Anda di halaman 1dari 27

PENERAPAN HUKUM PIDANA ISLAM PADA SISTEM HUKUM TATA

NEGARA PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

PROPOSAL

Diajukan Oleh :

Elvira Octaviana
Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Langsa
Fakultas/Prodi : SYARIAH/HTN
Nomor Pokok : 2032017034

FAKULTAS SYARIAH
HUKUM TATA NEGARA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2020
KATA PENGANTAR

Bissmillahirahmanirrahim

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, Sang Maha

Pencipta semesta alam yang telah memberikan nikmat pemahaman, kesehatan, serta

hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Proposal ini, dengan

judul “Penerapan Hukum Pidana Islam Pada Sistem Hukum Tata Negara

Perspektif Hak Asasi Manusia”

Selanjutnya shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi

Muhammad Saw beserta seluruh keluarga dan para sahabat. Penulis menyadari

bahwa dalah penyusunan proposal ini masih banyak tedapat kekurangan dan jauh

dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun demi perbaikan proposal ini kedepannya.

Akhirnya hanya kepada Allah Swt penulis menyerahkan semuanya, semoga

proposal ini senantiasa berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca

sekalian, Amin yaa Rabbal’alamin.

Aceh Tamiang, 24 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5

1. Manfaat Teoritis .............................................................. 5

2. Manfaat Praktis ................................................................ 6

E. Kajian Teoritis ............................................................................. 6

F. Metode Penelitian ........................................................................ 20

1. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................. 20

2. Jenis Data ........................................................................ 21

G. Sistematika Penulisan .................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 23

ii
A. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang secara inheren melekat

dalam diri manusia,yang tepatnya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Ham

didasarkan pada primsip fundamental bahwa semua manusia memiliki martabat yang

inheren tanpa memandang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, asal usul bangsa,

umur, kelas, keyakinan politik dan agama.

Hak asasi manusia dilindungi secara institusional, ia bukan hanya

sehimpunan nilai-nilai yang dinyatakan dalam budaya keagamaan atau sekuler,

melainkan juga sehimpunan hak-hak yang oleh hukum, pemerintah, dan semua

bentuk lembaga sosial diatur perlindungannya.

Dalam Islam sendiri hak asasi manusia telah diperjuangkan, dan tergolong

agama yang pertama kali mendeklarasikannnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan

ungkapan yang sangat populer dari khalifah kedua dalam Islam yakni Umar Ibnu

Khattab menegaskan keberpihakannya terhadap hak-hak asasi manusia melalui

pernyataan ironinya, “kapankah kalian pernah diperkenankan memperbudak

manusia, padahal mereka dilahirkan dari rahim ibu-ibu mereka dalam keadaan

merdeka”.

Hak-hak asasi dalam Islam dibangun di atas dua prinsip utama, yaitu: prinsip

persamaan manusia, dan prinsip kebebasan individu. Prinsip persamaan bertumpu

pada dua pilar kokok dalam ajaran agma Islam yakni: Kesatuan asal muasal umat

manusia dan kehormatan kemanusiaan universal. Sedangkan prinsip kebebasan

individu dalam perspektif Islam adalah makhluk yang diberikan amanah untuk

memakmurkan bumi dan membangun peradaban yang manusiawi.

1
Seiring dengan bangkitnya kesadaran konstitusional di kalangan warga

negara Indonesia, antara lain sebagaimana tercermin dari banyaknya permohonan

perkara di MKRI, kemudian muncul kebutuhan akan Hukum Tata Negara yang

berorientasi lebih teknis-yuridis. Bidang Hukum Tata Negara yang sebelum Era

Reformasi relatif kurang populer baik di kalangan mahasiswa hukum, mahasiswa

pada umumnya, maupun masyarakat luas, kini mulai disadari sebagai bidang hukum

yang penting diketahui oleh berbagai kalangan. Ini kemudian menciptakan kebutuhan

pengetahuan Hukum Tata Negara di kalangan masyarakat umum. Program Kursus

Hukum Tata Negara ini dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan tersebut,

terutama bagi kalangan yang tidak berlatar belakang pendidikan Hukum Tata Negara.

Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur semua masyarakat hukum

atasan dan bawahan menurut tingkatannya, dan menentukan organ-organ/lembaga-

lembaga dalam masyarakat hukum bersangkutan, dan menentukan susunan dan

wewenang organ-organ/lembaga-lembaga yang dimaksud. Tujuan hukum tata negara

yang disimpulkan dari definisi di atas, bahwa hukum tata negara mengkaji beberapa

aspek krusial, yakni negara/organ negara, hubungan antara organ/lembaga negara,

dan hubungan antar organ/lembaga negara dengan warganya.

Dalam pembangunan sistem hukum di Indonesia, hukum Islam merupakan

salah satu sumber pembangunan hukum di Indonesia. Sistem hukum lain yang

dijadikan pegangan adalah hukum adat dan hukum Hindia Belanda.

Hukum pidana Islam merupakan bagian dari hukum Islam yang membahas

ketentuan tentang perbuatan-perbuatan manusia yang tidak boleh dilakukan

(terlarang) dan yang harus dilakukan, ancaman sanksinya, dan pertanggung

2
jawabannya. Seperti halnya pembahasan dalam hukum pidana pada umumnya,

hukum pidana Islam juga membahas masalah-masalah dasar seperti tujuan, hakikat,

dan logika pemidanaan.

Pembahasan hukum pidana Islam dalam fiqh disebut fiqh jinayah. Fiqh

jinayah adalah ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah

perbuatan yang dilarang yang disebut jarimah atau jinayah, dan sanksi/pidananya

yang disebut uqubah yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Objek pembahasan fiqh

jinayah (hukum pidana Islam) secara garis besar ada 3 (tiga); jarimah atau

jinayah (tindak pidana), uqubah (pidana) dan pertanggung jawaban pidana yaitu

syarat di pidananya seseorang yang melakukan perbuatan pidana. Penyebutan tindak

pidana di kalangan fuqaha terkadang digunakan istilah jarimah dan terkadang jinayah.

Baik jarimah maupun jinayah adalah suatu kata dalam bahasa Arab yang berarti

setiap kelakuan buruk yang dilakukan oleh seseorang. Kata lainnya yang bermakna

kelakuan buruk adalah ma’siyah, namun kata ini tidak digunakan untuk menyebut

tindak pidana dalam pembahasan hukum pidana Islam

Hukum pidana Islam sebagai sebuah sistem hukum, mempunyai tiga aspek

kajian; yakni tindak pidana (rukn al-amali), pertanggung jawaban pidana (rukn al-

madi) dan pidana atau hukuman (rukn al-syar’i). Tiga aspek tersebut harus difahami

secara simultan sehingga akan menggambarkan hukum pidana Islam sebagai sebuah

sistem hukum yang universal.

Belakangan, hukum pidana Islam hanya difahami dari aspek pidana/hukuman

(uqubat) seperti hukum mati, potong tangan, rajam (terpidana dilempar batu hingga

3
mati), dan jilid (terpidana dipukul dengan rotan). Dengan demikian wajah hukum

pidana Islam terkesan bengis, barbarian ala Arab pada masa klasik.

Tidak banyak kajian hukum pidana Islam yang membahas bagaimana tindak

pidana hukum Islam seperti pembunuhan itu bisa dikenai hukuman qishash. Tidak

sembarang pembunuhan, serta merta dibalas dengan pembunuhan. Begitu juga tidak

semua pencurian dikenai hukuman potong tangan.

Qishash, pembunuhan dibalas dengan pembunuhan, misalnya bisa ditegakkan

manakala memenuhi unsur tindak pidana dan unsur pertanggung jawaban pidana.

Hanya tindak pidana pembunuhan yang disengaja (al-qatlu al-amd) yang bias dikenai

qishash (dibalas pembunuhan). Ini saja apabila pihak keluarga atau ahli waris tidak

memberikan ampunan (ma’fu), apabila ada pengampunan dari keluarga maka

hukuman qishash tidak bias dilaksanakan. Begitu juga unsur pertanggung jawaban

pidana, qishash dilaksanakan manakala pembunuhan dilakukan karena kehendak

sendiri bukan ada scenario dari fihak lain. Yang menarik dari tindak pidana

pembunuhan ini, ma’fu (pemaafan) tidak dikenal dalam system hukum konvensional.

Sebagai delik biasa, pembunuhan tetap diproses sebagai tindak pidana pembunuhan.

