Anda di halaman 1dari 23

Di situasi pandemi sekarang ini, sebagian besar aktivitas dilakukan di dalam rumah.

Biasanya nih, untuk menghilangkan rasa bosan, kita suka mencari hiburan, mulai dari
main sosmed, nge-game, baca buku atau komik, hingga nonton film. Nah, kalo kamu,
lebih suka melakukan apa nih, pas lagi bosan di rumah aja?

Ternyata, game, buku, komik, dan film merupakan contoh dari produk multimedia, lho.
Bahkan, konten-konten yang ada di sosial media pun, baik itu gambar maupun video,
juga termasuk produk multimedia. Hmm, kamu tau nggak nih, apa yang dimaksud
dengan multimedia?
Nah, jadi, selain sebagai hiburan, multimedia juga bisa digunakan untuk memberikan informasi
kepada penggunanya, ya. Penggunaan multimedia ternyata lebih efektif loh dalam
menyampaikan suatu informasi. Alasannya karena multimedia dapat merangsang beberapa
indra manusia, seperti penglihatan, pendengaran, sampai penciuman.

Dalam alur produksi produk multimedia, terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses
praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Ketiga alur tersebut, termasuk ke dalam
Standar Operasional Prosedur (SOP). Nah, SOP sendiri merupakan prosedur atau
tahapan pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan standar yang sudah
ditentukan.
Di artikel kali ini, kita akan membahas tentang alur praproduksi pada produk multimedia
terlebih dahulu, ya.

Oke, sebelumnya, ada yang sudah tau, apa itu praproduksi? Praproduksi atau sering
disebut juga pre production merupakan tahap awal dari proses produksi. Di tahap ini,
kita akan mempersiapkan segala macam hal yang akan diperlukan untuk proses
produksi. Jadi, kalo diibaratkan nih, misalnya kamu ingin memasak sesuatu, maka tahap
kamu membeli bahan-bahannya dan mempersiapkan peralatan masaknya, itu semua
yang dimaksud dengan tahap praproduksi.

Kenapa harus dipersiapkan secara matang? Alasannya karena tahap praproduksi memiliki peran
penting terhadap kesuksesan atau kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, tahap ini
membutuhkan waktu yang lumayan panjang, dibandingkan dengan tahap produksi dan
pascaproduksi. Hampir 70% dari kegiatan produksi produk multimedia itu dikerjakan di tahap
praproduksi, lho.
Nah, proses praproduksi ini terbagi menjadi sembilan tahapan. Waduh, banyak banget,
ya! Kita akan membahas satu per satu setiap tahapannya secara rinci, nih. So, baca terus
sampai habis, ya.

Menentukan Ide dan Konsep

Tahapan yang pertama adalah menentukan ide dan konsep. Ide merupakan gagasan
awal yang nantinya akan direalisasikan ke produk yang ingin diproduksi. Ide dapat
diperoleh dari mana aja, bisa dari imajinasi, hobi, pengalaman, buku, film, atau
lingkungan sekitar. Dari ide ini, kita akan tau, produk seperti apa sih yang ingin kita
produksi.

Nah, setelah menemukan ide, kita bisa mengembangkannya menjadi sebuah konsep.
Kita akan menentukan, seperti apa bentuk dan gaya pengemasan produk yang ingin kita
buat, siapa aja target penontonnya, dan pesan apa yang ingin disampaikan.

Misalnya nih, kamu punya ide ingin membuat video mukbang (makan-makan). Nah,


kamu harus tentukan dulu konsep videonya mau seperti apa. Apakah mukbang biasa di
rumah, mukbang ke tempat makan, atau sambil ngevlog nih, misalnya jalan-jalan
ke food festival. Pastinya, dari ketiga pilihan konsep tersebut, akan menghasilkan video
yang berbeda, dari segi pengambilan gambar, background musik, kostum, dan lain
sebagainya.
Tentunya, ide dan konsep yang menarik akan menghasilkan produk yang menarik juga,
ya.

Membuat Naskah

Selanjutnya, ada tahap pembuatan naskah. Tahap ini juga nggak kalah penting loh dari


tahap sebelumnya. Pada pembuatan video atau film, naskah bisa dijadikan acuan dalam
proses produksi. Tanpa adanya naskah, bisa-bisa, cerita yang ingin
disampaikan nggak bisa tersusun dengan baik, nih.

