Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN CAIRAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN ELEKTROLIT

OLEH

KELOMPOK : 1

1. SAHIDA EVA NURFAINI


2. RETA ANGGRAINI
3. SANDI APRIA MAULANA
4. SIRIL ISLAMI
5. SRI WAHYUNINGSIH
6. VISTA LARASANTI
7. SELBI YUDISTA
8. RESTU SATIA WIRAWAN
9. RAODIATUN
10.SABILA HANIFA YULIANTI
11.TIARA SILMAYANI
12.AISA PUTRI MAEIDA
13.NURMA AYUNDA
14.RIZKA DWI APRIANTI
15.RIZKA JAFARAYANA
16.RISKA DESTIANA
17.SURIYA NINGSIH
18.RABIYATUL ADAWIYAH
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SI
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “ Perubahan
dalam keperawatan menurut

Makalah ini Diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang


konsep tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari
awal hingga akhir. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
yang membacanya.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk memoertahankan
keseimbangan atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita
terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel bahan organic dan anorganik
yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen
kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan
negative (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk
fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuscular,
elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan
elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan
tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam
tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi
yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya;
jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel
di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar
sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan
interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di
dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel,
sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.

2.2 Cairan dan Elektolit Tubuh


Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia
membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di
berbagai jaringan tubuh. Hal tersebut dapat dicapai dengan serangkaian manuver
fisika-kimia yang kompleks. Air menempati proporsi yang besar dalam tubuh.
Seseorang dengan berat 70 kg bisa memiliki sekitar 50 liter air dalam tubuhnya.
Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55%
tubuh pria lanjut usia. Karena wanita memiliki simpanan lemak yang relative
banyak (relative bebas-air), kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit
dibandingkan pria. Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh,
yaitu :
• Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan
menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water[TBW]). CIS
merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada
individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 dari TBW.
Sisanya, yaitu 1/3 TBW atau 20% berat tubuh, berada di luar sel yang disebut
sebagai cairan ekstra seluler (CES) (Price & Wilson, 1986).
• Cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan
menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular,
cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan interstisial terdapat dalam ruang
antar-sel, plasma darah, cairan serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan
sendi. Akan tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam keseimbangan
cairan. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta
mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua
arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah : kation dan anion.

Elektrolit yang berperan dalam mekanisme pertukaran CIS dan CES


(John Gibson, 2003)
Anion Kation
Klorida Cl - Natrium Na+
Sulfat SO42- Kalium K+
Fosfat PO43- Kalsium Ca2+
Bikarbonat HCO3-
Magnesium Mg2+

2.2.1 Pergerakan cairan dan elektrolit tubuh


Regulasi cairan dalam tubuh meliputi hubungan timbal balik antara sejumlah
komponen, termasuk air dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang
cairan, membran, sistem transpor, enzim, dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan
elektolit terjadi dalam tiga tahap. Pertama, plasma darah begerak di seluruh tubuh
melalui sistem sirkulasi. Kedua, cairan interstisial dan komponennya bergerak di
antara kapiler darah dan sel. Terakhir, cairan dan substansi bergerak dari cairan
interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme pergerakan cairan tubuh
berlangsung dalam tiga proses, yaitu :
1) Difusi. Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi
menuju area berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane
semipermiabel. Pada proses ini, cairan dan elektrolit masuk melintasi
membrane yang memisahkan dua kompartemen sehingga konsentrasi di kedua
kompartemen itu seimbang. Kecepatan difusi dipenngaruhi oleh tiga hal, yakni
ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperature larutan.
2) Osmosis. Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membrane
semipermiabel dari area berkonsentrasi rendah menuju area yang
berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan melintasi membrane untuk
mengencerkan kedua sisi membrane. Perbedaan osmotic ini salah satunya
dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak merata. Karena ukuran
molekulnya yang besar, ketidakseimbangan tekanan osmotic koloid (tekanan
onkotik) sehingga cairan tertarik ke dalam ruang intravaskular.
3) Transport Aktif. Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan
oleh molekul untuk berpindah melintasi membrane selmelawan gradient
konsentrasinya. Dengan kata lain, transport aktif adalah gerakan partikel dari
konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya. Proses ini membutuhkan
energy dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP). ATP berguna untuk
mempertahankan konsentrasi ion natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel
dan intrasel melalui suatu proses yang disebut pompa “natriumkalium”.

