terhadap kinerja proyek seperti waktu, biaya, scope
dan kualitas termasuk dampak negatif dan positif. Peluang
dan pengaruhnya diukur untuk masing-masing faktor-faktor.
2. Risk Data Quality Assessment
Analisa risiko secara kualitatif menginginkan data yang
akurat dan tidak bias. Analisa kualitas data risiko adalah
teknik untuk mengevaluasi tingkat kegunaan data pada
manajemen risiko. Seringkali pengumpulan informasi tentang
risiko sangat sulit dan memakan banyak waktu dan
sumberdaya diluar yang telah direncanakan.
3. Risk Categorization
Risiko proyek dapat dikategorisasikan berdasarkan sumber
risiko, berdasarkan dampak risiko, atau berdasarkan pase
(engineering, procurement, dan construction) untuk
mengetahui area proyek yang terkena dampak ketidakpastian.
4. Risk Urgency Assessment
Risiko yang membutuhkan tindakan dalam waktu dekat
mungkin bisa dikategorikan sangat penting dan segera untuk
dianalisa.
Penilaian akibat secara kualitatif sesuai dengan Australian/New
Zealand Standard Risk Management (AS 4360) (Duffield, 2003)
diperlihatkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Penilaian Akibat Secara Kualitatif

LEVEL PENILAIAN AKIBAT


1 Insignificant Tidak ada dampak, kerugian keuangan tidak berarti.

2 Minor Perlu penanganan, langsung ditempat, kerugian


keuangan menjadi biaya overhead.
3 Moderate Perlu ditangani oleh manajer perencana, kerugian
keuangan cukup berarti.
4 Major Adanya kegagalan, produktifitas menurun, kerugian
keuangan cukup berarti.
5 Catastrophic Kesalahan berdampak pada lainnya, perlu
penanganan oleh pemimpin, kerugian besar , perlu
penanganan khusus
Sumber : Australian/New Zealand Standard Risk Management (AS 4360)
(Duffield, 2003)

Matriks tingkat risiko secara kualitatif seusai dengan Australian/New Zealand


Standard Risk Management (AS 4360) (Duffield, 2003) diperlihatkan pada
Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Matriks Tingkat Risiko Secara Kualitatif

Frekuensi AKIBAT
Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic
1 2 3 4 5

Sangat Tinggi (A) S S H H H


Tinggi (B) M S S H H
Sedang (C) L M S H H
Rendah (D) L L M S H
Sangat Rendah (E) L L M S S

Sumber : Australian/New Zealand Standard Risk Management (AS 4360) (Duffield,


2003)

Keterangan :
• H : high risk, perlu pengamatan rinci, penanganan harus level
pimpinan.
• S : significant risk, perlu ditangani oleh manajer proyek
• M : moderate risk, risiko rutin, ditangani langsung ditingkat
proyek.
• L : low risk, risiko rutin, ada dianggaran pelaksanaan proyek
Evaluasi risiko berfungsi untuk membandingkan level
risiko yang ditemukan dalam analisis serta untuk menetapkan
prioritas risiko (untuk tindakan lebih lanjut). Apakah level risiko
yang ditemukan selama proses analisis telah sesuai dengan kriteria
risiko. Putuskan prioritas atas risiko (prioritas dalam pemberian
tanggapan & perlakuan)
Evaluasi terhadap input risiko tertentu pada suatu proyek
tergantung pada:
• Probabilitas terjadinya risiko tersebut, frekuensi kejadian,
dan dampak dari risiko tersebut bila terjadi.
• Dalam membandingkan pilihan proyek dan berbagai risiko
yang terkait seringkali digunakan “Indeks Risiko”, dimana :
Indeks Risiko = Frekuensi x Dampak

Adapun Tabel 2.5. pengukuran frekwensi seusai dengan


Australian/New Zealand Standard Risk Management (AS 4360)
(duffield, 2003).

Tabel 2.5 Pengukuran frekuensi

Level Penilaian Kemungkinan


A Sangat tinggi Selalu terjadi pada setiap kondisi
B Tinggi Sering terjadi pada setiap kondisi
C Sedang Terjadi pada kondisi tertentu
D Rendah Kadang terjadi pada setiap tertentu
E Sangat Rendah Jarang terjadi, hanya ada kondisi tertentu
Sumber : Australian/New Zealand Standard Risk Management (AS 4360)
(Duffield, 2003)

2.4.4 Rencana Tanggapan Terhadap Risiko


Risk Response Planning adalah tindakan yang merupakan
proses, teknik, dan strategi untuk menanggulangi risiko yang
mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan menghindari
risiko, tindakan mencegah kerugian, tindakan memperkecil dampak
negatif serta tindakan mengeksploitasi dampak positif. Tanggapan
tersebut termasuk juga tata cara untuk meningkatkan pengertian dan
kesadaran personil dalam organisasi PMBOK (2004).
Risk response yang direncanakan harus tepat terhadap risiko
yang signifikan, biaya yang sesuai, tepat waktu, realistis didalam
konteks proyek dan harus disetujui oleh pihak-pihak yang terlibat.
Strategi untuk risk response dapat dilakukan dengan bantuan
tools dan technique, antara lain (PMBOK, 2004) :
1) Strategi untuk risiko negatif atau ancaman
Ada tiga strategi yang biasa dilaksanakan untuk risiko
yang mempunyai dampak negatif terhadap kinerja proyek.
Strategi-strategi tersebut adalah:

