Anda di halaman 1dari 13

A.

LIMFADENITIS TB
Limfadenitis tuberculosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe
atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberculosis.
 Etiologi
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
 Epidemiologi
Di Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan
insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta),
Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59), dan Nigeria (0,37-0,55 juta). WHO
memprediksi insidensi penyakit tuberculosis ini akan terus meningkat, di mana akan
terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap
tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan leh epidemic HIV, di
mana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang
menderita AIDS.
 Manifestasi klinis
Gejala klinis dari limfadenitis TB adalah munculnya benjolan pada saluran
getah bening misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang
terinfeksi akan membesar dan biasanya teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit
diatasnya tampak merah dan teraba hangat. Benjolan membesar secara gradual dalam
beberapa minggu atau bulan, dan persisten. Gejala sistemik yang mungkin terjadi
adalah demam/menggigil, kehilangan berat badan, atau malaise pada 43% pasien.
 Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik leher
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa pada limfe nodi daerah
cervical, dengan daerah anterior yang lebih sering terkena. Dengan
berjalannya penyakit, nodul yang awalnya padat kenyal menjadi lebih keras.
Nodul bersifat mobile dan bebas dari jaringan di bawahnya lalu menjadi keras
dan menunjukkan tanda-tanda inflamasi. Biasanya massa tersebut unilateral
dan terletak pada tepi atas dari otot sternocleidomastoid. Namun dapat
ditemukan massa multiple dan bilateral, kadang disertai fistula.
 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
2. Tes Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang
telah terinfeksi TB ), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi
suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin
dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
3. USG
Pada USG dapat ditemukan lesi kistik multilokuler tunggal ataupun multipel
yang tampak hipoekoik dan dikelilingi oleh kapsul tebal.
4. CT Scan
Pada CT scan tampak massa nodal yang berkonglomerasi dengan bagian
tengah yang lusen, dan terdapat tepi yang tegas dan ireguler.
B. LIMFADENITIS BAKTERI
Limfadenitis terjadi akibat respons kelenjar getah bening terhadap infeksi
bakteri, virus, jamur, atau parasit, yang selanjutnya dapat menyebarkan infeksi
tersebut ke seluruh sistem limfatik hanya dalam beberapa jam. Beberapa jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan limfadenitis adalah: Bakteri, seperti
Streptococcus, Staphylococcus aureus, Bartonella henselae, Mycobacterium
tuberculosis, Yersinia enterocolitica, Yersinia pestis, dan Salmonella
 Etiologi
Penyebab paling banyak adalah bakteri dan virus. Limfadenitis juga dapat disebabkan
oleh bakteri anaerob, seperti Fusobacterium spp., Peptostreptococcus spp., dan
Porphyromonas spp.
 Epidemiologi
 Manifestasi klinis
1. Pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan
2. Kelenjar getah bening nyeri bila diraba
3. Kulit di daerah kelenjar getah bening menjadi kemerahan
4. Terbentuknya kumpulan nanah atau abses di kelenjar limfa yang membengkak
5. Keluarnya cairan dari kelenjar getah bening yang membengkak
6. Demam
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
1. Tes darah, untuk mendeteksi tanda infeksi dan peradangan, seperti
peningkatan jumlah sel darah putih dan protein C-reaktif
2. Kultur darah dan cairan getah bening, untuk mengidentifikasi bakteri
penyebab infeksi dan melihat apakah infeksi telah menyebar ke aliran darah
3. Pengambilan sampel (biopsi) dari kelenjar getah bening, untuk mengetahui
penyebab peradangan
4. Pemindaian dengan USG, foto Rontgen dan CT scan, untuk mendeteksi
kelenjar getah bening mana saja yang membengkak dan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya tumor di kelenjar getah bening
Klasifikasi
Sebagian besar kasus merupakan respon jinak terhadap infeksi lokal atau
sistemik. Sebagian kasus dengan limfadenitis menunjukkan teraba di serviks, ketiak,
dan kelenjar getah bening inguinal. Supraklavikula, epitrochlear, dan poplitea kelenjar
getah bening teraba jarang terjadi, seperti yang teraba pada mediastinum dan perut.
Limfadenitis dapat mempengaruhi nodul tunggal atau sekelompok nodul
(adenopati daerah) dan dapat unilateral atau bilateral. Onset dan perjalanan
limfadenitis mungkin akut, subakut, atau kronis.
Jenis limfadenitis:
1.    Limfadenitis disebabkan oleh virus:
 Infectious mononucleosis lymphadenitis
 Cytomegalovirus (CMV) lymphadenitis
 Herpes simplex virus lymphadenitis
 Varicella-herpes zoster lymphadenitis
 Vaccinia lymphadenitis
 Measles lymphadenitis
 Human immunodulficiency virus (HIV) lymphadnitis, dengan atau tanpa
keterkaitan kelenjar saliva.
 Human immunodulficiency virus (HIV) lymphadnitis of salivary gland
invovlvement

