0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan6 halaman
Kasus korupsi proyek E-KTP melibatkan pejabat pemerintah yang menerima suap jutaan rupiah. KPK masih menyelidiki kasus ini dan beberapa terdakwa sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Kasus korupsi proyek E-KTP melibatkan pejabat pemerintah yang menerima suap jutaan rupiah. KPK masih menyelidiki kasus ini dan beberapa terdakwa sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Kasus korupsi proyek E-KTP melibatkan pejabat pemerintah yang menerima suap jutaan rupiah. KPK masih menyelidiki kasus ini dan beberapa terdakwa sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.
OLEH : KELOMPOK 9 Auriliya Wahyu Kalimahaqqani Muhammad Aldi Kurniawan Azliya Zulfa Arini Jafa Adisanjaya Yudha Anugra Pratama Hasil Analisa Proyek E KTP
SOAL
1. Bagiamana jalannya masalah tindak pidana korupsi oleh para pejabat
tersebut 2. Seberapa luas kah masalah tersebar pada bangsa dan negara 3. Mengapa kasus korupsi harus ditangani oleh pemerintah 4. Adakah kebijakan tentang msalah tersebut berupa kaitannya perundang- undangan 5. Adakah perbedaan pendapat, siapa saja organisasi yang berpihak pada masalah ini 6. Pada tingkat atau lembaga pemerintah apa saja yang bertanggung jawab tentang masalah ini. JAWABAN
Hasil analisa kasus perjalanan E KTP
Proyek E KTP dijalankan pada saat Gamawan Fauzi menjadi menteri pada tahun 2009-2014 ketika pemerintahan presiden SBY. Pada tanggal 30 oktober 2009 Gamawan Fauzi mengajukan anggaran sebesar 6,9 triliun untuk penyelesaian sistem imformasi administrasi kependudukan atau (SIAK) salah satu komponennya adalah nomor induk kependudukan atau NIK, kemudian pada tanggal 18 mei 2019 Mendagri menjanjikan pembuatan E KTP selesai tahun 2013. Kemudian lelang e ktp pun dimulai pada tanggal 4 februari 2011 yang dilakuakan secara online di lingkungan kemendagri, 5 bulan berselang indikasi masalah pun tercium. Penyebab masalah diketahui konsorsium PT Telkom diduga mengelumbungkan dana sebesar 1 triliun dan dengan cepat mendagri membantah tuduhan tersebut. Kemudian awal september 2011 anggota komisi 2 membentuk panitia kerja untuk memastikan proyek E KTP berjalan sesuai harapan. Pada tanggal 22 april 2014 komisi pemberantasan korupsi mulai turun tangan karena adanya masalah besar dibalik proyek e ktp. Setelah terungkap adanya uang haram di balik proyek E KTP yang melibatkan 39 politisi dan mantan menteri dalam negeri yang menikmati uang tersebuttak lain diantaranya adalah: 1) Gamawan Fauzi = 60 M 2) Ade Komarudin=1,3 M 3) Sugiharto = 46 M 4) Irman = 14 M 5) Marzuki Ali = 20 M 6) Anas Urbaningrum = 73 M 7) Muhammad Nazaruddin = 73 M 8) Setya Novanto dan Andi Narogong = 674,2 M Dalam kasus ini setya novanto dipanggil untuk menghadiri penmeriksaan sebnyak 4 kali tapi sampai sekarang belum dijadikan tersangka. 1. Seorang pejabat negara yang harusnya menegakkan hukum justru marak melakukan korupsi. Apakah kebijakan ancaman pidana yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi dapat mencegah terjadinya tindakan korupsi? Berangkat dari terjadinya kekaburan norma mengenai sanksi yang jelas diperuntukkan bagi anggota DPR yang melakukan tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi dapat dilihat dari upaya memproses tindak pidana korupsi yang telah diidentifikasi sebelumnya dengan cara melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan.Kebijakan ancaman pidana yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi belum sepenuhnya mampu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi terutama yang dilakukan oleh pejabat legislatif. Sebagaimana ketentuan UU Pemberantasan Korupsi maka hakim juga harus menjatuhkan sanksi pidana denda yang bersifat kumulatif dengan sanksi pidana penjara. 2. Akibatnya sangatlah luas. akibat korupsi, negara mengalami permasalahan keuangan, karena kekurangan biaya yang seharusnya digunakan untuk keperluan negara tetapi malah disalah gunakan oleh para pejabat untuk di korupsi. Sehingga negara itu memiliki hutang terhadap negara lain, dan tidak mampu membayarnya. Jika sudah tidak mampu membayar maka negara yang dihutangi bisa saja meminta diganti dengan kepemilikan lahan atau wilayah. Bila semakin banyak wilayah negara yang sudah di kuasai oleh negara lain maka negara tersebut bisa dijajah. 