Kekhasan dari hukum Islam disebabkan karena hukum Islam bersandarkan kepada

teks Qur’an (syari’ah).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Penerapan Hukum Pidana Islam Pada Sistem Hukum Tata Negara Perspektif

Hak Asasi Manusia.

4
B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam proposal ini, maka diberikan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Konsep dan Penerapan Hukum Pidana Islam dalam

Sistem Hukum Tata Negara di Indonesia ?

2. Bagaimana Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia dalam

Hukum Tata Negara di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan proposal ini adalah :

1. Untuk mengetahui Konsep dan Penerapan Hukum Pidana Islam

dalam Sistem Hukum Tata Negara di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia

dalam Hukum Tata Negara di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun praktis. Hasil penelitian ini

diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis penulis berharap melalui penelitian ini kiranya dapat

memberikan sumbangan kontribusi bagi perkembangan ilmu Hukum di

Indonesia, khususnya dalam pembahasan mengenai Penerapan Hukum

5
Pidana Islam Pada Sistem Hukum Tata Negara Perspektif Hak Asasi

Manusia.

b. Sebagai salah satu referensi dalam melengkapi kajian para peneliti

lainnya yang berminat mengenai masalah Penerapan Hukum Pidana

Islam Pada Sistem Hukum Tata Negara Perspektif Hak Asasi Manusia.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penulis berharap agar penelitian ini dapat memberi informasi

untuk penelitian-penelitian selanjutnya, sebagai bahan masukan atau sumbangan

pemikiran bagi pihak pemerintahan pusat dan daerah agar kedepannya lebih baik

dalam proses Penerapan Hukum Pidana Islam Pada Sistem Hukum Tata Negara

Perspektif Hak Asasi Manusia.

E. Kajian Teoritis

A). Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam merupakan bagian dari hukum Islam yang

membahas ketentuan tentang perbuatan-perbuatan manusia yang tidak boleh

dilakukan (terlarang) dan yang harus dilakukan, ancaman sanksinya, dan

pertanggung jawabannya. Seperti halnya pembahasan dalam hukum pidana

pada umumnya, hukum pidana Islam juga membahas masalah-masalah dasar

seperti tujuan, hakikat, dan logika pemidanaan. Pembahasan hukum pidana

Islam dalam fiqh disebut fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah ilmu tentang

hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang yang

6
disebut jarimah atau jinayah, dan sanksi/pidananya yang disebut uqubah

yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Objek pembahasan fiqh jinayah

(hukum pidana Islam) secara garis besar ada 3 (tiga); jarimah atau

jinayah (tindak pidana), uqubah (pidana) dan pertanggung jawaban pidana

yaitu syarat dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan pidana.

Penyebutan tindak pidana di kalangan fuqaha terkadang digunakan istilah

jarimah dan terkadang jinayah. Baik jarimah maupun jinayah adalah suatu

kata dalam bahasa Arab yang berarti setiap kelakuan buruk yang dilakukan

oleh seseorang. Kata lainnya yang bermakna kelakuan buruk adalah

ma’siyah, namun kata ini tidak digunakan untuk menyebut tindak pidana

dalam pembahasan hukum pidana Islam.

Suatu tindakan dianggap tindak pidana (jarimah atau jinayah) atau tidak

dalam hukum pidana Islam apabila tindakan itu mempunyai unsur-unsur :

1. Nas yang melarang perbuatan dan mengancamkan pidana

terhadapnya. Unsur ini disebut unsur formal (rukun syar’i).

2. Adanya tingkah laku yang membentuk tindak pidana, baik berupa

perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat. Unsur ini

disebut unsur materil (rukun maddi).

3. Pelaku tindak adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat

dimintai pertanggungjawab terhadap tindak yang diperbuatnya.

Unsur ini disebut unsur moral (rukun adabi).

7
Ketiga unsur tersebut harus terdapat pada suatu perbuatan untuk

digolongkan kepada tindak pidana. Selain ketiga unsur umum tersebut, juga

terdapat unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan pidana, seperti unsur

“pengambilan dengan diam- diam” bagi tindak pidana pencurian. Perbedaan

antara unsur- unsur umum dengan unsur-unsur khusus ialah kalau unsur-

unsur umum satu macamnya pada semua tindak pidana, maka unsur- unsur

khusus dapat berbeda-beda bilangan dan macamnya menurut perbedaan

tindak pidana. Namun demikian, di kalangan fuqaha pembicaraan tentang

unsur umum dan unsur khusus dipersatukan, yaitu ketika membicarakan satu-

persatu tindak pidana.