2.      Limfadenitis disebabkan oleh bakteri:


 Non-specific acterial lymphadenitis (common, non-specific species)
 Cat-scratch lymphadenitis (Afipia felis)
 Bacillary angiomatosis of lymph noduls (Bartonella henselae and B.
quintana)
 Lymphogranuloma venereum lymphadenitis (Chlamydia trachomatis)
 Syphilitic lymphadenitis (Trapenosoma pallidum)
 Lymphadenitis of Whipple disease

3.      Limphadenitis disebabkan oleh mycobacteria:


 Mycobacterium tuberculosis lymphadenitis (TB)
 Atypical mycobacterial lymphadenitis
 Mycobacterium avium-intracellulare lymphadenitis
 Mycobacterium leprae lymphadenitis
 Miscellaneous mycobacterial lymphadenitis

4.      Lymphadenitis disebabkan oleh jamur:

 Cryptococcus lymphadenitis
 Histoplasma lymphadenitis
 Coccidioidomycosis lymphadenitis
 Pneumocystis lymphadenitis

5.      Lymphadenitis disebabkan oleh protozoa:

 Toxoplasma lymphadenitis
 Leishmania lymphadenitis
 Filaria lymphadenitis

C. LIMFOMA
Limfoma merupakan istilah umum untuk berbagai tipe kanker darah yang
muncul dalam sistem limfatik, yang menyebabkan kelenjar getah bening. Limfoma
disebabkan oleh sel-sellimfosit Batau T, yaitu sel darah putih yang dalam keadaan
normal/ menjaga daya tahan tubuh kita untuk melawan infeksi bakteri, jamur, parasit
dan virus, menjadi abnormal dengan lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama
dari biasanya. Sistem limfatik sendiri merupakan jaringan pembuluh dengan katup
dan kelenjar di tempat-tempat tertentu yang mengedarkan cairan getah bening melalui
kontraksi otot yang berdekatan dengan kelenjar. getah bening menyaring benda asing
dari getah bening dan juga mengangkut lemak yang diserap dari usus halus ke hati.
 Klasifikasi
Limfoma terbagi menjadi 2 (tipe) yaitu:
1. Limfoma Hodgkin (LH)
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

 Limfoma Hodgkin (LH)


Limfoma Hodgkin terjadi karena mutasi Sel B pada sistem limfatik, dengan
hasil deteksi yaitu adanya sel abnormal Reed-Stenberg dalam sel kanker. Limfoma
Hodgkin diketahui memiliki 5 jenis subtipe. Limfoma Hodgkin sendiri merupakan
jenis yang paling bisa disembuhkan dan biasanya menyerang kelenjar getah bening
yang terletak di leher dan kepala. Umumnya pasien didiagnosis pada saat usia 20
sampai 30 tahun dan juga pada usia lebih dari 60 tahun.
 Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Limfoma Non-Hodgkin terjadi karena adanya mutasi DNA pada sel B dan sel
T pada sistem limfatik, merupakan tumor ganas yang berbentuk padat dan berasal dari
jaringan limforetikuler perifer dan memiliki 30 subtipe yang masih terus berkembang.
Limfoma Non-Hodgkin yang pertumbuhannya lambat disebut indolent/low grade dan
untuk yang pertumbuhannya cepat disebut oggressive/high grade. Limfoma Non-
Hodgkin lebih sering tejadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Stadium Limfoma Non Hodgkin terdiri dari:


