Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT UANG DAN PERDAGANGAN VALUTA ASING

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Artikel ini disusun guna memenuhi tugas Filsafat Ekonomi Islam


dengan dosen pengampu Iqbal Notoatmojo, S. HI., ME

Oleh :

Muhammad Mirza (2013116180)

Kelas : F

JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2017
FILSAFAT UANG DAN PERDAGANGAN VALUTA ASING DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Muhammad Mirza
Email : muhammadmirza11mm@gmail.com
Prodi Ekonomi Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

Abstract

Money, in its development, has not only functioned as a medium of exchange as the
initial function of money, but also as a unit of account but now it is clear that money has
been regarded as a store of value ). The third concept is what makes people use money as
a commodity. On that basis, then in Islamic law, especially the field of Mu'amalah,
various problems, and the main is foreign exchange transactions need attention. Then
how to view Islamic economics on money and foreign exchange trading ?. According to
Islamic economics, forex transactions are only justified when used for the needs of the
real sector, such as buying goods for imports, etc. Forex trading in speculation activities
is a virtual transaction (pseudo), because there is no real sector buying and selling. In
forex trading, which is traded is money itself, not goods or services
Keywords : islamic economy, money, foreign exchange trading

A. Pendahuluan
Uang, dalam perkembangannya bukan hanya memiliki fungsi
sebagai medium of exchange (alat tukar menukar) sebagaimana fungsi
awal dicipatakannya uang, tapi juga sebagai unit of account (unit
hitungan) tetapi sekarang sangat jelas bahwa uang telah dianngap
sebagai store of value (atau simapanan atas nilai). 1Konsep yang
ketiga inilah yang menjadikan orang menggunakan uang sebagai
komodity. Atas dasar itulah, maka dalam hukum Islam, khususnya bidang
Mu’amalah, berbagai persoalan, dan utamanya adalah transaksi valuta
asing perlu mendapat perhatian. Dalam Mu’amalah khususnya jual beli
menurut Islam ada berbagai masalah atau persoalan modern yang masih
banyak harus dicarikan dasar hukumnya, diantaranya adalah yang
berkaitan dengan ekonomi yaitu masalah transaksi jual beli valuta asing
yang belakangan banyak dilakukan oleh kalangan umat Islam. Kemudian
1
Qusthoniah. Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam. (Yogyakarta : 2014) Vol 2. No 1.

1
bagaimana cara pandang ekonomi islam terhadap uang dan perdagangan
valuta asing?
B. Konsep uang

Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana


mereka dapat menyelenggarakan tukar menukar kebutuhan dengan cara
barter. Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama
pada waktu yang bersamaan (double coincidence of wants) dari pihak-
pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan
kompleks kebutuhan manusia, semakin sulit menciptakan situasi double
coincidence of wants ini.2 Misalnya, pada satu ketika seseorang yang
memiliki beras membutuhkan garam. Namun saat yang bersamaan pemilik
garam sedang tidak membutuhkan beras melainkan membutuhkan daging,
sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam tidak
terpenuhi. Keadaan demikian tentu akan mempersulit muamalah antar
manusia. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima
oleh semua pihak. alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama
kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia. Uang
kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan sejarah.

Dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah


sebagai alat tukar (medium of exchange). Dari fungsi utama ini, diturunkan
fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standard of value
(pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of account
(satuan perhitungan) dan standard of defferred payment (pembakuan
pembayaran tangguh). Mata uang mana pun akan berfungsi seperti ini. 3
Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang,
antara sistem kapitalis dengan Islam. Dalam sistem perekonomian
kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender)

2
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup 2006), hlm 240
3
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam ( Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup 2006), hlm 248.

2
melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga
dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara
tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga
dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka
fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu
komoditas yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on the
spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah
bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk
dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain
sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. 4
Dari perkembangannya, uang dapat dikategorikan dalam tiga jenis,
yaitu uang barang, uang kertas dan uang giral atau uang kredit.
1. Uang Barang (Commodity Money)
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas
atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bkan
sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa menjadi uang,
diperlukan tiga kondisi utama, agar suatu barang bisa dijadikan
uang, antara lain :5
a. Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus
terbatas.
b. Daya tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
c. Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus
bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang
banyak dalam melakukan transaksi.
2. Uang Tanda/Kertas (Token Money)
Ketika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi
dunia, ada beberapa pihak yang melihat peluang meraih
keuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak-
4
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, hlm 249.
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam ( Jakarta: Kencana
5

Prenada Media Grup 2006), hlm 240.

3
pihak ini adalah bank, orang yang meminjamkan uang dan pandai
emas (goldsmith) atau toko-toko perhiasan. Mereka melihat bukti
peminjaman, penyimpanan atau penitipan emas dan perak di
tempat mereka juga bisa diterima di pasar.6
Berdasarkan hal ini, pandai emas dan bank mengeluarkan
surat (uang kertas) dengan nilai yang besar dari emas atau perak
yang dimilikinya. Karena kertas ini didukung oleh kepemilikan
atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini
sebagai alat tukar. Jadi, aspek penerimaan masyarakat secara luas
dan umum berlaku, hingga menjadikan uang kertas sebagai alat
tukar yang sah.
Ini kemudian berlanjut sampai uang kertas menjadi alat
tukar yang dominan, dan semua sistem perekonomian
menggunakannya sebagai alat tukar utama. Malahan sekarang,
uang dikeluarkan oleh bank sentral tidak lagi didukung oleh
cadangan emas.
Ada beberapa keuntungan penggunaan uang kertas, di
antaranya biaya pembuatan rendah, pengirimannya mudah,
penambahan dan pengurangan lebih mudah dan cepat, serta dapat
dipecah-pecahkan dalam jumlah berapa pun. Namun kekurangan
uang kertas juga cukup signifikan, antara lain uang kertas ini tidak
bisa dibawa dalam jumlah yang besar dan karena dibuat dari
kertas, sangat mudah rusak.
3. Uang Giral (Deposit Money)
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank
komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro
lainnya. Uang giral ini merupakan simpanan nasabah di bank yang
dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain
untuk melakukan pembayaran. Artinya cek dan giro yang
dikeluarkan oleh bank mana pun bisa digunakan sebagai alat

6
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, hlm 241.

4
pembayaran barang, jasa dan utang. Kelebihan uang giral sebagai
alat pembayaran adalah :7
a. Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa
diuangkan oleh yang tidak berhak.
b. Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang
rendah.
c. Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai
dengan nilai transaksi.
Namun di balik kelebihan sistem ini, sesungguhnya tersimpan
bahaya besar. Kemudahan perbankan menciptakan uang giral
ditambah dengan instrumen bunga bank membuka peluang
terjadinya uang beredar yang lebih besar daripada transaksi riilnya.
Inilah yang kemudian menjadi pertumbuhan ekonomi yang semu
(bubble economy).
C. Signifikasi Uang Dalam Islam

Al Ghazali mempunyai wawasan yang sangat luas dan mendalam


tentang berbagai kesulitan yang timbul dari pertukaran barter di satu sisi
dan signifikansi uang dalam kehidupan umat manusia di sisi lain. Secara
detail ia menjabarkan

“Penciptaan dirham dan dinar (koin emas dan perak) adalah salah satu
kurnia Allah. Semua transaksi ekonomi didasarkan pada dua jenis
uang ini. Dinar dan dirham adalah logam yang tidak memberikan
manfaat langsung. Akan tetapi, orang membutuhkannya untuk
mempertukarkannya dengan bermacam-macam barang lainnya, seperti
makanan, pakaian, dan lain-lain. Kadang-kadang, seseorang
membutuhkan barang yang tidak dimilikinya dan ia memiliki barang
yang tidak dibutuhkannya. Contohnya, seseorang memiliki kunyit,
tetapi ia membutuhkan unta untuk transportasi. Orang yang lain
memiliki unta, akan tetapi ia menginginkan kunyit. Bagaimanapun,
harus ada ukuran untuk mempertukarkan kedua objek tersebut, karena
pemilik unta tidak dapat menyerahkan untanya dalam bentuk utuh
untuk dipertukarkan dengan sejumlah kecil kunyit. Tidak ada
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
7

Media Grup 2006), hlm 242.

5
kesamaan antara keduanya yang memungkinkan kita menentukan
jumlah yang sama menyangkut berat dan bentuknya. Barang-barang
ini tidak memiliki kesetaraan untuk diperbandingkan secara langsung
sehingga kita tidak dapat mengetahui berapa banyak kunyit yang
harus disediakan supaya setara dengan nilai unta. Transaksi barter
seperti ini sangat sulit. Barang-barang seperti ini memerlukan media
yang dapat menentukan nilai tukarnya secara adil. Bila tempat dan
kelasnya dapat diketahui dengan pasti, kita dapat menentukan barang
yang memiliki nilai yang sama dan yang tidak. Jadi, ditentukanlah
bahwa misalnya seekor unta sama dengan 100 dinar dan kunyit
sejumlah tertentu sama dengan 100 dinar. Karena masing-masing
barang tersebut sama dengan sejumlah dinar tertentu, kedua jumlah
tersebut sama satu sama lain. Akan tetapi, dinar dan dirham itu tidak
dibutuhkan semata-mata karena ‘logamnya’. Dinar dan dirham
diciptakan untuk dipertukarkan dan membuat aturan pertukaran yang
adil dan membeli barang-barang yang memiliki kegunaan. Sesuatu
(seperti uang) dapat dengan pasti dikaitkan dengan sesuatu yang lain
jika sesuatu itu tidak memiliki bentuk atau fitur khususnya sendiri –
contohnya cermin tidak memiliki warna, tetapi dapat memantulkan
semua warna” 8

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa Al-Ghazali mempunyai


wawasan yang sangat komprehensif mengenai berbagai problem barter
yang dalam istilah modern disebut sebagai :

1. Kurang memiliki angka penyebut yang sama (lack of common


denominator);
2. Barang tidak dapat dibagi-bagi (indivisibility of goods);
3. Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double coincidence of
wants);

Walaupun dapat dilakukan, pertukaran barter menjadi sangat tidak


efisien karena adanya perbedaan karakteristik barang-barang (seperti unta
dan kunyit). Al Ghazali menegaskan bahwa evolusi uang terjadi hanya
karena kesepakatan dan kebiasaan (konvensi), yakni tidak akan ada
masyarakat tanpa pertukaran barang dan tidak ada pertukaran yang efektif
8
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, (Bandung : PUSTAKA SETIA, 2011),
hlm 229.

6
tanpa ekuivalensi dan ekuivalensi hanya dapat ditentukan dengan tepat
apabila ada ukuran yang sama.

Al Ghazali juga terlihat tidak hanya menyadari dasar fundamental


dari nilai suatu barang, yakni utilitas dan kegunaannya, tetapi juga nilainya
dalam pertukaran. Kedua konsep ini, nilai guna dan nilai tukar, menjadi
sangat signifikan dalam perdebatan selanjutnya yang dilakukan oleh para
ekonom. Ia menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu
sendiri. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu
pertukaran. Lebih jauh, Al Ghazali menyatakan bahwa tujuan satu-satunya
dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang (dinar dan
dirham). Ia mengutuk mereka yang menimbun kepingan-kepingan uang
atau mengubahnya menjadi bentuk lain.

D. Perdagangan Valuta Asing Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Valuta asing ialah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika,
pounsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara
negara terjadi perdagangan international, maka tiap negara membutuhkan
valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan
disebut devisa. Misalnya, importir Indonesia memerlukan devisa untuk
mengimpor barang dari luar negeri. Untuk membayar barang-barang
impor tersebut, si importir membutuhkan mata uang asing. Demikian juga
misalnya, bila sebuah perusahaan di Indonesia mengekspor barang,
misalnya ke Jepang, maka pertukaran mata uang asing diperlukan.
Pembayaran oleh Jepang untuk perusahaan Indonesia harus dengan mata
uang lokal, rupiah. Sementara importir Jepang hanya memiliki mata uang
yen. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh, guna
memenuhi kebutuhan transaksi antara eksportir Indonesia dan importir
Jepang tersebut.

Pertama, bila eksportir Indonesia menagih dalam bentuk rupiah, maka


importir Jepang harus menjual yen dan membeli rupiah untuk membayar

7
barang yang diimpor dari Indonesia.Kedua, bila eksportir Indonesia
dibayar dengan mata uang yen, maka eksportir Indonesialah yang harus
menukar yen itu kepada rupiah.9

Dengan demikian, akan timbul penawaran dan permintaan devisa di


bursa valuta asing. Dapat juga terjadi bahwa transaksi antara dua negara
diselesaikan dengan menggunakan mata uang negara ketiga, misalnya
dollar. Hal ini bisa terjadi bila eksportir maupun importir tidak memiliki
mata uang lokal negara masing-masing atau mata uang kedua negara itu
sangat jarang diperdagangkan karena mata uangnya sangat lemah. Ini
berarti mata uang yang dipergunakan itu adalah mata uang yang populer di
kedua negara itu, misalnya dollar.

Kurs mata uang tersebut bisa berubah-ubah, tergantung pada situasi


ekonomi negara masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata
uang asing dari waktu ke waktu secara sunnatullah (mekanisme pasar).
Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah
diperlukan untuk menjaga stabilitas mata uang, karena Islam
menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang. Transaksi jual beli
valuta asing sebagaimana yang digambarkan di atas, umumnya
diselenggarakan di pasar valuta asing, money changer, bank devisa dan
perusahaan bisnis valas.10

Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma


syariah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena
itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut:11
1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya
masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing
mata uang pada saat yang bersamaan.

9
Agustianto, “Perdagangan Valas Dalam Perspektif Islam” diakses dari
http://www.agustiantocentre.com/?p=396 , pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 21.22
10
Agustianto, “Perdagangan Valas Dalam Perspektif Islam” diakses dari
http://www.agustiantocentre.com/?p=396 , pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 21.22
11
Agustianto, “Perdagangan Valas Dalam Perspektif Islam”

8
2. Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu
transaksi barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya
kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang.
4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini
mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
5. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan
kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’i al-
fudhuli).
Dengan memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa
tingkah laku perdagangan valas yang harus diperhatikan :
1. Ekonomi Islam menghindari dan melarang perdagangan tanpa
penyerahan (future non delivery trading atau margin trading).
2. Ekonomi Islam melarang tegas jual beli valas untuk kepentingan
spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli valas, baik dalam
bentuk spot maupun forward.
4. Ekonomi Islam juga melarang transaksi swap. Berjanji untuk menukar
mata uang asing dengan mata uang setempat pada waktu tertentu dan
dengan harga yang ditetapkan, hukumnya jaiz.
Menurut ekonomi Islam, transaksi valas hanya dibenarkan apabila
digunakan untuk kebutuhan sektor riel, seperti membeli barang untuk
kebutuhan import, berbelanja atau membayar jada di luar negeri,
sebagaimana yang dibutuhkan para jamaah haji, dan
sebagainya.Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah
transaksi maya (semu), karena padanya tidak terdapat jual beli sektor riil.
Dalam perdagangan valas, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendiri,
bukan barang atau jasa.
Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riil (barang atau jasa) yang
diperjualbelikan. Mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan
mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (gain) yang

9
diperoleh dari jual beli itu termasuk kepada riba. Karena gain itu
diperoleh bighairi ‘iwadhin, yakni tanpa ada sektor riil yang
dipertukarkan, kecuali mata uang itu sendiri.Tegasnya, gain (harga beli
lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan valas
adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur’an
(QS. 2 : 275-279), pada hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap
transaksi maya. Firman Allah, “Allah menghalalkan jual beli (sektor riil),
dan mengharamkan riba (transaksi maya).
E. Kesimpulan
Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat
tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut
sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik
on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang
demikian, maka uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya
hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang
bisa diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun
bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah bahwa ia
tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya
sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga
kebutuhan manusia dapat terpenuhi. 12

Menurut ekonomi Islam, transaksi valas hanya dibenarkan apabila


digunakan untuk kebutuhan sektor riel, seperti membeli barang untuk
kebutuhan import, berbelanja atau membayar jada di luar negeri,
sebagaimana yang dibutuhkan para jamaah haji, dan sebagainya.
Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya
(semu), karena padanya tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam
perdagangan valas, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendiri, bukan
barang atau jasa.

12
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, hlm 249.

10
Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riil (barang atau jasa) yang
diperjualbelikan. Mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan
mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (gain) yang
diperoleh dari jual beli itu termasuk kepada riba. Karena gain itu
diperoleh bighairi ‘iwadhin, yakni tanpa ada sektor riil yang
dipertukarkan, kecuali mata uang itu sendiri.Tegasnya, gain (harga beli
lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan valas
adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur’an
(QS. 2 : 275-279), pada hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap
transaksi maya

Referensi :

1. Abdullah, Boedi. 2011Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung :


PUSTAKA SETIA.
2. Agustianto, “Perdagangan Valas Dalam Perspektif Islam” diakses dari
http://www.agustiantocentre.com/?p=396 , pada tanggal 27 Oktober 2017
pukul 21.22https://yusnighazali.wordpress.com/2012/12/27/sejarah-bangsa-
arab/ diakses 2 september 2017 pukul 10.30 WIB
3. Edwin Nasution, Mustafa dkk. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
4. Qusthoniah. 2014. Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam.
Yogyakarta. Vol 2, No 1

11

Anda mungkin juga menyukai