Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

STROKE

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif

Dosen Pengampuh :

Oleh:

Reka Maulana NIM (B0219336)

Nasrah NIM (B0219509)

Sri devi NIM (B0219342)

Sri Winda Septia Nengsi.R NIM (B0219344)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa karna berkat rahmat dan
limpahan rahmatnyalah maka saya dapat menyelesaikan makalalah yang berjudul “STROKE”
demi memenuhi tugas keperawatan keluarga di universitas sulawesi barat yang menurut saya
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk memepelajarinya.

Melalui kata pengantar penulis meminta maaf dan memohon pemakluman bila mana isi makalah
ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan para
pembaca. Dengan ini saya persembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga ALLAH SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

a. Latar belakang masalah...............................................................


b. Rumusan masalah........................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

a. Definisi........................................................................................
b. Etiologi........................................................................................
c. Faktor Resiko..............................................................................
d. Klasifikasi....................................................................................
e. Patofisiologi................................................................................
f. manifestasi klinis ........................................................................
g. pemeriksaan penunjang...............................................................
h. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.............................................................................
2. Diagnose ...............................................................................
3. intervensi...............................................................................

BAB 3 PENUTUP

KESIMPULAN.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat
ini.Stroke menjadi masalah yang serius yang dihadapi di seluruh dunia.Hal ini
dikarenakan stroke adalah penyebab kematian ketiga terbanyak setelah penyakit jantung
coroner dan kanker.Stroke merupakan suatu keadaan yang timbul karenan terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan bahkan kematian. Yang di mana pada
tahun 2013 di perkirakan 6,4 juta kematian (11,8% dari semua kematian) di sebabkan
oleh stroke (Kim,Cahill, dan Cheng, 2015).
Stroke dibagi dalam dua kategori mayor yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik.Stroke non hemoragik terjadi karna aliran darah ke otak terhambat akibat
aterosklorosis atau pembekuan darah. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena
pecahnya pembulu darah otak sehingga menyebabkan terhambat aliran darah ke otak,
darah merembas ke area otak dan merusaknya (Batticaca B Fransisca , 2011).
Otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak menpunyai cadangan oksigen jika aliran
darah kesetiap bagian otak terhambat karna thrombus dan embolus , maka mulai terjadi
kekurangan oksigen ke jaringan otak . kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik disebut infark,
hal ini menyebabkan terjadinya infark pada otot yang akan menpengaruhi control motoric
karna neuron dan jalur medial atau venteral berperan dalam kontrol otot-otot (Wijaya &
Putri,2013)
Stroke menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit.Stroke tidak
hanya menyerang masyarakat berkecukupan tapi juga warga social berkecukupan
rendah.Di Indonesia di perkirakan tiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan
stroke dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal sedangkan sisannya mengalami
kecacatan (Ratna, 2011).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah
“bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien yang menderita stroke”

BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara
tiba tiba dan cepat yang disebabkan karena adanya pendarahan di otak. Biasanya
mengenai penderita pada umur <45 tahun sebanyak 11,8 persen, pada umur 45-65
tahun sebanyak 54,2 persen dan pada umur >65 tahun sebanyak 33,5 persen. Pada
umumnya angka kejadian pada laki laki lebih banyak dari pada perempuan.Stroke
terjadi tanpa adanya gejala-gejala prodroma atau gejala dini, dan muncul begitu
mendadak.Stroke adalah penyebab kematian dan kecacatan yang utama di seluruh
dunia. Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak bagi
penyandangnya, namun juga bagi keluarganya (Pinzon, 2009).