a. Avoid, menghindari risiko dengan cara melakukan


perubahan terhadap rencana manajemen proyek untuk
mengeliminasi ancaman risiko, mengisolasi sasaran
proyek dari dampak yang akan timbul, seperti
mengurangi scope pekerjaan atau memperpanjang waktu
pekerjaan.
b. Transfer, mentransfer dampak negatif risiko termasuk
tanggungjawab kepada pihak ketiga. Transfer risiko
selalu terkait dengan pembayaran suatu premi risiko
kepada pihak yang menerima pelimpahan risiko, seperti
asuransi. Kontrak dapat digunakan untuk mentransfer
risiko termasuk tanggungjawab kepada pihak lain.
Didalam banyak kasus, penggunaan kontrak type cost-
based adalah mentransfer risiko kepada pemilik (owner),
sementara kontrak type fixed-price risiko ditransfer ke
kontraktor jika desain proyek sudah matang.
c. Mitigate, mengurangi peluang dan dampak dari suatu
kejadian risiko kepada ambang batas yang dapat
diterima. Melakukan tindakan dini untuk mengurangi
peluang dan atau dampak risiko di proyek sangat efektif
daripada melakukan perbaikan setelah kerusakan terjadi.
Langkah-langkah mitigasi dilakukan dengan
mengadopsi proses yang tidak kompleks, melakukan
lebih banyak test, atau memilih supplier/vendor yang
lebih berpengalaman.
2) Strategi untuk risiko positif
Ada tiga strategi yang biasa dilaksanakan untuk risiko
yang mempunyai dampak positif terhadap kinerja proyek.
Strategi-strategi tersebut adalah:

a. Exploit, strategi ini dipilih untuk risiko yang mempunyai


dampak positif dimana organisasi ingin meyakinkan
bahwa kemungkinan bisa direalisasikan. Eksploitasi
dapat dilakukan dengan cara menambah sumber daya
yang lebih baik untuk mengurangi waktu penyelesaian
proyek, atau memberikan kualitas yang lebih baik dari
rencana semula.
b. Share, risiko positif dibagi dengan pihak ketiga untuk
mendapatkan keuntungan dari proyek. Contoh dari
berbagi risiko positif adalah melakukan risk-sharing
partnership, team, dan joint venture.
c. Enhance, strategi ini memodifikasi ukuran suatu
kesempatan dengan menaikkan peluang dan atau dampak
positif, dan dengan melakukan identifikasi dan
memaksimalkan risiko-risiko yang berdampak positif.
3) Strategi untuk risiko baik negatif maupun positif
Acceptance merupakan suatu strategi yang diadopsi
karena sangat jarang kemungkinannya untuk mengeliminasi
seluruh risiko dari sebuah proyek. Strategi ini
menggambarkan bahwa tim proyek telah memutuskan untuk
tidak merubah rencana manajemen proyek untuk mengatasi
suatu risiko, atau ketidakmampuan mengidentifikasi strategi
yang tepat untuk mengelola suatu risiko. Strategi yang paling
aktif untuk acceptance adalah dengan menyiapkan suatu
kontijensi, termasuk waktu, uang, atau sumberdaya untuk
menangani risiko negatif maupun risiko positif yang
diketahui atau tidak diketahui.
4) Contingent Response Strategy
Beberapa respon atau tindakan di desain untuk
digunakan hanya jika kejadian tertentu terjadi. Untuk
beberapa risiko, sangat tepat jika tim proyek menyiapkan
suatu rencana tindakan (response plan) yang hanya akan
dilaksanakan dengan kondisi-kondisi tertentu.

2.5. Kerangka Berfikir dan Hipotesa Penelitian


2.5.1 Kerangka Berpikir
Dalam pelaksanaan penelitian untuk melakukan analisis
pengelolaan faktor – faktor risiko kualitas pada tahap pelaksanaan
konstruksi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok
Selatan, maka penulis akan mencoba mengidentifikasi dan
menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh faktor-faktor risiko
tersebut terhadap kualitas pelaksanaan konstruksi yang dihasilkan
oleh kontraktor setelah kontraktor tersebut terikat kontrak. Kerangka
berpikir yang akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
risiko ini adalah sebagaimana tertuang dalam Gambar dibawah ini
Latar Belakang Permasalahan TEORI / LITERATUR

Pada proyek Konstruksi • Laporan Hasil


mengalami banyak Evaluasi TA 2018-
permasalahan dan hambatan, 2019
dimana pada saat pelaksanaan • Teori & Konsep Man. Risiko
konstruksi sering terjadi kinerja • Penerapan Pengendalian
kualitas yang dihasilkan tidak sesuai Kualitas
dengan yang diharapkan, hal ini • Pelaksanaan Konstruksi
diakibatkan oleh banyak faktor
dimana faktor-faktor yang paling
utama yang mempengaruhi adalah
performa kontraktor yang buruk.
dalam pencapaian kualitas mutu METODA PENELITIAN/
hasil pekerjaan yang dihasilkan.
Metode
Penelitian
Survei dengan
analisa statistik

PERTANYAAN PENELITIAN/
RUMUSAN MASALAH HIPOTESA

RQ-1 : Faktor-faktor risiko pada pelaksanaan


Apa saja faktor-faktor risiko konstruksi yang dominan mempengaruhi
pelaksanaan konstruksi yang kinerja kualitas adalah :
mempengaruhi rendahnya kinerja • Ketersediaan & Kompetensi personil
kualitas ? dalam Manajemen Konstruksi dan
RQ-2 : Kontrak.
Apa dampak dan penyebab faktor- • Penerapan prosedur Manajemen
faktor risiko yang dapat Kualitas.
mempengaruhi kierja kualitas / mutu • Peralatan, bahan, dan modal kerja
pelaksanaan konstruksi ? yang mencukupi.
RQ-3 : • Design tidak dapat dilaksanakan.
Bagaimana tindakan koreksi yang • Informasi yang memadai mengenai
diperlukan sehingga dapat data-data proyek
meningkatkan kinerja kualitas / mutu
pelaksanaan konstruksi di masa
yang akan datang ?