Perbuatan-perbuatan yang termasuk tindak pidana menurut hukum

pidana Islam dapat berbeda penggolongannya. Dilihat dari segi berat-

ringannya hukuman, tindak pidana dibagi menjadi tiga, yaitu tindak pidana

yang diancam hukuman had (jarimah hudud), tindak pidana yang diancam

hukuman qişâş-diyat (jarimah qişâş-diyat) dan tindak pidana yang diancam

hukuman ta’zir (jarimah ta’zir).

1. Tindak pidana hudud

Tindak pidana hudud ialah tindak pidana yang diancamkan

pidana had, yaitu pidana yang telah ditentukan macam dan jumlahnya

dan menjadi hak Allah Swt. Pidana tersebut tidak mempunyai batas

terendah atau batas tertinggi, karena sudah ditetapkan oleh Allah Swt.

Maksud hak Allah Swt. adalah bahwa pidana tersebut tidak bisa

dihapuskan baik oleh perseorangan (korban) ataupun oleh

8
masyarakat yang diwakili negara. Sanksi pidana yang termasuk hak

Allah Swt. ialah setiap sanksi yang dikehendaki oleh kepentingan

umum (masyarakat), seperti untuk memelihara ketentraman dan

keamanan masyarakat, dan manfaat penjatuhan pidana tersebut akan

dirasakan oleh keseluruhan masyarakat. Tindak pidana hudud ada

tujuh, yaitu al-zinâ(zina) al-qazaf (menuduh orang lain berbuat zina),

al-syurb (minum minuman keras), al- sariqah (mencuri), al-hirâbah

(merampok, mengganggu keamanan), al-riddah (murtad), dan al-

baghyu (pemberontakan).

2. Tindak pidana qişâş-diyat

Tindak pidana qişâş-diyat ialah perbuatan-perbuatan yang

diancam pidana qişâş atau pidana diyat. Qişâş dan diyat ialah pidana

yang telah ditentukan batasannya, dan tidak mempunyai batas

terendah atau batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan.

Korban atau ahli warisnya diberi wewenang untuk memaafkan

pelaku, dan apabila dimaafkan, maka pidana tersebut menjadi hapus.

Tindak pidana qişâş- diyat yaitu tindak pidana pembunuhan dan

pelukaan terhadap manusia.

3. Tindak pidana ta’zir

Tindak pidana ta’zir ialah perbuatan yang diancam dengan

pidana ta’zir. Pengertian ta’zir ialah memberi pengajaran (al- ta’dib).

Istilah tersebut mempunyai pengertian tersendiri, bahwa “syara’ tidak

menentukan macam-macamnya pidana untuk tiap-tiap jarimah ta’zir,

9
tetapi hanya menyebutkan sekumpulan pidana, dari yang seringan-

ringannya sampai yang seberat-beratnya”. Hakim dalam hal ini

diberi kebebasan untuk memilih pidana yang sesuai dengan macam

tindak pidana ta’zir serta keadaan pelakunya. Pidana untuk tindak

pidana ta’zir tidak mempunyai batasan tertentu, dapat seringan-

ringannya hingga seberat-beratnya. Macam tindak pidana ta’zir juga

tidak ditentukan banyaknya karena terus mengalami variasi baik

bentuk maupun modus operandinya seiring dengan perkembangan

zaman. Syara’ hanya menentukan secara garis besar dan yang sudah

berlaku secara umum saja.

B). Hukum Tata Negara

Hukum tata negara adalah bentuk hukum yang mendefinisikan hubungan

antara berbagai lembaga di dalam suatu negara, yaitu eksekutif, legislatif, dan

yudikatif. Tidak semua negara bangsa memiliki konstitusi, walaupun semua negara

semacam itu memiliki jus commune, atau hukum tanah air yang berisi sejumlah

peraturan imperatif dan konsensus. Peraturan tersebut meliputi hukum adat,

konvensi, hukum statuta, hukum hakim, atau peraturan dan norma internasional.