Stroke menurut World Health Organization (WHO, 2005) adalah tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. Stroke merupakan suatu sindrom
yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengancepat
yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang
tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup
stroke akibat infark otak (stroke iskemik), pendarahan intraserebal (PIS) non
traumatic, pendarahan intraventrikuler dan beberapa kasus pendarahan
subarachnoid (PSA) (Soeharto, 2004).
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan kematian jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak.Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan oleh
adanya penyumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Jumlah
penduduk pada usia produktif antara umur 15-64 tahun memiliki jumlah yang
lebih banyak daripada penduduk non produktif maupun usia lansia di Indonesia.
Berdasarkan data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun
2007-2011, usia produktif berada pada penduduk yang berusia 15-64 tahun.
Sehingga menunjukan bahwa pada usia tersebut sangat berpotensi terserang
penyakit tidak menular khususnya stroke. Stroke mulai terjadi pada orang yang
berusia produktif (Depkes, 2008).

b. Etiologi stroke
Beberapa faktor resiko stroke antara lain: hipertensi yang merupakan faktor resiko
utama, penyakit kardiovaskuler-embolisme dari jantung, kolesterol tinggi,
obesitas, peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral, diabetes
terkait dengan aterogenesis teraakselerasi, kontrasepsi oral (khususnya dengan
hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat
(khususnya kokain), konsumsi alkohol dan semakin bertambahnya usia karena hal
ini berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah (Muttaqin Arif, 2008). Beberapa
penyebab stroke yaitu: thrombosis, emboli, hypoperfusi global, perdarahan
subarachnoid, perdarahan intracerebral (Tarwoto, 2007).

c. Faktor Resiko
Sebagian besar stroke terjadi akibat kombinasi faktor penyebab medis (misalnya,
peningkatan tekanan darah) dan faktor penyebab perilaku (misalnya
merokok).Penyebab-penyebab ini disebut “faktor risiko”. Sebagian faktor risiko
dapat dikendalikan atau dihilangkan sama sekali dengan cara medis, misalnya
minum obat tertentu, atau dengan cara nonmedis, misalnya perubahan gaya hidup.
Ini disebut faktor risiko yang dapat dimodifikasi.Diperkirakan bahwa hampir 85%
dari semua stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor-faktor risiko yang
dapat dimodifikasi tersebut.Namun, terdapat sejumlah faktor risiko yang tidak
dapat diubah.Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ini mencakup penuaan,
kecenderungan genetis, dan suku bangsa (Feigin, Valery (2004).

d. Klasifikasi
1. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak
tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat.Kesadaran klien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasiotak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons, dan sereblum.
b. Perdarahan Subaraknoid. Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma
berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim
otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasopasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global
(sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dan lain-lain).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehingga timbul nyeri kepala yang hebat.Sering pula dijumpai kaku
kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.Peningkatan TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran.Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral.Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain).

2. Stroke Non Hemoragik Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik (Tarwoto, 2007).
e. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, Universitas Sumatera Utara 6 emboli,
perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung).Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark
pada otak.Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi.Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah.Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan dan kongesti
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan.Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan selebral, jika aneurisma pecah atau rupture. Perdarahan pada otak
disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak.Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nucleus kaudatus, thalamus, dan pons.Jika sirkulasi serebral terhambat,
dapat berkembang anoksia serebral.Perubahan yang disebabkan oleh anoksia
serebral dapar reversibel untuk waktu 4-6 menit.Perubahan ireversibel jika
anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung. Universitas Sumatera Utara 7 Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar
dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin Arif, 2008).

f. Manifestasi Klinis Stroke menurut (Tarwoto, 2007) :


Manisfestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena,
rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke akut
gejala klinis meliputi :
a) Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul
secara mendadak.
b) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
c) Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma).
d) Afasia (kesulitan dalam bicara).
e) Disatria (bicara cadel atau pelo).
f) Ataksia.
g) Verigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.

