Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK

PENDIDIKAN

AGAMA KRISTEN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Pendidikan Agama Kristen

DOSEN MATA KULIAH : Pdt. Libert Simatupang

DISUSUN OLEH :

KELAS : C

KELOMOK : 2

1. WALDUS BARANI LETE (6160515210069)


2. RESTU MANGOPO ( 6160515210048)
3. RICHARD RAFAEL MANATING ( 6160515210003)
4. HIZKIA PONGBURA ( 6160515210051)
5. HANZLAN ( 6160515210041)

“SEJARAH GEREJA

DI INDONESIA”

BAB I
PENDAHULUAN
Di indonesia memiliki sejarah tentang Gereja mulai dari pergerakan nasiolisme yang
melepaskan diri dari jajahan.Gereja pada masa ini semangat untuk membentuk suatu Gereja dan
memiliki semangat juang.Dan orang orang kristen yang ikut dalam pergerakan kebangsaan sering
mendapat teguran dari para misionaris bahkan ada juga yang dikucilkan dari gereja.hal ini menimbulkan
ketegangan dan pertentangan didalam gereja,akibatnya gereja mengalami perpecahan,seperti yang
pernah dialami oleh HKBP pada masa pergerakan kebangsaan.Orang-orang Kristen Batak yang tidak
senang dengan sikap misionaris tersebut lalu memisahkan diri dari HKBP.
BAB II

PEMBAHASAN

SEJARAH GEREJA DI INDONESIA(TAHUN 1930-Kini)

