Disusun Oleh:
Kelompok 2
Albar Alhaetami
Alfia Putri Utami
Cacep Supiandi
Dewi Maryana
Diana Rachmawati
Muhamad Firmansyah
Siti Aisyah
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Antropologi” ini dengan baik tanpa ada
halangan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan
Mahasiswa dalam hal menulis, khususnya untuk memenuhi nilai Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Sosial.
Terselesaikannya makalah ini tentu tidak lepas dari bantuan banyak pihak.
Oleh karena itu , kami mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Barkah Yasarudin, M.Pd., selaku Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu
Sosial.
2. Rekan-rekan kelompok 2 yang telah ikut membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Makalah ini disusun untuk melengkapi nilai Pengantar Ilmu Sosial.Selain itu,
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
menjadi referensi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritikan dan saran yang
membangun dan dapat menjadikan makalah ini jauh lebih baik lagi. Kami mohon
maaf setulus-tulusnya atas kesalahan maupun kekurangan dalam penyusunan
makalah ini.
Sukabumi, 13 November 2021
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
BAB II
KAJIAN TEORI
1
1) Antropologi fisik (Physical Antropology/Antropo-biologi)
Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang
melacak perkembangan manusia menurut evolusinya dan menyelidiki variasi
biologisnya dalam berbagai jenis (spesies). Melalui aktivitas analisis yang
mendalam terhadap fosil-fosil dan pengamatan pada primata-primata yang
pernah hidup, para ahli antrpologi fisik berusaha melacak nenek moyang jenis
manusia untuk mengetahui bagaimana, kapan, dan mengapa kita menjadi
makhluk seperti sekarang ini.
2) Antropologi Budaya (Cultural Antropology)
Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya kepada kebudayaan
manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. menurut Haviland 7
cabang antropologi budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni
arkeologi, antroplogi linguistic, dan etnologi. Kemudian dikembangkan lagi
menurut Koentjaraningrat ada beberapa cabang dalam antropologi Budaya.
Antropologi budaya juga merupakan studi tentang praktik-praktik sosial,
bentuk-bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa, dimana makna diciptakan
dan diuji sebelum digunakan oleh masyarakat manusia.. Biasanya, istilah
antropologi budaya dikaitkan dengan tradisi riset dan penulisan antropologi di
Amerika. Pada awal abad ke-20, Franz Boas (1940) mengajukan tinjauan
kritisnya terhadap asumsiasumsi antropologi evolusioner serta implikasi yang
cendrung bersifat rasial. Dalam hal itu, Boas menyoroti keberpihakan pada
komparasi dan generalisasi antropologi tradisional yang dinilainnya kurang
tepat, selanjutnya ia mengembangkan aliran baru yang sering disebut
antropologi Boas. Dalam hal ini, Boas merumuskan konsep kebudayaan yang
bersifat relative, plural dan holistic. Saat ini kajian antropologi budaya lebih
menekankan pada 4 (empat) aspek yang tersusun.
a) Pertimbangan politik di mana antropologi budaya sering terjebak oleh
kepentingan-kepentingan politik dan membiarkan dalam penulisannya
masih terpaku oleh metode-metode lama yang sudah terbukti kurang layak
untuk menyusun sebuah karya ilmiah, seperti yang dikeluhkan Edward W.
Said dalam orientalisme (1970).
2
b) Menyangkut hubungan kebudayaan dengan kekuasaan jika pada awalnya
bertumpuk pada asumsi-asumsi kepatuhan dan penguasaan masing-masing
terhadap kebudayaanya sedangkan pada masa kini dengan munculnya
karya Bourdieu (1977) dan Foucault (1977,1978) kian menekankan
pengunaan taktis diskursus budaya yang melayani kalangan tertentu di
masyarakat.
c) Menyangkut bahasa dalam antropologi budaya dimana terjadi pergeseran
makna kebudayaan dari homogenitas ke heterogenitas yang menekankan
peran bahasa sebagai sistem formal abstraksi-abstraksi kategori budaya.
d) Preferensi dan pemikiran individual dimana terjadi antara hubungan antara
jati diri dan emosi, sebab antara kepribadian dan kebudayaan memiliki
keterkaitan yang erat.