Naskah adalah bentuk tertulis dari gagasan atau ide yang menyangkut penggabungan
antara suara dan gambar, sebagai pedoman dalam pembuatan film, sinetron atau
program televisi. Beberapa pakar sinematografi mengatakan bahwa naskah itu adalah
jiwa dan darah dari sebuah produk video. Wah, jadi apa ya kira-kira fungsi naskah itu?
Nah, kamu harus tau juga, naskah ditulis secara bertahap, dimulai dari menentukan ide
cerita. Hayo, masih ingat nggak, ide bisa diperoleh dari mana aja? Setelah menentukan
ide, maka perlu dilakukan riset. Riset ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi
terkait cerita yang akan ditulis. Riset bisa dilakukan melalui internet, buku, wawancara,
atau datang ke lokasi langsung yang nantinya akan digunakan sebagai latar tempat
cerita.

Setelah itu, langkah selanjutnya adalah membuat ringkasan cerita (sinopsis). Sinopsis


berisi garis besar jalan cerita, meliputi pengenalan karakter para tokoh, konflik cerita,
klimaks, dan penyelesaian masalah. Nah, setelah mengetahui gambaran cerita secara
garis besar, cerita mulai disusun berdasarkan urutan adegannya (scene). Tahap ini
disebut dengan pembuatan outline.

Lalu, dari outline, akan dikembangkan lagi menjadi treatment, yaitu uraian mengenai


segala urutan kejadian secara rinci, mulai dari kemunculan gambar, sampai berakhirnya
cerita. Treatment biasanya digunakan saat membuat naskah film.
Nah, setelah treatment tersusun dengan baik, maka langkah terakhir adalah
membuat naskah. Naskah sendiri terbagi menjadi dua jenis nih, yaitu naskah 1 kolom
(wide margin) dan naskah 2 kolom.
Kalo berikut ini, merupakan contoh naskah 2 kolom
Membentuk Tim Produksi

Tahap yang ketiga adalah membentuk tim produksi. Seorang content


creator mungkin aja bisa membuat karya seorang diri, tanpa bantuan tim. Tapi, hal itu
tentu membutuhkan waktu dan usaha yang luar biasa, ya. Nah, dalam skala produksi
produk multimedia yang lebih besar, seperti pembuatan film atau video klip, kita pasti
membutuhkan sebuah tim produksi. Mustahil dong jika semua kegiatan produksi
dikerjakan oleh satu orang aja. Iya, nggak?

Biasanya, tim atau kru produksi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tim kreatif dan tim
teknis. Hmm, bedanya apa, ya? Oke, jadi, tim kreatif adalah tim yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan ide-ide menarik yang bisa memikat konsumen atau
penonton. Sementara itu, tim teknis adalah tim yang bertanggung jawab dalam urusan
teknis produksi. Nah, masing-masing tim terbagi lagi nih peran-perannya. Apa aja ya
kira-kira? Yuk, perhatikan gambar berikut ini!
Membuat Panduan Gambar

Tahap berikutnya adalah membuat panduan gambar. Maksud panduan gambar itu
gimana, sih? Nah, gampangnya, panduan gambar bisa diartikan sebagai gambar-
gambar yang dijadikan referensi atau contoh untuk memvisualisasikan suatu adegan.
Misalnya nih, dalam sebuah cerita, terdapat adegan dengan latar “kantin sekolah saat
jam istirahat”. Maka, panduan gambarnya bisa berupa kantin sekolah yang ramai
dikunjungi siswa. Ada banyak siswa yang sedang makan, ngobrol, atau mengantri
makanan. Kebayang, ya?