MANFAAT

1. Bagi DPU yang telah menjadi obyek


penelitian ini, diharapkan dapat
memanfaatkan hasil penelitian ini untuk
meningkatkan kinerja kualitas
pelaksanaan konstruksi pada masa yang
akan datang.
2. Bagi Kontraktor yaitu dapat
mengidentifikasi dan menganalisis faktor
risiko yang ada selama proses
produktivitasnya, sehingga diharapkan
kontraktor tersebut dapat meningkatkan
kinerja kualitasnya pada masa yang akan
datang.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


(sumber : olahan)
2.5.2. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kajian literatur, hipotesa penelitian Analisa


Faktor-faktor risiko kualitas pada pelaksanaan konstruksi yang
dominan mempengaruhi kinerja kualitas dalam rangka penyusunan
tesis ini adalah sebagai berikut:
• Ketersediaan dan Kompetensi personil dalam Manajemen
Konstruksi dan Kontrak.
• Penerapan prosedur Manajemen Kualitas.
• Peralatan, bahan, dan modal kerja yang mencukupi.
• Design tidak dapat dilaksanakan.
• Informasi yang memadai mengenai data-data proyek

2.6. Kesimpulan Landasan Teori


Berdasarkan kepada teori-teori yang ada mengenai pelaksanaan
konstruksi, manajemen kualitas, dan manajemen risiko, maka dapat di
identifikasikan dan di analisa kemudian risiko-risiko apa saja yang
mempengaruhi kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi yang nantinya akan
menjadi bahan variabel-variabel bebas untuk penelitian yang akan
dilakukan. Dalam hal ini, secara rinci hal-hal yang menjadi risiko nantinya
akan digunakan sebagai salah satu bentuk upaya untuk mendapatkan model
prediksi kegagalan proyek dimaasa akan datang.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Pendahuluan
Metode Penelitian adalah suatu metode yang digunakan untuk
menjawab masalah secara detil yang meliputi :
§ Variabel yang diteliti.
§ Desain riset yang digunakan.
§ Teknik pengumpulan data.
§ Teknik analisis data.
§ Cara penafsiran dan penyimpulan hasil penelitian.

3.2. Kerangka Berpikir


Dalam pelaksanaan penelitian untuk melakukan analisis
pengelolaan faktor-faktor risiko pelaksanaan konstruksi di lingkungan
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan, maka penulis akan
mencoba mengidentifikasi dan menganalisis dampak yang ditimbulkan
oleh faktor-faktor risiko tersebut terhadap kualitas output hasil pekerjaan
yang dihasilkan oleh kontraktor setelah kontraktor tersebut terikat kontrak.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode survei untuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko mutu pelaksanaan konstruksi yang
paling dominan berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden.

3.3. Pertanyaan Penelitian (Research Questions)


Ada beberapa pertanyaan (Research Questions) yang perlu dijawab
pada penelitian ini, yaitu :

1. Apa saja faktor-faktor risiko pelaksanaan konstruksi yang


mempengaruhi rendahnya kinerja kualitas ?
2. Apa dampak dan penyebab faktor-faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kierja kualitas / mutu pelaksanaan konstruksi ?
3. Bagaimana saran untuk tindakan koreksi yang diperlukan terutama
upaya untuk mendapatkan model prediksi risiko yang akan digunakan
sehingga dapat meningkatkan kinerja kualitas / mutu pelaksanaan
konstruksi di masa yang akan datang ?

3.4. Pemilihan Metode Penelitian


Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, diperlukan metode
penelitian yang sesuai. Yin (1994) menyatakan bahwa metode penelitian
perlu mempertimbangkan 3 hal, yaitu :

a. Jenis pertanyaan yang digunakan.

b. Kendali terhadap peristiwa yang diteliti.

c. Fokus terhadap peristiwa yang sedang berjalan atau baru diselesaikan.

Jenis pertanyaan yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang


diinginkan menentukan metode penelitian yang digunakan (Nazir, 1985).
Untuk menjawab Research Questions yang ada, maka dipilih jenis metode
penelitian dengan Metode Survey. Hal ini karena dengan survey akan
menjawab pertanyaan siapa, apa, dimana, berapa banyak dan berapa besar
dari sampel yang diambil.

Metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk


memperoleh fakta – fakta dari gejala – gejala yang ada dan mencari
keterangan – keterangan secara secara faktual, baik tentang institusi sosial,
ekonomi, atau politik di suatu kelompok ataupun suatu daerah.
Penyelidikan dilakukan dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah
individu atau unit, baik secara sensus atau dengan menggunakan sampel.

3.5. Kerangka Metode Penelitian


3.5.1. Model Penelitian
Dari data yang didapat, perlu dilakukan suatu analisa dan
pembuatan model matematika yang menunjukkan hubungan antara
kinerja kualitas kontraktor dengan pengaruh faktor resiko.