A. Gereja Dan Pergerakan Nasionalisme(1930-1941)

Menurut Fridolin ukur,munculnya gerakan nasionalisme atau keinginan bangsa indonesia untuk
melepaskan diri dari jajahan turut mempengharuhi Gereja atau orang-orang Kristen di indonesia dalam
dua hal:
Pertama, semangat nasionalisme menyebabkan orang Kristen (jemaat-jemaat)untuk bersatu dan
membentuk suatu gereja yang berdiri sendiri.Semangat yang dikorbankan untuk membebaskan diri dari
penjajahan serta mengatur diri sendiri ikut pila menunjang cita-cita kearah otonomi Gereja.
Usaha kearah pembentukan Gereja yang erdiri sendiri tidak sesalu berjalan lancar.Tetapi pihak
dari jemaat-jemaat atau Gereja-Gereja di indonesia menyatakan justru demi mempercepat proses
pendewasaan dan kedewasaan ini maka perlu Gereja-gereja di indonesia diberi kesempatan dan
kemungkinan untuk mengatur diri sendiri, bersaksi dan melayani sendiri.Maka mulai tahun 1930 dan
selanjutnya,Gereja-gereja di Indonesia menyatakan dirinya sebagai Gereja yang berdiri sendiri. Tetapi
ada pula Gereja yang berdiri sebelum tahun 1930, yaitu Gereja gerakan Pentakosta (1924),Gereja
Kristen muria Indonesia (1927), usaha kemandirian tersebut di atas yang di mulai tahun 1930-1941
mengalami masalah dalam bidang tenaga pelayanan dan kepemimpinan.Hal ini di sebabkan karena
pada masa zending pembinaan tenaga pribumi kuang diperhatikan,sehingga pada waktu gereja berdiri
sendiri masih juga bergantung pada kepemimpinan pada misonaris.oleh karena itu di mulailah pusat
pusat pendidikan para pelayan, baik oleh Gereja sendiri-sendiri maupun secara bersama.
Kedua, semangat nasionalisme juga mempengaruhi jemat-jemaat Kristen di Indonesia untuk ikut
dalam perjuangan kemerdekaan atau membebaskan diri dari kolonialisme belanda,atau sebagaimana
yang dinyatakan oleh fridolin ukur:”sewaktu di mulainya gerakan kebangsaan itu banyak diantara orang
Kristen yang ikut aktif”di dalam perjuangan tersebut.Orang-orang Kristen yang ikut dalam pergerakan
kebangsaan sering mendapat teguran dari para misionaris bahkan ada juga yang dikucilkan dari
gereja.Hal ini menimbulkan ketegangan dan pertentangan di dalam Gereja ,akibatnya Gereja mengalami
perpecahan, seperti yang pernah di alami oleh HKBP pada masa pergerakan kebangsaan.Orang-orang
Kristen batak yang tidak senang dengan sikap misionaris tersebut lalu memisahkan diri dari HKBP,yaitu:
HKI termasuk para misionaris Jerman di tahan. Akibatnya gereja-gereja di Indonesia yang
mempergunakan tenaga-tenaga misionaris Jerman dan Swis mulai mengalami pukulan pertama. Gereja-
gereja yang mempergunakan para misionaris Jerman dan Swis adalah
gereja-gereja di Sumatera Utara dan Kalimantan. Tidak lama kemudian tentara Jepang berhasil
menguasai wilayah Indonesia, maka terjadilah perubahan ke-2. semua warga negara Belanda dan
sekutunya (termasuk misionaris) ditawan loleh pihak Jepang. Gereja di Indonesia pada waktu itu mulai
(1927).
B. pemerintah Gereja di Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pada waktu terjadi perang dunia ke-2, Jerman mengadakan invasi ke Belanda maka terjadi pula
perubahan yang hebat di Indonesia. Pihak Belanda menahan semua orang asing warga negaraJerman
masuk dalam suasana berikutnya dibawah kekuasaan Jepang.
Pemerintah Jepang mulai melarang berhubungan dengan dunia Barat (Eropa). Kecuali misiobnaris
Swis dan Jerman (Jerman adalah sekutu Jepang waktu itu). Misionaris dari Swis dan Jerman diizinkan
untuk sementara melayani di Indonesia, tetapi kemudian diangkut oleh Jepang untuk dikembalikan ke
tanah air mereka. Namun banyak juga misionaris yang dibunuh oleh tentara Jepang karena dengan
tuduhan bersekutu dengan Belanda dan ikut dalam kegiatan mata-mata Belanda.
Sebelum Jepang menguasai Indonesia ada Gereja-gereja yang telah berdiri sendiri, namunada pula
Gereja/kebanyakan gereja yang masih bergantung pada bantuan misionaris.Sehingga waktu Jepang
berkuasa diIndonesia maka gereja yang masih bergantung padabantuan Zending atau misionaris
mengalami kesulitan. Dalam keadaan ini Gereja dipaksa untuk memikul seluruh tanggung jawab
termasuk tanggung jawab pembiayaan. Bila sebelumnya para pelayan Gereja mendapat gaji dari khas
sentral yang dibantu oleh pihak Zending, maka didalam proses periode ini hal ini tersebut tidak
dilaksanakan. Melalui tiap-tiap jemaat yang mengusahakan keuangannya sendiri dan membiayai para
pelayan tanpa bantuan dari luar, yaitu dari para misionari Eropa. Dalam situasi ini, pada suatu sisi
gereja menghadapi keprihatinan tetapi pada sisi lain pereistiwa ini telah membantu gereja untuk
bertumbuh secara dewasa. Dalam situasi ini nyatalah bahwa Yesus Kristus Raja gereja tetap
memerintah
Gereja-Nya.
Selain kondisi diatas, pemerintah Jepang juga menyita harta memiliki gereja dan dijadikan menjadi
miliki Negara. Harta milik Gereja seperti : sekolah-sekolah, rumah sakit, bahkan gedung gerejapun ada
yang disita, ini disebabkan karena pada waktu itu sebagaian besar harta miliki gereja itu belum sempat
dialihkan ke status hukum untuk menjadi miliki Gereja, sehingga berdasarkan surat-surat resmi harta
miliki Gereja masih atas nama badan zending. Kenyataan tersebut menjadi alasan pihak Jepang
menyitanya, karena dianggap milik asing. Peristiwa ini juga menjadi pelajaran Sejarah bagi kita. Setelah
Jepang kalah, maka semua gedung gereja yang disita oleh Jepang berlangsung diambil Alih oleh
pemerintah Republik Indonesia, namun proses pengembalian kepada gereja oleh pemerintahpun
mengalami waktu yang panjang, malah sampai dengan sekarang ini masih ada gedung-gedung sekolah
ataupun rumah-rumah sakit sakit yang belum dapat dikembalikan kepada gereja (Ibid,hlm.76). tekanan
lain yang pernah dilakukan Jepang kepada Gereja waktu itu adalah larangan beribadah, hal ini dapat
diatasi setelah datangnya pendeta-pendeta dari gereja Kristen Jepang ( Keyodan). Misalnya dijawa
Barat, berkat campur tangan pendeta tentara,kolonel Nomachi, Gereja mendapat surat dari pemerintah
sehingga memungkinkan Gereja Kristen Pasundan ( GKP) dapat bergerak lagi tanpa ganguan dari pihak
masyarakat maupun dari pihak pemerintah Jepang. Jadi kehadiran pendeta-pendeta Gereja Kristen
Jepang ( Kiyadon) banyak sekali membantu kehidupan
gereja-gereja di Indonesia selama masa pendukung Jepang. Pendeta-pendeta tersebut menjadi
perantara antara gereja dengan pihak Jepang. Pekabaran Injil pada waktu dilarang, yang diperbolehkan
adalah hanyalah ibadat hari minggu dan katekisasi bagi para pemuda Kristen. Setiap pendeta atau
pejabat gereja harus membuat laporan kekantor di masing masing propinsi tentang pekerjaan atau
kemana mereka pergi . namun gereja tetap melaksanakan pekabaran Injil . pada masa it pekabaran Injil
dilakukan oleh setiap warga gereja dan tidak bergantung kepada pejabat gereja yang sedikit banyak
dibatasiruang gerak mereka. Disini kita juga mendapat pelajaran Sejarah ketika pemimpin dibatsi maka
warga negara terlibat dalam kegiatan misi gereja.
Pergumulan teologis yang sangat berat yang dihadapi gereja pada pendukung Jepang adalah
adanya pemaksaan agar semua orang dalam setiap upacara harus terlebih dahulu
menghadap kesebelah Timur matahari terbit, lalu tunduk meyembah kaisar Jepang. Peraturanini mau
dikenakan juga dalam setiap permulaan kebaktian dirumah gereja. Dalam hal ini
gereja-gereja menolak sehingga menimbulkan ketegangan. Akhirnya berkat campur tangan para
pendeta Jepang peraturan tersebut tidak dikenakan dalam kebaktian-kebaktian dinegara, tetapi dalam
upacara-upacara umum hal tersebut tetap dilaksanakan. Pengalaman pahit gereja dalam pendukung
jepang membawa gereja pada kedewasaan. Gereja menjadi dewasa melalui penderitaan. Dikatakan
demikian karena tantangan pada masa pendukung Jepang Justru tidakmembuat gereja hilang atau
melemahkan gereja tetapi justru sebaliknya gereja menjadi sadar akan tugas dankewajibannya yaitu
lebih berani memberitakan Injil dan lebih mampu membiayai seluruh pembiyaannya yaitu lebih berani
memberitakan Injil dan lebih mampu membiyai seluruh pembiyaan Gereja.