3
hal-hal yang telah kita kenal sebelumnya. Di sini kaum relativis menyatakan
bahwa suatu budaya harus diamati sebagai suatu kebulatan tunggal, dan hanya
sebagai “dirinya sendiri”.
Sedangkan kaum komparativis berpendapat bahwa suatu institusi, proses,
kompleks atau ihwal sesuatu hal, haruslah terlebih dahulu dicopot dari matriks
budaya yang lebih besar dengan cara tertentu sehingga bisa dibandingkan dengan
institusi, proses, kompleks, atau ikhwal-ikhwal dalam konteks sosiokultural lain.
Adanya relativitas yang ekstrem, berangkat dari anggapan-anggapan bahwa tiada
dua budaya pun yang sama; bahwa pola, tatanan dan makna akan “dipaksakan”
jika elemen-elemen diabstrasikan demi perbandingan. Oleh karenanya
pembandingan bagian-bagian yang telah diabstrasikan dari suatu keutuhan,
tidaklah bisa dipertahankan secara analitis.
Namun karena pemahaman tentang ketidaksamaan itu bersumber dari
perbandingan, maka tidak bisa kita katakan bahwa pendekatan relativistik itu tidak
memiliki titik temu dengan pendekatan komparatif. Tik temu kedua tersebut
terletak pada pasal tidak diijinkannya “pemaksaan”. Terutama soal-soal yang
berkaitan dengan ideologi, minat dan tekanan yang menimbulkan keragaman
pendekatan metodologis itu. Sebab komparatif dan relativis sama-sama
mengetahui bahwa tidak ada dua budaya pun yang sama persis. Sungguh pun
demikian, mereka berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut paling tidak du hal
penting; (1) walaupun para komparativis mengakui bahwa semua bagian suatu
budaya niscaya ada unsur perbedaannya, namun mereka percaa dan menekankan
pada unsur persamaannya, yang saling kait-mengait secara fungsional; (2)
sebaliknya kaum relativis sangat menekankan masalah-masalah perbedaan
dibandingkan komparativis (Kapplan dan Manners, 1999: 6-8).
Peranan ilmu kesehatan masyarakat dalam antropologi adalah memberikan
pemahaman tentang sikap penduduk yang ditelitinya tentang kesehatan, tentang
sakit, pengobatan tradisional, terhadap pantangan-pantangan kebiasaan dan
makanan dan sebagainya. Kemudian peranan ilmu psikiatri dalam antropologi
merupakan suatu pengulasan dari hubungan antara ilmu antropologi dan
psikologi, yang kemudian mendapat fungsi praktis setelah memahami tingkah
laku manusia dengan segala latar belakang dan proses-proses mentalnya. Begitu
4
pula peranan ilmu linguistik dalam antropologi memiliki kontribusi besar dalam
mengembangkan konsep-konsep dan metode-metode untuk mengupas segala
macam bentuk bahasa dan asalnya. Demikian juga dapat dicapai suatu pengertian
tentang ciri-ciri dasar dari tiap bahas di dunia secara cepat dan mudah dipahami
(Koentjaraningrat, 1983: 33).
Peranan ilmu sejarah dalam antropologi, memiliki arti penting dalam
memberi gambaran, latar belakang tentang kehidupan masa lalu sebagai mana
dilukiskan dalam berbagai peninggalan, seperti; dokumen, prasasti, naskah
tradisional, arsip kuno, dan lain sebagainya. Para antropolog memerlukan sejarah
terutama sejarah dari suku-suku bangsa yang ditelitinya. Selain itu juga untuk
memecahkan persoalan-persoalan alkulturasi, difusi yang bersifat eksternal.
Sedangkan peranan geografi dalam antropologi adalah memberikan deskripsi
tentang bumi serta ciri-ciri iklim dan lingkungan fisik lainnya yang
mempengaruhi fisik dan kebudayaan masyarakatnya. Lain lagi dengan peranan
ilmu ekonomi dalam peranannya terhadap antropologi adalah memberikan
gambaran aktivitas kehidupan ekonominya yang sangat dipengaruhi sistem
kemasyarakatannya, untuk bahan komparatif tentang berbagai hal misalnya sikap
kerja terhadap kekayaan, sistem gotong-royong, kebiasaan menghadapi musim
paceklik, dll. Begitu juga peranan ilmu hukum adat bagi antropologi, bisa
memberikan jawaban tentang masalah-masalah hidup yang bersifat perdata, sosial
kontrol, dan pengendalian sosial lainnya yang menggambarkan keteraturan hidup
masyarakat yang ditelitinya. Bagi ilmu politik, peranannya dalam antropologi
adalah untuk memahami kekuatan-kekuatan, wewenang, distribusi, serta proses-
proses politik dalam segala macam sistem pemerintahan mereka.
