1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang diberi tanggung jawab atas semua pekerjaan : perancangan, pemasangan, dan
pemeriksaan/pengujian instalasi listrik harus ahli di bidang kelistrikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, antara lain :
a. Yang bersangkutan harus sehat jasmani dan rohani;
b. Memahami peraturan ketenagalistrikan;
c. Memahami ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;
d. Menguasai pengetahuan dan keterampilan pekerjaannya dalam bidang instalasi listrik;
e. Dan memiliki ijin bekerja dari instansi yang berwenang.
2. Tempat Kerja
Untuk pekerjaan perancangan bisa dilakukan dikantor, setelah mendapatkan data-data alamat,
gambar denah beserta ukuran-ukuran ruangannya. Namun untuk jenis pekerjaan pemasangan dan
pemeriksaan instalasi listrik dikerjakan di tempat bangunan yang dipasang instalasi listrik
tersebut. Tempat kerja pemasangan instalasi listrik harus memenuhi keselamatan dan kesehatan
kerja sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Disamping itu harus tersedia
perkakas kerja, perlengkapan keselamatan, perlengkapan pemadam api, perlengkapan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), rambu-rambu kerja dan perlengkapan lainnya
yang diperlukan.
Bila menggunakan perlengkapan peralatan yang dapat menimbulkan kecelakaan atau kebakaran,
wajib dilakukan pengamanan yang optimal. Di tempat kerja pemasangan instalasi listrik harus
Bila pekerjaan pemasangan instalasi listrik telah selesai, maka pelaksana pekerjaan pemasangan
instalasi tersebut secara tertulis melaporkan kepada instansi yang berwenang bahwa pekerjaan
telah selesai dikerjakan dengan baik. Memenuhi syarat proteksi dengan aturan yang berlaku dan
siap untuk diperiksa/diuji. Hasil pemeriksaan dan pengujian instalasi yang telah memenuhi
standar juga dibuat secara tertulis oleh pemeriksa/penguji instalasi listrik jika hasilnya belum
memenuhi standar yang berlaku, maka dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga sampai
memenuhi standar.
Pada waktu uji coba, semua peralatan listrik yang terpasang dan akan digunakan terus dijalankan
baik secara sendiri-sendiri ataupun serempak sesuai dengan rencananya dan tujuan
penggunaannya.
Perancang suatu instalasi listrik bertanggung jawab terhadap ruangan instalasi yang dibuatnya.
Pelaksana instalasi listrik bertanggung jawab atas pemasangan instalasi listrik sesuai dengan
rancangan instalasi listrik yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang. Jika terjadi
kecelakaan yang diakibatkan oleh karena instalasi tersebut dirubah atau ditambah oleh pemakai
listrik (konsumen/user), atau pemasangan instalasi lain, maka pelaksana pemasangan instalasi
listrik yang terdahulu dibebaskan dari tanggung jawab. Setiap pemakai listrik bertanggung jawab
atas penggunaan yang aman, sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan instalasi tersebut.
Instansi yang berwenang berhak memerintahkan penghentian seketika penggunaan instalasi
listrik yang dapat membahayakan keselamatan umum atau keselamatan kerja. Perintah tersebut
harus dibuat secara tertulis disertai dengan alasannya.
1. Acuan
Agar terselenggaranya segala bentuk instalasi yang baik dari berbagai seluk beluk yang
menyangkut keamanan instalasi, penempatan instalasi dan juga perlengkapan serta bahaya-
bahaya yang mungkin terjadi, maka sangat penting suatu acuan guna mendapat apa yang
diinginkan dimana acuan tersebut dapat berupa:
a. Gambar -gambar simbol instalasi listrik.
b. Cara penyambungan penghantar kedalam suatu komponen instalasi listrik.
c. Pengenalan kode, tanda uji, warna dan segala bentuk penandaan suatu komponen listrik.
d. Mengerti fungsi masing- masing komponen alat ukur yang digunakan.
e. Mengerti mengenai perbedaan perhitungan dengan pengukuran.
Hal tersebut diatas tidak terlepas dari tujuan, standarisasi instalasi listrik yang berfungsi untuk
keseragaman dalam bentuk atau ukuran, menggambar, cara kerja dan juga mutu bahan. Bahkan
dalam peraturan instalasi listrik yang baik dan benar mengenai peralatan, kesalahan manusia dan
gedung di aplikasikan pada tempat yang sebenarnya, disana juga dituntut bahwa instalasi
penerangan harus memenuhi prinsip-prinsip dasar, yaitu :
a. Keandalan.
b. Ketertiban.
c. Ketersediaan.
d. Keindahan.
e. Keamanan.
f. Ekonomis.
Rancangan instalasi listrik ialah berkas gambar rancangan dan uraian teknik, yang digunakan
sebagai pedoman untuk melaksanakan pemasangan suatu instalasi listrik. Rancangan instalasi
listrik harus dibuat dengan jelas, serta mudah dibaca dan dipahami oleh para teknisi listrik.
Untuk itu harus diikuti ketentuan dan standar yang berlaku.
a. Diagram PHB lengkap dengan keterangan mengenai ukuran dan besaran pengenal
komponennya;
b. Keterangan mengenai jenis dan besar beban yang terpasang dan pembagiannya;
c. Sistem pembumian
d. Ukuran dan jenis penghantar yang dipakai.
Untuk pengawatan di dalam perlengkapan listrik disarankan agar hanya digunakan satu
warna, khususnya warna hitam, selama tidak bertentangan dengan 7.2.2.1 dan 7.2.3.1. Bila
dalam pembuatan dan pemeliharaan perlengkapan tersebut, dianggap perlu menggunakan
lebih dari satu warna, maka penggunaan warna lain dan warna loreng lain tidak dilarang.
Jika diperlukan satu warna tambahan lagi untuk mengidentifikasi bagian pengawatan secara
terpisah, dianjurkan mendahulukan pemakaian warna coklat.
e. Pengenal untuk inti atau rel
Sebagai pengenal untuk inti atau rel digunakan warna, lambang, atau huruf seperti tersebut
dalam Tabel 7.2-1. Untuk kabel berisolasi polyethylene selanjutnya disingkat PE, polyvinyl
chloride selanjutnya disingkat PVC, dan cross linked polyethylene selanjutnya disingkat
XLPE yang bertegangan pengenal lebih dari 1000 V, pengenal tersebut di atas tidak
diharuskan.
f. Warna untuk kabel berselubung berinti tunggal
Kabel berselubung berinti tunggal boleh digunakan untuk fase, netral, kawat tengah, atau
penghantar pembumian asalkan isolasi kedua ujung kabel yang terlihat (bagian yang dikupas
selubungnya) dibalut dengan pembalut berwarna yang dibuat khusus untuk itu, atau dengan
cara lain yang memenuhi Tabel dibawah ini
Kemampuan hantar arus dipengaruhi oleh suhu penghantar yang diijinkan dan sejumlah panas
yang dipindahkan.Kemampuan hantar arus dari suatu penghantar yang berbeda-beda
tergantung dari spesifikasi penghantar yang ada. Penghantar sirkit akhir yang menyuplai
motor tunggal tidak boleh mempunyai KHA kurang dari 125 % arus pengenal beban penuh.
Disamping itu, untuk jarak jauh perlu digunakan penghantar yang cukup ukurannya
Luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang dalam suatu instalasi ditentukan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
a. Kemampuan hantar arus
b. Kondisi suhu
c. Susut tegangan
d. Sifat lingkungan
e. Kemungkinan perluasan
Semua penghantar harus mempunyai KHA sekurang-kurangnya sama dengan arus yang mengalir
melaluinya, yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk penghantar netral mempunyai KHA sebagai berikut:
a. Penghantar netral saluran dua kawat harus mempunyai KHA sama dengan penghantar fasa
(PUIL 2000 ayat 3.16.2.2 hal 77).
b. Penghantar netral saluran banyak harus mempunyai KHA sesuai dengan arus maksimum yang
mungkin timbul dalam keadaan tidak seimbang yang normal (PUIL 2000 ayat 4.2.2.2.3 hal
109).
Bila saluran fasa banyak melayani sebagian besar dari beban diantara penghantar fasa dan netral,
maka penampang dari penghantar netral harus tidak kurang dari ½ penampang fasa bila
penghantar fasa mempunyai penampang sama atau lebih dari 25 mm2.
Tujuan dari Pembumian adalah sebagai pengaman dari kejut listrik dan kerusakan alat yang
disebabkan karena rusaknya isolasi.
b. Penghantar Pembumian
Penghantar Pembumian harus sesuai dengan PUIL terutama berkenaan dengan: bahan dan tipe
konduktor, dan ukuran konduktor
Sebagai tambahan, penghantar pembumian adalah tembaga dan alumunium. Pemasangan
penghantar juga dapat dilihat pada PUIL.
c. Elektrode Bumi
Elektrode Bumi dijelaskan pada PUIL. Pemasangannya harus dapat dilihat untuk pengujian
penglihatan dan harus sesuai PUIL juga dalam hal metode pemasangan dan pengamanannya.
d. Resistansi Penghantar Pembumian
Untuk menjainin bekerjanya peralatan pengaman dengan baik maka resistansi pembumiannya
harus kurang dari 2 . 12122 OhmPHB2 Ohm
Gambar 9. Resistansi Penghantar Pembumian
(PUIL, 2000) 21
Fuse adalah jenis pengaman alat-alat pemakai listrik terhadap arus yang melebihi kapasitas batas,
yaitu arus yang masuk melebihi arus nominal yang dapat menyebabkan kerusakkan terhadap
peralatan listrik, bagian dari fuse ialah :
a. Rumah fuse.
b. Pengepas patron dengan kawat lebur didalamnya.
c. Tutupan fuse.
d. Dudukan fuse.
Untuk instalasi-instalasi penerangan umumnya menggunakan fuse ini, yang bagian penghubung
arusnya dinamakan patron dimana didalamnya berisi kawat lebur, apabila dialiri listrik yang
lebih besar dari pada yang telah ditentukan maka akan terjadi lebur, dan hubungan listrik
terputus.
Fuse selalu dihubungkan dengan penghantar fasa secara seri karena fungsi dari fuse ialah
mengamankan alat pemakai dari arus yang lebih yang mungkin mengalir masuk, dengan
menghubungkan fuse ke penghantar fasa kerusakan terhadap peralatan listrik dapat dihindarkan
karena sebelum arus lebih masuk kedalam peralatan maka kawat lebur dari fuse akan terputus
labih dahulu.
Jika kawat lebur putus harus diganti dengan ukuran dan kemampuan sama seperti yang semula
sehingga tidak menghilangkan fungsi fuse, untuk melakukan pencabangan penghantar fasa
jaringan harus melalui fuse, dari percabangan sampai ke instalasi dipergunakan tiga buah fuse,
yaitu :
a. Fuse tiang (pal fuse).
b. Fuse utama.
c. Fuse kelompok instalasi.
Ketiga buah fuse tersebut diatas masing-masing mempunyai daya tahan arus yang berlainan,
pabrik-pabrik yang membuat fuse telah menggunakan tanda warne yang telah dinormalisasikan
untuk menyatakan kekuatan daya tahan arus dari kawat lebur sebagai berikut :
Tabel 4. DAYA TAHAN
Normalisasi Fuse ARUS
WARNA
Merah muda 2A
Coklat 4A
Hijau 6A
Merah 10 A
Abu – abu 16 A
Biru 20 A