Dengan ciri-ciri tersebut pada negara kesatuan pada hakekatnya semua urusan pemerintahan
berada pada pemerintah pusat, tetapi urusan tersebut dapat diserahkan atau didelegasikan kepada
satuan pemerintahan yang lebih rendah melalui kuasa undang-undang yang dibentuk oleh badan
legislatif pusat.
3. Bentuk Negara Kesatuan
Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk,
a. Negara kesatuan dengan sistim sentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan sistim sentralisasi,
segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintahan pusat, dan daerah-
daerah hanya tinggal melaksanakan segala apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintahan
pusat.
b. Negara kesatuan dengan sistim desentralisasi, dalam negara kesatuan dengan sistim
desentralisasi, Kepada daerah-daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan dengan daerah otonom
(Fahmi Amrusyi, 1987).
Dalam Negara kesatuan kekuasaan Pemerintah Pusat tidak sederajat dengan Pemerintah
daerah. Moh. Kusnardi dan Bintan R Saragih (1994) mendefinisikan Negara kesatuan sebagai
berikut: “disebut Negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan Pemerintah Pusat merupakan yang menonjol dalan
Negara, dan tidak ada saingan dari badan legislatif pusat dalam membentuk Undang-undang,
kekuasaan pemerintah yang ada di daerah bersifat derivative (tidak langsung) dan sering dalam
bentuk otonomi yang luas, dengan demikian tidak dikenal adanya badan legislatif pusat dan
daerah yang sederajat, melainkan sebaliknya”.
Coden dan Peterson mengemukakan bahwa:
“Unitary systems need not be legally decentralized, but most are though hierarchy of lower level
units that have specified geographical jurisdiction. In unitary system, the center maintains
ultimate souvereignty over public sector tasks decentralized to lewer level units”
Dari uraian diatas dapatlah dipahami bahwa di dalam Negara kesatuan, Pemerintah pusat
menjalankan kedaulatan tetinggi Negara. Agar tidak sewenangwenang aktifitas pemerintah pusat
diawasi dan dibatasi oleh Undang-undang. Konsekuensi logis dari posisinya sebagai
penyelenggara kedaulatan Negara, maka unit-unit pemerintahan yang dibentuk dan berada
dibawah pemerintahan pusat harus tunduk kepada pemerintahan pusat. Tanpa disertai
ketundukan dan kepatuhan secara organisasional berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, akan terjadi tumpang tindih dan tabrakan dalam pelaksanaan kewenangan (prinsip
unity of command).
4. Bentuk dan Aturan
1. Negara kesatuan dibentuk oleh rakyat dan sumber kedaulatan berasal dari rakyat,
2. Hanya ada satu konstitusi dan berlaku diseluruh wilayah negara.
3. Urusan eksekutif: hanya ada pada pemerintah pusat.
4. Kewenangan yudiasial: yang berwenang untuk membentuk negara yudisial adalah
pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk membentuk
lembaga peradilan.
KASUS INDONESIA
Merujuk pada tinjauan sejarah legal, fakta bahwa Indonesia adalah negara kesatuan
setelah UUD 1945 mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945 tidak diragukan lagi. Konstitusi
dengan jelas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik” (Pasal 1 ayat (1) UUD 1945). Namun, fakta ini kemudian dibantah. Pada tanggal 27
Desember 1949, Indonesia terpaksa berubah menjadi negara federasi, Republik Indonesia
Serikat ( RIS), yang terdiri dari 7 negara bagian dan 9 daerah otonom, sesuai dengan
kesepakatan Konferensi RIS tidak bertahan lama. RIS dibubarkan pada tanggal 17 Agustus
1950 , dan Indonesia dibangun kembali setelah menggabungkan daerah dari Sabang sampai
Merauke. Dengan demikian, sejak tahun 1950, Indonesia telah resmi kembali ke sistem negara
kesatuan dan diganti Federal Konstitusi 1949 dari Amerika Serikat dari Indonesia oleh
Sementara Consti tution 1950 (UUDS 1950 selanjutnya) pada tanggal 17 Agustus 1950. Namun,
The UUDS ( UUDS ) bersifat sementara, karena Pasal 134 UUDS mengamanatkan bahwa
“sesegera mungkin Majelis Konstituante dan Pemerintah membentuk UUD Negara Republik
Indonesia yang akan menggantikan UUD 1950 ini”.
Tak lama setelah itu Indonesia, mencetuskan otonomi daerah ( oto daerah, atau "Otda")
yang digunakan oleh menteri pemerintah dan media untuk menggambarkan pelimpahan
wewenang dan fungsi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagaimana
diundangkan dalam UU No 22 Tahun 1999. Undang-Undang 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah (Regional Governanc e) dan mitranya, UU No.25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ). Kedua undang-undang ini mengakomodir kerangka
pengalihan kewenangan, sumber daya manusia dan keuangan dari pemerintah pusat ke
daerah, membentuk paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, karena undang-
undang telah memberikan otonomi daerah secara luas sesuai dengan demokrasi, partisipasi
masyarakat, pemerataan, dan pertimbangan, kepada provinsi dan berbagai daerah. Tetapi 9
penggunaan istilah otonomi sama sekali tidak menunjukkan bahwa Indonesia akan
mengadopsi federalisme dalam arti sempit.
Apabila dilihat ke dalam UUD 1954 Pasal 1 ayat (1), negara Indonesia secara tegas
dinyatakan sebagai suatu negara kesatuan yang berbentuk Republik. Prinsip pada negara
kesatuan ialah bahwa yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi atas segenap urusan
negara ialah pemerintah pusat tanpa adanya suatu delegasi atau pelimpahan suatu kekuasaan
kepada Pemerintah Daerah (Local Goverment). Dalam negara kesatuan terdapat asas bahwa
segenap urusan-urusan negara tidak dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah lokal
sedemikian rupa, sehingga urusan-urusan negara dalam negara kesatuan tetap merupakan
suatu kebulatan (eenheid) dan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di negara itu ialah
pemerintah pusat.
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD NRI 1945
a. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1 ayat
(1))
b. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undangundang (Pasal 18 ayat (1))
c. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang (Pasal
18B ayat (1))
d. Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip
e. Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang (pasal
18B ayat (2))
f. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapt dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat (5))
Fred Isjwara, Pengantar Ilmu Politik Cet Kelima, Bandung Binacipta, 1974, hlm. 188.
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta, Bumi Aksara, 1990, hlm. 64-65.
Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm.37