Anda di halaman 1dari 6

Saya ingin memberikan suatu manfaat terhadap orang lain, khususnya dalam dunia pendidikan.

Saya
ingin manfaat tersebut nantinya mampu membawa perubahan menuju ke arah yang lebih baik, minimal
pada instansi tempat saya bekerja dan lingkungan sekitar. Ada kondisi yang begitu memprihatinkan di
lingkungan saya bekerja, kesadaran akan pendidikan masih begitu rendah. Masih banyak anak yang
hanya tamat SMP dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Angka putus sekolah dan pernikahan di
bawah umur begitu besar. Karena hal itu, siswa yang mau melanjutkan sekolah ke jenjang SMA menurut
saya harus mendapatakan sesuatu yang lebih sebagai bekal untuk masa depan mereka. Saya ingin
mereka kelak akan menjadi agen perubahan di lingkungan tempat tinggal mereka. Banyak dari mereka
yang datang dari wilayah pedalaman gunung dengan jalan yang sangat sulit untuk diakses. Jika tidak
memberikan sesuatu yang besar kepada mereka, maka menurut saya adalah itu merupakan sebuah
dosa besar, karena membiarkan semangat belajar mereka menjadi tidak terbayarkan dan sia-sia. Melalui
program guru penggerak ini saya berharap hal tersebut dapat tercapai.

Menurut saya, saya adalah orang yang menyukai tantangan dan terbuka terhadap hal-hal baru. Saya
juga orang yang kreatif. Saya suka membuat kegiatan pembelajaran terasa menyenangkan dengan
menggunakan berbagai media dan metode. Salah satunya adalah dengan membuat akun Youtube yang
berisi video materi pembelajaran yang saya buat dan rekam sendiri. Akun tersebut juga berisi kumpulan
rekaman tugas siwa yang saya videokan sebagai dokumentasi. Saya juga pernah menerbitkan sendiri
buku kumpulan cerpen karya siswa sehingga mereka merasa bahwa belajar bukan hanya tentang
menghafal, namun juga berkarya.

Mungkin apa saja yang pernah saya lakukan bukanlah sesuatu yang besar. Saya yakin di luar sana banyak
sekolah yang telah melakukan hal yang lebih besar dan lebih baik. Namun keadaan sekolah kami
memang berbeda. Kami berada di wilayah pegunungan, di lereng gunung Bromo. Meskipun Bromo telah
menjadi pusat perhatian di dalam maupun luar negeri, namun berbeda dengan sekolah kami. Kami
hanya dianggap sekolah pinggiran dengan jumlah siswa yang hanya sedikit. Hal itu diperparah dengan
cara berpikir masyarakat sekitar yang menganggap pendidikan bukanlah hal yang penting. Masih banyak
sekali siswa tamat SMP yang langsung menikah atau memilih bekerja di ladang. Bagi kami, seorang anak
yang mau melanjutkan sekolahnya hingga ke jenjang SMA adalah sebuah prestasi tersendiri. Bahkan
tidak jarang mereka yang mau menjutkan hingga jenjang SMA mendapatkan cibiran dari tetangga
mereka.

Ketika pertama kali ditugaskan di sekolah tempat saya mengajar sekarang, saya begitu terkejut. Ketika
mengajar saya menyadari suatu hal, pengetahuan yang mereka kuasai begitu tertinggal. Salah satu
contoh yang membuat saya begitu miris adalah mereka tidak mengenal siapa Ki Hajar Dewantara.
Mungkin karena segala keterbasan lah yang menjadikan mereka seolah-olah "terputus" dari dunia luar.
Sejak saat itu saya merasa bahwa perlahan saya akan mengenalkan dunia luar itu melalui gerakan
literasi, yang memang selama ini hanya sekedar menjadi semboyan saja.
Kebetulan saya mengajar Bahasa Indonesia, dan kebetulan pula pelajaran ini "memaksa" anak untuk
membaca. Pada setiap kesempatan terdapat teks, saat itu juga saya juga menyiapkan video yang saya
unduh dari berbagai sumber. Video yang saya pilih adalah video tentang apa saja yang kebetulan
berkaitan dengan teks materi saat itu, di antaranya adalah tentang lingkungan hidup, sejarah, tips dan
trick, keindahan alam, renungan dan juga yang lainnya. Saya sering bekerjasama dengan Kepala Lab
Komputer untuk meminta menggunakan ruang Lab sebagai kelas Bahasa Indonesia. Ruang tersebut saya
pilih karena satu-satunya ruang yang memiliki sarana yang mendukung proses pembelajaran yang saya
lakukan. Bagi sebagian besar mereka, rupanya pembelajaran semacam ini ternyata belum pernah
dialami. Selama ini mereka hanya belajar dengan cara mencatat dan menghafal. Dampaknya, setiap kali
mengajar saya merasa mereka begitu menikmati apa saja yang saya hadirkan pada mereka. Mereka pun
mendapatkan pengalaman sekaligus pengetahuan yang baru.