g. Pemeriksaan penunjang
Dengan majunya teknologi kedokteran, maka pemeriksaan penunjang bertambah
besar peranannya dalam menangani stroke.Dengan pemeriksaan CTscan otak, kita
dapat memastikan apakah strokenya berdarah atau iskemik.Hal ini sangat penting
karena penanganannya berbeda. Universitas Sumatera Utara 9 Kita mengetahui
bahwa stroke adalah gangguan pasokan darah di otak dan faktor yang banyak
peranannya pada peredaran darah otak ialah : jantung, pembuluh darah dan darah.
Pada pemeriksaan penunjang hal ini diteliti.Dilakukan pemeriksaan jantung
(misalnya dengan alat elektrokardiogram, dan bila perlu, dengan alat
ekokardiogram).Kadang-kadang dibutuhkan pula pemeriksaan pembuluh darah,
misalnya pemeriksaan arteriografi pembuluh darah otak, atau pemeriksaan
Doppler. Keadaan darah harus diteliti, adakah kekentalan darah,jumlah sel darah
berlebihan, penggumpalan trombosit yang abnormal, mekanisme pembekuan
darah yang terganggu. Juga harus ditelaah faktor resiko lain, seperti kadar
kolesterol yang tinggi di darah dan kadar asam urat yang tinggi. Dengan
meningkatnya teknologi kedokteran dan meningkatnya fasilitas pemeriksaan
laboratorium, bertambah pula penyakit atau kelainan yang kita ketahui, yang
berpengaruh pada terjadinya stroke.

h. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat
memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin,
2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan
klien, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran (Gefani.2017).
2) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
(Rahmayanti, 2019).
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan riwayat
tinggi kolesterol, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang
disertai hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat
konsumsi alcohol (Khaira, 2018).
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
militus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu (Khaira.
2018).
c. Pola Fungsi Kesehatan (Wati, 2019)
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan
Berkaitan dengan fungsi peran yang tergambar dari penyesuaian atau
pencerminan diri yang tidak adekuat terhadap peran baru setelah
stroke serta masih menerapkan pola tidak sehat yang dapat memicu
serangan stroke berulang. Pengkajian perilaku adaptasi interdependen
pada pasien paska stroke antara lain identifikasi sistem dukungan
sosial pasien baik dari keluarga, teman, maupun masyarakat
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pasien stroke sering mengalami disfagia yang menyebabkan gangguan
intake dan pola nutisi. Respons adaptasi tidak efektif yang sering
ditunjukkan pasien antara lain mual, muntah, penurunan asupan nutrisi
dan perubahan pola nutrisi. Stimulus fokal yang sering menyebabkan
respons adaptasi tidak efektif pada pola nutrisi pasien stroke yaitu
disfagia dan penurunan kemampuan mencerna makanan. Stimulus
konstekstual yaitu kelumpuhan saraf kranial, faktor usia dan
kurangnya pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada pasien
stroke yang mengalami disfagia. Stimulus residual yaitu faktor budaya
serta pemahaman pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi bagi
tubuh. 26
3) Pola Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi BAB dan BAK, konsistensi feses,
jumlah dan warna urin, inkontinensia urin, inkontinensia bowel, dan
konstipasi. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten
dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus
otot, gangguan tingkat kesadaran.
5) Pola Tidur dan Istirahat
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
6) Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Konsep diri merupakan pandangan individu tentang dirinya yang
terbentuk dari persepsi internal dan persepsi berdasarkan reaksi orang
lain terhadap dirinya. Konsep diri terbagai menjadi dua aspek yaitu
fisik diri dan personal diri. Fisik diri adalah pandangan individu
tentang kondisi fisiknya yang meliputi atribut fisik, fungsi tubuh,
seksual, status sehat dan sakit, dan gambaran diri. Personal diri adalah
pandangan individu tentang karakteristik diri, ekspresi, nilai yang
meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral etika spiritual diri 27
8) Pola Sensori dan Kognitif
Sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau
ganda, hilang rasa sensorik kontralateral, afasia motorik, reaksi pupil
tidak sama
9) Pola Penanggulangan Stress
Dalam hubungannya dengan kejadian stroke, keadaan stress dapat
memproduksi hormone kortisol dan adrenalin yang berkonstribusi
pada proses aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh kedua hormon tadi
meningkat jumlah trombosit dan produksi kolestrol. Kortisol dan
adrenalin juga dapat merusak sel yang melapisi arteri, sehingga lebih
mudah bagi jaringan lemak untuk tertimbun di dalam dinding arteri
10) Pola Tata Niai dan Kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan
ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik (Amanda, 2018)
a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan yang
menyebabkan kerusakan otak kemudian menekan batang otak.
Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana dapat dibagi atas :
 Compos mentis : kesadaran baik
 Apatis : perhatian kurang
 Samnolen : kesadaran mengantuk
 Stupor : kantuk yang dalam pasien dibangunkan dengan
rangsangan nyeri yang kuat
 Soparokomatus : keadaan tidak ada respon verbal 28
 Tidak ada respon sama sekali
b. Tanda-Tanda Vital
 Tekanan darah : pasien stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
mmHg
 Nadi : pasien stroke nadi terhitung normal
 Pernapasan : pasien stroke mengalami nafas cepat dan terdapat
gangguan pada bersihan jalan napas
 Suhu tubuh : pada pasien stroke tidak ada masalah suhu pada
pasien denga stroke hemoragik
c. Pemeriksaan Head To Toe
 Kepala
Pada umumnya bentuk kepala pada pasien stroke normocephalik
 Rambut
Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien
 Wajah
Biasanya pada wajah klien stroke terlihat miring kesalah satu
sisi.
a) Pemeriksaan Integumen
1) Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
kan jelek.
2) Kuku : Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilarry
refill timenya < 3 detik bila ditangani secara cepat dan baik
b) Pemeriksaan Dada Pada inspeksi biasanya didapatkan klien
batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada
auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas 29 tambahan seperti
ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien
dengan tingkat kesdaran compos mentis, pada pengkajian
inspeksi biasanya pernafasan tidak ada kelainan. Palpasi
thoraks didapatkan fremitus kiri dan kanan, dan pada
ausklutasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan
c) Pemeriksaan Abdomen Biasanya pada klien stroke didapatkan
distensi pada abdomen, dapatkan penurunan peristaltik usus,
dan kadang-kadang perut klien terasa kembung.
d) Pemeriksaan Genitalia Biasanya klien stroke dapat mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi dan
ketidakmampuan mengungkapkan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang- kadang kontrol sfingter
urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril,
inkontenesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e) Pemeriksaan Ekstremitas
1) Ekstremitas Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus
XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak
dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat.
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak
ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi
(reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak
ada 30 fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan
pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer
(+)).
2) Ekstremitas Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)).
Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis
digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek
caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke
bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek
openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon
(+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
f) Pemeriksaan Neurologis
1) Pemeriksaan Nervus Cranialis
 Nervus I (Olfaktorius). Biasanya pada klien stroke tidak
ada kelainan pada fungsi penciuman
 Nervus II (Optikus). Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks
visual. Gangguan hubungan visual-spasial biasanya
sering terlihat pada klien hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh. 31
 Nervus III (Okulomotoris), IV(Troklearis), dan VI
(Abdusen). Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan,
karena saraf ini bekerjasama dalam mengatur otot-otot
ekstraokular. Jika akibat stroke menyebabkan paralisis,
pada satu sisi okularis biasanaya didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
(d) Nervus V (Trigeminus). Pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan eksternus.
 Nervus VII (Fasialis). Pada keadaan stroke biasanya
persepsi pengecapan dalam batas normal, namun wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
 Nervus VIII (Vestibulokoklearis/Akustikus). Biasanya
tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus). Secara
anatomi dan fisisologi berhubungan erat karena
glosofaringeus mempunyai bagian sensori yang
mengantarkan rangsangan pengecapan, mempersyarafi
sinus karotikus dan korpus karotikus, dan mengatur
sensasi faring. Bagian dari faring dipersarafi oleh saraf
vagus. Biasanya pada klien stroke mengalami penurunan
kemampuan menelan dan kesulitan membuka mulut.
 Nervus XI (Aksesoris). Biasanya tidak ada atrofi otot
sternokleisomastoideus dan trapezius 32
 Nervus XII (hipoglosus). Biasanya lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta indra
pengecapan normal.
2) Pemeriksaan Motorik Biasanya didapatkan hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparise atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain. Juga biasanya
mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi
karena hemiplegia dan hemiparese. Pada penilaian
dengan menggunakan kekuatan otot, tingkat kekuatan
otot pada sisi yang sakit adalah 0.
3) Pemeriksaan Refleks Pada pemerikasaan refleks
patologis. Biasanya pada fase akut reflek fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
reflek patologis.
d. Pemeriksaan Pada Penderita Koma
1) Gerakan penduler tungkai
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung,
kemudian kaki diangkat ke depan dan dilepas. Pada waktu dilepas
akan ada gerakan penduler yang maikn lama makin kecil dan
biasanya berhenti 6 atau 7 gerakan. Beda pada rigiditas
ekstrapiramidal akan ada pengurangan waktu, tetapi tidak teratur
atau tersendat-sendat.
2) Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonus
(hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya lengan ke bawah.
Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat. 33
3) Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan
relaksasi, mata terpejam. Tangan pemeriksa yang satu
dilektakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain
mengangkat kepala dan menjatuhkan kepala lambat. Pada
kaku kuduk (nuchal rigidity) karena iritasi meningeal
terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi leher.
2. Diagnosa, Luaran dan Intervensi