Penelitian komparatif. Untuk penelitian komparatif ini menurut Gopala
Sarana (1975) dalam antropologi terbagi-bagi lagi menjadi 4 macam yakni; (a)
penelitian komparatif dengan tujuan menyusun sejarah kebudayaan manusia
secara inferensial, (b) penelitian komparatif untuk menggambarkan suatu proses
perubahan kebudayaan, (c) penelitian komparatif untuk taksonomi kebudayaan
dan (d) penelitian komparatif untuk menguji korelasi-korelasi antar unsur, antar
pranata, dan antar gejala kebudayaan, guna membuat generalisasi-generalisasi
mengenai tingkah laku manusia pada umumnya.
5
2.3. Tujuan dan Kegunaan Antropologi
Menurut Koentjaraningrat dalam Pengantar Ilmu Antropologi (2002) tujuan
antropologi adalah: Tujuan akademis: untuk mencapai pengertian tentang
makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari berbagai bentuk fisiknya,
masyarakat dan kebudayaannya, Tujuan praktis: mempelajari manusia di berbagai
masyarakat suku bangsa di dunia guna membangun masyarakat itu sendiri.
Terkait tujuan ilmu antropologi maka dapat diketahui manfaat mempelajari
antropologi untuk: Mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan
bermasyarakat secara universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap
masyarakat (suku bangsa). Mengetahui kedudukan dan peran yang harus
dilakukan sesuai dengan harapan warga masyarakat dari kedudukan yang sedang
disandang. Memperluas wawasan tentang pergaulan umat manusia di seluruh
dunia yang mempunyai kekhususan-kekhususan sesuai dengan karakteristik
daerahnya sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi. Mengetahui berbagai
macam problem dalam masyarakat, memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi
dalam masyarakat, serta mampu mengambil inisiatif pemecahan masalah.
6
dari seorang ahli antropologi-fisik untuk mendapat pengertian tentang asal
mula dan penyebaran manusia serta hubungan antara ras-ras di dunia.
d) Hubungan antara ilmu kesehatan masyarakat dan antropologi
ilmu antropologi dapat memberi metode dan cara untuk segera mengerti
dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan dan adat-istiadat lain.
e) Hubungan antara ilmu psikiatri dan antropologi, merupakan suatu
pengluasan dari hubungan antara ilmu antropologi dan ilmu psikologi,
yang kemudian mendapat fungsi yang praktis.
f) Hubungan antara ilmu linguistik dan antropologi
Ilmu linguistik telah berkembangan menjadi suatu ilmu yang berusaha
mengembangkan konsep dan metode untuk mengupas segala macam
bentuk bahasa di dunia. Jadi, dapat dicapai suatu pengertian tentang ciri-
ciri dasar dari tiap bahasa di dunia secara cepat dan mudah.
g) Hubungan antara ilmu arkeologi dan antropologi
ilmu arkeologi meneliti sejarah dari kebudayaan kuno dalam zaman purba,
sebagai bahan penelitian menggunakan bekas-bekas bangunan kuno, tetapi
prasast atau buku kuno yang ditulis dalam zaman kebudayaan itu berjaya.
h) Hubungan antara ilmu sejarah dan antropologi
antropologi memberi bahan prehistori sebagai pangkal bagi tiap penulis
sejarah dari tiap bangsa di dunia. Selain itu, banyak masalah tentang
historigrafi sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan dengan metode-metode
antropologi.
i) Hubungan antara ilmu hukum adat Indonesia dan antropologi
antropologi dianggap penting karena hukum adat bukan merupakan suatu
sistem hukum yang telah diabstraksikan sebagai aturan-aturan dalam kitab
undang-undang, melainkan timbul dan hidup langsung dari masalah
perdata yang berasal dari dalam aktivitas masyarakat.