2.2.2 Pengaturan keseimbangan cairan


Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus, hormone
anti-diuretik (ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan glukortikoid.
1) Rasa haus. Rasa haus adalah keinginan yang disadari tehadap kebutuhan
akan cairan. Rasa haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai
295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus
sensitive terhadap perubahan osmolalitas pada cairan ekstrasel. Bila
osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus akan muncul
akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut :
a) Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang akhirnya
menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus untuk
melepaskan substrat neuron yang bertanggungjawab meneruskan sensasi haus.
b) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotic dan
mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan sensasi haus.
c) Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan local pada mulut akibat status
hiperosmolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk menghilangkan
sensasi kering yang tidak nyaman akibat penurunan saliva.
2) Hormon ADH. Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan di dalam
neurohipofisis pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH
adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel. Selain itu,
sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stres, trauma, pembedahan, nyeri, dan
pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan obat-obatan. Hormon ini
meningkatkan reabsorpsi air pada duktus pengumpul sehingga dapat menahan
air dan mempertahankan volume cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai
vasopresin karena mempunyai efek vasokonstriksi minor pada arteriol yang
dapat meningkatkan tekanan darah.
3) Hormon aldosteron. Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja
pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium
mengakibatkan retensi air. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan
konsentrasi kalium, kadar natrium serum, dan sistem rennin-angiotensin.
4) Prostaglandin. Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di
banyak jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan
darah, kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin
berperan mengatur sirkulasi ginjal, reabsorpsi natrium.
5) Glukortikoid. Glukortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dan air
sehingga memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi natrium.
Oleh karena itu, perubahan kadar glukortikoid mengakibatkan perubahan pada
keseimbangan volume darah (Tambayong, 2000).
Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sedangkan
haluaran cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan dapat terjadi melalui
beberapa organ, yakni kulit, paru-paru, pencernaan, dan ginjal.
a. Kulit. Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis
yang merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar
keringat ini disebabkan oleh aktivitas otot, temperature lingkungan yang
tinggi dan kondisi demam. Pengeluaran cairan melalui kulit dikenal
dengan istilah insensible water loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku
pada paru-paru. Sedangkan pengeluaran cairan melalui kulit berkisar
1520ml/24 jam atau 350-400 ml/hari.
b. Paru-paru. Meningkatnya jumlah cairan yang keluaran melalui paru
merupakan suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas karena pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk paru
adalah 350-400 ml/hari.
c. Pencernaan. Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui
sistem pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan IWL
secara keseluruhan adalah 10-15 ml/kg BB/24 jam, dengan penambahan
10% dari IWL normal setiap kenaikan suhu 10C.
d. Ginjal. Ginjal merupakan organ pengeksresikan cairan yang utama pada
tubuh. Pada individu dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500 ml per
hari.

2.2.3 Regulasi elektrolit.


Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh adalah kation dan anion. a)
Kation. Kation yang terdapat dalam tubuh meliputi :
a) Natrium. Natrium merupakan kation utama dalam CES. Konsentrasi normal
natrium diatur oleh ADH dan aldosteron (di ekstrasel). Natrium tidak hanya
bergerak ke dalam dan keluar sel, tetapi juga bergerak di antara dua
kompartemen cairan utama. Natrium berperan dalam pengaturan
keseimbangan cairan, hantaran impuls dan kontraksi otot. Fungsi utama
natrium adalah untuk membantu mempertahankan keseimbangan cairan,
terutama intrasel dan ekstrasel, dengan menggunakan sistem “pompa
natriumkalium”. Regulasi ion natrium dilakukan dengan asupan natrium,
hormone aldosteron dan haluaran urin.
b) Kalium. Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam CIS. Sumber
kalium diperoleh dari pisang, brokoli, jeruk dan kentang. Kalium penting
untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa, serta mengatur trasmisi
impuls jantung dan kontraksi otot. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal
dengan perubahan dan penggantian dengan ion kalium di tubulus ginjal.
b) Anion. Anion yang terdapat dalam tubuh meliputi :
a) Klorida klorida temasuk salah satu anion terbesar di cairan ekstrasel. Klorida
berfungsi mempertahankan tekanan osmotic darah. Nilai normal klorida
adalah 95-105 mEq/l.
b) Bikarbonat. Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh yang
terdapat di cairan ekstrasel dan intrasel. Regulasi bikarbonat dilakukan oleh
ginjal. Nilai normal bikarbonat adalah 22-26 mEq/l.
c) Fosfat. Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
Fosfat berfungsi membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta menjaga
keutuhannya. Selain itu, fosfat juga membantu kerja neuromuscular,
metabolisme karbohidrat, dan pengaturan asam-basa. Kerja fosfat ini diatur
oleh hormon paratiroid dan diaktifkan oleh vitamin D.
2.3 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektolit
2.3.1 Ketidakseimbangan cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu
mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa
defisit volume cairan atau sebaliknya.
1. Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]). Defisit volume cairan
adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi
cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi antara keduanya
(cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi ini dikenal juga dengan
istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik mengalami
perubahan sehingga cairan interstisial menjadi kosong dan cairan intrasel
masuk ke ruang interstisial sehingga mengganggu kehidupan sel. Secara
umum, kondisi defisit volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-145
mEq/l.
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-150
mEq/l.
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma darah adalah
130 mEq/l.

Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa


perubahan. Di antaranya adalah penurunan volume ekstrasel (hipovolemia)
dan perubahan hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh
banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya asupan pelarut
(mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan eksresi
urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain
yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi
dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahan menjadi :
a. Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang
lebih besar dan individu dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat.
Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran
pencernaan, perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah.
b. Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn cairan mencapai
510% dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kaddar natrium serum berkisar
152-158 mEq/l. Salah satu gejalanya adalah mata cekung.
c. Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6
liter. Kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita
dapat mengalami hipotensi.
2. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE]). Volume cairan
berlebih (overhidrasi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
kelebihan (retensi) cairan dan natrium di ruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal
juga dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi umumnya disebabkan oleh
gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul terkait kondisi
ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat
peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema
sering muncul di daerah mata, jari, dan pergelangan kaki. Edema pitting
adalah edema yang muncul di daerah perifer. Jika area tersebut ditekan, akan
terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah tekanan dilepaskan. Ini
karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan edema pitting tidak
menunjukkan kelebihan cairan yang menyeluruh. Sebaliknya pada edema
nonpitting, cairan di dalam jaringan tidak dapat dialihkan ke area dengan
penekanan jari. Ini karena edema non-pitting tida menunjukkan kelebihan
cairan ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma yang menyebabkan
pengumpulan dan pembekuan cairan di permukaan jaringan. Kelebihan cairan
vascular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan pada
permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh
tubuh. Manifestasi edema paru antara lain penumpukan sputum, dispnea,
batuk, dan bunyi nafas ronkhi basah.

2.3.2 Ketidakseimbangan elektrolit


Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :
 Hiponatremia dan hipernatremia. Hiponatremia adalah kekurangan kadar
natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotic.
Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel
sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit
ginjal, penyakit Addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, pengeluaran
keringat berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain yang berkaitan
dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon antidiuretik
(syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]), peningkatan asupan
cairan, hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidipsia
psikogenik. Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural,
postural dizziness, mual, muntah, diare, takikardi, kejang dan koma. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar natrium serum <136 mEq/l dan berat
jenis urine <1,010. Hipernatremia adalah kelabihan kadar natrium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrasel. Kondisi ini
mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel. Penyebab hipernatremia
meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, disfagia, diare,
kehilangan cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes insipidus.
Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi,
kejang, oliguria, atau anuria. Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar
natrium serum >144 Meq/l, berat jenis urine >11,30.
 Hipokalemia dan hiperkalemia. Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium
di cairan ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya,
ion hydrogen dan kalium tertahan di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau
perubahan pH plasma. Gejala defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot,
distensi usus, penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak teratur. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum <3,0 mEq/l.
hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini jarang
sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan kehidupan sebab
akan menghambat trasmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung.
Saat terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
memberikan insulin sebab insulin dapat membantu mendorong kalium masuk ke
dalam sel. Tanda dan gejala hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas,
irama jantung ireguler, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l, sedangkan pada
pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR
memanjang.
 Hipokalsemia dan hiperkalsemia. Hipokalsemia adalah kekurangan kadar
kalsium di cairan ekstrasel. Bila berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan
osteomalasia sebab tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan
mengambilnya dari tulang. Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan
tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, dan
osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium
serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval
Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek
positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Kondisi ini
menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan
flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi penurunan kemampuan otot,
anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi, nyeri punggung, dan serangan jantung.
Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium serum >5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan
peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil rontgen menunjukkan osteoporosis
generalisata serta pembentukan kavitas tulang yang menyebar.
 Hipomagnesemia dan hipermagnesemia. Hipomagnesemia terjadi apabila
kadar magnesium serum urang dari 1,5 mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan
oleh konsumsi alohol yang berlebih, malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati,
absorpsi usus yang buruk. Tanda dan gejalanya meliputi tremor, refleks tendon
profunda yang hiperaktif, konfusi, disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan
hipertensi. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium
serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah kondisi meningkatnya kadar
magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat
menimpa penderita gagal ginjal., terutama yang mengkonsumsi antasida yang
mengandung magnesium. Tanda dan gejala hipermagnesemia meliputi aritmia
jantung, depresi refleks tendon profunda, depresi pernapasan. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l.
 Hipokloremia dan hiperkloremia. Hipokloremia adalah penurunan kadar ion
klorida dalam serum. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan
sekresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta
pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala yang muncul menyerupai alkalosis
metabolic, yaitu apatis, kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/l. Hiperkloremia
adalah peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan
hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi
hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan
kelemahan, letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah
nilai ion klorida >105 mEq/l.
 Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia. Hipofosfatemia adalah penurunan kadar
fosfat di dalam serum. Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat
di usus, peningkatan ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang.
Hipofosfatemia dapat terjadi akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes,
dan hipertiroidisme. Tanda dan gejalanya meliputi anoreksia, pusing, parestesia,
kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mEq/dl. Hiperfosfatemia adalah
peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus
gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu,
hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau
penyalahgunaan laksatif yang mengandung fosfat. Karena kadar kalsium
berbanding terbalik dengan fosfat, maka tanda dan gejala hiperfosfatemia hampir
sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan eksibilitas sistem saraf pusat,
spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah
kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan
osteoporosis. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau 3,0
mEq/l.