Hukum tata negara juga merupakan cabang hukum yang mengatur tentang

norma dan prinsip hukum yang tertulis dalam praktek kenegaraan. Hukum tata negara

mengatur hal-hal berhubungan kenegaraan seperti bentuk-bentuk dan susunan negara,

tugas-tugas negara, perlengkapan negara, serta hubungan alat perlengkapan negara

tersebut.

10
Selain pengertian secara umum, ada pula pengertian menurut para ahli.Salah

satu ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian hukum tata negara

adalah Van der Pot, dimana ia mengatakan bahwa hukum tata negara adalah

peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang

masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu

yang lain.

Selain Van der Pot ahli lain yang mengemukakan pendapatnya adalah

Scholten.Hampir mirip dengan Van der Pot, ia mengatakan bahwa hukum tata negara

adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, menurut

Scholten bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan

organ- organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-

masing. Pendapat dari ahli yang terakhir sebelum kita sampai pada contoh hukum tata

negara adalah pendapat menurut Apeldoorn.Menurutnya Hukum tata negara dalam

arti sempit yang sama artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti

sempit,adalah untuk membedakannya dengan hukum negara dalam arti luas, yang

meliputi hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.

Dengan adanya pengertian bahwa hukum tata negara mengatur tentang

bentuk – bentuk dan susunan negara, dan sebagainya. Maka jika kita melihat di

Indonesia ada banyak lembaga-lembaga seperti Presiden, DPR, DPD, dan sebagainya

maka itulah salah satu contoh dari hal yang diatur dalam hukum tata negara. Selain

itu dalam hukum tata negara juga diatur hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Kurang lebih seperti itulah gambaran contoh hal yang diatur dalam hukum tata

negara.

11
Hukum tata negara juga memiliki beberapa tujuan yang mana salah satu dari

tujuan hukum tata negara ini adalah untuk mendorong masyarakat untuk

meningkatkan studi tentang hukum tata negara itu sendiri, yang mana maksud dari

meningkatkan studi itu agar kita sebagai masyarakat paham akan apa itu hukum tata

negara. Didalam hukum tata Negara terdapat beberapa asas yang mana asas tersebut

adalah asas pancasila, asas kedaulatan rakyat, asas Negara hukum,asas pembagian

kekuasaan,dan yang terakhir adalah asas Negara kesatuan.

1) Asas-asas Hukum Tata Negara

A. Asas Pancasila

Asas pancasila adalah sumber hukum materil karena itu setiap

pengaturan isi peraturan perundangan tidak boleh bertentangan pada

Pancasila dan bila terjadi maka peraturan tersebut harus segera dicabut.

Pancasila sebagai asas Hukum Tata Negara bisa dilihat dari: Asas Ketuhanan

Yang Maha Esa (Sila Ke-1), Asas Prikemanusiaan (Sila Ke-2). Asas

Kebangsaan (Sila Ke-3) dan Asas Kedaulatan Rakyat (Sila Ke-4) Asas

keadilan (Sila Ke-5)

B. Asas Kedaulatan Rakyat

Dalam Hukum Tata Negara pengertian kedaulatan bisa relatif,

maksudnya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara

yang memiliki kekuasaan penuh keluar dan kedalam tapi juga dapat

dikenakan kepada negara-negara yang berhubungan pada sebuah perjanjian

yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi atau

12
federasi.kedaulatan tersebut tidak terpecah-pecah karena dalam suatu negara

hanya ada satu kekuassan yang teringgi.

Kedaulatan rakyat adalah bahwa rakyatlah yang memiliki wewenang

yang tertinggi yang menentukan segala wewenang dalam negara kedaulatan

rakyat diwakilkan pada MPR, kekuasaan majelis itu nyata dan ditentukan

oleh UUD tapi oleh karena majelis merupakan sebuah badan yang besar dan

lamban sifatnya maka ia menyerahkan lagi kepada badan- badan yang ada

dibawahnya.

C. Asas Negara Hukum

Yang dimaksud dengan Negara Hukum adalah Negara yang berdiri di

atas hukum yang menjamin keadilan pada warga Negaranya. Keadilan adalah

syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan

sebagai dasar dari pada keadilan perlu di ajarkan rasa susila pada setiap

manusia supaya dia menjadi warga Negara yang baik. Demikian pula

peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada bila peraturan hukum itu

mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.