C. Gereja di masa perang Kemerdekaan RI ( 1945-1950)


Pengalaman dan kehidupan gereja di masa pendudukan Jepang sangat menetukan dan
mempengaruhi jalannya sejarah gereja-gereja di Indonesia dalam periode sesudahnya. Pada waktu
Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 Maret 1945 maka berakhirlah penindasan dan
penjajahan Jepang atas Indonesia.
Bersmaan dengan itu usaha dan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan
kemerdekaan bangsa Indonesia dan tanah air sudah mencapai taraf kematangannya, yang berpuncak
dengan Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun datangnya tentara Sekutu yang
menggantikan Jepang, kemudian disusul dengan kembalinya Belanda untuk menjajah lagi bangsa
Indonesia, telah mengakibatkan bentrok fisik yang berkembang menjadi Perang Kemerdekaan.
D. Gereja di masa perang Kemerdekaan RI ( 1945-1950)
Pengalaman dan kehidupan gereja di masa pendudukan Jepang sangat menetukan dan
mempengaruhi jalannya sejarah gereja-gereja di Indonesia dalam periode sesudahnya. Pada waktu
Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 Maret 1945 maka berakhirlah penindasan dan
penjajahan Jepang atas Indonesia.
Bersmaan dengan itu usaha dan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan
kemerdekaan bangsa Indonesia dan tanah air sudah mencapai taraf kematangannya, yang berpuncak
dengan Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun datangnya tentara Sekutu yang
menggantikan Jepang, kemudian disusul dengan kembalinya Belanda untuk menjajah lagi bangsa
Indonesia, telah mengakibatkan bentrok fisik yang berkembang menjadi Perang Kemerdekaan.
Dalam masa pendudukan Jepang Gereja-gereja Indonesia yang telah cukup matang dipersiapkan
di masa pendudukan Jepang sepenuhnya sadar bahwa perjuangan untuk memperioleh kemerdekaan
bangsa itu adalah tanggung jawab dan tugas seluruh rakyat Indonesia. Dan orang Kristen sebagai bagian
integral dari bangsa ini sepenuhnya ikut pula bertanggung jawab. Sejak semula, ketika
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, orang Kristen sepenuhnya sudah terlibat dalam perjuangan
rakyat ( Ihromi dan Wahono, 1979 :79)
E. Gereja yang bertumbuh/ tinggal landas ( 1950 )
Alasan perhitungan pertumbuhan Gereja Indonesia oleh para ahli sejarah Gereja dimulai sejak tahun
1950, karena sejak tahun itu terjadilah beberapa hal berikut ini yang nanti menjadi ukuran pertumbuhan
tersebut. Peristiwa-peristiwa itu, seperti:
• Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia. Dewan Gereja-gereja di Indonesia didirikan
pada tanggal 25 Mei 1950, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Pentakosta. Anggota DGI
pada waktu itu berjumlah 29 denominasi, dan dalam perkembangan selanjutnya Gereja-gereja
aliran Pentakosta pun menja
• di anggota DGI atau sekarang PGI
• Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia. Ada peristiwa yang berdampak pada pertambahan
anggota gereja tetapi ada juga peristiwa-peristiwa yang berdampak pada berkurangnya anggota
Gereja.

Peristiwa-peritiwa yang dimaksud, yaitu:


Peristiwa Gerombolan DI-TII (1950-1962) beberapa Gereja di wilayah seperti Jawa Barat, Sulawesi
dan Kalimantan Selatan. Peristiwa ini mempengaruhi merosotnya atau berkurangnya Gereja di wilayah-
wilayah yang dikuasai DI-TII, di Toraja sekitar 70.000 orang Kristen mengalami terror gerombolan
bersenjata, termasuk paksaan untuk beralih agama.
Pengembalian wilayah Irian Jaya ke wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Peristiwa ini juga pada
akhirnya memberi peluang untuk perkembangan Gereja secara besar-besaran di Irian Jaya. Karena
sebelum penyerahan, usaha menuju kedewasaan Gereja di Irian Jaya oleh zending berjalan cukup
lamban tetapi ketika Irian Jaya menjadi bagian dari wilayah Indonesia maka DGI melalui bantuan gereja-
gereja di Indonesia sangat berperan dengan baik sehingga gereja-gereja di Irian Jaya sangat
berkembang pesat. Sekedar perbandingan, jumlah orang Kristen di Irian sebelum penyerahan ke
wilayah Indonesia sebanyak 130.000 orang (thn. 1963, akan tetapi setelah Irian masuk wilayah
Indonesia, jumlah orang Kristen bertambah menjadi 360.000 (statistic thn. 1974).
Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Gagalnya usaha Komunis dan terjadinya banyak korban,
singkatnya situasi sedang kritis. Dalam situasi kritis ini orang tertarik kepada Gereja karena kesaksian
Gereja yang baik, sikap gereja yang tidak memihak, mengutuk dan tidak pandang bulu, usaha Gereja
membela mereka yang tidak bersalah serta bantuan kasih tanpa memandang golongan dan agama.
Semua hal ini mempengaruhi orang menjadi Kristen. Tetapi secara tegas dikatakan disini bahwa bila
dilihat secara keseluruhan maka factor G.30 S itu bukanlah factor yang sangat menentukan pertumbuhan
Gereja.
Anjuran pemerintah agar rakyat memilih agama yang diakui Pemerintah. Setelah gagalnya G.30 S,
pemerintah menganjurkan kepada rakyat Indonesia agar memilih salah satu agama yang di akui Negara.
Anjuran ini juga mempengaruhi orang untuk memilih agama sesuai dengan hati nuraninya. Selain itu
pertumbuhan Gereja sejak Indonesia sejak tahun 1950 s.d masa kini juga harus dilihat dari perjumpaan
gereja Indonesia dengan pergumulan politik, dalam pergerakan oikumenikal, dan sikap gereja di tengah
masyarakat yang menganut agama lain. Ini penting disinggung karena gereja Indonesia yang bertumbuh
adalah Gereja Indonesia yang akan berinteraksi dengan banyak pergumulan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
SEJARAH GEREJA DI INDONESIA

Paham nasionalisme Ialah gereja yang memiliki semangat yang dikorbankan untuk membebaskan diri
dari darijajahan..Dan gereja-gereja yang mempergunakan para misionaris Jerman da swis adalah Gereja-
gereja di sumatera utara dan kalimantan. Tidaki lama kemudian tentara jepang berhasil menguasai
wilayah indonesia ,maka terjadilah peruahan ke-2.Dan bersamaan dengan itu usaha dn semangat
bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indeonesia dan tanah air sudah
mencapai taraf kematangannya, yang perpuncak dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17
agustus 1945. Namun datangnya tentara sekutu yang menggantikan Jepang,kemudian disusu dengan
kemalinya elanda untuk menjajah lagi bangsa Indonesia,telah mengakibatkan bentrok fisik yang
berkemang menjadi perang kemerdekaan.
Dalam masa pendudukan jepang Gereja-gereja Indonesia yang telah cukup matang dipersiapkan di
masa pendudukan jepang sepenuhnya sadar bahwa perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan
bangsa itu adalah tanggung jawab dan tugas seluruh rakyat Indonesia. Dan orang Kristen sebagai bagian
integral dari bangsa ini sepenuhnya ikut pula bertanggung jawab.Sejak semula. Ketika diproklamasikan
kemerdekaan Indonesia orang Kristen sepenuhnya sudah terlibat dalam perjuangan rakyat

Anda mungkin juga menyukai