No Diagnosa Luaran Intervensi


1. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan Manajemen peningkatan tekanan
tidak efektif d.d intervensi 1x24 intrakranial
Hiperkolesteronemia jam maka resiko Observasi
perfusi selebral  identifikasi penyebab
menurun dengan peningkatan TIK
kriteria hasil:  monitor tanda dan gejala
 Kekuatan peningkatan TIK
otot  Monitor MAP (Mean Arterial
meningkat Pressure)
 Monitor CVP (Central
Venous Pressure), jika perlu
 Monitor PAWP, Jika perlu
 Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure), jika tersedia
 Monitor CCP (Cerebral
Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor cairan serebro-
spinalis

Terapeutik

 Menimalkan stimulus dengan


menyediakan lingkungan
yang tenang
 Berikan posis semi flower
 Hindari cairan manuver
valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV
hipotenik
 Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Pertahankan suhu tubuh
normal

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi


dan anti konvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan ambulasi


b.d gangguan intervensi 1x24 Observasi
neuromuskular d.d jam gangguan  identifikasi adanya nyeri atau
kekuatan otot menurun mobilitas fisik keluhan fisik lainnya
meningkat dengan  identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil: melakukan ambulasi
 kekuatan  monitor frekuensi jantung
otot dan tekanan darah sebelum
meningkat memulai ambulasi
 monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
Terapeutik
 fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis.
Tongkat, kruk).
 fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
 jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
 anjurkan melakukan ambulasi
dini
 ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamaar
mandi, berjalan sesuai
toleransi).
3. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri
gangguan neuromuskuler intervensi 1x24 Observasi
d.d tidak mampu jam maka defisit  identifikasi kebiasaan
mandi/makan/ketoilet/ber perawatan diri aktivitas perawatan diri
hias secara mandiri meningkat dengan  monitor tingkatkemandirian
kriteria hasil:  identifikasi kebutuhan alat
 kemampu bantu kebersihan diri,
aan mandi berpakaian, berhias, dan
meningkat makan
 kemampu Terapeutik
an  sediakan lingkungan yang
mengenak terapeutik (mis. Suasana
an pakaian hangat, rileks)
meningkat  siapkan keperluan pribadi
 kemampu (mis. Parfum, sikat gigi, dan
an ketoilet sabun mandi)
(BAB/BA  dampingi dalam melakukan
K) perawatan diri sampai
meningkat mandiri
 fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
 fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
 jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi
 anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan harus sesuai dengan perencanaan
keprawatan yang dilandaskan pada Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.
4. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan
untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang
diberikan. Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.

Anda mungkin juga menyukai