2.4 Asam-basa
Kadar atau derajat keasaman cairan digambarkan dengan konsentrasi ion
hydrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-). Asam adalah substansi yang berisi ion
hydrogen yang dapat dibebaskan. Sedangkan basa adalah substansi yang dapat
menerima ion hydrogen. Satuan pengukur yang digunakan untuk menggambarkan
keseimbangan asam-basa adalah “pH”. Rentang pH berkisar 1-14. pH netral
adalah 7, contohnya air murni. Jika ion hydrogen bertambah, larutan akan bersifat
asam (pH<7). Sebaliknya, jika ion hidroksil bertambah, larutan tersebut akan
bersifat basa (pH>7). Plasma darah normalnya bersifat basa-ringan dengan pH
7,35-7,45. Asidosis adalah kondisi yang ditandai dengan berlebihnya proporsi ion
hydrogen di dalam cairan ekstrasel dengan pH <7,35. Alkalosis adalah kondisi
ketika plasma kekurangan ion H+ dan pH>7,45. Untuk mempertahankan pH yang
normal, ion hydrogen diatur melalui sistem buffer, mekanisme pernafasan, serta
mekanisme ginjal. Bila upaya tersebut gagal dan pH darah <6,8 atau >8,0, dapat
terjadi kematian.

2.5 Gangguan Keseimbangan Asam-basa


Pada dasarnya, keseimbangan asam-basa mengacu pada pengaturan ketat
konsentrasi ion hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Secara umum,
keseimbangan asam-basa digambarkan dalam reaksi kesetimbangan berikut ini.

CO2 + H2O  H2CO3 H+ + HCO3-

Reaksi diatas bersifat reversible karena dapat berlangsung dalam dua arah,
bergantung pada konsentrasi zat-zat yang terlibat. Saat kadar CO2 dalam darah
meningkat, reaksi akan berpindah ke sisi asam dan menghasilkan H + serta HCO3-.
Sebaliknya, jika kadar CO2 dalam darah menurun, reaksi tersebut akan berpindah
ke sisi CO2. Dalam proses ini, ion H+ dan HCO3- bereaksi membentuk H2CO3-
yang dengan cepat berubah kembali menjadi CO2 dan H2O. ketidakseimbangan
asam-basa terjadi apabila perbandingan antara [HCO3-] dan [CO2] tidak
proporsional. Normalnya, perbandingan antara keduanya adalah 20/1. Jika
perbandingan tersebut berubah, akan terjadi ketidakseimbangan yang
menimbulkan gangguan yang disebut asidosis dan alkalosis. Baik asidosis maupun
alkalosis, keduanya dipengaruhi oleh fungsi pernapasan dan metabolisme.
Karenanya, dikenal istilah asidosis respiratorik dan asidosis metabolic serta
alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolic.
Saat terjadi gangguan keseimbangan asam-basa, tubuh akan berupaya
memperbaikinya melalui suatu sistem regulasi sehat yang disebut kompensasi.
Selain melalui sistem buffer, upaya kompensasi ini dilakukan melalui mekanisme
pernapasan dan mekanisme ginjal.
 Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh retensi CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar
melalui paru berkurang, terjadi peningkatan H2CO3 yang kemudian menyebabkan
peningkatan [H+]. Kondisi ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah
penyakit paru, depresi pusat pernapasan, kerusakan saraf atau otot yang
menghambat kemampuan bernapas, atau oleh tindakan sederahana seperti
menahan napas. Sebagai upaya kompensasi, ginjal akan berupaya menahan
bikarbonat untuk mengembalikan rasio asam karbonat dan bikarbonat yang
normal. Akan tetapi, karena ginjal berespon relative lambat terhadap
keseimbangan asam-basa, respons kompensasi tersebut mungkin akan
membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari sampai pH kembali
normal .
Tanda-tanda klinis asidosis respiratorik meliputi :
a. Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi
b. Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan
disorientasi.
c. pH plasma <7,35 ; pH urine <6
d. PCO2 tinggi (>45 mmHg)
 Asidosis metabolic
Asidosis metabolic,dikenal juga dengan istilah asidosis nonrespiratorik, mencakup
semua jenis asidosis yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan
tubuh. Pada keadaan tidak terkompensasi, kondisi ini ditandai dengan penurunan
HCO3- plasma, sedangkan kadar CO2 normal. Asidosis metabolic biasanya
disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau oleh
penimbunan asam nonkarbonat. Kondisi tersebut merangsang pusat pernafasan
untuk meningkatkan frekuensi dan kedalaman napas. Akibatnya, karbon dioksida
semakin banyak terbuang dan kadar asam karbonat menurun. Upaya ini
meminimalkan perubahan pH.
Tanda dan gejala asidosis metabolic meliputi :
a. Pernafasan Kussmaul, yaitu pernapasan cepat dan dalam
b. Kelelahan (malaise)
c. Disorientasi
d. Koma
e. pH plasma <3,5
f. PCO2 normal tau rendah jika sudah terjadi kompensasi
g. Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20 mEq/l, dewasa <21mEq/l)

 Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat
hiperventilasi. Jika ventilasi paru menigkat, jumlah CO2 yang dikeluarkan akan
lebih besar daripada yang dihasilkan. Akibatnya, H2CO3 yang terbentuk berkurang
dan H+ menurun. Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah demam,
kecemasan, dan keracunan aspirin yang kesemuanya merangsang ventilasi yang
berlebihan. Sebagai upaya kompensasi ginjal akan mengekskresikan bikarbonat
untuk mengembalikan pH ke dalam rentang normal. Tanda dan gejala klinis
alkalosis respiratorik adalah a. Penglihatan kabur
b. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
c. Kemampuan konsentrasi terganggu
d. Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus gawat)
e. pH >7,45
 Alkalosis metabolic
Alkalosis metabolic adalah penurunan (reduksi) H+ plasma yang disebabkan oleh
defisiensi relatif asam-asam nonkarbonat. Pada kondisi ini, peningkatan HCO3-
tidak diimbangi dengan peningkatan CO2. Dalam keadaan tidak terkompensasi,
kadar HCO3- bisa berlipat ganda dan menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi
ini antara lain disebabkan oleh muntah yang terus menerus dan ingesti obat-obat
alkali. Sebagai upaya kompensasi, pusat pernapasan ditekan agar pernapasan
menjadi pendek dan dangkal. Akibatnya, CO2 menjadi tertahan dan kadar asam
karbonat meningkat guna mengimbangi kelebihan bikarbonat.
Tanda dan gejala klinis alkalosis metabolic adalah a.
Apatis
b. Lemah
c. Gangguan mental (mis, gelisah, bingung, letargi)
d. Kram
e. Pusing

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan difokuskan pada hal-hal seperti riwayat keperawatan,
pengukuran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
a. Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang beresiko
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut
meliputi :
a. Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan
b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat menggangu status
cairan.
e. Status perkembangan (usia atau kondisi social)
f. Factor psikologis.
Sedangkan menurut Metheny (1991), ada enam hal yang perlu ditanyakan
untuk menilai status cairan dan elektrolit pasien, yaitu :
a. Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit?
b. Apakah pasien mendapat terapi cairan parenteral atau pengobatan lain
yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit? Jika ya,
bagaimana pengobatan itu bisa mengacaukan keseimbangan cairan?
c. Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari mana?
Apa tipe ketidakseimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran cairan
itu?
d. Apakah ada pembatasan diet (mis., diet rendah garam)? Jika ya,
bagaimana hal itu bisa mempengaruhi keseimbangan cairan?
e. Apakah klien menerima air atau zat gizi lain melalui oral atau rute lain
dalam jumlah yang cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien menerima
asupan yang tidak adekuat tersebut?
f. Bagaimana perbandingan antara asupan cairan total dengan haluaran
cairan totalnya?
b. Pengukuran klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi dari
dokter adalah pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat badan, serta
pengukuran asupan dan haluaran cairan.
a. Berat badan. Pengukuran BB dilakukan disaat yang sama dengan
menggunakan pakaian dengan berat yang sama. Peningkatan atau penurunan 1
kg berat badan setara dengan penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.
b. Tanda – tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, dan
tekanan darah serta tingkat kesadaran) bisa menandakan gangguan
keseimbanga cairan dan elektrolit.
c. Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan parenteral
(obatobat intravena), makanan yang mengandung air, irigasi kateter.
d. Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume, kepekatan), feses
(jumlah, konsistensi) drainase, dan IWL.
e. Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang
berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.
f. Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan
cairan dan elektrolit (mis., DM, CA, luka bakar, hematemesis, dll).
g. Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., steroid, diuretic, dialysis).
c. Pemeriksaan fisik
a. Integument. Turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskular. Distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.
c. Mata. Cekung, air mata kering.
d. Neurologi. Reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal. Mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
d. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah,
hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
b. Ht naik : dehidrasi berat dan gejala syok
c. Ht turun : perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
d. Hb naik : hemokonsentrasi.
e. Hb turun : perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
a. Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar
natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
b. pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8
dan berat jenisnya 1,003-1,030.
c. Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO 2, HCO3-,
PCO2, dan Sa. O2. Nilai PCO2 normal : 35-40 mmHg; PO2 normal : 80-
100 mmHg; HCO3- normal : 25-29 mEq/l. sedangkan saturasi O2
adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang
dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan vena
(60%-85%).

Interpretasi
Asidosis
a.  CO2 naik : CO2 + H2O H2CO3
b.  HCO3- turun : HCO3- bersifat basa.
c. Alkalosis
d.  CO2 turun : tidak terbentuk asam bikarbonat
e.  HCO3- : kadar basa naik.