 Stadium 1
berkumpul menjadi kelompok di daerah tertentu kelenjar getah bening, contohnya
di leher atau bawah ketiak.
 Stadium 2
Sellimfoma berada pada sedikitnya 2 kelompok di kelenjar getah bening.
 Stadium 3
Limfoma terdapat pada kelompok kelenjar getah bening di atas maupun di bawah
diafragma, atau limfoma berada di organ atau di jaringan sekitar kelenjargetah
bening.
 Stadium 4
Pada stadium 4 limfoma sudah sangat menyebar, limfoma sudah menyebar ke
seluruh satu organ atau jaringan selain kelenjar getah bening, atau bisa juga berada
dalam hati, darah, atau sumsum tulang.
 Etiologi
Limfoma non Hodgkin dapat terjadi karena beberapa faktor resiko seperti
adanya agen infeksi, immunodefisiensi, kongenital, acquired, lingkungan, riwayat
terpapar obat seperti imunosupresif agen, obat antiepilepsi, dan riwayat terpapar
herbisida, peptisida, serbuk kayu, lem epoxy, riwayat penggunaan obat rambut, faktor
nutrisi, dan transfusi darah.
Faktor-faktor risiko Limfoma meliputi:
 Usia sebagian besar Limfoma Hodgkin terjadi pada orang yang berusia 15-30
tahun dan usia di atas 55 tahun. Risiko Limfoma Non-Hodgkin akan
meningkat seiring usia, khususnya pada orang lanjut usia,
 Faktor Genetik Risiko untuk terkena limfoma akan meningkat pada orang
yang memiliki anggota keluarga inti (ayah, ibu, atau saudara kandung) yang
menderita jenis kanker yang sama. Pernah tertular virus Epstein-Barr atau
EBV Virus ini menyebabkan demam kelenjar. Orang yang pernah mengalami
tekanan kelenjar lebih berisiko mengalami Limfoma Hodgkin.
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah Kekebalan tubuh yang lemah dapat juga
menjadi faktor risiko Limfoma, misalnya karena mengidap Human
Immunodeficiency Virus (HIV) atau menggunakan obat imunosupresan.
 Jenis kelamin Limfoma lebih banyak menyerang pria dibandingkan dengan
wanita.
 Paparan kimia Paparan terhadap bahan kimia beracun (pestisida herbisida,
pewarna rambut) juga dapat memicu Limfoma.

 Manifestasi Klinis
Gejala Limfoma Gejala umum yang dirasakan oleh pasien maupun yang dapat
dilihat oleh dokter antara lain:
 Pembengkakan pada kelenjar getah bening, yang biasanya terjadi pada leher,
ketiak, dan lipat paha.
 Menggigil/suhu tubuh turun-naik
 Demam berulang dan keringat berlebihan di malam hari
 Penurunan berat badan
 Kehilangan selera makan
 Kelelahan terus-menerus dan kekurangan energi
 Sesak napas dan batuk
 Gatal terus-menerus di seluruh tubuh tanpa sebab (ruam )
 Mudah lelah
 Pembesaran amandel
 Sakit kepala