3. Jika berbicara mengenai korupsi, patut disadari bahwa penanganannya bukan hanya merupakan tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi dan penegak hukum saja, tetapi juga memerlukan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat yang baik sangat penting mengingat bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki perwakilan di daerah, maka cukup sulit untuk Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengawasi tindak pidana korupsi di seluruh Indonesia. Dengan adanya partisipasi masyarakat di daerah, maka akan membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas tindak pidana korupsi. Salah satu keberhasilan masyarakat dalam memberantasan korupsi seperti kasus suap perkebunan kelapa sawit, Bupati Buon, Amran Batalipu. Saat itu, penangkapan Bupati Buon ini bisa berhasil karena adanya laporan dari masyarakat yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan memberi informasi terkait kasus suap yang dilakukan oleh Amran. Akhirnya, penyidik mendapati Amran menerima suap dari General Manager PT Hardaya Inti Platation di Kota Buol, Gorontalo. 4. 1.Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Pejabat Daerah Saat Ini. Perumusan sistem pemidanaan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.31 tahun 1999 Jo. Undang-Undang No.20 tahun 2001 mengatur tentang unsur-unsur dan pengelompokan tindak pidana korupsi, tidak ada rumusan mengenai sistem pemidanaan yang mengatur secara khusus tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah, yang ada hanya kualifikasi delik tindak pidana korupsi yang memenuhi unsur subjeknya yaitu seorang pejabat daerah,Karena pemidanaan terkait maksimal khusus bagi pelaku tindak pidana korupsi yang kualifikasi subjeknya adalah pejabat daerah dalam hal ini hanya berupa pidana penjara selama maksimal 20 tahun atau seumur hidup, tidak diperlakukan pidana mati atau alternatif sanksi maksimal khusus lain. 2.Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Pejabat Daerah Yang Akan Datang. Kebijakan perumusan sistem pemidanaan di masa yang akan datang dalam penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah tentunya dapat mengacu pada kebijakan sistem pemidanaan yang telah dirumuskan oleh Konsep KUHP 2012. Beberapa masalah mengenai sistem pemidanaan yang dirasa masih memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menciptakan perundang-undangan yang lebih baik lagi. Dalam konsep KUHP tahun 2012 belum ada perumusan pasal yang terkait dengan sistem pemidanaan yang mengatur secara khusus tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah, yang ada hanya kualifikasi delik tindak pidana korupsi yang memenuhi unsur subjeknya yaitu seorang pejabat daerah. Hanya saja dalam RUU KUHP 2012 ada satu pasal yang sudah mengatur tentang pemberian sanksi maksimal khusus menyangkut tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah, yaitu dalam pasal 699 ayat (2) RUU KUHP dimana pidana mati dapat dijatuhkan bagi pejabat yang melakukan korupsi dalam keadaan tertentu misalnya dalam keadaan bencana alam. Menurut pendapat saya, ada sekiranya beberapa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam RUU TIPIKOR, terkait tentang penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah. Kelemahan tersebut di antaranya seperti : Sejumlah pasal mengurangi lamanya sanksi hukuman, serta menghapus hukuman minimal bahkan menghilangkan ancaman hukuman mati, dengan pengaturan sanksi yang makin ringan, ketika diundangkan nanti, peraturan ini sangat riskan untuk dapat menjadi payung hukum bagi upaya membasmi korupsi di Indonesia. 5. Sangat mungkin ada juga. Karena banyak orang rakus. Setelah diberi jabatan, mereka meminta harta. Hartanya dengan uang haram. Untuk mengambil keuntungan besar. Sebagaian besar merupakan orang yang besar atau pejabat. 6. Di Indonesia, lembaga-lembaga yang berhak menangani tindak pidana korupsi terdiri dari 3 (tiga) lembaga, yakni : a. Kepolisian Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, b. Kejaksaan Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, hususnya di bidang penuntutan (Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004). Sedangkan yang di maksud jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang- undang. c. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Undang–Undang No. 30 Tahun 2002).