D. Asas Pembagian Kekuasaan

Pengertian pembagian kekuasaan beda dari pengertian pemisahan

kekuasaan. Pemisahan kekuasaan artinya bahwa kekuasaan Negara itu

terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya ataupun

fungsinya. Kenyataan menunujukan bahwa sebuah pemisahan kekuasaan

murni tidak bisa dilaksanakan. Karena itu pilihan jatuh kepada istilah

13
pembagian kekuasaan yang artinya bahwa kekuasaan itu dibagi-bagi dalam

beberapa bagian, namun tidak dipisahkan. Hal membawa konsekuensi

bahwa di antara bagian-bagian tersebut dimungkinkan adanya kerjasama.

E. Asas Negara Kesatuan

Salah satu cara untuk menjaga keutuhan negara ini yakni dengan

membentuk hukum tata negara yang bisa menjaga persatuan dan kesatuan

bangsa ini. Terkandung dalam UUD 1945, pasal 1 ayat (1) sudah ditegaskan

bahwa Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang berbentuk republik.

Setiap hukum tata negara yang hendak dibentuk harus memperhatikan pada

hal ini.

Tidak dibenarkan adanya materi di dalam hukum tata negara yang

mempunyai peluang untuk memecah belah bangsa ini. Oleh sebab itu, salah

satu tahapan kebijakan publik adalah menguji kebijakan publik, semata untuk

mencegah supaya kebijakan publik tersebut berpotensi menjadi penyebab

konflik sosial.

C). Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa inggris human ringts dalam bahasa

prancis droits de i’homme jadi Hak asasi manusia adalah konsep hukum dan normatif

yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak melekat pada dirinya karna ia adalah

seorang manusia Hak asai manusia berlaku kapanpun, dimanapun, dan kepada

14
siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut, juga

tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan dan saling bergantung.

Secara konseptual, hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan

bahwa hak tersebut ‘’dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta, Tuhan, atau

nalar. Sementara itu, mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini

bahwa hak asasi manusia merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati

oleh masyarakat. Ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-

klaim kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang

meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi manusia

hanya ada karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut. Dari

sudut pandang hukum internasional, hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau

dikurangi dengan syarat-syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh

hukum, memiliki tujuan yang sah, dan diperlukan dalam suatu masyarakat

demokratis. Sementara itu, pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan

darurat yang mengancam "kehidupan bangsa", dan pecahnya perang pun belum

mencukupi syarat ini. Selama perang, hukum kemanusiaan internasional berlaku

sebagai lex specialis. Walaupun begitu, sejumlah hak tetap tidak boleh

dikesampingkan dalam keadaan apapun, seperti hak untuk bebas dari perbudakan

maupun penyiksaan.

1. Macam- Macam Hak Asasi Manusia (HAM)

a. Hak Asai Pribadi (Personal Human Rights)

Hak ini merupakan hak yang berhubungan dengan kehidupan

pribadi setiap orang. Contoh dari personal human rights ini adalah

15
kebebasan untuk menyampaikan pendapat ,kebebasan untuk

berpergian, bergerak, berpindah keberbagai tempat dan lain

sebagainya.

b. Hak Asasi Politik (Politic Rights)

Ini merupakan hak asasi dalam kehidupan politik seseorang.

contohnya hak dipilih dan memilih ,hak dalam keikutsertaan kegiatan

pemerintah, hak dalam membuat petisi dan sebagainya.

c. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights)

Hak ini menyangkut hak individu dalam hal perekonomian.

Contohnya kebebasan dalam hal jual-beli, perjanjian kontrak,

penyelenggaraan sewa-menyewa, memiliki sesuatu dan memiliki

pekerjaan yang pantas.

d. Hak Asasi Peradialan (Procedural Rights)

Hak dalam memperoleh perlakuan sama dalam tata cara

pengadilan. Contonya adalah hak untuk mendapatkan pembelaan

hukum, hak untuk mendapatkan perlakuan pemeriksaan, penyidikan,

penangkapan, penggeledahan dan penyidikan antar muka.

e. Hak Asasi Sosial Budaya

Hak terkait dalam kehidupan masyarakat. Contonya adalah hak

untuk menentukan, memilih, dan melakukan pendidikan. hak untuk

pengajaran untuk mendapatkan budaya sesuai dengan bakat dan

minat.