D. LIMFODENOPATI
Limfadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran,
konsistensi ataupun jumlahnya.
 Etiologi
 Epidemiologi
Epidemiologi limfadenopati belum diketahui secara pasti. Tiga perempat dari
kasus limfadenopati yang diobservasi adalah limfadenopati lokal, dengan lokasi
terbanyak di regio kepala dan leher. Limfadenopati lebih sering ditemukan pada
pasien pediatrik, dengan penyebab utama infeksi virus dan bakteri. Angka mortalitas
limfadenopati berhubungan dengan penyebab keganasan, penyakit autoimun dan HIV.
Di Amerika Serikat, estimasi limfadenopati yang dapat dipalpasi pada anak bervariasi
antara 38-45 %, dengan penyebab utama infeksi virus dan bakteri.
 Manifestasi klinis
Gejala limfadenopati adalah pembengkakan di kelenjar getah bening.
pembengkakan ini dapat terjadi di satu bagian tubuh (lokal) atau di banyak bagian
tubuh (sistemik). Walaupun dapat menimbulkan nyeri, limfadenopati juga bisa terjadi
tanpa disertai gejala apa pun.
Selain gejala-gejala di atas, penderita limfadenopati juga dapat mengalami keluhan
lain. Keluhan tersebut tergantung pada penyebab limfadenopati itu sendiri, antara lain:
1. Ruam kulit
2. Lemas
3. Kelelahan
4. Pegal-pegal
5. Sakit kepala
6. Demam
7. Gangguan pernapasan, seperti sakit tenggorokan, hidung tersumbat, dan batuk
8. Berkeringat di malam hari
9. Tidak nafsu makan
10. Berat badan menurun
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan nodus limfe harus dievaluasi lokasi, ukuran, konsistensi, nyeri,
mobilitas dan kulit di sekitarnya.
 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium, pencitraan bahkan sampai biopsi nodus limfe.

PATOFISIOLOGI

Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh.
Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya di
daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh
dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh
getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke kelenjar
getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening akan diketahui aliran pembuluh
limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang
dapat membawa antigen dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen
yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan
tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah
bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti limfosit, sel
plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil)
untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas
atau timbunan dari penyakit metabolite macrophage (gaucher disease). Dengan
mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka kita dapat mengarahkan
kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar
getah bening. Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa
pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara
lain di ujudaerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang
belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai
penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya
justru sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran
kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah membesar.
Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak sakit, maka perlu
diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar tersebut. Diperiksa jenis
sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau keganasan. Jika tumor dan
ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya sudah
membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan infeksi,
umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan,terasa sakit.

Peningkatan ukuran kelenjar getah bening disebabkan:


1. Multiplikasi sel-sel di dalam nodul, termasuk limfosit, sel plasma, monosit,
histiosit
2. Infiltrasi sel dari luar nodus seperti sel ganas atau neutrofil
3. Pengeringan infeksi (misalnya abses) ke kelenjar getah bening lokal.
Sirkulasi darah ada dibawah tekanan dan komponennya (plasma) masuk
dinding kapiler yang tipis ke jaringan sekitar. Cairan ini disebut cairan interstisial
yang membasahi semua jaringan dan sel. Bila cairan ini tidak dikembalikan ke
sirkulasi dapat terjadi edema, pembengkakan progresif yang dapat mengancam
nyawa. Hal itu tidak terjadi oleh karena cairan dikembalikan ke darah melalui
dinding venul. Jadi system tersebut menampung cairan yang dari pembuluh darah dan
masuk ke dalam jaringan dan mengembalikannya ke pembuluh darah.
Sel limfosit, SD, makrofag dan sel lainnya juga dapat masuk melalui dinding
tipis sel endotel yang longgar dari pembuluh limfe primer dan masuk ke dalam arus
limfe. Antigen asing yang masuk ke dalam jaringan akan ditangkap oleh sel system
imun dan dibawa ke berbagai jaringan limfoid regional yang teroganisasi seperti
KGB. Jadi system limfatik juga berperan sebagai alat transport limfosit dan antigen
dari jaringan ikat ke jaringan limfoid yang teroganisasi, tempat limfosit diaktifkan.
Keuntungan dari resirkulasi limfosit ialah bahwa sewaktu terjadi infeksi non-
spesifik, banyak limfosit akan terpajan dengan antigen/kuman. Keuntungan lain dari
resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada organ limfoid misalnya limfa yang deficit
limfosit karena infeksi, radiasi atau trauma. Limfosit dari jaringan limfoid lainnya
melalui sirkulasi akan dapat dikerahkan kedalam organ limfoid tersebut dengan
mudah.
Sel T naïf (Sel matang yang belum terpajan dengan antigen dan belum
berdiferensiasi) cenderung meninggalkan sirkulasi darah dan menuju kelenjar getah
bening dalam daerah sel T. SD/APC dari berbagai bagian tubuh yang membawa
antigen juga berimigrasi dan masuk ke dalam kelenjar getah bening dan
mempresentasikan antigen ke sel T. Sel T yang diaktifkan SD/APC tersebut keluar
dari kelenjar limfoid dan melalui aliran darah bergerak ke tempat infeksi dan bekerja
sebagai sel efektor. Tidak seperti leukosit, limfosit terus menerus di resirkulasikan
melalui darah dan limfe ke berbagai organ limfoid.
Beberapa tempat di endotel vascular dalam venul poskapilar berbagai organ
limfoid terdiri atas sel khusus, gemuk dan tinggi yang disebut HEV. Sel-selnya
berlainan sekali dengan sel endotel yang gepeng yang membatasi kapiler lainnya.
Setiap organ limfoid sekunder, kecuali limpa mengandung HEV.
HEV mengekspresikan sejumlah besar molekul adhesi. Seperti sel endotel
vascular lainnya, HEV mengekspresikan CAM family selektin (selektin E dan P),
family musin (GlyCAM-1 dan CD34) dan superfamily immunoglobulin (ICAM-1,
ICAM-2. ICAM-3, VCAM-1 dan MAdCAM-1) beberapa molekul adhesi disebut
adresin vascular, oleh karena berperan dalam mengarahkan ekstravasasi berbagai
populasi limfosit dalam resirkulasi ke organ limfoid khusus.
Pada keadaan normal terjadi lintas arus limfosit aktif terus menerus melalui
kelenjar getah bening, tetapi bila ada antigen masuk, arus limfosit dalam kelenjar
getah bening akan berhenti sementara. Sel yang antigen spesifik akan ditahan dalam
kelenjar getah bening. Dalam menghadapi antigen tersebut, kelenjar dapat
membengkak seperti yang sering ditemukan pada infeksi. Hal tersebut merupakan hal
yang esensial untuk respons imun yang efektif terhadap antigen asing.
Limfosit cenderung berimigrasi ke tempat-tempat yang selektif. Homing
mukosa adalah kembalinya sel limfoid reaktif imunologis ke asalnya di folikel
mukosa. Hal tersebut terjadi melalui ikatan antara molekul adhesi dan kemokin,
reseptor yang mengarahkan berbagai populasi limfosit ke jaringan limfoid khusus
atau inflamasi yang disebut dengan reseptor homing. L-selektin atau CD62L adalah
molekul pada permukaan limfosit yang berperan pada homing limfosit. Adresin
mukosa adalah salah satu adresin yang mengikat integrin pada sel T yang memilih
homing di saluran cerna. Reseptor pada permukaan limfosit tersebut akan
memberikan arah dan tujuan kembali ke plak peyer. Limfosit yang awalnya
disensitasi oleh antigen di plak peyer akan diaktifkan dan memproduksi sel memori
yang akan berimigrasi kembali ke tempat yang semula mensensitasinya.

TATA LAKSANA
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni
secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang
sama dengan tuberkulosis paru.
a) Terapi Non Farmakologis
Pembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dengan:
a. Biopsi eksisional : Limfadenitis yang disebabkan oleh karena atypical
mycobacteria
b. Aspirasi
c. Insisi dan drainase
b) Terapi Farmakologis
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasikan
limfadenitis TB ke dalam TB ekstra paru dan mendapat terapi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) Kategori I. Obat yang digunakan adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan pengobatan yang
tepat. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.
Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan
untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi.
Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia.

Anda mungkin juga menyukai