7
pengertian tentang geografi, karena banyak masalah kebudayaan manusia
yang mempunyai hubungan dengan keadaan lingkungan alamnya.
8
2. Mereka memperoleh hasil yang berbeda karena ditentukan oleh bagaimanakah
cara mereka memperoleh laporan, dimana kepentingan pribadi, kelompok atau
golongan, agama, dan ideologi ikut serta memengaruhi penilaian baik dan
buruk terhadap sesuatu yang dikajinya.
Untuk itu, menurut Kapplan dan Manners (1999:32) semua ilmu sosial dan
bukan hanya antropologi mengalami bias. Keliru jika kita bermaksud
mendapatkan objekvitas dalam pemikiran dan sikap antropolog selaku individu.
Bukan disana kita harus mencarinya, melainkan seperti ditulis oleh Karl
Popper objektivitas haus dicari dalam institusi dan tradisi kritik suatu disiplin
(Popper,1964:155-159). Hanya dengan saling memberi dan menerima kritik suatu
disiplin (Popper,1964:155-159) hanya dengan saling memberi dan menerima
kritik terbuka serta melalui saling mempengaruhi antara bermacam-macam
biasdapat berharap akan munculnya sesuatu yang mendekati objektivitas. Dengan
kata lain objektivitas hakiki sesuatu disiplin ilmu di upayakan dan di tingkatkan
secara kumulatif dari masa ke masa.catatan Redfield dan lewis telah merangsang
suatu pertukaran kritik dan ulasan yang didasarkan pada perbandingan antara
kedua catatan itu dengan catatan-catatanmengenai komunitas petani lain,
khususnya di meksiko (lewis,1961:174-184). Dari situ penulis yakin telah
dihasilkan potret yang mendekati objektif mengenai kehidupan petani.
Jika semua orang termasuk antropolog memandang dunia melalui layar
penyaring yang berbentuk dari nilai-nilai bias (tidak objektif)dari sudut pandang
individual apakah ilmu-ilmu sosial lainnya pun bebas nilai? Cukup banyak ilmuan
sosial yang memangmenyangkal adanya kemungkinan tersebut.karena semua
pengetahuan mengenai fenomena sosio kultural niscaya memantulkan
kesenjangan (bias ataupun subjektif) perseorangan. Maka pencarian objektivitas
dan netralitas adalah angan-angan belaka yang tidak pernah terlaksana.
Salah satu kelemahan pendapat semacam itu adalah kaum antropolog
berusaha menempatkan objektivitas itu dalam pemikiran dan sikap para
peneliti.padahal, tempat yang lebih layak untuk mencari dan menemukan
objektivitas adalah dalam tradisi kritik suatu disiplin. Sikap elavistik seperti itu
masih memiliki kelemahan lain, yaitu disana tidak dibedakan antara apa yang oleh
filsuf ilmu disebut konteks penemuan dengan konteks justifikasi (Kapplan dan
9
Manners,1999:33). Kesenjangan dan nilai individual memiliki pean dalam
konteks penemuan, tetapi keduanya tidak serta merta dan memang tidak boleh
memiliki pean penting dalam konteks justifikasi. Seperti yang Kapplan (1964:232)
kemukakan berikut ini :
… sementara pertanyaan tentang sumber suatu pengetahuan ilmiah dapat
dijelaskan motivasi seorang ilmuwan dalam menyatakan gagsan tertent,
pertanyaan tersebut tidak memiliki relevansi logis dengan suatu penilaian
kritis tentang kesahihan atau validitas gagasan itu.
11
nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu
penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun
banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa
Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi
ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku
bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan
Lapp.
12
5. Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur secara meluas, sehingga
melewati batas tempat di mana kebudayaan itu muncul.
6. Akulturasi merupakan proses ataupun saling mempengaruhi dari satu
kebudayaan asing yang berbeda sifatnya. Lambat laun unsur-unsur
kebudayaan yang ada, diakomodasikan ke kebudayaan itu sendiri. Akan tetapi,
masih memegang unsur kebudayaan aslinya.
7. Etnosentrisme berarti penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai, dan
standar budaya sendiri. Pemahaman seperti ini, dapat menghambat
komunikasi antar-budaya.
8. Tradisi merupakan pola perilaku yang dilakukan berulang kali oleh
sekelompok orang. Lama kelamaan pola perilaku tersebut, menjadi sebuah
tradisi.
