1 PB
1 PB
KAJIAN POTENSI KULIT SAPI KERING SEBAGAI BAHAN DASAR PRODUKSI GELATIN
HALAL
INTISARI
Gelatin merupakan produk turunan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen hewan yang
dapat diekstraksi melalui proses asam dan basa. Pemanfaatan gelatin sudah sangat luas dan menjadi
bagian dalam gaya hidup masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat
fisikokimia gelatin kulit sapi kering dibandingkan dengan sifat gelatin komersial yang distandarkan SNI.
Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap pola searah dengan perlakuan jenis pelarut
ekstraksi (HCl 1%, CH3COOH 1%, NaOH 1%) dengan ulangan sebanyak empat kali. Sebanyak 1000 g
kulit sapi yang telah mengembang direndam dengan HCl 1%, CH3COOH 1%, dan NaOH 1% pada
masing-masing wadah selama 4 hari (1:3 (b/v)) kemudian dinetralkan, diekstraksi dengan air (1:3)
menggunakan panci bertekanan 1 atm pada suhu 100oC selama 1 jam, didinginkan, disaring, dikeringkan,
dan kemudian dihaluskan. Analisis produk gelatin meliputi rendemen, analisis proksimat, pH, viskositas,
kekuatan gel, dan kandungan logam (Cu, Zn, As, dan sulfit). Hasil analisis data dibandingkan dengan
skor pada gelatin komersial dan SNI 06-3735-1995. Penggunaan pelarut asam dan basa untuk
menghidrolisis kulit sapi kering menghasilkan gelatin dengan rendemen dan sifat fisikokimia yang
berbeda nyata (P<0,05). Penggunaan HCl 1% sebagai larutan perendam dapat menghasilkan rendemen
gelatin 65,75% lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman CH3COOH 1% dan 27,71% lebih tinggi
dibandingkan dengan perendaman NaOH 1%. Gelatin yang dihidrolisis menggunakan pelarut HCl 1%
menghasilkan gelatin dengan sifat fisikokimia yang sebagian besar memenuhi standar SNI dan gelatin
komersial. Kesimpulan penelitian ini kulit sapi kering yang dihidrolisis menggunakan pelarut HCl 1%
berpotensi sebagai alternatif bahan baku pembuatan gelatin.
(Kata kunci: Gelatin, Hidrolisis, Kulit sapi kering, Sifat fisikokimia, SNI Gelatin)
ABSTRACT
Gelatin is a protein product derived from the hydrolysis of animal tissues containing collagen
through extraction process with acid or base treatment. The utilization of gelatin is very broad and has
become part of the lifestyles of Indonesian. This research was conducted to study the physicochemical
properties of dry cow skin gelatin compared to that commercial gelatin standardized by SNI. The
experiment was set up in a one way completely randomized design with various kinds of solvent
extraction (HCl 1%, CH3COOH 1%, NaOH 1%) and repeated four times. Sample 1000 g that has been
soaked with HCl 1%, CH3COOH 1%, and NaOH 1% in each container for 4 days (1:3 (w/v)) then
neutralized, extracted with water (1:3) using a 1 atm pressure pan at 100°C for 1 hour, cooled, filtered,
dried, and crushed. The analysis of gelatin products includes rendement, proximate analysis, pH,
viscosity, gel strength, and metal content (Cu, Zn, As, and sulfite). Results of data analysis were
compared with scores on commercial gelatin and SNI 06-3735-1995. The use of acid and alkali solvents
to hydrolyze dry cow skin produce gelatin with a significantly different (P<0.05) of yield and
physicochemical properties. The utilization of HCl 1% as a submersion solution can result in yield product
65.75% higher than CH3COOH 1% immersions and 27.71% higher than NaOH 1% immersions.
Hydrolysis gelatin using HCl 1% as a solvent produces gelatin with physicochemical properties almost
matched to SNI and commercial gelatin standards. In conclusion, the dry cow skin wass hydrolyzed using
HCl 1% potentially as an alternative raw material for gelatin production.
(Key words: Dry cow skin, Gelatin, Hydrolysis, Physicochemical properties, SNI of gelatin)
_________________________________
* Korespondensi (corresponding author):
Telp. +62 856 4377 3752
E-mail: kirana.sanggrami@gmail.com
328
Kirana Sanggrami Sasmitaloka et al. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering sebagai Bahan Dasar
329
Buletin Peternakan Vol. 41 (3): 328-337, Agustus 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i3.17872
sampel diabukan dalam tanur pada suhu terbentuk. Ekstrak disaring menggunakan
550°C selama 5 jam. kain saring dan dikeringkan menggunakan
metode penyangraian dengan teflon pada
Penghitungan kadar protein suhu 70°C selama 1 jam dan dihaluskan
Kadar protein ditentukan meng- dengan blender.
gunakan metode semimikro Kjeldahl (SNI,
1992). Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan Penghitungan rendemen
dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 2 g Rendemen diperoleh dari
campuran selen dan 12,5 ml H2SO4 pekat, perbandingan berat kering gelatin yang
dipanaskan sampai mendidih dan dihasilkan dengan berat bahan segar (Alfaro
didinginkan pada suhu ruang. Larutan et al., 2013).
diencerkan dalam labu ukur 100 ml.
Sebanyak 5 ml larutan dipipet dan Pengukuran pH
dimasukkan dalam alat penyuling, Larutan gelatin dibuat dalam
ditambahkan 5 ml NaOH 30% + indikator PP, konsentrasi 1% (b/v) menggunakan air
dan disuling selama 10 menit. Sebagai destilasi pada suhu 60°C, kemudian diaduk
penampung, digunakan campuran 10 ml selama 30 menit dan didinginkan pada suhu
larutan H3BO3 2% + indikator Bromkresol ruang (~25°C) (Alfaro et al., 2013). pH diukur
hijau + Metil merah, selanjutnya dititrasi di Laboratorium Kimia BB Pascapanen.
dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan
warna menjadi merah muda. Pengukuran kelarutan
Kelarutan diukur menggunakan
Penghitungan kadar lemak metode Zhang et al. (2016). Sebanyak 6,67 g
Kadar lemak ditentukan menggunakan gelatin dilarutkan dalam 100 ml air bersuhu
metode ekstraksi langsung menggunakan 80°C dan diaduk. Pengamatan dilakukan
Soxhlet (SNI, 1992). Sebanyak 2 g sampel secara visual. Jika tidak terbentuk endapan,
dihidrolisis selama 15 menit dengan 30 ml maka gelatin tersebut dinyatakan larut dalam
HCl dan 20 ml aquades. Lemak yang
air suhu 80°C.
tertampung disaring dan dioven dalam kertas
saring pada suhu 70°C selama 3 jam.
Pengukuran viskositas
Setelah kering, dimasukkan ke dalam Viskositas gelatin diukur meng-
selongsong kertas dan diekstrak dengan gunakan metode Shyni et al. (2014) dengan
heksana selama 3 jam. Hasil ekstraksi lemak modifikasi. Larutan gelatin konsentrasi 6,67%
dalam labu dikeringkan dengan oven pada dipanaskan pada hot plate dengan suhu
suhu 105°C, didinginkan pada suhu ruang 80°C dan diaduk hingga larut. Sebanyak 20
dan ditimbang. g larutan diukur viskositasnya menggunakan
Rapid Visco Analyzer (Perten) di
Pembuatan gelatin kulit sapi Laboratorium Kimia BB Pascapanen.
Ekstraksi gelatin menggunakan
metode Shyni et al. (2014) yang dimodifikasi, Pengukuran kekuatan gel
meliputi metode ekstraksi, penyaringan, dan Kekuatan gel diukur menggunakan
pengeringan. Kulit sapi kering direndam metode Zhang et al. (2016). Larutan gelatin
dalam air (1:4) selama 1 hari. Sebanyak konsentrasi 6,67% dipanaskan pada hot
1000 g kulit sapi yang mengembang
plate dengan suhu 80°C, diaduk hingga larut
direndam dengan HCl 1%, CH3COOH 1%,
dan NaOH 1% pada masing-masing wadah dan dimasukan ke gelas pengukuran.
selama 4 hari (1:3 (W/V)). Kemudian Selanjutnya disimpan pada suhu 10°C
dinetralkan dengan air mengalir sampai pH 4 selama 18 jam. Pengukuran dilakukan
– 6 dan diekstraksi dengan air (1:3) menggunakan Texture Analyzer XT-21
menggunakan panci bertekanan 1 atm pada (Brookfield) di Laboratorium Kimia BB
suhu 100°C selama 1 jam. Hasil ekstraksi Pascapanen.
dipindahkan ke wadah stainless steel dan
Penghitungan kandungan logam
disimpan dalam lemari pendingin suhu 4°C
Analisis dilakukan terhadap logam Cu,
selama 30 menit. Ada atau tidaknya gelatin Zn, As, dan Sulfit menggunakan metode
terlihat dari endapan gelatin cair yang dekstruksi (SNI, 1998). Sebanyak 2 g
330
Kirana Sanggrami Sasmitaloka et al. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering sebagai Bahan Dasar
dimasukkan ke dalam oven 105°C selama 2 Kadar abu kulit sapi kering lebih
jam, selanjutnya diabukan dalam tanur suhu rendah dibandingkan kulit samak dan kulit
550°C selama 6 jam. Sampel didekstruksi sapi dari RPH (Tabel 1). Kadar abu yang
dengan penambahan 5 ml HNO3 pekat di rendah menunjukkan kandungan mineral
atas penangas, kemudian dipekatkan dalam kulit sapi kering yang rendah.
menjadi 1-2 ml. Sampel didestruksi kembali Kandungan mineral akan berpengaruh pada
dengan penambahan 5 ml HCl 6 N dan kandungan logam pada produk gelatin yang
dipekatkan kembali. Larutan pekat dihasilkan.
diencerkan dalam labu takar 50 ml. Sampel Kadar lemak kulit sapi kering lebih
dianalisis menggunakan Atomic Absorption rendah dibandingkan kadar lemak kulit hasil
Spectrometry (Shimadzu) di Labotrotirum penyamakan dan kulit sapi dari RPH (Tabel
Kimia BB Pascapanen. 1). Kadar lemak yang rendah menunjukkan
bahwa tidak perlu dilakukan penghilangan
Analisis statistik lemak sebelum proses perendaman.
Rancangan penelitian yang digunakan Sebaliknya, kadar protein kulit sapi
adalah rancangan acak lengkap dengan kering lebih tinggi dibandingkan kadar protein
perlakuan bahan pelarut (HCl 1%, kulit samak dan kulit sapi dari RPH (Tabel 1).
CH3COOH 1%, dan NaOH 1%) dan diulang Hal ini menunjukkan kulit sapi kering
empat kali. Data yang diperoleh diolah berpotensi sebagai bahan baku gelatin
menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dibandingkan kulit sapi hasil penyamakan
yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dan kulit sapi dari RPH. Selain itu,
pada taraf nyata 5% (α = 0,05) penggunaan kulit sapi kering dapat
menggunakan paket program SPSS 21.0 menghemat waktu proses produksi gelatin,
Statistic Software. Hasil analisis data karena tidak memerlukan proses
dibandingkan dengan skor pada Gelatin PA, penghilangan lemak.
gelatin teknis, dan SNI 06-3735-1995 tentang
mutu dan cara uji gelatin. Analisis sifat fisikokimia gelatin kulit sapi
Rendemen. Hasil analisis statistik
Hasil dan Pembahasan menunjukkan perlakuan jenis pelarut untuk
menghidrolisis kulit sapi kering menghasilkan
Karakteristik bahan baku rendemen gelatin yang berbeda nyata (α <
Bahan baku yang digunakan sebagai 0,05). Kołodziejska et al. (2008)
bahan baku gelatin pada umumnya, adalah menyebutkan semakin tinggi nilai rendemen
kulit sapi samak dan kulit sapi yang langsung maka semakin efisien proses produksi.
diambil dari RPH. Nurhalimah (2010) Rendemen gelatin pada perendaman HCl
melaporkan bahwa kulit samak memiliki 1% lebih tinggi 65,75% dibandingkan dengan
kadar air 60,77%, kadar abu 5,46%, kadar perendaman CH3COOH 1% dan lebih tinggi
protein 55,10%, dan kadar lemak 4,44%. 27,71% dibandingkan perendaman NaOH
Sedangkan kulit dari RPH memiliki kadar air 1%.
59,07%, kadar abu 5,14%, kadar protein Peningkatan rendemen berkaitan
47,73%, dan kadar lemak 4,16%. dengan jumlah kolagen yang terkonversi
Kulit sapi kering memiliki kadar air menjadi gelatin. Penggunaan asam kuat
yang lebih rendah dibandingkan kulit samak menyebabkan peningkatan konsentrasi ion
dan kulit dari RPH (Tabel 1). Hal ini karena H+ dalam larutan curing yang mempercepat
kulit sapi kering telah mengalami proses proses hidrolisis. Laju hidrolisis yang
pengeringan, sehingga kandungan airnya semakin cepat cenderung meningkatkan
sudah berkurang. konversi kolagen menjadi gelatin sehingga
Parameters (parameters) Kulit sapi kering Kulit samak Kulit dari RPH
(dry cow skin) (split leather)* (slaughterhouse leather)*
Kadar air (%) (moisture content (%)) 42,93±0,94 60,77 59,07
Kadar abu (%) (ash content (%)) 0,17±0,02 5,46 5,14
Kadar protein (%) (protein content (%)) 62,01±0,59 55,10 47,73
Kadar lemak (%) (fat content (%)) 0,86±0,09 4,44 4,16
* Sumber: Nurhalimah (2010).
331
Buletin Peternakan Vol. 41 (3): 328-337, Agustus 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i3.17872
dapat meningkatkan nilai rendemen. dengan SNI 06-3735-1995 (SNI 1995) dan
Kołodziejska et al. (2008) menyebutkan lebih rendah dibandingkan gelatin komersial
apabila laju hidrolisis semakin besar maka (teknis dan PA). Rendahnya kadar air gelatin
pemecahan triple helix menjadi rantai α, β yang dihasilkan dibandingkan dengan gelatin
dan γ juga semakin besar yang komersial (teknis dan PA) disebabkan
menyebabkan konversi gelatin semakin kondisi penyimpanan gelatin komersial yang
banyak. kurang baik ketika masih dalam toko.
Perendaman dengan larutan basa Sehingga meningkatkan kadar air gelatin
hanya menghasilkan rantai ganda (Yang et komersial ketika diuji. Hasil analisis statistik
al., 2008). Pada waktu yang sama jumlah menunjukkan bahwa penggunaan jenis
kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam pelarut menghasilkan kadar air gelatin yang
lebih banyak daripada larutan basa. berbeda nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan
Sehingga pada waktu perendaman yang penggunaan jenis pelarut dalam proses
sama, rendemen gelatin menggunakan hidrolisis akan berpengaruh terhadap proses
pelarut HCl 1% lebih besar dibandingkan pengeringan gelatin.
pelarut NaOH 1%. Kadar abu dapat menunjukkan
Penggunaan asam lemah tidak kemurnian produk. Hasil analisis statistik
meningkatkan ion H+ dalam larutan curing, menunjukkan bahwa penggunaan jenis
sehingga laju hidrolisis tidak meningkatkan pelarut menghasilkan kadar abu gelatin yang
jumlah konversi kolagen menjadi gelatin. berbeda nyata (P<0,05). Kadar abu yang
Pelarut basa hanya menghasilkan rantai dihasilkan dari gelatin dengan pelarut asam
ganda, sehingga penggunaan basa kuat sudah sesuai dengan SNI 06-3735-1995
menyebabkan terjadinya peningkatan (SNI, 1995). Sedangkan kadar abu pada
konsentrasi ion OH- yang mempercepat perlakuan basa lebih tinggi dibanding kadar
proses hidrolisis kolagen. Penggunaan abu yang ditetapkan SNI 06-3735-1995 (SNI,
NaOH 1% menghasilkan rendemen yang 1995). Kadar abu yang tinggi disebabkan
lebih besar 52,61% dibandingkan proses demineralisasi yang belum sempurna
penggunaan CH3COOH 1%. (Duconseille et al., 2015).
HCl mampu menguraikan serat Gelatin diperoleh melalui proses
kolagen lebih banyak dan cepat tanpa hidrolisis kolagen, sehingga kadar protein
mempengaruhi kualitas gelatin yang gelatin lebih tinggi dari kadar protein kulit
dihasilkan serta mengubah serat kolagen sapi kering (Tabel 3). Kadar protein gelatin
triple heliks menjadi rantai tunggal (Zhang et yang dihasilkan lebih tinggi dari SNI
al., 2016). Hal ini sejalan dengan hasil (87,62%). Hasil analisis statistik
penelitian Nurhalimah (2010) yang menunjukkan bahwa penggunaan jenis
memproduksi gelatin menggunakan HCl pelarut menghasilkan kadar protein gelatin
sebagai larutan perendam dengan rendemen yang berbeda nyata (P<0,05), dimana kadar
22,12% (kulit samak) dan 26,12% (kulit dari protein gelatin yang tertinggi diperoleh
RPH). melalui hidrolisis menggunakan pelarut HCl
1%. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut HCl
Analisis proksimat 1% mampu menghidrolisis kolagen dengan
Analisis proksimat dilakukan untuk sempurna. HCl mampu menguraikan serat
mengetahui komponen dalam gelatin. Ninan kolagen lebih banyak dan cepat tanpa
et al. (2012) menyatakan air berperan dalam mempengaruhi kualitas gelatin yang
aktivitas metabolisme yang menimbulkan dihasilkan serta mengubah serat kolagen
perubahan sifat organoleptik dan nilai gizi. triple heliks menjadi rantai tunggal (Zhang et
Kadar air gelatin kulit sapi kering sesuai al., 2016).
332
Kirana Sanggrami Sasmitaloka et al. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering sebagai Bahan Dasar
Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%)
Perlakuan (treatments)
(moisture content (%)) (ash content (%)) (fat content (%)) (protein content (%))
HCl 1% 5,46±0,35a 1,41±0,02a 0,36±0,02a 94,16±0,14a
CH3COOH 1% 8,71±0,97b 0,46±0,09b 0,37±0,07 a 88,63±0,55b
NaOH 1% 3,08±0,21c 6,04±0,58c 0,78±0,05b 92,71±0,67c
Gelatin PA (pro analysis 12,54±0,15 0,76±0,04 0,26±0,04 93,64±0,58
gelatin)
Gelatin teknis (technical 16,78±0,67 1,56±0,03 0,54±0,04 89,40±0,42
gelatin)
SNI gelatin (SNI of Maks 16 Maks 3,25 <5 87,62
gelatin)
a,b,c
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (different supercript at the
same column indicate significant different).
333
Buletin Peternakan Vol. 41 (3): 328-337, Agustus 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i3.17872
diaplikasikan untuk industri pangan. Gelatin lebih tinggi dibanding gelatin yang
kulit sapi kering dengan perlakuan NaOH 1% viskositasnya rendah.
memiliki pH yang tinggi, sehingga bersifat Bahan curing dapat meningkatkan
basa dan dapat diaplikasikan untuk industri viskositas apabila mampu memecah ikatan
farmasi. peptide pada ikatan yang tepat dengan
molekul yang lebih tinggi. Rafieian et al.
Kelarutan (2015) menunjukkan bahwa rantai molekul
Gelatin yang dihasilkan larut dalam air yang panjang akan berpengaruh langsung
suhu 80oC (Tabel 5). Hal ini menunjukkan terhadap nilai viskositas gelatin.
bahwa gelatin kulit sapi kering yang Viskositas gelatin yang tinggi dapat
dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Zhang disebabkan oleh rendahnya kandungan abu
et al. (2016) menyebutkan bahwa kategori pada gelatin kulit sapi kering. Tulang ikan
gelatin kualitas baik bila diperoleh dari Cucut dengan kadar abu 4,3% menghasilkan
degradasi struktur triple helix protein kolagen viskositas 5,3 cP (Astawan and Aviana,
kulit menjadi campuran polipetida yang 2003). Keberadaan mineral yang tergolong
bersifat mudah larut dalam air suhu 80oC dan jenis abu dalam jumlah tertentu akan
bila suhu didinginkan akan membentuk mempengaruhi viskositas, terutama jika
gelatin. mineral berasosiasi dengan gugus reaktif
dari molekul gelatin, seperti gugus OH,
Viskositas COOH, dan NH2 (Duconseille et al., 2015).
Pengujian viskositas dilakukan untuk
mengetahui tingkat kekentalan gelatin. Kekuatan gel
Viskositas gelatin yang dihasilkan lebih tinggi Kekuatan gel menunjukkan
daripada SNI dan gelatin komersial (Tabel 6). kemampuan gelatin untuk berubah dari fase
Hal ini menunjukkan kekentalan produk gel menjadi sol dan sebaliknya. Hasil analisis
gelatin yang dihasilkan lebih tinggi dari statistik menunjukkan bahwa penggunaan
gelatin komersial. Hastuti dan Sumpe (2007) jenis pelarut menghasilkan kekuatan gel
menyatakan bahwa semakin besar nilai gelatin yang berbeda nyata (P<0,05).
viskositas, maka semakin tinggi mutunya. Kekuatan gel gelatin kulit sapi kering dengan
Gelatin dengan viskositas yang tinggi perlakuan CH3COOH 1% masih di bawah
diperlukan untuk kestabilan emulsi gelatin. kisaran nilai yang disyaratkan SNI. Gelatin
Karim dan Bhat (2009) menyebutkan bahwa pada penelitian ini, disaring dengan kain
viskositas gelatin yang tinggi menghasilkan saring, sehingga pelarut terbawa dan
laju pelelehan dan pembentukan gel yang
334
Kirana Sanggrami Sasmitaloka et al. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering sebagai Bahan Dasar
335
Buletin Peternakan Vol. 41 (3): 328-337, Agustus 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i3.17872
yang tinggi (Tabel 1). Gelatin ini memiliki and A. Noorfaizan. 2011. Chemical
kandungan logam Zn dan As yang tinggi pula and functional properties of bovine and
(Tabel 8). porcine skin gelatin. J. Int. Food. Res.
18: 813-817.
Kesimpulan Hajrawati. 2006. Sifat Fisik dan kimia gelatin
tulang sapi dengan perendaman asam
Penggunaan HCl 1% sebagai larutan klorida pada konsentrasi dan lama
perendam dapat menghasilkan rendemen perendaman yang berbeda. Tesis
gelatin 65,75% lebih tinggi dibandingkan Sekolah Pascasarjana, Institut
dengan perendaman CH3COOH 1% dan Pertanian Bogor, Bogor.
27,71% lebih tinggi dibandingkan dengan Hasdar, M. and Y. D. Rahmawati. 2017.
perendaman NaOH 1%. Gelatin kulit sapi Kajian potensi kulit domba asal Brebes
kering yang dihidrolisis HCl 1% memiliki sifat sebagai bahan dasar produksi gelatin
fisikokimia yang sebagian besar sesuai SNI halal. Jurnal Aplikasi Teknologi
dan lebih baik dari gelatin teknis komersial. Pangan. 6: 1-6.
Kulit sapi kering yang dihidrolisis Hastuti, D. and I. Sumpe. 2007. Pengenalan
menggunakan HCl 1% berpotensi sebagai dan proses pembuatan gelatin. Jurnal
alternatif bahan baku pembuatan gelatin. Ilmu-Ilmu Pertanian. 3: 39-48.
Karim, A. A. and R. Bhat. 2009. Fish gelatin:
Daftar Pustaka properties, challenges, and prospects
as an alternative to mammalian
Alfaro, A. D. T., G. G. Fonseca, E. Balbinot, gelatins. J. Food Hydrocoll. 23: 563 -
A. Machado, and C. Prentice. 2013. 576.
Physical and chemical properties of Kołodziejska, I., E. Skierka, M. Sadowska,
wami tilapia skin gelatin. J. Food Sci. W. Kołodziejski, and C. Niecikowska.
Technol. 33: 592-595. 2008. Effect of extracting time and
Astawan, M. and T. Aviana. 2003. Pengaruh temperature on yield of gelatin from
jenis larutan perendam serta metode different fish offal. J. Food Chem. 107:
pengeringan terhadap sifat fisik, kimia, 700-706.
dan fungsional gelatin dari kulit cucut. Kuan, Y. H., A. M. Nafchi, N. Huda, F. Ariffin,
J. Teknol dan Industri Pangan. 17: 7- and A. A. Karim. 2016. Effects of
13. sugars on the gelation kinetics and
BPS. 2015. Statistik Perdagangan Luar texture of duck feet gelatin. J. Food
Negeri. Maret 2015. Vol. 3842508. Hydrocoll. 58: 267-275.
Jakarta: Badan Pusat Statistik. Lestari, C. M. S., Y. Hudoyo, and S.
http://www.bps.go.id. Diakses pada 2 Dartosukarno. 2010. Proporsi karkas
Mei 2017. dan komponen – komponen nonkarkas
Direktorat Jenderal Peternakan dan sapi Jawa di Rumah Potong Hewan
Kesehatan Hewan. 2016. Populasi swasta Kecamatan Ketanggungan
Peternakan di Indonesia. Kementerian Kabupaten Brebes. Prosiding Seminar
Pertanian. http: Nasional Teknologi Peternakan dan
//aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_ko Veteriner, 3 – 4 Agustus 2010, Balai
m.asp. Diakses pada 2 Mei 2017. Penelitian Ternak, Bogor.
Duconseille, A., T. Astruc, N. Quintana, F. Leuenberger, B. H. 1991. Investigation of
Meersman, and V. E. Sante- viscosity and gelation properties of
Lhoutellier. 2015. Gelatin structure and different mammalian and fish gelatins.
composition linked to hard capsule J. Food Hydrocoll. 5: 353-361.
dissolution: A review. J. Food Marzuki, A., E. Pakki, and F. Zulfikar. 2011.
Hydrocoll. 43: 360-376. Ekstraksi dan penggunaan gelatin dari
Etxabide, A., M. Urdanpilleta, P. Guerrero, limbah tulang ikan bandeng (Chanos
and K. de la Caba. 2015. Effects of Chanos Forskal) sebagai emulgator
crosslinking in nanostructure and dalam formulasi sediaan emulsi.
physicochemical properties of fish Majalah Farmasi dan Farmakologi. 15:
gelatins for bioapplications. J. Reactive 63-68.
and Functional Polymers. 94: 55-62. Mohebi, E. and Y. Shahbazi. 2017.
Hafidz, R. M. R. N., C. M. Yaakob, I. Amin, Application of chitosan and gelatin
336
Kirana Sanggrami Sasmitaloka et al. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering sebagai Bahan Dasar
based active packaging films for SNI. 1995. Mutu dan cara uji gelatin. SNI 06-
peeled shrimp preservation: A novel 373. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
functional wrapping design. J. Food SNI. 1998. Cara uji cemaran logam dalam
Sci. Technol. 76: 108-116. makanan. SNI 19-289. Badan
Ninan, G., J. Joseph, and Z. A. Aliyamveettil. Standarisasi Nasional, Jakarta. http://
2012. A comparative study on the sertifikasibbia.com/upload/logam_bera
physical, chemical and functional t.pdf.
properties of carp skin and mammalian Sugihartono. 2014. Kajian gelatin dari kulit
gelatins. J. Food Sci. Technol. 51: sapi limbah sebagai renewable
2085-2091. flocculants untuk proses pengolahan
Nurhalimah, E. 2010. Perbandingan ekstraksi air. J. Industrial Res. 8: 179-190.
gelatin kulit sapi split dengan proses Yang, H., Y. Wang, P. Zhou, and J. M.
asam dan basa. Skripsi Fakultas Regenstein. 2008. Effects of alkaline
Matematika dan Ilmu Pengetahuan, and acid pretreatment on the physical
Institut Pertanian Bogor, Bogor. properties and nanostructures of the
Rafieian, F., J. Keramat, and M. Shahedi. gelatin from channel catfish Skins. J.
2015. Physicochemical properties of Food Hydrocoll. 22: 1541-1550.
gelatin extracted from chicken deboner Youlanda, H. 2016. Ekstraksi dan evaluasi
residue. J. Food Acien. Technol. 64: gelatin dari kulit sapi yang telah
1370-1375. mengalami proses buang bulu
Said, M. I., J. C. Likadja, dan M. Hatta. 2011. menggunakan hidrolisis asam. Skripsi
pengaruh waktu dan konsentrasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
bahan curing terhadap kuantitas dan Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah,
kualitas gelatin kulit kambing yang Jakarta
diproduksi melalui proses asam. Jurnal Yuniarifin, H., V. P. Bintoro, dan A.
Ilmu dan Teknologi Pangan 1: 119- Suwarastuti. 2006. Pengaruh berbagai
128. konsentrasi asam fosfat pada proses
Sarbon, N. M., B. Farah, and K. H. Nazlin. perendaman tulang sapi terhadap
2013. Preparation and characterisation rendemen, kadar abu dan viskositas
of chicken skin gelatin as an gelatin. J. Indonesian Trop. Anim.
alternative to mammalian gelatin. J. Agric. 31: 55-61.
Food Hydrocoll. 30: 143-151. Zhang, Q., Q. Wang, S. Lv, J. Lu, S. Jiang, J.
Shyni, K., G. S. Hema, G. Ninan, S. Mathew, M. Regenstein, and L. Lin. 2016.
C. G. Joshy, and P. T. Lakshmanan. Comparison of collagen and gelatin
2014. Isolation and characterization of extracted from the skins of nile tilapia
gelatin from the skins of skipjack tuna (Oreochromis Niloticus) and channel
(Katsuwonus Pelamis), dog shark catfish (Ictalurus Punctatus). J. Food
(Scoliodon Sorrakowah), and rohu Biosci. 13: 41-48.
(Labeo Rohita). J. Food Hydrocoll. 39:
68-76.
SNI. 1992. Cara uji makanan dan minuman.
SNI 01-289. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
337