Pada ketidakseimbangan asam-basa karena proses respiratorik, nilai pH dan PCO2


tidak normal. Sebaliknya, bila kondisi tersebut disebabkan oleh proses metabolic,
nilai pH dan HCO3- keduanya meningkat atau rendah.
2. Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), masalah keperawatan utama untuk masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi : a. Kekurangan volume cairan
b. Kelebihan volume cairan
c. Resiko kekurangan volume cairan
d. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
e. Gangguan pertukaran gas.
3. Perencanaan dan implementasi
Secara umum, tujuan intervensi keperawatan untuk masalah cairan dan elektrolit
meliputi mempertahankan keseimbangan asupan dan haluaran cairan, mengoreksi
deficit volume cairan dan elektrolit, mengurangi overload, mempertahankan berat
jenis urine dalam batas normal, menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan
keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa, serta mencegah komplikasi akibat
pemberian terapi.
3.1 Kekurangan volume cairan. Yang
berhubungan dengan :
a. Haluaran urine yang berlebihan (mis., diabetes insipidus)
b. Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal,
peritonitis, atau diare.
c. Mual/muntah
d. Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorakan ,
kelelahan
e. Asupan cairan yang kurang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca.
f. Penggunaan laktasif dan diuretic yang berlebihan

Kriteria hasil
Klien akan mempertahankan berat jenis urine dalam rentang normal.
Indicator
a. Meningkatkan jumlah asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai
dengan usia dan kebutuhan metabolic.
b. Mengidentifikasi factor risiko deficit cairan dan menjelaskan perlunya
meningkatkan asupan cairan sesuai indikasi.
c. Tidak memperlihatkan tanda dan gejala dehidrasi.

Intervensi umum
Mandiri
a. Kaji factor penyebab (mis., ketidakmampuan untuk minum sendiri,
gangguan menelan, sakit tenggorakan, asupan cairan yang kurang
sebelum berolahraga, kurang pengetahuan, atau tidak suka dengan
minuman yang tersedia).
b. Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang
adekuat serta metode untuk memenuhi asupan nutrisi.
c. Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai dan rencanakan
pemberian asupan sacara bertahap (mis., 1000 ml di siang hari, 800 ml
di sore hari, dan 300 ml di malam hari)
d. Bila klien mengalami sakit tenggorakan, tawarkan minuman yang
hangat atau dingin ; pertimbangkan pemberian es.
e. Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat
sebelum makan dan berikan cairan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
f. Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan ,
haluaran urine, dan berat badan harian.
g. Pantau asupan cairan klien (minimal 2000 ml asupan cairan oral per
hari)
h. Pantau haluaran klien (minimal 1000-1500 ml per hari)
i. Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa
menyebabkan kehilangan cairan berlebih (mis., pemberian diuretic,
muntah, diare, demam)
j. Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
➢ Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya hidrasi yang adekuat
sebelum dan selama berolahraga.

Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intarvena.

Rasional
➢ Kondisi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Akibatnya,
haluaran urine tidak dapat membersihkan limbah secara adekuat sehingga
kadar BUN dan elektrolit meningkat.
➢ Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan
➢ Untuk memantau berat badan secara efektif, penimbangan harus dilakukan
di saat yang sama dengan pakaian yang beratnya hampir sama.
➢ Konsumsi gula, alcohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat
meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi
3.2 Kelebihan volume cairan
BAB III PROSES KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data
yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta
merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994).
3.1.1 Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik
Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik dapat mengungkap berbagai
data tentang praktik keamanan klien dan resiko klien dalam mengalami cedera.
Data tersebut meliputi usia dan tingkat perkembangan; status kesehatan umum;
status mobilitas; ada tidaknya defisit fisiologis atau persepsi atau kerusakan
sensorik lain; perubahan proses pikir atau gangguan kognitif atau emosional;
adanya tindak penganiayaan atau pengabaian; dan riwayat kecelakaan atau cedera.
Selain itu perlu juga dikaji tentang riwayat keselamatan yang meliputi kesadaraan
klien akan adanya bahaya, pengetahuan tentang tindakan pengamanan baik di
rumah ataupun di tempat kerja, dan setiap ancaman yang ia rasakan terhadap
kesehatannya.
3.1.2 Perangkat pengkajian resiko
Perangkat ini ditujukan untuk mengidentifikasi klien yang berisiko
mengalami cedera tertendu, seperti jatuh, atau untuk mengkaji kondisi klien secara
umum agar klien tetap aman di lingkungan rumahnya maupun di tatanan
perawatan kesehatan. Perangkat tersebut merangkum data-data spesifik yang
terdapat dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik klien.
3.1.3 Penilaian tingkat kebahayaan lingkungan rumah
Bahaya di lingkungan rumah, seperti jatuh, kebakaran, keracunan, asfiksia,
dan bahaya-bahaya lainnya dapat disebabkan oleh penggunaan perabotan rumah
tangga, perkakas, dan peralatan masak yang tidak tepat.
3.2 PENETAPAN DIAGNOSIS
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang
aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung
gugat“(Wong,D.L,2004:33).
NANDA (2003) mengajukan label diagnosis luas yang terkait dengan
masalah keamanan,yaitu :
Tabel Pegkajian Lingkungan Rumah
Lingkungan Rumah Hal yang Dikaji
Eksterior rumah Tangga di dalam rumah : kondisi tangga, ada tidaknya
handrails.
Interior rumah
Penerangan lampu, keset dan pengaman karet, tata
ruang atau barang,kondisi kamar atau WC.
Dapur
Kondisi lantai, penerangan lampu, sumber air,
Kamar mandi kompor, kulkas.

Kondisi lantai, penerangan lampu, adanya matras


Ruang tidur karet pada bath up atau shower, balok pegangan,
kotak obat, jarak toilet-bath up.