Selain pembelajaran di kelas, saya juga membentuk komunitas sastra di sekolah saya. Komunitas
tersebut lahir karena "rasa iri" anak-anak kelas lain karena terbitnya buku kumpulan cerpen karya siswa
yang saya ampu. Rupanya terbitnya buku tersebut telah menjadi semacam "trigger" para siswa lain
untuk dapat melakukan hal yang serupa, dan itu adalah pertanda yang baik.

Sampai saat ini, sesungguhnya saya tidak yakin benar apakah yang saya lakukan itu akan benar-benar
sesuatu yang tepat bagi mereka. Beruntung pula saya dikelilingi oleh rekan kerja yang selalu mendukung
apa yang saya lakukan. Dan satu hal yang sangat saya syukuri, setelah melakukan hal-hal tersebut, saya
merasa anak-anak begitu mencintai saya.

Ketika itu saya masih seorang honorer di sekolah. Kebetulan untuk pertama kalinya saya mendapatkan
kepercayaan sebagai wali kelas untuk kelas X. Hingga pada suatu saat terjadilah hal yang tidak diinginkan
oleh siapapun. Salah seorang dari kelas saya akan mengundurkan diri dari sekolah karena hamil di luar
pernikahan. Hal tersebut telah diketahui oleh guru Bimbingan Konseling. Sesuai prosedur seharusnya
Guru Bimbingan Konseling dan Wali Kelas harus mengadakan kunjungan rumah untuk memastikan
keadaannya. Namun hal tersebut tidak dilakukan karena kebetulan siswa tersebut merupakan saudara
dari salah satu guru teman kami juga. Beliau tidak memperkenankan kami untuk melakukan kunjungan
karena merasa malu, dan takut jika keluarga siswa tersebut juga merasa malu karena masih bersaudara
dengan beliau. Beliau juga meminta sebisa mungkin masalah tersebut dirahasiakan dulu hingga nanti
semua surat siap ditandatangani. Hingga akhirnya pada suatu siang Kepala Sekolah menghubungi saya
bersama Wakil Kepala bagian Kesiswaan. Rupanya siang itu mereka telah didatangi oleh seorang yang
mengaku dari media masaa. Orang itu mengancam akan menerbitkan berita tentang kehamilan siswa
namun dibiarkan oleh pihak sekolah. Kepala Sekolah dan Wakil Kesiswaan pun tidak tahu tentang berita
tersebut dan berpikir bahwa saya selaku wali kelas juga lalai sehingga membiarkan siswanya tanpa
tindakan apapun.
Pada saat itu jujur saya sempat merasa terkejut dan panik karena dengan panik pula Kepala Sekolah dan
Wakil Kesiswaan menghubungi saya. Bahkan jajaran staff sekolah juga panik. Namun setelah Kepala
Sekolah dan Wakil Kesiswaan menceritakan apa yang terjadi saya mulai memahami keadaannya. Beliau
memang tidak mengerti bahwa sesungguhnya saya tidak membiarkan hal itu terjadi. Saya dan Guru
Bimbingan Konseling telah melakukan tindakan meskipun belum tuntas. Memang saya juga melakukan
kesalahan pada saat itu, yaitu mengikuti permintaan teman guru saya yang meminta untuk sementara
merahasiakan berita kehamilan siswa tersebut. Meskipun entah darimana berita tersebut diketahui oleh
orang yang mengaku dari media massa. Mungkin karena orang tua siswa tersebut juga seorang tokoh
masyarakat di desanya. Akhirnya saya menceritakan semuanya yang terjadi kepada Kepala Sekolah dan
Wakil Kesiswaan. Saya menceritakan bahwa sesungguhnya saya dan Guru Bimbingan Konseling telah
melakukan tindakan. Namun memang belum selesai dan diminta untuk merahasiakan hal tersebut
kepada siapapun. Saya juga meminta maaf karena tindakan saya tersebut membuat kekacauan di
sekolah.