Hubungan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk grafik Y = f


(X)
3.5.2. Variabel Penelitian

Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini


adalah kinerja kualitas hasil pencapaian pelaksanaan konstruksi
sedangkan variabel bebas (independent variable) yang ingin diteliti
sesuai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kinerja kualitas
pelaksanaan konstruksi. Adapun Variabel bebas (Variabel X)
seperti disebutkan dibawah ini merupakan merupakan variabel
bebas awal yang kemudian akan direduksi oleh beberapa pakar
(expert), sehingga menghasilkan variabel penelitian defenitif
(Variabel X). Pengukuran variabel bebas (X) ini akan dilakukan
oleh seluruh pihak yang terlibat didalam proyek Dinas PU
Kabupaten Solok Selatan.
Tabel 3.1. Variabel Awal Penelitian (X)

Faktor Risiko Referensi


Variabel

VARIABEL INTERNAL (KONTRAKTOR)


Material
Tidak tersedianya bahan secara cukup yang sesuai dengan Praboyo, 1998
X1 1 kebutuhan
Mobilisasi sumber daya (bahan, alat, tenaga kerja) yang Praboyo, 1998
X2
lambat
Pengajuan contoh bahan oleh kontraktor yang tidak Praboyo, 1998
X3
terjadwal
X4 Kontrol kualitas bahan yang buruk Indriani, 1998
Peralatan
Keterlambatan penyediaan alat/bahan yang disediakan oleh Praboyo, 1998
X5 pemilik
Peralatan dan modal kerja yang tidak mencukupi Dun dan Bradstreet
Corporation dalam Russell,
X6
1996

Sumber Daya Manusia


X7 Pengalaman dan kompetensi manajer proyek Russell, 1992
Kurangnya personil yang mempunyai pengalaman dalam Dun dan Bradstreet
X8 manajemen konstruksi Corporation dalam Russell
1996
Kurangnya personil yang mempunyai pengalaman dan Dun dan Bradstreet
X9 keahlian dalam manajemen kontrak Corporation dalam Russell
1996
Masalah yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan Dun dan Bradstreet
X 10 (ketersediaan tenaga kerja ahli, daya produksi, staf Corporation dalam Russell,
pengawas, biaya tinggi) 1996
Kualifikasi dan Pengalaman Kontraktor
Metode konstruksi/pelaksanaan kerja yang salah atau Praboyo, 1998
X 11 tidak tepat
Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan Indriani, 1998
X 12
konstruksi
Terlalu banyak proyek yang ditangani pada waktu yang Indriani, 1998
X 13
sama
Buruknya perencanaan dan penjadwalan yang dilakukan Whittington. E. et. All, 1997
X 14 oleh tim proyek

Tidak dilaksanakannya review design sebelum Whittington. E. et. All, 1997


X 15 pelaksanaan konstruksi

Buruknya kualitas sub kontraktor Whittington. E. et. All, 1997


X 16

Keuangan
Estimasi harga yang kurang akurat Scheifer, 1987, dalam Russel,
X 17 1996

X 18 Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan eskalasi Indriani, 1998

X 19 Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (kontijensi) Indriani, 1998


Tabel 3.1. Variabel Awal Penelitian (X) (sambungan)

Variabel Faktor Risiko Referensi

X 20 Kurangnya kemampuan dalam penanganan keuangan Whittington. E. et. All, 1997

Manajemen Lapangan
X 21 Buruknya komunikasi dan koordinasi antar bagian- Whittington. E. et. All, 1997
bagian dalam organisasi kerja
X 22 Top Manajemen selalu terlambat mendapatkan informasi Whittington. E. et. All, 1997
pekerjaan yang disebabkan karena buruknya komunikasi
dan pertentangan kepentingan
X 23 Rencana urutan kerja yang tidak tersusun dengan baik Praboyo, 1998
X 24 Banyak hasil pekerjaan yang harus diperbaiki/diulang Praboyo, 1998
karena cacat atau tidak benar
X 25 Proses dan tata cara evaluasi kemajuan pekerjaan yang Praboyo, 1998
lama dan lewat jadwal yang disepakati
X 26 Ketidak pahaman aturan pembuatan gambar kerja Praboyo, 1998
X 27 Terjadinya kecelakaan kerja dan tidak berjalannya prosedur Indriani, 1998
K3
X 28 Tingginya frekwensi perubahan pelaksanaan Indriani, 1998
X 29 Tidak efektifnya atau tidak adanya prosedur Russsel, J.S., 1991
manajemen kualitas
VARIABEL EKSTERNAL (OWNER, ENVIRONMENT, DLL)
Manajemen
X 30 Pemeriksaan terhadap kinerja kontraktor tidak dilakukan Holt et. Al, 1994
untuk masing-masing proyek tetapi hanya berdasarkan
reputasi pada
masa lalu
X 31 Penunjukan hanya berdasarkan penawaran terendah Holt et. Al, 1994
tidak memperhitungkan hal-hal lainnya
X 32 Pemilik proyek merasa bahwa melakukan proses Russell, 1992
prakualifikasi tidak penting dan hanya menghabiskan uang
dan tenaga
X 33 Dokumen Lelang tidak lengkap dan kurang jelas Praboyo, 1998
X 34 Rencana kerja pemilik yang sering berubah-ubah Praboyo, 1998
X 35 Ketidak jelasan informasi lingkup pekerjaan pada sa'at Praboyo, 1998
penjelasan pekerjaan
X 36 Adanya permintaan perubahan atas pekerjaan yang telah Praboyo, 1998
selesai
X 37 Perubahan desain/detail pekerjaan pada waktu pelaksanaan Praboyo, 1998
X 38 Perlu waktu yang lama untuk proses permintaan dan Praboyo, 1998
persetujuan contoh bahan oleh pemilik
X 39 Pemotongan biaya design untuk memenuhi budget owner Russsel, J.S., 1991
Tabel 3.1. Variabel Awal Penelitian (X) (sambungan)

Variabel Faktor Risiko Referensi

Perencanaan

X 40 Perencanaan (gambar/spesifikasi) yang salah/tidak lengkap Praboyo, 1998

X 41 Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan yang harus ada Praboyo, 1998
X 42 Buruknya koordinasi dalam masalah design Whittington. E. et. All, 1997

X 43 Design tidak dapat dilaksanakan Whittington. E. et. All,1997

X 44 Perencana tidak mengerti mengenai material Whittington. E. et. All, 1997

Keadaan Alam / Lingkungan


X 45 Perubahan peraturan/regulasi pemerintah Scheifer, 1987
X 46 Perubahan situasi atau kebijaksanaan politik/ekonomi Praboyo, 1998
pemerintah
X 47 Pertentangan kepentingan dan faktor sosial serta lingkungan Whittington. E. et. All, 1997

X 48 Kondisi dan pertistiwa yang tidak terduga (kebakaran, Whittington. E. et. All, 1997
banjir, badai, angin ribut, gempa bumi, tanah longsor,
cuaca amat buruk)

Variabel – variabel diatas merupakan merupakan variabel awal yang


kemudian akan direduksi oleh beberapa pakar (expert), sehingga
menghasilkan variabel penelitian defenitif (Variabel X). Pengukuran
variabel bebas (X) ini akan dilakukan oleh masing – masing perusahaan
kontraktor dan tim proyek sesuai dengan paket pekerjaan proyek yang
dilakukannya.
Dalam penelitian ini penulis meninjau faktor – faktor risiko
pelaksanaan konstruksi yang mempengaruhi kinerja kualitas hasil proyek di
lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan yang bertujuan
untuk menentukan variabel bebas (X) yaitu faktor – faktor yang telah
teridentifikasi dari hasil kajian pustaka dan telah mendapatkan masukan dari
pakar (expert) yaitu berupa variabel awal penelitian sebanyak 48 variabel
faktor risiko. Setelah melakukan tahapan reduksi terhadap 48 variabel
tersebut yaitu dengan melihat nilai mean setiap variabel yang berada diatas
nilai mean secara keseluruhan, maka akhirnya telah diperoleh 23 variabel
penelitian definitif yang akan diisi oleh para
responden. Sedangkan variabel terikatnya yaitu “ Kinerja kualitas
pelaksanaan konstruksi “ (Y) akan memakai indikator pengukuran
berdasarkan dimensi kualitas jasa yang ada.
Variabel bebas ( X ) sebagaimana terdapat pada Tabel 3.2. terdiri
dari :
§ Variabel Internal
Adalah variabel yang mempengaruhi kinerja kualitas pelaksanaan
konstruksi dari dalam yaitu mengukur risiko kesenjangan antara harapan
dan persepsi konsumen tentang jasa yang dilakukan oleh perusahaan
kontraktor sebagai umpan balik untuk mengukur kualitas dan melakukan
koreksi apabila kualitas itu kurang memuaskan konsumen.

§ Variabel Eksternal
Adalah variabel yang mempengaruhi kinerja kualitas pelaksanaan
konstruksi dari luar yaitu mengukur risiko kesenjangan yang berada di
luar perusahaan kontraktor, dimana kesenjangan ini terjadi karena
konsumen memiliki persepsi yang berbeda dengan harapannya.

Adapun Variabel Penelitian Defenitif (Variabel X) adalah seperti


terdapat pada Tabel 3.2, dimana merupakan hasil reduksi variabel awal oleh
pakar.
Tabel 3.2. Variabel Penelitian Definitif (X)

Variabel Faktor Risiko Referensi

VARIABEL INTERNAL (KONTRAKTOR)

Material
X1 Tidak tersedianya bahan secara cukup yang sesuai dengan Praboyo, 1998
kebutuhan
X2 Mobilisasi sumber daya (bahan, alat, tenaga kerja) Praboyo, 1998
yang lambat
X3 Kontrol kualitas bahan yang buruk Indriani, 1998
Peralatan
X4 Peralatan dan modal kerja yang tidak mencukupi Dun dan Bradstreet
Corporation dalam Russell,
1996
Sumber Daya Manusia
X5 Pengalaman dan kompetensi manajer proyek Russell, 1992

X6 Kurangnya personil yang mempunyai pengalaman dalam Dun dan Bradstreet


manajemen konstruksi Corporation dalam Russell
X7 Kurangnya personil yang mempunyai pengalaman dan Dun dan Bradstreet
keahlian dalam manajemen kontrak Corporation dalam Russell
X8 Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan Indriani, 1998
konstruksi
X9 Tidak dilaksanakannya review design sebelum pelaksanaan Whittington. E. et. All, 1997
konstruksi
Keuangan
X10 Estimasi harga yang kurang akurat Scheifer, 1987 dalam Russel,
1996
Manajemen Lapangan
X11 Buruknya komunikasi dan koordinasi antar bagian-bagian Whittington. E. et. All, 1997
dalam organisasi kerja
X12 Top Manajemen selalu terlambat mendapatkan informasi Whittington. E. et. All, 1997
pekerjaan yang disebabkan karena buruknya komunikasi
dan pertentangan kepentingan
X13 Terjadinya kecelakaan kerja dan tidak berjalannya prosedur Indriani, 1998
K3
X14 Tingginya frekwensi perubahan pelaksanaan Indriani, 1998
X15 Tidak efektifnya atau tidak adanya prosedur manajemen Russsel, J.S., 1991
kualitas
VARIABEL EKSTERNAL (OWNER, ENVIRONMENT, DLL)