Listrik Letak keset atau karpet, tata letak perabot, tombol


lampu, penerangan malam hari, akseske toilet.

Pengaturan listrik yang membahayakan (mis.,


colokan tidak terlindungi, ada lebih dari satu aliran
kabel, letak kabel dekat dengan barang-barang
basah,dll)

3.3 PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI


Tujuan utama asuhan keperawatan pada klien dengan resiko keamanan
adalah mencegah kecelakaan dan cedera. Untuk tujuan tersebut, klien seringkali
dituntut untuk mengubah perilaku sehat mereka dan memodifikasi lingkungan. ~
Risiko cedera

Yang berhubungan dengan:


❖ Perubahan fungsi serebri, sekunder akibat hipoksia jaringan, sinkope, vertigo.
❖ Perubahan mobilitas, sekunder akibat amputasi, arthritis, Parkinsonisme, dll.
❖ Gangguan fungsi sensorik (penglihatan, pendengaran, suhu/sentuhan, penciuman).
❖ Rendahnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan, sekunder akibat konfusi,
hipoglikemia, depresi, ketidakseimbangan elektrolit.
❖ Efek obat (sedative, vasodilator, antihi, wpertensi, diuretik, psikotropika,
fenotiazin terhadap mobilitas dan sensorium).
❖ Bahaya di lingkungan rumah (mis., lorong yang tidak aman, pencahayaan yang
kurang, tangga, kamar mandi, lantai yang licin, racun yang disimpan bukan pada
tempatnya.
❖ Lingkungan yang asing, rumah sakit, panti wreda.
❖ Penggunaan alat bantu berjalan (kruk, walker, tongkat, kursi roda).
❖ Defek penilaian, sekunder akibat defisit sensorik, medikasi, defisit kognitif.
Kriteria hasil
Individu akan menyatakan berkurangnya episode jatuh dan rasa takut terhadap
bahaya jatuh.
Indikator
➢ Mengidentifikasi faktor yang dapat meningkatkan resiko cedera.
➢ Menjelaskan tujuan penggunaan tindakan keamanan untuk mencegah cedera
(mis., menyingkirkan karpet atau memasangnya dengan kuat).
➢ Menjelaskan tujuan dilakukannya tindak pencegahan tertentu (mis.,
menggunakan kacamata hitam untuk mengurangi silau).
➢ Menambah kegiatan sehari-hari ,jika memungkinkan.
Intervensi umum

➢ Kaji adanya faktor penyebab atau faktor pendukung (mis., lingkungan sekitar
yang asing; gangguan penglihatan, gangguan pendengara; penurunan
sensitivitas sentuhan; hipotensi ortostatik; penurunan kekuatan/fleksibilitas;
nyeri; penggunaan kruk; tongkat, walker yang tidak tepat; imobilitas sendi;
efek samping medikasi; dan faktor lingkungan yang membahayakan).
➢ Kurangi atau hilangkan faktor penyebab, jika memungkinkan.
Lingkungan sekitar yang asing
 Orientasikan setiap individuysng baru masuk dengan lingkungan sekitarnya.
 Awasi dengan ketat individu pada malam-malam pertama untuk mengkaji.
 Gunakan peneranganpada malam hari.
 Anjurkan individu untuk meminta bantuan pada malam hari.
 Jelaskan tentang efek samping obat-obatan tertentu (mis., pusing,kelelahan).
Gangguan penglihatan
 Beri penerangan yang aman dan memadai untuk klien.
 Beri tahu cara mengurangi silau (mis., menghindari semua permukaan yang
mengkilap, menggunakan lampu yang sinarnya menyebar dan bukan yang
menyorot, memalingkan wajah ketika menyalakan lampu yang terang, dll).
 Minta klien atau keluarga untuk meletakkan warna-warna yang cukup kontras
guna membedakan pandangan dan ingatkan mereka untuk menghindari warna
hijau dan biru.
 Tandai pinggiran anak tangga dengan warna-warna yang berbeda (mis.,
dengan plester berwarna).
 Hindari warna-warna senada (mis., saklar berwarna coklat keabu-abuan di atas
dinding yang warnanya sama).
Penurunan sensitivitas taktil
Ajarkan berbagai tindakan preventif.
 Kaji suhu air mandi dan bantalan panas sebelum digunakan.
 Kaji kondisi ekstremitas setiap hari untuk melihat adanya cedera yang
takterdeteksi.
 Jaga agar kaki tetap hangat dan kering dan oleskan lotion (lanolin, minyak
mineral) agar kaki tetap lembut.
Penurunan ketajaman pendengaran
Ingatkan klien untuk membuka setengah kaca jendelanya saat berkendara agar
tanda-tanda peringatan (mis., sirine) dapat terdengar. Selain itu, ingatkan klien
untuk mengecilkan AC, pemanas, dan suara radio agar suara-suara dari luar
mobil bisa terdengar.
Penurunan kekuatan/fleksibilitas
 Lakukan latihan yang dapat memperkuat pergelangan kaki setiap hari
(Schoenfelder, 2000).
 Lakukan latihanjalan sedikitnya 2 atau 3 kali seminggu.