Pada saat itu ada beberapa alasan yang membuat saya mengambil keputusan untuk merahasiakan hal
tersebut meskipun mungkin tidak sepenuhnya benar. Saat itu keputusan yang saya ambil merupakan
keputusan yang menurut saya dapat dipertanggungjawabkan mengingat saya masih belum begitu
berpengalaman menghadapi permasalahan yang lebih kompleks. Alasan yang pertama adalah saya
merasa iba dengan teman guru saya. Beliau adalah orang yang dikenal baik di lingkungan maupun di
sekolah. Beliau sendiri juga terlihat sangat terkejut dengan peristiwa itu. Saya beranggapan bahwa
dengan merahasiakan hal tersebut saya telah membantu untuk menutupi aib dari sebuah keluarga
besar. Apalagi keluarga tersebut merupakan keluarga yang memiliki pengaruh di masyarakat, sehingga
peristiwa itu menyebabkan permasalahan lain yang lebih kompleks pada keluarga mereka. Alasan
berikutnya adalah saya merasa bahwa saya telah melakukan prosedur yang sesuai, yaitu akan
mengadakan kunjungan rumah meskipun pada akhirnya belum terlaksana karena permintaan teman
guru saya selaku keluarganya. Namun segala surat administrasi telah beliau bawa untuk nanti
ditandatangani dan dibicarakan secara kekeluargaan. Alasan yang ketiga adalah saya dan Guru
Bimbingan Konseling sengaja merahasiakan hal tersebut hanya untuk sementara, hingga kemelut yang
terjadi pada keluarga teman guru saya tersebut menjadi semakin reda. Pada akhirnya Wakil Kesiswaan
dan Kepala Sekolah memang harus mengetahui hal tersebut selaku penanggung jawab sekolah.

Karena keadaan sekolah begitu kacau setelah didatangi oleh seseorang yang mengaku dari media massa,
akhirnya saya meminta maaf kepada Kepala Sekolah dan Wakil Kesiswaan. Namun setelah saya bercerita
tentang apa yang sesungguhnya terjadi beliau berdua pun memahami situasinya. Saya juga meminta
maaf kepada teman guru saya karena harus bercerita lebih awal dan tidak menyangka bahwa niat baik
saya menjaga rahasia justru menimbulkan permasalahan yang baru pula. Beliau pun juga mengerti dan
justru berbalik meminta maaf karena merasa bersalah telah berpesan seperti itu kepada saya dan Guru
Bimbingan Konseling. Hingga akhirnya semuanya berjalan seperti biasa, dan tidak ada berita apapun di
media massa seperti yang ditakutkan.
Pada saat awal menjadi guru, saat itu saya masih belum memahami benar bagaimana dunia pendidikan
sesungguhnya. Saya masih beranggapan bahwa tugas guru adalah menyampaikan materi pembelajaran
dan memberikan nilai sesuai dengan hasil ujian. Saat itu saya memberikan nilai yang ternyata begitu
rendah kepada salah seorang siswa. Hal itu saya lakukan karena siswa tersebut sering terlambat dan
terlihat tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Bahkan nilai ujiannya pun tidak bagus meskipun telah
melalui proses remidi. Hingga akhirnya suatu saat seorang teman guru yang lebih senior dari saya
berkata bahwa saya memberikan nilai yang terlalu rendah. Saya pun menjelaskan alasan kenapa saya
memberi nilai yang begitu rendah. Saat itu saya merasa bahwa sudah sewajarnya saya memberikan
penilaian semacam itu, dan menganggap teman guru itu seperti meragukan saya. Namun kemudia
teman saya bercerita panjang lebar mengenai keadaan siswa tersebut sesungguhnya. Rupanya dia
berasal dari keluarga yang tidak mampu. Hampir setiap dini hari ia harus pergi ke pasar untuk
membantu berjualan bersama neneknya, karena kedua orang tuanya bercerai dan pergi tidak pernah
kembali.

Setelah mendapatkan cerita seperti itu saya begitu terkejut. Keyakinan saya terhadap cara memberikan
nilai terhadap anak tersebut menjadi luntur. Saya menyadari bahwa saya telah melakukan kesalahan.
Saya terlalu memegang sebuah pedoman namun mengabaikan banyak hal lain. Saat itu saya juga mulai
merasa bahwa ternyata menjadi guru bukan hanya tentang bagaimana memberikan materi dan
memberikan nilai. Saya merasa harus mengubah cara saya memandang siswa selama ini. Saya pun sadar
dan langsung mengubah nilai yang saya tuliskan. Saya juga berterimakasih karena teman guru saya
tersebut telah mengingatkan saya dan menceritakan segala hal tentang anak tersebut. Sejak saat itu
saya mulai belajar mengenal satu persatu murid saya. Saya menjadi lebih sering mengajak bicara mereka
tentang kehidupan sehari-hari. Saya juga selalu berusaha menggali lebih jauh tentang latar belakang
anak-anak yang selama ini saya anggap sering tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Saya tidak ingin
lagi memberikan penilaian dari satu sisi saja seperti yang selama ini telah saya lakukan.

Untuk mendukung proses pengembangan diri saya banyak hal yang saya lakukan. Salah satunya adalah
dengan membaca berbagai sumber yang berkaitan dengan teori belajar dan psikologi anak. Sebetulnya
saya merasa kurang nyaman membaca hal-hal semacam itu karena saya lebih menyukai bacaan sastra.
Namun saya tetap harus melakukan hal tersebut karena tidak ingin kembali memberikan penilaian
hanya berdasarkan satu sisi saja. Saya merasa bahwa meskipun sama-sama berangkat ke sekolah,
mereka membawa beban yang berbeda-beda. Namun saya sangat menyukai hal-hal baru sehingga pada
akhirnya semua saya lakukan dengan nyaman. Satu hal lagi yang harus saya lakukan meskipun kurang
nyaman adalah mempelajari segala hal yang berkaitan dengan administrasi dan birokrasi dalam dunia
pendidikan. Saya menyukai kebebasan dan kretaifitas. Saya kurang menyukai hal-hal yang bersifat kaku.
Namun saya harus tetap melakukannya karena bagaimana pun juga saya adalah bagian dari dunia
pendidikan. Contoh dari hal tersebut adalah membuat perangkat pembelajaran yang lengkap beserta
pelaporannya. Bagaimanapun seorang guru harus menguasai hal tersebut.

Setelah melalui berbagai proses pembelajaran yang saya alami, saya merasa pekerjaan saya menjadi
lebih bermakna dan memiliki tujuan yang jelas. Sebagai seorang guru saya merasa harus terus
meningkatkan kualitas yang ada pada diri saya. Cara pandang saya perlahan pun juga mulai berubah.
Selama ini saya menganggap bahwa para siswa yang tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik
harus mendapat nilai buruk, begitu pula sebaliknya, yang mengikuti dengan baik akan mendapat nilai
baik. Namun ternyata tidak seperti itu. Saya menyadari bahwa setiap siswa ternyata memiliki latar
belakang yang berbeda, sehingga memiliki kebutuhan belajar yang berbeda pula. Saya menyadari bahwa
tidak dapat menilai siswa hanya dari hasil nilai ujian. Saya pun mulai menyusaikan cara mengajar saya
dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa. Saya mulai menyadari bahwa
mengajar di sekolah yang berada di kota pasti akan berbeda dengan pengalaman mengajar di sekolah
yang berada di daerah pelosok. Berkat banyak hal yang saya alami pula saya menjadi mampu menilai
siswa maupun teman kerja melalui banyak sudut pandang dengan segala pengaruhnya.

Di tempat saya bekerja saat ini, saya adalah salah satu dari sedikit sekali guru yang berusia muda. Rata-
rata berusia sepuluh tahun di atas saya, bahkan lebih. Pada suatu saat teman guru saya yang kebetulan
mengikuti sebuah workshop online mendapatkan tugas untuk membuat video pembelajaran sebagai
syarat untuk mendapatkan sertifikat. Karena mengetahui saya pernah membuat video semacam itu,
beliau meminta tolong kepada saya untuk mengajari cara membuat video pembelajaran. Saya pun
langsung menyetujui permintaan beliau, dengan harapan kelak beliau bisa menggunakan dan
merapkannya dalam pembelajaran sehari-hari.

Saat itu saya hanya berfokus untuk mengembangkan keterampilan teman saya itu dalam membuat
video pembelajaran yang sederhana. Saya pun juga menyarankan kepada beliau jika nanti video sudah
jadi maka akan dibagikan ke grup kelas siswa sebagai bahan pembelajaran. Beliau pun menjadi
bersemangat dan antusias untuk menyelesaikan video tersebut. Selama ini memang beliau belum
pernah membuat video pembelajaran sendiri. Akhirnya saya mulai berbagi keterampilan dengan beliau
mulai dari menentukan materi yang akan disampaikan, pengambilan gambar, bahkan sampai proses
editing yang sederhana. Pada saat itu saya menyarankan beliau untuk memilih materi yang paling tepat
dan mudah dijelaskan sehingga video yang nanti dihasilkan tidak terlalu panjang. Kemudian saya
membantu memilihkan konsep video pembelajaran yang sederhana sehingga nanti saat proses
pengeditan tidak terlalu banyak menemui kesulitan. Berikutnya saya berbagi keterampilan dengan
beliau cara menggunakan aplikasi untuk mengedit dan menggabung video melalui telepon genggam
agar lebih mudah. Saya sengaja memilihkan cara yang paling sederhana dengan harapan kelak beliau
akan mampu membuat video pembelajaran sendiri dengan mudah.
Dukungan yang saya berikan kepada teman saya tersebut tentu saja dukungan semangat dan dukungan
berupa tenaga. Saya selalu berusaha meyakinkan beliau bahwa membuat video pembelajaran adalah
sebuah kemampuan yang akan sangat bermanfaat. Dukungan tenaga yang saya berikan salah satunya
adalah dengan membantu beliau untuk merekamkan video yang nanti akan dijadikan bahan. Setelah itu
saya menunjukkan langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan sehingga video pembelajaran dapat
diselesaikan dengan baik. Namun semuanya bukan tanpa hambatan. Karena hambatan itu pula lah yang
membuat saya memilih untuk mngajarkan hal-hal yang sederhana dalam pembuatan video tersebut.
Hambatan utama tentu saja tentang cara penggunaan aplikasi untuk mengedit video. Bagi orang seusia
beliau yang jauh di atas saya, menggunakan aplikasi semacam itu pasti terasa begitu sulit dan
membingungkan. Setelah saya bantu untuk memasangkan aplikasi tersebut, saya menunjukkan
tampilan aplikasi kepada beliau. Kemudian satu persatu saya tunjukkan cara untuk menggabungkan
video dengan menu yang paling sederhana. Setelah selesai saya meminta beliau untuk mengulangi sekali
lagi apa yang saya lakukan. Begitu seterusnya hingga beliau hafal betul. Setelah itu saya mengajarkan
beliau cara memberi efek transisi yang juga paling sederhana, hingga sampai pada tahap menyimpan file
video. Saya selalu meminta beliau untuk mengulangi apa yang saya tunjukkan karena saya yakin hal cara
tersebut merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat video pembelajaran. Akhirya beliau
pun telah bisa membuat video pembelajaran yang sederhana. Sejak saat itu, pada beberapa kesempatan
saya berusaha menjaga motivasi beliau dengan cara bertanya dan mengajak untuk membuat video
pembelajaran lagi untuk dibagikan kepada para siswa.

Setelah melalui semua proses akhirnya kini beliau sudah mampu membuat video pembelajaran sendiri
dengan aplikasi pada telepon genggam lalu menggunakannya sebagai media pembelajaran. Meskipun
terkadang masih membutuhkan bantuan orang lain untuk merekam video, namun beliau telah mampu
menggabungkan sendiri menjadi video pembelajaran yang sederhana. Terkadang pula beliau berkata
ingin membuat lagi namun dengan lebih banyak efek animasi maupun transisi pada videonya. Saya pun
menyanggupi dan meununjukkan caranya. Namun sepertinya hal itu terlalu sulit untuk diikuti oleh
beliau, sehingga selalu berakhir dengan kebingungan dan memilih video yang sederhana saja.

Anda mungkin juga menyukai