Nah, dalam proses praproduksi, panduan gambar biasanya


berupa storyboard. Storyboard sendiri adalah sketsa gambar yang disusun secara
berurutan sesuai naskah cerita. Dengan storyboard, penulis cerita dapat membuat
seseorang membayangkan alur cerita melalui gambar-gambar yang disajikan, sehingga
dapat menghasilkan persepsi yang sama mengenai ide cerita yang ingin disampaikan
penulis.
Storyboard berisi informasi mengenai audio dan video. Pada bagian audio berisi tentang
uraian audio yang akan digunakan. Uraian ini bisa berupa narasi, dialog, musik ilustrasi,
atau sound effect. Sedangkan pada bagian video berisi tentang gambaran adegan
dengan menyisipkan ilustrasi. Bisa juga diperjelas dengan menambahkan keterangan
berupa teks dari adegan yang ingin diilustrasikan, disertai dengan shot dan angle yang
digunakan.
Oh iya, selain storyboard, ada juga media lain yang dapat digunakan sebagai panduan
gambar, loh. Kamu bisa menggunakan floor plan. Floor plan ini bentuknya seperti
denah yang menggambarkan posisi kamera dan pemain dari atas. Tentunya, dalam floor
plan juga terdapat jenis-jenis shot dan angle yang akan digunakan.

Selain itu, kamu juga bisa menggunakan photo board (papan foto). Bentuk photo


board kurang lebih sama seperti storyboard. Bedanya, kalo photo board bukan berupa
ilustrasi gambar, melainkan foto. Nah, kamu bisa mengambil beberapa foto yang dapat
menggambarkan adegan dalam cerita.
Membuat Jadwal Produksi

Selanjutnya, kita masuk ke tahap pembuatan jadwal produksi (working


schedule). Working schedule merupakan jadwal tahapan kerja secara keseluruhan,
mulai dari tahap praproduksi, produksi, hingga pascaproduksi. Nah, working schedule ini
biasanya dibuat oleh seorang produser, berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh
tim produksi dan target waktu yang harus dipenuhi.

Kamu harus tau, working schedule penting sekali untuk dibuat. Kenapa begitu?


Alasannya karena working schedule bisa digunakan sebagai laporan perkembangan,
sehingga hasil kerja setiap tim produksi dapat terpantau. Hal ini, tentu bertujuan agar
kegiatan produksi dapat berjalan sesuai waktunya, alias nggak molor. Jadi, dapat
menghindari terjadinya pemborosan biaya.
Menentukan Peralatan Produksi

Setelah itu, kita akan menentukan perlengkapan apa aja yang dibutuhkan untuk proses
produksi nantinya. Tahap ini, harus dipikirkan baik-baik, ya. Jangan sampai, ketika proses
syuting nanti, ada beberapa peralatan yang belum ada. Atau bahkan, ada perlengkapan
yang seharusnya nggak terlalu dibutuhkan, tapi justru dibeli begitu aja. Kalo sudah
begitu, proses produksi jadi akan terhambat dan biaya produksi juga nggak bisa
dikeluarkan secara optimal, deh.

Nah, berikut ini terdapat beberapa perlengkapan yang biasa digunakan dalam proses
produksi audio video.
Mencari Pemain dan Lokasi

Selain menentukan perlengkapan produksi, kita juga perlu mencari pemain dan lokasi
untuk keperluan syuting nanti, nih. Kamu pasti pernah mendengar
istilah casting, kan? Casting adalah proses pemilihan pemain atau aktor untuk
memerankan sebuah karakter pada cerita. Nah, di tahap sebelumnya kan kita sudah
membuat naskah, tuh. Dari naskah tersebut, bisa kita bedah, karakter apa aja sih yang
dibutuhkan.

Dalam produksi film, sebelum melakukan casting, sutradara dan penulis naskah biasanya
akan memformulasikan atau menyusun 3 dimensi tokoh. Jadi, masing-masing tokoh
penting dalam cerita akan dibedah (breakdown) 3 dimensi tokohnya. Tujuannya, agar si
tokoh atau pemain dapat lebih menghayati peran yang dimainkan. Nah, 3 dimensi
tokoh ini meliputi segi fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
Proses casting biasanya dilakukan melalui dua cara, yaitu screen test atau audisi terbuka
(open casting). Pada screen test, biasanya sutradara sudah memiliki pandangan,
siapa aja orang yang cocok untuk memerankan karakter dalam cerita. Kemudian,
sutradara dan casting director akan mengundang orang yang dianggap cocok tersebut
untuk melakukan uji kecocokan, dengan memberikan naskah dan meminta orang
tersebut untuk memerankan satu atau dua adegan.

Sementara itu, pada open casting, cara pemilihan pemain dilakukan dengan


mengadakan audisi secara terbuka. Jadi, siapa aja bisa mengikuti audisi tersebut. Nah,
informasi open casting ini biasanya akan disebarkan melalui sosial media. Sama halnya
dengan screen test, sutradara dan casting director akan memberikan naskah pada
peserta dan memintanya untuk memerankan beberapa adegan. Hayo, siapa yang
pernah coba ikut open casting?

Dalam proses casting, akan dilakukan perekaman. Dari hasil rekaman tersebut, nantinya
akan dipilih, siapa aja yang paling cocok untuk menjadi pemain.

Oh iya, jika proses pemilihan pemain disebut dengan casting, maka proses pencarian
lokasi bisa kita sebut dengan istilah hunting location. Hunting location ini bertujuan
untuk mencari lokasi syuting yang pas dan dapat menginterpretasikan kebutuhan set
dalam naskah. Eits! Mencari lokasi syuting nggak bisa dilakukan sembarangan, ya. Kamu
perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya sebagai berikut:
Nah, setelah lokasi sudah fix nih, maka tim produksi akan mengunjungi lokasi tersebut.
Proses ini disebut dengan reece, yaitu proses mengunjungi lokasi yang sudah siap
secara look, mood, dan administrasi. Pada proses ini, kita nggak cuma lihat-lihat aja, tapi
juga menentukan hal-hal teknis di lapangan, seperti menentukan blocking dan
penempatan adegan, menentukan teknis kamera dan lighting, memperhatikan adanya
gangguan suara, serta menentukan layout set  dan properti.

Jangan lupa juga untuk mengambil beberapa foto dan video saat proses hunting
location dan reece, ya. Kamu juga perlu mengecek keadaan lokasi sesuai waktu pada
adegan. Misalnya nih, ada adegan yang berlangsung pada malam hari, maka kamu
harus melihat lokasi di malam hari juga, untuk mendapat gambaran keadaan
sebenarnya.

Merinci Anggaran Biaya Produksi

Oke, kita masuk ke tahap selanjutnya ya, yaitu merinci anggaran biaya produksi
(breakdown budget). Breakdown budget adalah rincian keseluruhan dana yang
digunakan untuk proses produksi. Masing-masing departemen pada tim produksi akan
membuat rencana anggaran biaya, mulai dari proses praproduksi sampai pascaproduksi.
Kemudian, rencana anggaran biaya tersebut akan disusun menjadi breakdown
budget oleh produser.
Oh iya, kamu nggak perlu khawatir nih jika breakdown budget yang sudah kamu
susun, nggak sesuai dengan kondisi di lapangan nanti. Pada dasarnya, breakdown
budget hanyalah sebuah perkiraan. Artinya, bisa aja, di situasi real, akan terjadi
pembengkakan biaya produksi. Nah, jika mengalami kondisi seperti itu, kamu bisa
berdiskusi dengan tim untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik.

Melakukan Reading dan Rehearsal

Akhirnya, sampai juga pada tahap terakhir dalam proses praproduksi produk
multimedia nih, yaitu melakukan reading dan rehearsal. Setelah naskah sudah siap dan
para pemain sudah ditentukan, maka saatnya untuk melakukan reading, yaitu proses
pengarahan para pemain sesuai dengan konsep dan skenario dari
sutradara. Reading dilakukan secara bersama-sama dengan membaca skenario sesuai
dengan porsi perannya masing-masing yang dibimbing oleh sutradara. Reading penting
sekali dilakukan oleh para pemeran agar dapat mendalami karakter yang dimainkan.
Setelah melakukan reading, maka langkah selanjutnya adalah latihan
(rehearsal). Latihan ini, dilakukan baik dalam bentuk pengolahan emosi dan dialog,
maupun latihan blocking pemain dan kamera. Sutradara biasanya akan mengarahkan
para aktor saat melakukan rehearsal. Di tahap  rehearsal ini juga, penata gambar bisa
merancang angle dan pergerakan kamera. Tapi, nggak semua adegan akan dilatih
dalam rehearsal, ya. Hanya adegan-adegan yang dirasa sulit atau adegan yang
melibatkan banyak dialog  aja.

Oke, selesai sudah materi kita kali ini. Wah, banyak juga ya yang dibahas. Nah, supaya
kamu nggak lupa dengan alur atau proses praproduksi yang sudah dijelaskan di atas
tadi, di bawah ini ada rangkumannya, nih.

Anda mungkin juga menyukai