Penggunaan alat bantu berjalan


 Ajarkan klien cara berjalan dengan menggunakan alat bantu (mis., kruk,
walker, tongkat) secara benar.
 Konsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang bentuk latihan berjalan yang
benar.
Efek samping medikasi
Kaji adanya efek samping obat yang dapat menyebabkan vertigo(mis.,
hipotensi, sedasi, hipokalemia, vasodilatasi, vasokonstriksi). Faktor
lingkungan yang membahayakan
 Menyingkirkan karpet dan benda-benda yang tergeletak serta memperbaiki
lantai yang sangat mengkilap.
 Memasang traction tape untuk mencegah licin pada permukaan bak mandi
atau shower.
 Memasang palang untuk pegangan di kamar mandi.
 Memasang jeruji pengaman di lorong dan tangga.
 Memindahkan barang-barang yang mengganggu dari dinding di sepanjang
tangga (mis., cantelan jas, rak).
 Memasang siderail dan mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah
apabila klien ditinggalkan tanpa pengawasan.
 Mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah apabila klien ditinggalkan
tanpa pengawasan.
 Mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah dan mengunci roda-rodanya
jika tidak sedang digerakkan.
 Mengajarkan cara mengunci dan melepaskan kunci roda pada klien yang
memakai kursi roda.
 Pastikan bahwa sepatu atau alas kaki klien tidak slip.
➢ Uraikan dan dokumentasikan peristiwa jatuh (cedera yang terjadi, peristiwa
jatuh sebelumnya, medikasi, dan tindakan yang diambil). Rasional

➢ Lingkungan yang asing serta gangguan yang terjadi pada penglihatan,


orientasi, mobilitas, dan kelelahan dapat meningkatkan risiko jatuh.
➢ Klien dengan gangguan mobilitas memerlukan alat bantu pengaman dan upaya
menghilangkan bahaya yang ada guna membantunya melakukan kegiatan
sehari-hari.
➢ Tujuan pencegahan dan manajemen jatuh berfokus pada upaya menurunkan
kemungkinan jatuh dengan mengurangi bahaya lingkungan, meningkatkan
kemampuan individu untuk mencegah jatuh dan cedera akibat jatuh, serta
member perawatan cedera setelah jatuh.
➢ Kondisi sulit melihat karena silau seringkali menjadi penyebab jatuh pada
lansia; ini dikarenakan lansia semakin rentan terhadap cahaya silau. Bola
lampu pijar (nonfluoresens) dapat menghasilkan cahaya silau yang lebih
sedikit dan karenanya dapat dijadikan penerangan yang baik bagi lansia.
➢ Kondisi lingkungan yang asing ditambah gangguan penglihatan dan mobilitas
yang dialami klien menyebabkan klienberisiko tinggi mengalami cedera (mis.,
jatuh, terbakar).
➢ Latihan penguatan pergelangan kaki dan program berjalan dapat meningkatkan
keseimbangan tubuh, menambah kekuatan pergelangan kaki, meningkatkan
kecepatan berjalan, mengurangi insiden jatuh dan ketakutan akan jatuh, serta
meningkatkan kepercayaan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(Schoenfelder,2000)

BAB IV PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kesehatan sangatlah penting untuk diketahui oleh para perempuan bakal calon
ibu ataupun laki-laki calon bapak. Oleh karena itu bverdasarkan uraian di atas
dapat penulis simpulkan bahwa:
• Leukimia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan
system limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih
abnormal dan imatur (Wong, 2009). Leukimia adalah proliferasi sel darah putih
yang masih imatur dalam jaringan pembentukan darah.
• Leukimia, kanker pada jaringan pembentuk darah adalah bentuk kanker pada
masa kanak-kanak yang paling sering ditemukan. Insidensi pertahunnya adalah 3
hingga 4 kasus per 100.000 anak-anak kulit putih yang berusia dibawah 15 tahun (
Margolin & Poplack, 1997 dalam Wong, 2009). Penyakit ini lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yang masih berusia di atas 1
tahun, dan awitan puncaknya terjadi antara 2 dan 6 tahun.
• Leukemia merupakan salah satu bentuk kanker yang memperlihatkan
peningkatan angka keberhasilan hidup secara dramatis. Keberhasilan hidup tanpa
penyakit untuk jangka waktu lama yang dijumpai akhir-akhir ini pada anak-anak
yang menderita leukemia limfoid akut mendekati angka 75% ( Fiebert & Shurin,
1998 dalam Wong, 2009),
1.2 Saran
Untuk itu wawasan dan pengetahuan tentang leukimia sangatlah penting
untuk bisa dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah
tangga dan masyarakat pada umumnya, supaya kesejahtaraan dan kesehatan bisa
tercapai dengan sempurna. Oleh karena itu penulis memberi saran kepada para
pihak yang terkait khususnya pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa
memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut kepada khalayak masyarakat
dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan kesehatan masyarakat
bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit


Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
Marilynn E. Doengoes, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993,
Rencana Asuhan Keperawatan, EGC.
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai