Anda di halaman 1dari 8

Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah mewabah hampir ke seluruh negara di dunia,

termasuk Indonesia. Wabah yang kemudian ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health
Organization (WHO) ini tercatat telah menginfeksi hampir 2,5 juta manusia dengan tingkat
kematian atau Case Fatality Rate (CFR) yang cukup tinggi yaitu 6,87%. Di Indonesia sendiri,
jumlah pasien positif terinfeksi) sempat mengalami Tingginya tingkat penularan Covid-19 dan
persebarannya yang begitu cepat mengharuskan pemerintah dengan segera mengambil langkah
strategis dengan menetapkan kebijakan-kebijakan antisipatif untuk mengatasi wabah dan dampak
yang ditimbulkannya. Beberapa kebijakan ataupun imbauan telah ditetapkan pemerintah secara
berkesinambungan sejak mewabahnya Covid-19 di Indonesia sampai dengan saat ini. Kebijakan
ataupun imbauan tersebut di antaranya yaitu berperilaku hidup bersih dan sehat, social distancing
yang kemudian berubah menjadi physical distancing, gerakan di rumah saja dengan bekerja dari
rumah serta belajar dan beribadah dilakukan di rumah, menambah dan merealokasi APBN,
memprioritaskan anggaran di bidang kesehatan, relaksasi kredit, insentif perpajakan, bantuan
sosial, pengendalian transportasi, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ( sumber: T.
Ade Surya, Inkonsistensi Dan Ketidaktegasan Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Pandemi
Covid-19, Bidang Ekonomi Dan Kebijakan Publik Info Singkat, Vol. XII,
No.8/II/Puslit/April/2020, hlm. 1, di akses tanggal 7 september 2021, pk. 8.19.)

Dengan banyaknya peraturan yang harus diterima masyarakat baik yang menerima dengan protes
namun tetap menjalankan, atau ada yang hanya menjalankan dan berharap dengan begitu pademi
segera berakhir atau bahkan malah tak perduli dengan adanya aturan-aturan tersebut, begitulah
pro kontra dalam sebuah aturan atau kebijakan yang diterapkan selama masa pandemi ini.
Terhadap segala aturan yang harus kita jalankan selama pandemi ini memang akan terasa sangat
menyulitkan bagi semua pihak, baik pemerintah sebagai pengambil keputusan maupun
masyarakat yang menjalankannya. Mulai dari kebijakan wajib memakai masker, menjaga
jarak,sekolah melalui sistem daring/online, dilarang berkumpul ditempat umum, mencuci tangan
atau harus bepergian membawa hand sanitizer. Bekerja dari rumah atau WFH atau yang baru
terjadi di bulan agustus kemarin makan direstoran maupun warteg dibatasi hanya 20 menit saat
makanan sudah datang atau siap dimakan.
Dimasa sulit ini kita mencoba berandai-andai jika pandemi pergi, berkumpul akan terasa
menyenangkan tanpa takut harus dibubarkan, tapi apakah saat berkumpul kita akan berbicara
satu dan yang lainnya atau malah sibuk dengan gadget masing-masing. Kalau pandemi pergi apa
kita juga masih peduli dengan tetap memakai masker sebagai bentuk melindungi kesehatan
saluran pernafasan kita, andai pandemi pergi apa orang tua yang sibuk itu akan rela memiliki
waktu mendampingi anak-anaknya atau bahkan mengajari anaknya belajar saat dirumah. Andai
pandemi pergi apa masih ada wastafel dan sabun cuci tangan tersedia di tempat umum seperti
sekarang bisa digunakan atau kita gunakan, andai pandemi pergi apakah kita masih peduli dan
memberi hormat atau terimakasih atas jasa tenaga kesehatan, tenaga medis lain yang bertugas
selama pandemi, andai pandemi berakhir apakah segala kegiatan postif dan produktif yang sudah
kita lakukan selama pandemi akan hilang, atau kita tingallkan karena alasan sibuk dan tak punya
banyak waktu.

Pandemi sangat menyulitkan kita semua, semua golongan masyarakat , semua usia, semua
pekerjaan, maupun pemerintah, serta negara bahkan dunia. Tapi perlu kita ingat dalam keadaan
yang tak menyenangkan ini terselip berbagai hikmah baik, atau pelajaran yang kita dapat, hanya
terpikir apakah segala yang baik terjadi pada masa pandemi ini, jika ia benar-benar pergi akan
tetap kita jalankan sebagai sebuah aktifitas yang tentu tidak akan merugikan siapapun, dengan
memakai masker kita terhindar dari debu atau partikel asing yang tentu akan menggangu saluran
pernafasan kita, dengan banyaknya tempat untuk mencuci tangan tentu kita akan dengan mudah
untuk selalu menjaga kebersihan tangan atau selalu pembawa pembersih tangan kemanapun kita
pergi terlebih saat ingin mengkonsumsi makanan, selain itu sistem sekolah daring atau online
selama pandemi membuat kita jadi mengerti betapa sulitnya menjadi seorang tenaga pendidik,
dan kita jadi tau kesulitan apa yang dialami anak selama belajar, bahkan proses ini menurut saya
dapat membuat atau menambah kedekatan anak dan orang tua khusunya bagi orang tua yang
sibuk bekerja diluar rumah. Saat pandemi pergi apakah kita masih peduli dengan kesehatan kita
dan keluarga, apakah kita masih punya aparesiasi terhadap jasa tenaga kesehatan yang membantu
proses pemulihan atau kesehatan kita jika masa pandemi ini benar-benar pergi.

Sekali lagi kita tanyakan pada diri sendiri bahwa jika pandemi pergi untuk selamanya dari negara
ini dan dunia, apakah segala bentuk hobi baru, kegiatan produktif, mulai dari memasak, olahraga,
membaca atau bahkan membuat buku atau kegiatan baik lainnya yang dulunya tidak pernah atau
belum kita kerjakan sebelum masa pandemi terjadi, dan dimasa pandemi ini justru dapat kita
lakukan atau kerjakan, akan juga ikut serta pergi atau terbawa pergi bersama pandemi.

#Lomba Menulis Opini


Andai Pandemi Pergi, Akankah Netizen Indonesia
Tak Barbar Lagi?

Nisa Aulia Rohmah


Eduaksi | Saturday, 25 Sep 2021, 06:35 WIB

Andai Pandemi Pergi, Akankah Netizen Indonesia Tak Barbar Lagi?

Lahir dan dibesarkan di ibu pertiwi ini bukanlah suatu pilihan melaikan karunia yang tak
terbantahkan. Diberkahi budaya, keunikan, dan indahnya alam nan asri menjadikan Indonesia
sebagai salah satu tujuan destinasi pariwisata. Bakat dan karya putra-putri Indonesia juga
menghiasi perjalanan karir Negri ini. Tapi negara lain acap kali memandang remeh Indonesia.

Sejak akhir tahun 2019, televisi Indonesia dipenuh pemberitaan COVID-19. Masyarakat
Indonesia berada pada ambang kekhawatiran, PHK besar-besaran, kurva perekonomian menurun
dan berita hoax yang menyebar tak terkendali. Berita duka silih berganti menyambangi
handphone kita, suara sirine lalu lalang dan petugas ber-APD putih menjadi momok
memprihatinkan.

Rakyat Indonesia dipaksa mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, memcuci
tangan dan menjaga jarak. Membiasakan diri dengan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat) dan Work From Home membuat masyarakat menghabiskan sebagian
waktu dirumah untuk menjelajah dunia maya.

Siapa yang tidak tahu Fiki Naki ?

Dia adalah seorang pemuda asli Indonesia yang menguasai 7 bahasa. Kita bisa melihat video
ometv percakapannya dengan bule di chanel youtub miliknya Fiki Naki. Namanya kian
melambung setelah keterlibatannya dalam live Instagram kontroversial milik Dayana (youtuber
perempuan Kazakhstan) yang dianggap merendahkan followers Indonesia.

Aku tidak ingin popular di Indonesia sekarang, karena aku ingin terkenal di Rusia dan
Kazakhstan tutur Dayana (4/2). Ucapannya ini menyulut amarah netizen Indonesia,
tagar unfollowdayana muncul, followers instagramnya turun drastis, haters berkomentar negatif
di setiap postingan instagram, serta berimbas pada musik video terbaru Dayana yang
mendapatkan dislike 61 ribu. Ujung konflik ini berakhir pada klarifikasi dan permohonan maaf
Dayana kepada Netizen Indonesia.

Kasus rasisme juga pernah mencuat di ranah beranda youtub, Sebuah video viral menunjukan
pemuda Korea Selatan yang menghina warga negara Indonesia. Percakapan antara youtuber
Indah Asmigianti dan seorang pemuda ini membuat netizen Indonesia geram, pasalnya dengan
jelas pemuda itu mengatakan orang Korea Selatan lebih diatas dari orang Indonesia dalam GDP,
ekonomi, dll. Tak lama video ini viral, pemuda itu memposting permintaan maaf di akun
istagram pribadinya dan menghapus akunnya karena netizen Indonesia mulai mulai menyerang
privasi akun teman-teman dan istrinya.

Dalam laporan berjudul Digital Civility Index (DCI) dipublikasikan oleh Microsoft, Liz


Thomas mengungkapkan bahwa Netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia
Tenggara sebagai netizen paling tidak sopan denagn 76 poin. Faktor penyebabnya adalah hoax
dan penipuan (47%), ujaran kebencian (27%), dan ucapan kebencian (13%). Laporan ini
berdasarkan survey yang diikuti oleh 16.000 responden di 32 negara selama tahun 2020.

Respon netizen menanggapi ini sangat beragam. Pada kamis (25/2) malam akun Instagram
Microsoft dibanjiri komentar hingga lebih dari 3.000 komentar dari netizen yang tak terima
dengan hasil survey tersebut. Namun pada Jumat (26/2) pagi kolom komentar akun itu
dimatikan.

Kita tahu bahwa Negara Indonesia sangat membaggakan kontigen bulutangkis. Loyalitas,
dedikasi dan apresia selalu mengiringi euforia kemenangan dari cabang olahraga ini. Ketika
insiden Tim Bulutangkis Indonesia dipaksa mundur dari All England 2021, karena di dalam
pesawat tim Indonesia dari Istanbul menuju Birmingham terdapat satu penumpang yang positif
Covid-19. Menimbulkan gejolak dan gelombang kecaman luar nergri tak terelakan.

Netizen Indonesia menumpahkan rasa kecewannya dengan mengisi akun official Instagram BWF
dengan sumpah serapah. Akun ini sempat menghilang, karena report masal yang dilakuhkan
pengunannya. Presiden BWF (Badminton World Federation) Poul Erik Hoyer sampai harus
turun tanggan mengatasi masalah ini dan akui Indonesia Raksasa Bulu Tangkis Dunia.

Dan apakah dengan pandemi pergi, Netizen Indonesia bisa lebih sopan?

Ini akan menjadi PR besar bagi bangsa ini, jangan sampai budaya sopan santun tengelam dalam
modernisasi teknologi. Dari rangkaian peristiwa diatas mari kita lebih bijak mengunakan sosial
media, selalu selektif memilih informasi, dan tak lupa membiasakan diri berfikir sebelum
menulis. Apa yang kita lakukan di dunia maya akan meninggalkan jejak digital dan UU ITE
selalu siap menjerat kita tatkala lengah. Indonesia saat ini butuh kerja keras untuk merdeka dari
Covid, bukan kehebohan di dunia maya!
Andai Pandemi Pergi ; Merdeka dari Covid 19

DIAN ELFIA
Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 08:41 WIB

Pandemi Covid 19 yang telah melanda Indonesia sejak akhir februari 2020 bahkan secara data
telah terjadi beberapa bulan sebelumnya. Namun mayoritas masyarakat saat itu masih belum
meyakini bahwa virus covid 19 di Indonesia akan menjadi wabah yang berat dan panjang seperti
yg kita telah lalui, lebih dari 18 bulan lamanya. Ya, hampir 2 tahun.

Sejak Angka kasus positif terus meningkat bahkan sempat meroket di februari 2021 - juni 2021.
Bahkan pandemi Covid 19 di indonesia dan penanganannya menjadi salah satu kejadian yang
terburuk di dunia.

Pemberlakuan sekolah dan bekerja di rumah yang sekarang begitu familiar kita kenal dengan
School from Home dan Work from Home. Berbagai sektor di masyarakat di non aktifkan sejak
Maret 2020 dengan kebijakan PSBB lalu diperpanjang dengan pemberlakuan PPKM di tahun
2021. Untuk sebagian orang adalah Penjara Baru. Mayoritas masyarakat berubah secara rutinitas,
pola hidup, pola bekerja, pola belajar, pola beraktivitas sosial, pola komunikasi. Hampir 90%
kita lakukan secara online atay Virtual.

Bagi sebagian org "dirumahkan saja" adalah sebuah pemasungan yang dirasakan sangat
mengekang, penuh keterbatasan, terkurung , tertekan dengan rasa takut akan terkena virus dan
tidak sedikit mengalami depresi karena perubahan financial yang menurun secara drastis akibat
pandemi ini.

Di 1 tahun pertama kita hidup dalam pandemi covid 19 sungguh bagai sedang dijajah oleh
sesuatu yang tak kasat mata yang begitu menakutkan. Lalu lalang berita duka disetiap time line
media sosial. Belum lagi cerita para penyintas saat terpapar covid yang menguatkan ketakutan
alam bawah sadar kita.

Sebagian ketakutan berlebhan namun sebagian besar lain masih banyak yg mengabaikan ,
meragukan bahkan menganggap Covid 19 ini hanya bualan, alat politik dan opini negatif
lainnya.

Di tahun 2021, tahun ke 2 pandemi Covid 19 dan masih harus menjalani masa-masa lebih
banyak di rumah, membatasi kegiatan dan padatnya kegiatan virtual.

Saya menemukan cara untuk memerdekakan jiwa saya, anak-anak dan keluarga. Bahwa merdeka
dari pandemi covid 19 ini adalah merdeka dari tekanan, rasa takut & kepanikan terhadap Covid
19.

Ini dia beberapa cara "Merdeka dari Covid Ala DIAN" :


1) Membiasakan diri patuh melaksanakan PROKES 5-10M (*banyak referensi) sebagai ikhtiar
fisik, mengurangi kegiatan keluar rumah, menghentikan sama sekali untuk pertemuan baik dg
teman atau keluarga.

2) Menenangkan diri dengan melakukan aktivitas positif dirumah selain bekerja dan sekolah
online jg kita bs melakukan hobby olahraga, melukis, memasak menu baru atau mencari hobby
baru misalnya fotografi ; menjepret benda2 dirumah dg modal handphone dan trik baru yg bs
kita pelajari di google atau tiktok yg sedang trend ; Bergabung dalam whatsapp group berbagai
komunitas mengaji online, komunitas sosial dan hobby.

Aktivitas outdoor menjelajah alam, hiking trip bersama keluarga merupakan salah satu suplemen
jiwa yang menenangkan dan menyenangkan. Sebuah pelarian atas kejenuhan terutama bagi anak-
anak yang terbelunggu selama seminggu penuh di dalam rumah.

3) Menjadikan shalat, doa, dzikir dan tilawah Al Quran sebagai senjata pamungkas merdeka dari
Covid 19.

Rutin membaca doa Al Matsurat Pagi - Petang sebagai permohonan perlindungan dan rizqi pada
Allah swt, merutinkan shalat taubat, membaca Al quran setiap habis shalat dan selalu mengakhiri
malam dg witir, bacaan surat al mulk & al waqiah. Di beberapa malam meski belum bisa setiap
malam , bermunajat dalam tahajud. Memperbanyak membaca shalawat dan melipatgandakan
sedekah.

4) Terus mengupdate diri dengan informasi yang benar tentang Covid 19, menguasai ilmu dan
informasi bagaimana menghindari Covid serta apa yang harus dilakukan jika ternyata kita
terkena virus tersebut. Menyamakan persepsi, informasi terutama sikap kita terhadap Covid 19
kepada seluruh anggota keluarga agar kita "se-frekuensi". Ini pun menjadi sumber kedamaian
juga kebebasan jiwa dari tekanan rasa takut. Dan menebalkan kesiapan mental dan jiwa kita serta
keluarga.

Maasyaa Allah dengan cara "Merdeka dari Covid 19 Ala Dian" terasa jauh lebih menenangkan
dan moment menjadi jiwa yang merdeka. Hijrah Lahir Bathin. Insyaallah.

Lebih sadar dalam menjalani "Karantina diri dan keluarga" yang telah merubah tatanan
kehidupan kita secara drastis ini tetap bs membawa kedamaian dan ketenangan. Ketakutan kita
gantikan dengan kepasrahan, Kecemasan kita rubah menjadi tawakal. Kejenuhan dan kebosanan
kita jadikan jalan melahirkan ide serta kreativitas untuk menemukan kebahagiaan terlebih rasa
syukur. Bahwa kita harus tetap bisa merasakan kedamaian serta kebahagiaan atas segala yang
Allah takdirkan pada kita dalam kondisi apapun.

Alhamdulillah ala kulli hal, secara data empiris kita tahu bahwa kita tidak mungkin Merdeka dari
pandemi ini dalam waktu dekat. Namun bukan berarti kita tidak bisa memerdekakan jiwa kita
dari serangan buruk Covid 19 atasan pikiran dan perasaan kita. Seyogyanya Tubuh yang sehat
berawal dari jiwa dan hati yang sehat dan kuat.
Mari merdekakan jiwa kita dari ketakutan, kecemasan dan kepanikan yang melemahkan.
Bangunkan jiwa merdeka kita dg lahirnya rasa sabar serta rasa syukur yg lebih tinggi sebagai
manifestasi ujian tawakal kita pada Allah SWT dalam 2 tahun pandemi ini.

Pergilah Wahai Pandemi !

Anda mungkin juga menyukai