9. Ras dan etnik Ras merupakan sekelompok orang yang memiliki beberapa
kesamaan berdasarkan aspek fisik yang disebabkan karena adanya faktor
keturunan.
10. Stereotip Menurut Fred E. Jandt, dalam bukunya yang berjudul Intercultural
Communication: An Introduction bahwa stereotip merupakan salah satu
penghambat terjadinya komunikasi antarbudaya. Stereotip adalah persepsi
terhadap seseorang berdasarkan kelompok mana orang itu dikategorikan atau
berdasarkan keyakinan tertentu.
11. Kekerabatan Menurut Malinowski, keluarga atau kekerabatan merupakan
suatu institusi domestik yang bergantung pada afeksi. Selain itu, konsep
kekerabatan juga ingin menegaskan bahwa tujuan dari keluarga adalah
membesarkan anak.
12. Magis Menurut antropolog J.G Frazer, dalam karyanya yang berjudul Golden
Bough, magis berarti penerapan yang salah dalam dunia materiil. Dunia
materiil ini mendukung adanya pemikiran terkait dunia yang semu.
13. Tabu Dalam ilmu antropologi, tabu berarti terlarang. Dalam hal ini, contoh
tabu adalah bersentuhan dengan kepala suku.
14. Perkawinan Secara umum, konsep perkawinan mengacu pada konsep formal
pemaduan hubungan 2 individu yang berbeda jenis dan dilakukan secara
seremonial-simbolis, serta semakin dikaraterisasi oleh adanya kesederajatan,
13
kerukunan, dan kebersamaan dalam hidup berpasangan. Di sebagian besar
tradisi, perkawinan juga dimaknai sebagai proses institusi sosial dan wahana
untuk mengembangkan keturunan.
14
g) Etnosentrisme Pada hakikatnya, setiap bangsa memliki etnosentrisme atau
penilaian yang baik terhadap sikap-sikap dan pola kebudayaan kelompoknya
sendiri. Hanya intentisitasnyalah yang berbeda-beda, ada yang sedikit dan ada
pula yang sangat etnosentris. Suatu bangsa, semakin tinggi etnosentrisnya,
akan semakin memperbanyak saingan dan lawan dalam kehidupan
internasional.
h) Tradisi Bagi pendukung antropologi aliran fungsionalisme, tradisi pada
hakikatnya adalah aktivitas kebudayaan yang bermaksud untuk memuaskan
suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
i) Ras dan Etnik Ras merupakan suatu konsep biologi yang valid. Ia tidak
sekadar menggambarkan morfologinya, yakni struktur fisik yang diamati,
tetapi juga komposisi genetik sub-subbagian spesies itu, seperti gen untuk
golongan darah dan untuk protein-protein spesifik. Sedangkan konsep etnik
lebih merujuk kepada kesatuan-kesatuan sosial dalam sistem sosial
kebudayaan yang memiliki arti atau kedudukan tertentu karena keturunan,
adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan kapabilitas tiap
ras dan etnis, tidak ada di dunia ini yang menjadi ras dan etnis yang superior
atau inferior.
j) Stereotif Berkembangnya prasangka dan stereotif antaretnik yang terjadi di
Indonesia merupakan salah satu faktor penyebab hambatan dalam
mewujudkan multikulturalisme bangsa Indonesia yang pada gilirannya akan
memperlemah rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
k) Kekerabatan Ikatan ibu dan anak dapat diamati dan dinilai secara universal,
tetapi peran ayah dan ibu dalam masyarakat tradisional sangatlah bervariasi.
Oleh karena itu, sistem kekerabatan pada masyarakat tradisional tidak dapar
digenelarisir secara universal. Namun demikian, harus diakui bahwa gagasan
yang hampir sama mengenai perkawinan yang menghindari tabu insect, yaitu
perkawinan antara keturunan yang memilki hubungan darah yang sangat
dekat, dapat diteliti pada masyarakat-masyrakat tradisional bahkan modern
sekaligus.