Perencanaan dan Pengadaan


X16 Perencanaan (gambar/spesifikasi) yang salah/tidak lengkap Holt et. Al, 1994a

X17 Dokumen Lelang tidak lengkap dan kurang jelas Praboyo, 1998
X18 Rencana kerja pemilik yang sering berubah-ubah Praboyo, 1998
X19 Ketidakjelasan informasi lingkup pekerjaan pada sa'at Praboyo, 1998
penjelasan pekerjaan
X20 Perubahan desain/detail pekerjaan pada waktu pelaksanaan Praboyo, 1998
X21 Penunjukan hanya berdasarkan penawaran terendah tidak Praboyo, 1998
memperhitungkan hal-hal lainnya
X22 Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan yang harus Praboyo, 1998
ada
X23 Buruknya koordinasi dalam masalah design Whittington. E. et. All, 1997
Variabel terikat (Y) yaitu kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi
diukur berdasarkan indikator pengukuran dimensi kualitas jasa konstruksi
yang ada, sebagaimana terdapat pada Tabel 3.3., terdiri dari indikator –
indikator berikut ini :

§ Reliability (kehandalan)
Yaitu menyerahkan rancangan sesuai saat yang dijanjikan berikut
dengan anggaran yang disepakati dan layak (Nilai 1 - 32).

§ Resposiveness (daya tanggap)


Yaitu menanggapi secara cepat permintaan khusus, memahami
perubahan (modifikasi) yang diinginkan konsumen (Nilai 1 - 22).

§ Assurance (jaminan)
Yaitu kepercayaan, reputasi, nama baik di masyarakat, pengetahuan,
dan keterampilan (Nilai 1 - 19).

§ Empathy (empati)
Yaitu memahami kesulitan klien, memahami dan tanggap akan
kebutuhan spesifik klien, mengenal klien dengan baik (Nilai 1 - 16).

§ Tangibles (produk – produk fisik)


Yaitu meliputi kantor, laporan, rancangan, tagihan, busana karyawan
(Nilai 1 - 11).
Tabel 3.3. Tabel Variabel Penelitian Defenitif (Y)

VARIABEL DIMENSI No INDIKATOR NILAI REFERENSI


Kinerja Reliability 1 Menyerahkan rancangan sesuai saat (1 – 32) Zeithaml et al., 1996
Kualitas (kehandalan) yang dijanjikan berikut dengan anggaran
Output yang disepakati dan layak.
Kontraktor Resposiveness 2 Menanggapi secara cepat permintaan (1 – 22) Zeithaml et al., 1996
(Variabel Y) (daya tanggap) khusus.
3 Memahami perubahan (modifikasi) yang Zeithaml et al., 1996
diinginkan konsumen.
Assurance 4 Kepercayaan. (1 – 19) Bitner et al., 1996
(jaminan) 5 Reputasi. Bitner et al., 1996
6 Nama baik di masyarakat. Bitner et al., 1996
7 Pengetahuan. Bitner et al., 1996
8 Keterampilan. Bitner et al., 1996
Empathy 9 Memahami kesulitan klien. (1 – 16) Bitner et al., 1996
(empati) 10 Memahami dan tanggap akan kebutuhan Bitner et al., 1996
spesifik klien.
11 Mengenal klien dengan baik. Bitner et al., 1996
Tangibles 12 Kantor. (1 – 11) Zeithaml et al., 1996
(produk - 13 Laporan. Zeithaml et al., 1996
produk fisik) 14 Rancangan. Zeithaml et al., 1996
15 Tagihan. Zeithaml et al., 1996
16 Busana karyawan. Zeithaml et al., 1996

Variabel-variabel diatas merupakan skala untuk


mengukur dimensi kualitas jasa konstruksi (variabel Y).
Pengukuran variabel terikat (Y) ini akan dilakukan oleh
stakeholder di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Solok Selatan yaitu dengan mengukur proses produktivitas
pelaksanaan konstruksi berdasarkan setiap paket pekerjaan proyek
yang telah dilakukan oleh setiap kontraktor. Nilai variabel terikat
(Y) dari para responden merupakan jumlah nilai keseluruhan dari
indikator – indikator yang telah diukur (lihat Lampiran B).
Variabel – variabel tersebut diberikan suatu ukuran skala ordinal
pengukuran kinerja kualitas output kontraktor seperti pada Tabel
3.4.
Tabel 3.4. Penilaian Kinerja Kualitas Output Kontraktor

Pengukuran Kinerja Kualitas Output Kontraktor


0 – 24,99 25 – 44,99 45 – 59,99 60 – 69,99 70 – 84,99 85 – 100
1 2 3 4 5 6
Buruk sekali Buruk Kurang Cukup Baik Baik sekali

Standar penilaian dan pengukuran variabel terikat ini yaitu


“ Kinerja kualitas output kontraktor “ (Y) dilakukan terhadap
pengukuran pada tingkat output, yaitu mengukur karakteristik
output yang dihasilkan dibandingkan dengan spesifikasi
karakteristik yang diinginkan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Solok Selatan berdasarkan indikator pengukuran dari dimensi
kualitas jasa yang ada.

3.5.3. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner.
Kuesioner dibuat untuk memperoleh data primer yang disusun
berdasarkan parameter – parameter analisis yang dibutuhkan dan
relevan sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian ini.
Kuesioner ini akan diberikan kepada responden – responden yang
representatif dengan tujuan penelitian, yaitu personil yang terkait
dalam interaksi hubungan pekerjaan (stakeholder) di Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan..

3.6. Metode Pengumpulan Data


Penelitian yang dilakukan memerlukan pengumpulan data dengan
melakukan survey pada sumber informasi yang dibutuhkan. Survey
merupakan suatu metode yang sistematis untuk mengumpulkan data
berdasarkan suatu sampel agar mendapatkan informasi dari populasi yang
serupa dan tujuan utama dari survey bukan untuk menentukan suatu kasus
yang spesifik, namun untuk mendapatkan karakteristik utama dari populasi
yang dituju pada suatu waktu yang ditentukan (Tan, 1995).
Penulis akan melakukan survey dengan menyebarkan kuesioner
kepada responden, yaitu :
1. Beberapa pakar yang terkait, dengan kriteria antara lain :
- Jumlah minimal setidaknya lima orang pakar,
- Berasal dari kalangan akademisi yang terkait, dengan pendidikan
minimal S2.
- Berasal dari kalangan praktisi yang terkait, dengan pengalaman
minimal 20 tahun
- Berasal dari kontraktor, dengan pengalaman minimal 20 tahun,
yang merupakan direktur utama, direktur operasional, manajer
proyek dsb (level manajerial).
2. Stakeholder yaitu unit-unit kerja, dan anggota tim proyek, dimana
mereka terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelenggaraan, pengendalian, dan pengawasan kinerja kontraktor di
lingkungan pekerjaan kontraktor bangunan di lingkungan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan, serta memiliki pengetahuan
dan pengalaman pada bidangnya dan pernah terjun langsung di
lapangan.
3. Kontraktor yang terlibat secara langsung pada pelaksanaan proyek –
proyek pekerjaan kontraktor bangunan di lingkungan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Solok Selatan tahun anggaran 2018-2019 dengan
kriteria antara lain :
- Jabatan minimal adalah level manajer.
- Pendidikan minimal S1.
- Pengalaman di proyek minimal 5 tahun.
Dengan kriteria-kriteria untuk responden seperti tersebut diatas
harapannya adalah bahwa dengan latar belakang pengalaman dan tingkat
pendidikan para responden akan sangat membantu dalam pengisian
kuesioner sehingga data-data lebih mendekati kenyataan yang ada.
Sedangkan data sekunder berupa buku, laporan, atau lainnya
berasal dari berbagai sumber, jurnal – jurnal penelitian, dan dari instansi
terkait.
Karena pada umumnya suatu penelitian dilaksanakan dalam
konteks dimana perlu mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual dari
variabel - variabel lingkungannya yang berdasarkan data, maka akibat
yang ditimbulkan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Maka oleh sebab
itu digunakan Metode Survey terhadap responden data primer.
Secara rinci dapat dijabarkan bahwa data yang dibutuhkan dalam
penelitian survei ini meliputi :
1. Data primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri
oleh peneliti langsung dari responden (Supramono, 1995). Dalam
pengumpulan data primer ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu:
▪ Tahap pertama wawancara terstruktur terhadap pakar untuk
memvalidasi variabel-variabel risiko yang berpengaruh terhadap
kinerja kualitas.
▪ Tahap kedua dilakukan survei kepada pihak-pihak yang terkait
(stakeholder) dalam pelaksanaan proyek infrastruktur untuk
mengetahui faktor dominan yang berpengaruh terhadap kinerja
kualitas.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi,
yaitu diolah dan disajikan oleh pihak lain (Supramono, 1995).
Perolehan data sekunder berasal studi pustaka melalui literatur yang
berkaitan dengan faktor risiko yang mempengaruhi pelaksanaan
proyek konstruksi.

Pemilihan metode penelitian ini sangat penting artinya dalam


membantu mengidentifikasi semua variabel yang relevan, termasuk tingkat
pengaruhnya terhadap kinerja kualitas kontraktor yang ada.
Tahapan Pengumpulan Data Primer ini adalah :

§ Identifikasi Variabel
Yaitu memperoleh masukan para pakar (expert) berupa variabel yang
signifikan untuk memperoleh sampel data yaitu berupa masukan dari
para stakeholder utama di kontraktor dan di lingkungan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Solok Selatan, dalam rangka mencapai
hasil akhir dari penelitian ini (jumlah 5 responden).
Hasil Analisa Data : Variabel Defenitif untuk Kuesioner Sampling.

§ Kuesioner Sampling
Yaitu memperoleh sampling data dari kontraktor yang terlibat
langsung (variabel X) dan dari stakeholder di Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Solok Selatan (variabel Y), yang bertujuan untuk
mendapatkan bobot variabel faktor – faktor risiko yang mempengaruhi
kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi di lingkungan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Solok Selatan (jumlah 55 responden).
Hasil Analisis Data : Bobot variabel dari faktor – faktor risiko pada
proses produktivitas output oleh kontraktor yang dapat berpengaruh
terhadap kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi.

Penentuan jumlah responden didasarkan dengan rumus kekeliruan


untuk pendekatan rata – rata populasi dengan pengambilan sampel yang
populasinya terbatas (Subana dan Sudrajat, 2005).

3.7. Metode Analisis Data

Kegiatan pengolahan data akan menggunakan bantuan program


SPSS (Statistical Program for the Social Sciences). Keterangan atau fakta
yang didapat akan diubah dalam bentuk angka-angka (dibobotkan),
dikumpulkan secara sistematis dan teratur. Analisa data secara statistik
dengan bantuan program SPSS untuk mengetahui variabel bebas (tidak
terikat) signifikan dan variabel bebas tidak signifikan (Megananda, 2005),
dimana :

a. Analisa korelasi penelitian ini dilakukan untuk mengukur kekuatan


hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisa
kolinieritas dilakukan untuk mengetahui besarnya hubungan
interkorelasi antara variabel bebas yang satu terhadap variabel bebas
lainnya.
b. Analisa regresi dan korelasi keduanya memiliki hubungan sangat erat.
Setiap regresi selalu ada korelasinya tetapi korelasi belum tentu
dilanjutkan dengan regresi. Penelitian ini menggunakan regresi karena
ingin mengetahui bagaimana variabel terikat dapat diramalkan melalui
variabel bebas. Hasil dari penggunaan analisa regresi ini dapat
digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel
terikat dapat dilakukan melalui menaikkan atau menurunkan variabel
bebas dan sebaliknya.

Setelah semua data terkumpul kemudian data diolah secara statistik


dengan bantuan program SPSS for Windows dengan tahapan seperti pada
Gambar 3.4. Adapun untuk tahapan no. 5 yaitu identifikasi variabel
penentu tambahan dengan variabel dummy hanya dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan yaitu dengan memperhatikan nilai R2 yang dihasilkan
lebih mendekati angka 1 atau cukup tinggi ( 0,5 <) dengan nilai condition
index < 16.
START

1 INPUT DATA

2 ANALISA KORELASI DAN


INTERKORELASI
Output : Variabel X dengan angka
kritis r dari Fisher

3 ANALISA REGRESI
Output : Model regresi linear

4 UJI MODEL
Output : Hasil uji Adjusted R², F, t,
Durbin Watson

5 IDENTIFIKASI VARIABEL
PENENTU TAMBAHAN DENGAN
VARIABEL DUMMY
Output : Model regresi linear akhir
dengan variabel Dummy

6 UJI VALIDASI MODEL


Output : Perbandingan nilai Y model
dengan Y sampel

FINISH

Gambar 3.4. Tahapan Analisa Statistik (SPSS)


(sumber : olahan)

Dalam penelitian ini, data kuesioner disusun dalam bentuk data


ordinal sehingga memungkinkan dilakukannya analisa statistik
selanjutnya. Data ordinal seperti data nominal adalah data kualitatif namun
dengan level yang lebih tinggi dari data nominal, angka – angka yang
diberikan pada set data yang memiliki tingkatan pengertian tertentu namun
tidak perlu diperhatikan jarak datanya harus sama sebab dalam pengukuran
ini belum diperhatikan interval data.
3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas
3.8.1 Uji Validitas
Uji validitas diartikan sebagai pengujian untuk mengetahui
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument penelitian
dapat dinyatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat ukur
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau meberikan hasil ukur
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Uji validitas atau kesahihan digunakan untuk mengetahi
seberapa tepat suatu alat ukur mampu melakukan fungsi. Alat ukur
yang dapat digunakan dalam pengujian validitas suatu kuisioner
adalah angka hasil korelasi antara skor pernyataan dan skor
keseluruhan pernyataan responden terhadap infomasi dalam
kuisioner. Pengujian validitas data dilakukan dengan alat bantu
software SPSS dengan menggunakan angka r hasil Corrected Item
Total Correlation melalui sub menú Scale pada pilihan Reliability
Análisis.
3.8.2 Uji Reliabilitas
Konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu penelitian
dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subjek yang mana diperoleh hasil yang relative sama.
Hasil ukur erat kaitannya dengan eror dalam pengambilan
sampel (sampling eror) yang mengacu pada inkonsistensi hasil
ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok individu
yang berbeda.
Tujuan utama pengujian reliabilitas adalah untuk
mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran apabila
instrument tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu
responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya
atau tidaknya suatu instrument penelitian berdasarkan tingkat
kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa
hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar
dari suatu ukuran.
Pengujian validitas data dilakukan dengan alat bantu
software SPSS dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach.
Stándar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya
suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara r
hitung dengan r tabel pada taraf tingkat kepercayaan 95% atau
tingkat signifikansi 5%, dalam peritungan ini nilai r diwakili oleh
alpha, apabila alpha hitung lebih besar daripada r tabel dan alpha
hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat
disebut reliabel.

3.9. Faktor Analisa


Faktor analisa dilakukan untuk pengecekan terhadap variabel yang
dominan, dimana pada hasil analisa memberikan gambaran beberapa
variabel dan di antara variabel-variabel tersebut kemungkinan besar yang
akan menjadi variabel model. Pengujian ini dapat dilakukan dengan
bantuan program statistik.

3.10. Kesimpulan
Metode penelitian survei digunakan untuk mengetahui variabel
risiko yang mempengaruhi kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi
sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi yang tepat. Proses
pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, kuisioner, dan
wawancara kepada pakar dan stakeholder guna mencapai tujuan penelitian.
Dari data yang telah diperoleh, dilakukan tahap penetapan teknik analisis
dan pengolahan data. Analisis yang digunakan adalah analisis risiko
kualitatif, analisa korelasi, dan analisis regresi yang menghasilkan jawaban
tujuan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai