Anda di halaman 1dari 20

Pengantar Epistemologi

Bab 1. PENGENALAN

1. Apa itu filsafat dan mengapa manusia berfilsafat?

Kata Filsafat berasal dari Bahasa Arab yang pada dasarnya merupakan pengaraban dari kata

Philosophia. Philosophia berasal dari Bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari dua kata. Kata

Phyle, yang berarti mencintai, dan Sophia, yang berarti kebijaksanaan. Philosophia lalu berarti

mencintai kebijaksanaan.

Apa yang dimaksudkan dengan Kebijaksanaan? Kita sering mendengarkan kalimat: “Kami minta

kebijaksanaan dari Bapak.” Atau: “Orang tersebut sama sekali tidak bisa bertindak bijaksana.” Atau

pula, pada sila ke empat Pancasila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah/kebijaksanaan…” Pada

kalimat pertama, kata kebijaksanaan mengandung makna: jangan terlalu kaku ikuti aturan. Pada

kalimat ke dua: bijaksana mengandung makna akal sehat. Pada kalimat ke tiga: kebijaksanaan

mengandung arti pengetahuan luhur warisan masa lampau manusia.

Kebijaksanaan pada kata Sophia memang mengandung arti pengetahuan luhur menyangkut

kebenaran untuk hidup manusia. Pengetahuan luhur dari para leluhur adalah pengetahuan yang

mengarahkan bagaimana manusia menghadapi dunia dalam menjalani hidupnya.

Sejatinya pengetahuan adalah sesuatu yang membuat kita mampu menjalani kehidupan kita di

dalam semesta ini. Pengetahuan yang tak bisa diaplikasikan, bukanlah pengetahuan. Diaplikasikan,

adalah bahwa apa yang kita ketahui membuat kita mampu jalani hidup dan bukan di dalam

kebutaan.

Dengan dituntun oleh pengetahuannya, mahluk manusia menjalani kehidupannya di dalam dunia ini.

Manusia menguasai semesta melalui pengetahuan yang dimiliki.

Darimana orang temukan pengetahuan? Pengetahuan didapatkan melalui indera manusia dalam

bentuk informasi. Informasi itu kemudian masuk di dalam otak kita dan diolah. Di otaklah bertahta

akal budi. Pengetahuan diproses di dalam akal budi. Melihat sebuah surat keputusan, kita bisa

melihat bahwa sebelum mengambil keputusan, ada bagian pertimbangan. Pertimbangan dilakukan

dengan mengamati dan memperhatikan. Keputusan kemudian ditindaklanjuti. Keputusan bisa salah

dan keliru, dan karenanya selalu bisa dievaluasi dan ditinjau ulang. Begitu juga di dalam keseluruhan
tindakan manusia. Seluruh tindakan manusia bersandarkan pada pengetahuan yang dimiliki.

Tentu saja di dalam seluruh tindaknya, tak selamanya manusia harus pertimbangan. Dalam banyak

hal hampir semuanya bersifat otomatis.

Filsafat bicara tentang akal budi. Akal budi merupakan ciri khas manusia, mahluk Homo Sapiens.

Karena akal budinya maka manusia selalu bertanya: Homo quaererens, mahluk yang bertanya.

Bertanya menuntut kemampuan mengungkapkan pikiran di dalam Bahasa. Bahasa nyata di dalam

kata-kata. Kata-kata yang dipakai harus bisa dipahami oleh orang lain. Kita menggunakan kata-kata

yang sudah ada, atau kalau belum ada maka diciptakan kata baru. Kata baru ini harus dipahami dan

diterima oleh orang lain.

Dengan akal budinya maka manusia selalu bisa mengajukan berbagai pertanyaan atas segala hal di

dalam kehidupannya untuk hidup yang lebih baik. Dalam hal ini lalu filsafat berbeda dengan dogma

dan ideologi. Dalam dogma dan ideologi, kebenaran diterima begitu saja, tak dipertanyakan. Orang

tunduk kepada otoritas. Namun, di dalam filsafat, manusia bertanya atas kebenaran yang dianut

oleh banyak orang, atau yang diterima begitu saja. Manusia tak asal bertanya. Tujuan bertanya

adalah mencari kebenaran. Kebenaran diungkapkan di dalam Bahasa. Dalam menggunakan Bahasa

maka ungkapan akan kebenaran bisa terbatas maka dapat jatuh ke dalam kekeliruan. Kekeliruan

harus disadari agar bisa diperbaiki untuk menemukan kebenaran yang tak pernah terungkap

sepenuhnya. Kendati tak terungkap sepenuhnya tak berarti manusia harus berhenti bertanya.

Bertanya ini adalah demi manfaat bagi hidup manusia sendiri.

Dalam mengungkapkan kebenaran, manusia menggunakan kata. Kata yang tidak menyampaikan

kebenaran bukanlah kata. Kebenaran adalah kesesuaian dengan kenyataan. Kenyataan tak berubah.

Penafsiran atas kenyataan yang bisa berubah. Misalnya, sebidang tanah. Di atas tanah tersebut akan

saya dirikan bangunan. Saya akan menafsirkan kenyataan tersebut, apakah tanah keras atau tanah

bekas timbunan. Penafsiran ini akan menghasilkan pertimbangan tertentu dan keputusan untuk

bertindak. Keputusannya misalnya: mendirikan bangunan dengan menghunjamkan pasak ke dalam

bumi sekian meter ataukah membuat beton cakar ayam.

Selama segala hal berjalan baik, tak ada pertanyaan yang diajukan. Tetapi tatkala hidup berjalan

tidak seperti yang seharusnya maka pertanyaan diajukan. Horison hidup kita bertumbuhkembang
(expand).

Manusia tidak hanya memperhatikan hal-hal yang lahiriah, tetapi juga memperhatikan ide atau

konsep. Filsafat adalah sebuah proses pencarian terus-menerus kebenaran. Dalam proses pencarian

diperlukanlah sebuah proses atau metode. Kebenaran tidak pernah ditemukan tuntas, selalu tak

berhenti dicari, selalu terbuka untuk digugat.

Secara metodologis, dalam gejala terbentuknya pengetahuan manusia, maka ada yang namanya

pengenal dan ada yang namanya sebagai yang dikenal. Pengenal disebut subyek, yang dikenal

disebut dengan nama obyek. Subyek mengarahkan diri kepada obyek dan obyek membuka diri untuk

dikenal dan dipahami. Subyek hanya akan mampu mengenal obyek bila Bersama memiliki kesamaan

prinsip atau kategori tertentu yang memungkinkan subyek memahami obyek. Artinya manusia

sebagai subyek pengenal melalui kejasmaniannya menjadi bagian dari kenyataan alam semesta.

Pengetahuan manusia lalu bersifat jasmani, konkrit dan temporal. Namun, manusia memiliki akal

budi yang mampu mengangkat pengetahuan yang temporal menjadi abstrak dan universal. Melalui

akal-budinya, manusia membuat perbandingan, membuat refleksi dan abstraksi sehingga

pengetahuannya menjadi berlaku umum dan dapat diperiksa oleh akal budi manusia lainnya pada

tempat dan waktu yang lain.

Artinya, pengetahuan manusia dapat dikomunikasikan. Komunikasi menggunakan sarana Bahasa

seperti disebutkan di atas. Melalui Bahasa, pengetahuan dirumuskan sehingga bisa dipahami oleh

siapa saja.

Karena manusia tak sekedar bertubuh melainkan juga memiliki jiwa maka manusia bisa menyadari

dirinya bahwa dia tahu. Dengan kesadarannya, manusia melakukan refleksi tentang apa yang

diketahuinya, yang pada mulanya bersifat langsung dan spontan kemudian menjadi sistematis dan

dipertanggungjawabkan. Inilah ilmu pengetahuan.

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman manusia dan

kehidupannya. Ilmu pengetahuan adalah keseluruhan system pengetahuan manusia yang telah

dibakukan secara tematis. Pengetahuan bersifat spontan sedangkan ilmu pengetahuan bersifat

sistematis dan reflektif. Dengan demikian, ada yang Namanya filsafat pengetahuan dan ada yang

Namanya filsafat ilmu pengetahuan.


Filsafat pengetahuan berkaitan dengan upaya mengkaji segala sesuatu yang berkaitan dengan

pengetahuan manusia pada umumnya, terutama menyangkut gejala pengetahuan dan sumber

pengetahuan manusia: bagaimana manusia bisa tahu, apakah manusia bisa sampai pada

pengetahuanyang bersifat pasti, apakah pengetahuan pasti itu mungkin, bagaimana manusia bisa

tahu bahwa ia tahu, darimana asal dan sumber pengetahuan manusia itu, apakah pengetahuan

sama dengan keyakinan, di mana perbedaan pengetahuan dengan keyakinan.

Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala

persoalan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan: apa itu kebenaran, metode ilmu pengetahuan,

metode yang paling bisa diandalkan, kelemahan metode yang ada, teori, hipotesis, hukum ilmiah.

Filsafat ilmu pengetahuan disebut dengan nama Epistemologi.

2. Epistemologi:

Fokus kita adalah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Kita bicara tentang metode, untuk mengetahui cara

akalbudi bekerja. Ilmu pengetahuan adalah karya budi yang logis dan imajinatif. Metode-metode

ilmu pengetahuan adalah metode yang loigs, menggunakan logika, yang menjadi mungkin karena

budi manusia terbuka pada realitas. Keterbukaan ini disebut dengan imajinasi. Logika dan imajinasi

merupakan dua dimensi penting dari seluruh cara kerja ilmu pengetahuan. Tugas filsafat ilmu

pengetahuan adalah membuka pikiran kita untuk mempelajarai dengan serius proses logis dan

imajinatif dalam cara kerja ilmu pengetahuan. Selain itu, masalah metode ilmu pengetahuan

berbicara tentang hubungan ilmu pengetahuan dengan masyarakat. Ada implikasi sosial dan etis dari

ilmu pengetahuan.

Manfaat: Pertama, bersikat kritis. Kedua, memperkenalkan mahasiswa dengan metode ilmu

pengetahuan untuk melakukan penelitian ilmiah. Tujuan: memiliki kemampuan ilmiah. Cirinya: 1/

melihat sebuah peristiwa sebagai masalah ilmiah,2/ membuat analisis terhadap peristiwa

tersebut,3/ mmmengajukan pemecahan atas peristiwa yang menjadi masalah tersebut, 4/ membuat

prediksi atau ramalah yang akan timbul berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tersebut. Manfaat

ketiga, membantu bekerja di kemudian hari. Keempat, ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat

puritan-elitis, melainkan juga pragmatis.

Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan teori pengetahuan. Epistemologi

mempelajari tentang hakekat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas dari keyakinan.
Apa contoh Epistemology?

Ada tiga contoh atau syarat untuk epistemologi: kebenaran, kepercayaan (belief) dan pembenaran

(yustifikasi). Pertama-tama, kebenaran terjadi manakala pernyataan palsu tak dapat diperiksa,

misalnya dusta tak bisa menjadi kebenaran oleh karena bukan merupakan kenyataan dan palsu.

Episteme: pengetahuan.

Logos: penalaran, akalbudi.

Konsep Epistemologi:

Epistemologi merupakan studi tentang kodrat dan lingkup dari pengetahuan: kepercayaan yang

sudah diperiksa kebenarannya, Studi tersebut menganailisis hakekat pengetahuan dan bagaimana

hubungannya dengan penegertian yang serupa seperti kebenaran, kepercayaan, dan pembenaran.

Studi tersebut juga berurusan dengan cara-cara memperkenalkan pengetahuan, dan juga sikap

skeptis terhadap klaim pengetahuan yang berbeda. Misalnya klaim bahwa virus Corona itu berasal

dari lab yang ada di kota Wuhan. Klaim ini harus diperiksa kebenarannya, jangan menjadi

kepercayaan yag palsu.

Tiga cabang utama:

Agnotology: the study of ignorance and doubt.

Alethiology: the study of nature of truth.

Formal Epistemology : subdiscipline of epistemology that uses formal methods from logic,

probability theory to elucidate traditional epistemic problems.

Misi dari epistemology: mengklarifikasi apa-apa saja yang termasuk konsep pengetahuan dan

menjelaskan mengapa fitur pengetahuan seperti demikian. Yang diperhatikan adalah: kepercayaan

rasional, probabilitas, kemasukakalan, pembuktian, dan erotetik, yaitu urusan membuat pertanyaan

dan memberikan solusi atas pertanyaan. Ini yang jadi pokok ulasan.

Bila segala hal berlangsung sesuai seharusnya, tak akan ada pertanyaan. Bila berjalan tak sesuai

maka kita akan bertanya alasannya dan mencari penjelasan.

Langkah menentukan yang pertama di dalam “mengetahui”: adalah mengetahui materi intelektual
dari sesuatu, yaitu sesuatu sebagai adanya. Misalnya Seseorang yaitu X mengetahui si p., yaitu

bahwa P adalah pokok yang dibahas.

Pengetahuan kita lihat dari segi: sebagai sesuatu yang lepas dari diri kita, sebagai sesuatu yang

nampaknya pengetahuan, yang bisa jatuh ke dalam kekeliruan. Apa yang kita ketahui itu adalah apa

yang sudah diterima oleh umum: 2 + 2 = 4, atau bumi itu bulat.

Konsep pengetahuan sendiri menampilkan berbagai ide yang dari dirinya sendiri berbeda dan

fleksibel, yaitu bagaimana orang memperoleh pengetahuan tersebut:

1. Pengetahuan tentang sesuatu: Saya tahu bahwa Paris adalah ibukota Perancis.Atau: saya

tahu bahwa 2 + 2 = 4.

2. Pengetahuan yang memberikan penjelasan, yaitu mengetahui tentang apanya, mengapanya,

bagaimanya, kapannya dst.(Adverbial Knowledge).

3. Pengetahuan yang diperoleh karena hubungan perkenalan, dengan seseorang atau sesuatu,

misalnya: saya tahu siapa itu yang Namanya Professor Ahmad. Atau: saya tahu pemilik mobil

ini.

4. Pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, misalnya Saya tahu bermain ski di

lapangan es.

Secara tradisional, epistemology atau teori tentang pengetahuan berfokus pada tipe pertama, yaitu

Saya tahu bahwa beruang termasuk jenis mammalia, binatang menyusui. Namun akhirnya

pengetahuan membawa kita pada bagaimana diaplikasikan di dalam kehidupan, yaitu bicara

tentang: bagaimana melakukannya, di dalam berbagai bidang, misalnya bisnis.

Apa yang orang ketahui adalah deretan keseluruhan jawaban terhadap pertanyaan yang dapat

diselesaikan.

Pengetahuan yang dirumuskan di dalam Bahasa terkoordinasikan dengan kemampuan menjawab

pengetahuan, misalnya pengetahuan tentang P mengenai soal benar tidaknya.:

1. Menyangkut subyek, misalnya pengetahuan matematik atau botani.

2. Menyangkut sumbernya: berdasarkan observasi, laporan terpercaya dst.

3. Pembenaran atau validasinya: pengalaman sendiri atau melalui orang lain, investigasi ilmiah,

kalkulasi matematik dst.


4. Menyangkut status konyitif persoalan yang dibahas: fakta empiris, hal-hal yang sudah

menjadi konvensi linguistic, hubungan formal berdasarkan logika atau matematika.

5. Melalui formulasi: bentuk verbal, dalam bentuk piktorgram (gambar yang menjadi lambang,

symbol matematika dst.

Propotitional knowledge jelas bukan aktifitas atau kinerja. Kita tak bisa menjawab pertanyaan: apa

yang sedang kau lakukan? Dengan jawaban: saya tahu Paris adalah ibukota Perancis, ataupun: saya

yang miliki arloji ini, ataupun juga: saya suka bunga mawar ini. Mengetahui sesuatu bukanlah

sesuatu yang seseorang lakukan; melainkan merupakan kondisi seseorang disibukkan dengan

hubungan dengan informasi. Bukan sebuah proses melainkan hasil akhir dari sebuah

proses.Mengetahui sesuatu bukanlah terlibat dengan kegiatan melainkan masuk di dalam kondisi

tertentu: kondisi konyitif. Dengan kata lain, sebuah usaha konyitif, sebuah kondisi hal-hal

terkoordinasi dengan suatu hubungan yang pantas antara manusia dan fakta. Fitur-fitur

propositional knowledge:

1. Truth Commitment: Hanya kebenaranlah yang dikenal.Bila seseorang tahu P maka P harus

benar.

2. Grounding: Pengetahuan harus membumi. Pengetahun merupakan kepercayaan yang

rasional.

3. Reflexivity: setiap pengetahuan dapat dipahami oleh setiap orang. Sesuatu dapat disebut

pengetahuan apabila seseorang dapat memahaminya.

4. Koherensi: yaitu bahwa setiap orang dapat tahu bahwa sesuatu diketahui sebagai sesuatu

oleh setiap orang. Misalnya, sesuatu dipahami sebagai p, maka orang lain pun

memahaminya sebagai p.

Pengetahuan berkembang dan merupakan kebutuhan. Hidup penuh pertanyaan yang harus dijawab.

Proyek konyitif merupakan usaha praktis

Pengetahuan membawa manfaat besar. Manusia merupakan mahluk bertanya. Pengetahuan adalah

kebutuhan.

Pengetahuan merupakan sesuatu yang imperative, bahwa di dalam situasi tertentu manusia harus

mencari informasi tentang dunia ini. Manusia harus secara konyitif merasa nyaman menghuni bumi.

Kia tak bisa hidup di dunia tanpa memahami lingkungan kita.


Perkembangan pengetahuan adalah sebuah praktek dan berbagai proses praktis dan berbagai

perspektif saling terhubung dan berguna, begitu rupa membentuk pengetahuan

Bab 2. Teori-teori tentang Pengetahuan

2.1. Pengetahuan dan keyakinan:

Pengetahuan dan keyakinan bicara tentang sikap mental seseorang dalam hubungan dengan obyek

tertentu. Dalam keyakinan, obyek tidak harus ada, sedangkan di dalam pengetahuan, obyek harus

ada. Pengetahuan selalu mengandung kebenaran, artinya ditunjang bukti-bukti. Dirumuskan sebagai

proposisi. Misalnya, Proposisi 2+2=4. Di dalam kenyataan, proposisi tersebut memang demikian.

Begitu juga proposisi: bumi bebentuk bulat atau Salju berwana putih, dapat dibuktikan.

Dari uraian tersebut di atas, maka proposisi atau hipotesis adalah pernyataan yang mengungkapkan

apa yang diketahui dan/atau diyakini sebagai benar yang masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Bila di

dalam kenyataan tak terbukti bahwa salju itu ada yang tak putih, maka proposisi demikian

merupakan keyakinan saja dan bukan merupakan pengetahuan. Misalnya proposisi: Pada tahun

2024, Jokowi tidak bersedia dipilih lagi jadi presiden RI. Proposisi ini belum terbukti kebenarannya,

maka merupakan keyakinan saja dengan menyimak pernyataan-pernyataan Jokowi pada banyak

kesempatan, yaitu bahwa dia tidak setuju dipilih menjadi presiden ke tiga kalinya karena melanggar

konstitusi.

Pengetahuan selalu mengandung kebenaran: bumi itu bulat, misalnya. Rumus yang dipakai:

Seseorang tahu bahwa p benar, jika dan hanya jika ia tahu bahwa p memang benar.

Seseorang tahu tentang p, maka p itu benar. P itu misalnya proposisi: bumi itu bulat. Seseorang itu,

yaitu si subyek, harus tahu bahwa dia tahu, menyadari apa yang diketahuinya. Pengetahuan baru

sungguh-sungguh jadi pengetahuan ketika subyek sadar akan apa yang diketahuinya. Dengan

demikian bukan sekedar tebak-tebakan saja atau cuma mengira-ngira.

Semua orang tahu bahwa apel jatuh dari atas ke bawah. Baru ketika Newton merumuskannya maka

disadarilah yang namanya hukum gravitasi.

Pada tingkat tertentu pengetahuan selalu mengandung keyakinan, yaitu keyakinan mengenai

kebenaran pengetahuan itu. Namun, keyakinan belum merupakan pengetahuan kalau tidak
didukung oleh kenyataan.

Ada empat macam jenis pengetahuan, menurut polanya, atau cara mengetahui: tahu bahwa, tahu

bagaimana, tahu tentang. Dan masih lagi: tahu mengapa. Adalah normal manusia bertanya

mengapa, ingin tahu mengapa sesuatu terjadi dan bukan sekedar menerima sesuatu terjadi.

Tahu akan: pengetahuan langsung melalui pengenalan pribadi. Misalnya, saya tahu tentang

Universitas Atma Jaya, atau, saya kenal Rektor Universitas Atma Jaya.

Tahu bahwa: bersifat umum. Ini menyangkut informasi yang didapatkan dari luar.

Tahu mengapa: refleksi, abstraksi, penjelasan.

Tahu bagaimana: pemecahan, penerapan, Tindakan. Saya memiliki kompetensi tentangnya.

Misalnya: tahu tentang computer dan program computer, tahu tentang piano dst.

Keempat pola ini saling terhubungkan dan saling meneguhkan. Hal ini memungkinkan manusia

sampai pada pengetahuan yang dianggap paling sempurna.

Akan tetapi kita perlu bersikap berani meragukan segala sesuatu sebagai benar. Skeptisisme

merupakan sikap kritis. Sikap kritis amat diperlukan agar manusia tidak mudah tergiring hanya oleh

pendapat yang berlaku umum, hanya karena dilontarkan oleh orang berpengaruh, hanya karena

tekanan kekuasaan. Melalui untuk meragukan maka kita akan sampai kepada kebenaran yang lebih

pasti.

2.2. Sumber pengetahuan: rasionalisme dan Empirisme

Bagaimana sesuatu diketahui secara pasti? Ada dua aliran pemikiran: rasionalisme dan empirisme.

Rasionalisme bersandar kepada akal budi. Akal budilah yang memberi pengetahuan yang pasti.

Bukan pancaindera. Pancaindera bisa menipu. Akal budi adalah landasan paling kokoh dan paling

pokok dari pengetahuan manusia. Pengetahuan apriori yang ditekankan dengan silogisme sebagai

penalarannya. Misalnya, saya tahu bahwa p melalui penalaran, p pasti benar secara apriori tanpa

perlu dibuktikan. Konkritnya, Socrates pasti mati, merupakan pengetahuan yang pasti dan benar,

karena diturunkan dari prinsip umum, “semua manusia pasti mati”. Socrates adalah manusia, maka

Socrates pasti mati. Metodenya adalah deduktif.

Sedangkan bagi empirisme, pengalaman yang menjadi dasar pengetahuan, berdasarkan data dan

fakta. Pengetahuan yang benar dan sejati adalah pengetahuan yang pasti benar dan itulah
pengetahuan indrawi, pengetahuan empiris. Pengalaman terjadi melalui pancaindera. Pancaindera

memainkan peranan penting dengan menyajikan pengalaman langsung dengan obyek tertentu.

Akalbudi sendiri hanya berfungsi bila acuannya adalah pengalaman yang datang melalui indera.

Metodenya adalah induktif. Pengetahuan bersifat aposteriori. Empirisme memiliki sumbangan besar

bagi perkembangan ilmu-ilmu. Kebenaran pengetahuan tidak bersifat mutlak. Pengetahuan empiris

bersifat sementara. Konsekuensinya, pengetahuan empiris dicek selalu berdasarkan pengamatan

terhadap fakta dan data.

Bagaimanapun pengalaman ikut memainkan peranan penting bagi pengertian dan pengetahuan

tentang sesuatu tanpa menyangkal pentingnya akal budi dalam mengolah pengalaman itu agar

menjadi pengetahuan.

Kebenaran proposisi apriori ditentukan oleh dirinya sendiri. Kebenaran proposisi aposteriori

ditentukan oleh proposisi sebenarnya.

2.3. Kebenaran Ilmiah

Ada empat teori yang berupaya menjawab pertanyaan tentang kebenaran.

Pertama: teori kebenaran sebagai persesuaian (the correspondence theory of truth). Adalah benar

mengatakan bahwa yang ada adalah ada, dan yang tidak ada adalah tidak ada. Ini disebut kebenaran

empiris. Misalnya: Bumi ini bulat. Pernyataan ini benar karena didukung kenyataan. Dengan ini mau

dinyatakan bahwa apa yang diketahui oleh subyek sebagai benar harus sesuai atau harus cocok

dengan obyek. Pengamatan menjadi utama. Obyek pengamatan menjadi bukti kebenaran

pengetahuan. Bukti apriori dari akal budi tak diterima.

Contoh lain: Ada perpustakaan di Universitas Atmajaya. Pernyataan ini berkaitan dengan fakta

bahwa memang di Atmajaya ada perpustakaan.

Menjadi soal dengan proposisi: Ada Tuhan yang Mahakuasa. Proposisi ini tidak didukung bukti

empiris. Proposisi ini bukan pengetahuan. Ini adalah keyakinan atau juga ideologi.

Kedua: Teori kebenaran sebagai keteguhan(the coherence theory of truth). Kebenaran ditemukan

dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Sebuah pernyataan dianggap

benar sejauh cocok dengan system pemikiran yang sudah ada. Artinya, merupakan implikasi logis

dari system pemikiran yang ada. Jelas kelihatan dalam silogisme:1/ Semua manusia pasti mati. 2/

Socrates adalah manusia. 3/ Socrates pasti mati. Kebenaran nomor 3 merupakan implikasi logis dari
nomor 1 dan 2. Kebenaran nomor 3 sudah terkandung dalam nomor 1. Tak penting apakah Socrates

mati atau tidak. Contoh lain: Lilin akan mencair kalau dimasukkan ke dalam air yang sedang

mendidih. Bagi kaum rasionalis, cukup mengecek kaitannya dengan pernyataan lainnya. Ternyata

memang lilin berasal dari bahan paraffin dan paraffin mencair pada air bersuhu 60 derajad Celsius.

Dengan demikian dalam air pada suhu 100 derajad C lilin pasti mencair. Pernyataan ini tak perlu

dirujuk pada realitas.

Kebenaran ini merupakan kebenaran rasional-logis dan juga tata cara kerja deduktif. Kebenaran

pengetahuan sudah ditetapkan secara apriori. Namun tetap merujuk pada realitas untuk menguji

kebenaran pernyataan tersebut. Baik akal budi maupun pancaindera mempunyai peran penting

untuk melahirkan pengetahuan manusia. Kebenaran ilmiah haruslah memenuhi kedua kriteria:

empiris dan rasional.

Ketiga: Teori pragmatis tentang kebenaran (the pragmatic theory of truth). Sebuah ide itu benarn

kalau berguna dan berhasil memecahkan persoalan serta menentukan perilaku manusia. Kebenaran

menyangkut “pengetahuan bagaiamana”. Kebenaran adalah juga bahwa baik untuk sesuatu. Kita

tidak hanya membutuhkan “pengetahuan bahwa”dan “pengetahuan mengapa”tetapi juga

“pengetahuan bagaimana”.

Keempat: teori kebenaran performative ( performative theory of truth). Sebuah proposisi menjadi

benar karena menyatakan sesuatu yang dianggap benar. Bahwa karena pernyataan tersebut, sebuah

realitas tercipta. Misalnya: Saya mengakat saudara sebagai direktur Bank A. Realitas baru tercipta,

yaitu anda diangkat jadi direktur. Pernyataan ini bisa positip bisa negative. Positip: berusaha

mewujudkan apa yang dinyatakan. Negatif, bahwa seolah-olah terjadi padahal tidak. Misalnya,

“negara ini adalah negara hukum”. Betulkan? Di sini kita bisa melihat bahwa orang bisa terjebak

oleh pernyataan yang belum tentu sendirinya menjadi realitas.

Karena itu, kita bisa mengatakan mengenai sifat dasar Kebenaran ilmiah: selalu paling kurang

memiliki tiga hal: struktur yang rasional logis, isi empiris, dapat diterapkan.

2.4. Masalah kepastian dan falibilitas moderat

Kita sudah melihat: kebenaran logis atau rasional, kebenaran empiris, kebenaran pragmatis,
kebenaran performative. Pertanyaan: apakah kebenaran ilmiah bersifat pasti atau sementara? Kaum

rasionalis berpendapat bahwa pengetahuan bersifat pasti dan benar. Sedangkan kaum empiris

menyatakan bahwa pengetahuan tak pernah miliki kepastian, tak pernah memberikan solusi

universal dan absolut. Falibilisme: bahwa ilmuwan harus bersikap kritis terhadap apa yang sudah

dicapainya.Tak berarti secara mutlah menolak kebenaran pengetahuan ilmiah. Pengetahuan bisa

salah, namun kita tidak mengabsolutkan kesalahan ilmu pengetahuan melainkan memahami

kesalahannya secara lebih moderat sebagai sebuah tantangan untuk terus-menerus mencari

kebenarnan ilmiah baru.

Falibilisme berasal dari dua sumber: sebagai konsekuensi dari metode ilmu pengetahuan, dan dari

obyek ilmu pengetahuan yaitu semesta alam. Metode pengetahuan tidak dapat menghasilkan

formulasi yang pasti tentang kebenaran. Fokus utama penelitian ilmiah adalah verifikasi atas

hipotesis. Proses pengujian memakai metode induktif. Induksi selalu tak pernah lengkap oleh karena

fakta dan data terbatas. Hipotesis pada dasarnya tidak pasti, maka dirumuskan sebagai jawaban

sementara.

Falibilisme selain disebabkan oleh metode ilmiah, juga karena obyek ilmu pengetahuan sekaligus

real dan berubah-ubah. Ilmuwan yang baik adalah seorang realis yang memandang konsep-konsep

ilmiahnya yang merupakan hasil pemikiran tentang dunia nyata. Pengetahuan menjadi real: lepas

dari pikiran manusia, mengarahkan diri kepada kenyataan yang memang dikenal. Bila realitas tidak

lepas dari pikiran kita maka tak perlu ada metode ilmiah. Tetapi bila realitas tak dapat dihubungi

maka penelitian ilmiah akan berakhir dengan kegagalan.

Realias yang dibicarakan oleh ilmu mengetahuan adalah realitas yang jadi perhatian banyak orang.

Realitas memiliki dimensi sosial. Obyek ilmu pengetahuan lalu bersifat intersubyektif. Inteligibilitas

ilmu pengetahuan bukan cuma bagi individu tapi juga dalam pemikiran komunitas manusia. Dengan

demikian ada hubungan antara kebenaran ilmiah, karakter public dari pengethuan dan fallibilisme.

Pengetahuan kita selalu rentan pada kesalahan. Obyek pengetahuan selalu berubah.Namun tetap

ada harapan untuk pemahaman yang lebih baik melalui penelitian terusmenerus. Evolusi merupakan

kenyataan dasar setiap realitas. Alam selalu berkembang dan penelitian selalu berubah.

Perkembangan selalu semakin dapat dipahami. Terbuka kemungkinan pengetahuan yang semakin
jelas.

BAB 3. METODE ILMU PENGETAHUAN

3.1. Metode Abduksi dan Metode Deduksi:

Kita melihat pengetahuan sebagai proses yang terdiri dari dua momen penting: momen kesadaran

dan momen perumusan masalah pada satu pihak dan perumusan solusi atau jawaban teoritis atas

permasalahan pada pihak lainnya. Di antara permasalahan dan solusi teoritis terdapat penelitian

dengan metode yang logis. Ketiga unsur kegiatan ilmiah tersebut dapat dirinci sebagai: perumusan

masalah, metode ilmiah yang pragmatis sebagai proses, dan jawaban ilmiah sebagai hasil.

Penelitian dimulai dengan pertanyaan atau berawal dari keraguan. Keraguan yang dimaksudkan

adalah keraguan yang mendorong untuk melakukan penelitian ilmiah. Pertanyaan atau keragan

membutuhkan penjelsan yang dipercaya atau diandalkan. Solusi ilmiah bukan jawaban akhir

melainkan mengundang untuk penelitian lagi. Yang mau dicapai adalah Tindakan yang

diimajinasikan.

Keraguan ilmiah adalah tanda bahwa kita memiliki Hasrat untuk tahu dan menemukan kebenaran.

Ada rasa cinta akan pengetahuan teoretis yang akan membawa pada memilih metode yang terbaik

untuk mencapai pengetahuan yang diinginkan. Metode yang dipakai adalah metode yang ilmiah.

Metode ilmiah adalah metode dengannya orang mengajukan pertanyaan, mencari sendiri jawaban,

dan menjelaskannya jawabannya dengan mengacu pada pengalaman tentang alam. Metode ini

mendasarkan pada penelitian atas dunia eksternal. Dunia eksternal adalah alam yang tak bergantung

pada pandangan kita melainkan memiliki hukum-hukumnya sendiri. Metode ilmiah lebih menjamin

tercapainya kebenaran karena kebenaran dapat terungkap jika kita membuka diri kita, keluar dari

diri kita, lalu berkomunikasi dengan kebenaran dalam komunitas orang-orang yang memiliki spirit

yang sama, yaitu spirit mencari kebenaran demi kebenaran.

Metode Abduksi:

Tugas utama ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti pada pengumpulan data melainkan mencoba

mencari dan menemukan penjelasan atau eksplanasi atas data. Ilmu pengetahuan merupakan

sebuah proses dalam menemukan hipotesis untuk penjelasan fenomena atau data.

Proses mencari dan merumuskan hipotesis merupakan abduksi. Abduksi pertama-tama menawarkan
suatu hipotesis yang memberikan penjelasan tentang fakta-fakta. Abduksi mulai dengan sebuah

fakta dan fakta tersebut harus dijelaskan dengan hipotesis. Dimulai dengan penjelasan yang

probable, yaitu bisa mungkin terjadi. Hipotesis hanya berfungsi sebagai konjektur atau dugaan.

Kebenaran hipotesis dibuktikan melalui proses verifikasi.

Kedua, hipotesis tersebut kemudian memberikan eksplanasi terhadap hal-hal yang belum dijelaskan

dan bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung. Diperlukan imajinasi. Namun imajinasi juga bisa

kacau tanpa didasarkan pada pengalaman.

Abduksi merupakan proses yang sahih untuk merumuskan hipotesis. Namun, syarat-syarat mana

yang harus dipilih agar suatu hipotesis lebih pantas diperhatikan dibandingkan yang lainnya.

Pertama, dapat diverifikasi secara eksperimental. Hipotesis tersebut harus secara finansial tidak

memakan biaya banyak dan waktu yang banyak. Hipotesis demikian harus juga luas dan mendalam.

Hipotesis demikian harus bisa memberi penjelasan atas fakta.

Hipotesis tersebut mengandung konsep universal, tidak dapat dipatok dengan satu jenis penalaran

saja. Proses abduksi berusaha menangkap orisinalitas dari sebuah realitas. Ini merupakan fase

interpretasi. Ini merupakan cara pandang ilmuwan terhadap fakta dan pengalaman.

Pengujian hipotesis dimulai dengan memeriksa implikasi eksperiensial (virtual prediction) hipotesis.

Sang ilmuwan memilih hipotesisnya. Langkah berikutnya: menyimpulkan prediksi-prediksi

eksperiensial dari hipotesis tersebut, dan kemudian mengamati apakah prediksi tersebut terjadi.

Proses menarik prediksi-prediksi dari suatu hipotesis disebut proses deduksi.

Deduksi dapat dikatakan merupakan usaha untuk mengungkapkan konsekuensi-konsekuensi

eksperiensial dari hipotesis eksplanatoris. Bagaimana konsekuensi eksperiensial itu ditarik?

Metode Deduksi:

Pengujian sebuah hipotesis dimulai dengan memeriksa implikasi eksperiensal (virtual prediction) dari

hipotesis. Seorang ilmuwan memilih hipotesis, lalu kemudian menyimpulkan prediksi-prediksi

eksperiensial dari hipotesis, mencatat dan menyeleksinya. Proses menarik prediksi-prediksi dari

suatu hipotesis disebut proses deduksi.

Contohnya: Tommy percaya akan infalibilitas Paus. Ini sebuah hipotesis. Jika hipotesis ini benar,

maka si Tommy akan sangat percaya akan semua ajaran Gereja. Juga dia akan terlibat di dalam
semua praktek devosi gereja Katolik. Di sini deduksi adalah usaha untuk menyingkapkan

konsekuensi-konsekuensi ekperiensial dari hipotesis eksplanatoris. Tugasnya adalah mengeksplikasi

hipotesis dengan cara menarik konsekuensi eksperiensial dari suatu hipotesis.

Bagaimana menarik konsekuensi eksperiensial suatu hipotesis? Predikat hipotesis mengklasifikasikan

suatu peristiwa dalam suatu kelas yang lebih umum. Seorang ilmuwan dapat berkonsentrasi hanya

pada makna generalitas predikat dari hipotesis.

Misalnya: semua anggota kelas B memiliki ciri X, Y, Z.

Peristiwa A merupakan anggota kelas B.

Karena itu peristiwa A seharusnya memiliki ciri X. Y, Z.

Kepastian konkluasi silogisme ini ditentukan oleh kepastian dalam premis minor. Premis minor ini

harus dibuktikan kebenarannya. Konklusi yang dirumuskan dalam silogisme ini bisa diterima hanya

karena bersifat logis atau masuk akal. Karena itu, harus dibuktikan.

Proses deduktif di dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi dalam bentuk jika-maka.

Prediksi yang ditarik secara logis dari hipotesis eksplanatoris.

3.2. Metode Induksi:

Induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau

particular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu. Dimulai dengan penelitian.

Kesimpulan ini pada dasarnya merupakan generalisasi dari fakta dan data atau proposisi tunggal

yang ada yang memperlihakan kesamaan, keterkaitan, dan regularitas di antara fakta yang ada.

Namun tidak dengan sendirinya menjamin bahwa kesimpulan itu benar secara mutlak. Induksi selalu

tidak lengkap. Fakta dan data terbatas.

3.2.1. Francis Bacon:

Ilmu pengetahuan harus bermula dari dan diendalikan oleh pengamatan yang tidak terpengaruh

oleh pengandaian apa pun juga. Ilmuwan mendekati alam atau obyek penelitiannya dengan mata

yang lugu dan tidak dicemari oleh anggapan apa pun juga, tidak dikuasai oleh praduga-praduga.

Obyek berbicara kepada kita. Kita harus bebas dari segala macam spekulasi awal. Tak ada bias

ilmiah. Kita bisa sampai pada kebenaran obyektif.

Sebisa mungkin memperhatikan fakta dan data yang bertentangan satu sama lain. Artinya, tidak
hanya mencari fakta dan data yang cocok saja, yang sesuai dengan pikiran kita saja.

Setelah fakta dan data tentang obyek diamati, fakta dan data dievaluasi, diklasifikasi, dirumuskan

dan disimpulkan sesuai dengan kemampuan sang ilmuwan. Di sini akal budi dan pengamatan

inderawi saling menunjang.

Dengan cara berpikir seperti ini, ada dua manfaat: pertama, metode ini membuat ilmuwan benar-

benar melihat kenyataan secara obyektif. Kedua, kegiatan ilmiah lalu tidak jatuh menjadi ideologi.

3.2.2. Keberatan dan Kelemahan Induksi Gaya Bacon:

Ada dua keberatan. Pertama, kita tak pernah mendekati kenyataan dengan pikiran kosong. Kita

senantiasa mengamati obyek dengan kerangka tertentu. Kita senantiasa sudah punya asumsi

tertentu. Kita sudah miliki hipotesis tertentu sebagai hasil abduksi. Hanya dengan adanya asumsi

atau konsep teoretis tertentu kita dapat menarik kesimpulan tertentu yang bisa

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hanya perlu diingat bahwa segala pengandaian, konsep atau

asumsi teoritis harus tetap terbuka untuk diubah berdasarkan fakta dan data yang kita temukan

sebagaimana adanya. Kalau perlu, asumsi tersebut ditinggalkan kalau tidak sesuai dengan fakta dan

data lapangan. Asumsi tersebut hanyalah diperlukan sebagai alat bantu dan bukan tujuan yang harus

dicapai, Cuma alat bantu untuk menemukan teori baru, yang bisa sesuai dengan asumsi semula atau

justru asumsi teoretis yang sama sekali baru. Bahkan di tengah penelitian, asumsi teoretis bisa

berubah sama sekali. Asumsi teoretis memang penting, sebab kita tidak bisa memulai penelitian

ilmiah tanpa asumsi dasar, namun kita tak boleh diperbudak oleh asumsi tersebut.

Kedua, fakta, data dan fenomena tak pernah ditampilkan telanjang begitu saja, melainkan perlu

selalu ditafisirkan. Di dalam penafsiran dibutuhkan adanya konsep, spekulasi, dan imajinasi serta

aktif berpikir tentang obyek tersebut. Misalnya, buah apel yang jatuh menimpa Newton tidak akan

punya makna apapun kalau Newton sendiri tidak berspekulasi tentang fenomena tersebut.

Fenomena senantiasa diamati dan dipahami di dalam kerangka dugaan atau hipotesis tertentu.

Seorang ilmuwan bahkan harus melangkah melampaui sekedar fakta dan data mati. Dengan

demikian, selain fakta dan data yang empiris, yang menggunakan metode induksi, juga dibutuhkan

spekulasi, imajinasi dan keberanian untuk menebak apa yang ada di balik fakta dan data tersebut

untuk bisa melahirkan hukum atau teori tertentu. Di sini, imajinasi menjadi penting.
Fakta dan pengamatan inderawi akan fakta begitu saja tidak cukup untuk melahirkan hukum atau

teori ilmiah. Yang penting adalah juga akal budi, yang dengan fantasi dan spekulasinya mampu

menangkap fakta dan data sebagai sesuatu yang bermakna.

Persoalan lain adalah bahwa metode induksi tidak selalu lengkap: tidak pernah bisa mencakup

semua data dan fakta relevan. Kemudian, kebenaran kesimpulan tidak pernah mutlak. Kebenaran

tersebut selalu bisa gugur dengan sendrinya oleh fakta dan data baru yang belum kita lihat atau yang

akan akan muncul kemudian secara tanpa diduga.

3.2.3. Langkah-langkah Metode Induksi:

a. Langkah-langkah metode induksi murni:

Ada empat Langkah:

= Identifikasi masalah:

= Pengamatan dan pengumpulan data:

= Merumuskan hipotesis:

= Pengujian hipotesis:

b. Langkah metode induksi yang telah dimodifikasi:

= Situasi masalah.

= Pengajuan hipotesis.

= Penelitian lapangan.

= Pengujian hipotesis.

3.2.4. Situasi Masalah:

Situasi masalah adalah unsur paling pokok dalam cara kerja induksi karena situasi masalah adalah

titik pangkal, titik mulai dari cara kerja induksi. Ap aitu masalah? Masalah adalah kenyataan atau

situasi yang tidak adau belum terpecahkan atau diterangkan dengan kekayaan pengetahuan yang

ada (hukum atau teori ilmiah). Dalam hal ini dibutuhkan kegigihan sang ilmuwan untuk tak mudah

frustrasi. Dalam hal ini, tujuan penelitian amat menentukan:

= kepentingan ilmiah murni, yaitu memuaskan keinginantahuan yang bersifat akademis-murni.

= sekedar memuaskan rasa ingin tahu tanpa bermaksud melahirkan teori tertentu.

= menyumbangkan pemikiran bagi kebutuhan sosial akan teori tertentu.

= demi kepentingan tertentu, yang biasanya mudah menjadi pesanan.


a. Beberapa ciri msalah yang baik

= Harus mempunyai nilai untuk diteliti: penting bagi kemanusiaan, dapat dikaji dengan berbagai

perangkat yang ada, dirumuskan di dalam bentuk pertanyaan.

= Memiliki kemungkinan untuk diteliti: ada data dan metodenya, ada biayanya, waktu yang

dibutuhkan.

= Harus sesuai dengan kualifikasi peneliti.

b. Sumber-sumber masalah.

= gejala-gejala sosial dan alam di sekitar kita.

= bacaan-bacaan yang digeluti.

= kombinasi bacaan dan gejala yang diamati.

3.2.5. Perumusan dan Pengujian Hipotesis

Hipotesis sesungguhnya tak berbeda dengan proposisi. Proposisi merupakan pernyataan tentang

fakta, perisitiwa, atau kenyataan tertentu yang dianggap benar untuk sementara. Hipotesis adalah

pernytaan yang berisikan dugaan sementara mengenai sebab dari suatu masalah tertentu (fakta,

perisitiwa) yang dianggap benar untuk dibuktikan kebenarannya lebih lanjut.

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas situasi masalah, merupakan keterangan atau

penjelasan sementara tentang suatu masalah yang harus dibuktikan kebenarannya lebih lanjut.

Merupakan batu loncatan menuju pada hukum atau teori tertentu. Maka hipotesis ibarat sebuah

tangga yang kemudian tidak dibutuhkan bila kita sudah sampai ke tempat yang dituju.

Kita temukan kegunaan hipotesis:

= memberi Batasan serta kerangka penelitian.

= mengarahkan perhatian peneliti pada gejala, fakta, dan data yang ada, yang bisa bermanfaat bagi

penelitian.

= berfungsi sebagai alat yang sederhana untuk mengaitkan fakta dan data yang tercerai-berai tanpa

koordinasi ke dalam satu kesatuan yang menyeluruh.

Hipotesis harus dirumuskan secara singkat, padat, jelas, dan berjangkauan luas, secara empiris dapat

diuji kebenarannya. Hipotesis sungguh-sungguh memungkinkan kita untuk mengumpulkan berbagai


fakta yang dapat membenarkan atau sebaliknya menyangkal hipotesis tersebut. Pada akhirnya

hipotesis dapat memungkinkan kita mengajukan berbagai fakta dan data yang memberi penjelasan

mengenai masalah yang kita hadapi. Langkah berikutnya: pengujian hipotesis.

Setelah hipotesis dirumuskan berdasarkan berbagai fakta dan data yang diperoleh dari penelitian

langsung, kita membuat prediksi atau ramalan tentang berbagai fakta dan data yang akan ditemukan

baik secara hipotesis maupun secara factual. Prediksi itulah yang akan membuktikan apakah

hipotesis itu memang benar atau tidak. Pada hakekatnya, mau melihat implikasi logis dari hipotesis

yang dibuat. Hipotesis dicek pada kenyataan. Misalnya: besi yang dipanaskan akan memuai. Berarti,

besi yang kupegang pasti akan memuai kalau dipanaskan.

Di sini kita melihat, bahwa Langkah pengujian hipotesis ternyata memakai metode deduksi: yaitu

Langkah pengujian dengan prediksi, kita menurunkan implikasi logis dari hipoteisis yang dibuktikan

benar. Kebenaran ilmiah bersifat logis dan empiris sekaligus.

3.3. Hukum dan teori ilmiah

3.3.1. Hukum: hubungan Sebab Akibat

Hukum ilmiah merupakan hasil akhir yang bersifat sementara dari suatu proses kegiatan ilmiah. Ilmu

pengetahuan sesungguhnya mengkaji atau meneliti hubungan sebab akibat antara berbagai

peristiwa dalam alam dan dalam hidup manusia. Ini yang disebut sebagai hukum. Tujuan utama dari

ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan hukum ilmiah yang bisa menjelaskan suatu peristiwa

yang menjadi sebuah masalah. Hukum atau hubungan sebab akibat itu sudah adad n terjadi

sebagaimana adanya dalam ala mini. Ilmu pengetahuan hanya menyingkapkan hukum yang sudah

terjadi dalam kenyataan. Hukum lalu menjadi problem solving.

Hubungan sebab-akibat sering dipahami sebagai hubungan susul-menyusul di antara dua peristiwa

atau lebih. Misalnya, peristiwa A dan B mempunyai hubungan sebab akibat akalu perisiwa B terjadi,

hanya kaarena telah didahului oelh peristiwa A. Demikian pula bila peristiwa A terjadi maka

peristiwa B pasti akan terjadi dengan sendirinya. A menjadi penyebab dari B. Besi memuai (peristiwa

B) karena Besi dipanaskan (peristiwa A). Namun tak semua peristiwa susul-menyusul merupakan

peristiwa sebab-akibat. Peristiwa kelahiran dan kematian memang susul-menyusul namun bukan
merupakan sebab-akibat. Atau, si A menegur si B agar jangan masuk ke halaman rumahnya. Sore

harinya si A ditemukan tewas di sebuah rumah kosong tak jauh dari rumah A dan rumah B. Kedua

peristiwa itu susul-menyusul tetapi bukan berarti sebab-akibat. Maka perlu selalu ada pengujian.

3.3.2. Sifat-sifat hukum Ilmiah:

a. Lebih pasti.

Semakin pasti sebuah hipotesis, hipotesis akan berubah menjadi sebuah hukum ilmiah. Menjadi psti

karena terbukti benar, dengan didukung fakta dan data yang tak terbantahkan. Namun harus

disadari bahwa kebenaran ilmiah tetap senantiasa bersifat sementara, selalu bisa gugur oleh

penemuan ilmiah yang baru. Karena sifat yang pasti itu pula maka orang dapat merancang

kebijaksanaan tertentu yang dimaksudkan untuk untuk memecahkan persoalan tertentu. Maka bisa

dipakai untuk maksud jahat, misalnya hukum tersebut dirancang untuk tujuan jahat.

b.Berlaku umum atau universal.

Oleh karena bersifat pasti maka dengan sendirinya bersifat universal, yaitu berlaku untuk semua

peristiwa sejenis dan untuk kurun waktu kapan saja dan dimana saja. Semua akan sepakat akan

kebenaran hubungan sebab akibat antara satu peristiwa dengan peristiwa sejenis lainnya.

c.Punya daya terang yang lebih luas.

Dengan hukum ilmiah, ilmuwan ingin mendapatkan penjelasan ilmian yang memperlihatkan secara

gambling hubungan antar satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, antara satu unsur dengan unsur

lainnya.

Anda mungkin juga menyukai