15
l) Magis memang kejam, jahat, dan mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Namun, perkembangan magis pernah mengalami masa-
masa jaya pada masa kehidupan primitive
m) Tabu, Pada setiap tatanan masyarakat tradisional, tabu selalu ada. Dalam
pandangan kaum fungsionalis, tabu pun memiliki nilai-nilai kegunaan yang
perlu dijaga oleh masyarakatnya dalam uapaya pemenuhan kebutuhan
hidupnya (Koentjaraningrat 1987:171)
n) Perkawinan, pada semua masyarakat, untuk mengatur proses pemilihan
pasangan dan perkawinan memiliki norma atau peraturan yang begitu
kompleks. Upacara perkawinan merupakan suatu ritual perpindahan bagi
setiap pasangan. Seorang pemuda dan pemudi dewasa secara ritual memasuki
kedudukan kedewasaan dengan hak-hak dan kewajiban baru. Ia pun
menandakanadanya persetujuan masyarakat atas ikatan itu (Goode, 2002:64)
16
budaya atau masyarakat yang berkembang dengan cara yang sama dan
dengan tingkat pada dasarnya sama.
3. Evolusi Konvergen terjadi ketika berbagai masyarakat yang semula berbeda
perkembangannya, namun akhirnya mengikuti pola yang serupa
kemajuannya.
4. Evolusi Divergen terjadi ketika berbagai masyarakat yang semula mengikuti
banyak persamaan yang serupa, namun akhirnya mencapai tingkat
perkembangan yang jauh berbeda.
17
4. Antara agama dan megic itu berbeda. Agama adalah cara mengambil hati
untuk menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia, yang
menurut kepercayaan membimbing dan mengendalikan nasib kehidupan
manusia. Sedangkan magic di lihatnya sebagai usaha untuk memanipulasi
hukum-hukum alam tertentu yang dipahami.
18
BAB III
REFLEKSI MATERI
Antropologi dikatakan sebagai salah satu akar atau landasan lahirnya ilmu
komunikasi. Seiring dengan perkembangan antropologi tersebutlah akhirnya para
ahli budaya melihat jika dalam budaya juga sangat tergantung pada komunikasi.
Hal inilah yang kemudian dikaji mengenai proses dari komunikasi tersebut
sehingga lahirlah ilmu komunikasi dari antroplogi. Namun untuk lebih jelasnya
mengenai keterkaitan tersebut sebaiknya kita terlebih dahulu melihat menganai
antopologi dan komunikasi itu sendiri.
Kebudayaan adalah komunikasi simbolis, simbolisme itu adalah
keterampilan kelompok, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif. Makna dari simbol-
simbol itu dipelajari dan disebarluaskan dalam masyarakat melalui institusi.
Menurut Levo-Henriksson (1994), kebudayaan itu meliputi semua aspek
kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup – apapun bentuknya – baik
itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat. Ross (1986,hlm 155) melihat
kebudayaan sebagai sistem gaya hidup dan ia merupakan faktor utama (common
domitor) bagi pembentukan gaya hidup
Antropologi sangat bermanfaat untuk dipelajari baik bagi kebudayaan,
individu maupun untuk mengembangkan keilmuan itu sendiri. Manfaat
mempelajari antropologi, antara lain:
1. Mengetahui pola perilaku masyarakat yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kebudayaan
2. Menjelaskan peran manusia dalam suatu masyarakat sehingga sesuai
dengan harapan masyarakat terhadap dirinya
3. Meningkatkan toleransi karena adanya karakteristik yang berbeda dari tiap
budaya.
4. Memperluas pengetahuan mengenai karakteristik suku bangsa yang
berbeda
5. Mengidentifikasi berbagai jenis permasalahan dalam masyarakat sehingga
tercipta solusi untuk menyelesaikannya.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih
memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti
sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan
kehidupan sosialnya.
4.2 Saran
Antropologi sangat besar peranannya dalam perkembangan kehidupan
manusia sehingga diharapkan kepada kita semua untuk selalu mengembangkan
wawasan dan memperdalam pemahaman tentang kehidupan masyarakat yang
berkaitan dengan antropologi
20
DAFTAR PUSTAKA
Kupper, Adam, 2000a, “Antropologi” dalam Adam Kuper dan Jessica Kupper
(ed), Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar
dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hlm. 29-33.
Kupper, Adam, 2000b, “Kekerabatan” dalam Adam Kuper dan Jessica Kupper
(ed) Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Oleh Haris Munandar
dkk, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hlm. 553-535.
21