16
f. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)

Hak untuk mendapatkan kependudukan yang sama dalam

hal hukum dan pemerintahan. Contohnya adalah mendapatkan

perlakuan yang sama dalam bidang hukum dan pemerintahan,

menjadi pegawai sipil, perlindungan dan pelayaan hukum.

2. HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional

Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis

yang memuat aturan tentang HAM.Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara).Kedua,

dalam ketetapan MPR (TAP MPR).Ketiga, dalam Undang-undang.Keempat,

dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan

pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang

sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi

seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan

panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya

karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti

ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara

itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan

pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.

1) Undang-undang yang mengatur hak asasi manusia di Indonesia

a. Pasal 28 A mengatur tentang hak hidup.

b. Pasal 28 B mengatur t entang hak berkeluarga.

17
c. Pasal 28 C mengatur tentang hak memperoleh pendidikan.

d. Pasal 28 D mengatur tentang kepastian hukum.

e. Pasal 28 E mengatur tentang kebebasan beragama.

f. Pasal 28 F mengatur tentang komunukasi dan informasi.

g. Pasal 28 G tentang kesejahteraan dan jaminan sosial

2) Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang

termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian

yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM

seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak

didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang

berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran

HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud

untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,

ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara

membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang

berat terhadap anggota – anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan

kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau

sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di

dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu

ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).

18
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang

dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang

diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap

penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau

pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan

kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan

pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran

secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan

terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham

politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang

telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,

penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.

Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara

maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).

Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan

terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur

negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan,

dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif

dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di

lingkungan pengadilan umum.

Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion),

perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM. Tanggung jawab pemajuan,

penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara,

19
melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-

sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan

perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja

dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat

yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

F. Metode Penelitian

Demi mempermudah dalam pengumpulan, pembahasan dan penganalisaan

data, penulis menggunakan metode penelitian, Metodologi penelitian merupakan

aspek yang penting dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif.. Metode penelitian menurut sugiono adalah cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan untuk

pengetahuan tertentu. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan metode yang digunakan dalam penelitian, sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan proposal

ini adalah penelitian hukum normatif (normative law research)

atau metode penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.

b. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-

gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, Metode

20
pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-

undangan (statue aproach) suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan

pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

2. Jenis Data

Penulisan proposal ini menggunakan dua sumber pokok dalam pengumpulan

data, yakni data yang disandarkan pada bahan-bahan yang mengikat data bahan

utama dalam membahas suatu permasalahan. Data primer dalam penelitian ini terdiri

dari jurnal, internet, kasus – kasus maupun data-data tertulis yang ada relevansinya

dengan judul proposal ini.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini memiliki sistematika penulisan yang terdiri dari lima

bab, yaitu:

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teoritis, metode penelitian, serta

sistematika penulisan.

2. BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan mengenai landasan

teori dan definisi – definisi yang menyangkut dengan Penerapan Hukum Pidana Islam

Pada Sistem Hukum Tata Negara Perspektif Hak Asasi Manusia.

21
3. BAB III PENERAPAN HUKUM PIDANA ISLAM PADA SISTEM

HUKUM TATA NEGARA PERSPEKTIF HAK ASASI

MANUSIA

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang fakta – fakta atau peristiwa

dan data yang didapati dari hasil penelitian, baik yang bersumber kepada

kepustakaan maupun sumber lainnya yang bersifat kepustakaan.

4. BAB IV ANALISIS

Pada bab ini penulis akan menganalisis bagaimana Konsep dan Penerapan

Hukum Pidana Islam dalam Sistem Hukum Tata Negara di Indonesia serta

bagaimana Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Tata

Negara di Indonesia.

5. BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh setelah

penelitian pada skripsi ini selesai dilakukan. Bab ini juga berisi saran-saran

pengembangan dari skripsi ini agar dapat menjadi bahan pemikiran bagi para

pembaca yang ingin mengembangkannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. ke-11, 2004.

Ann Elizabeth Mayer, Ambiguitas Al-Naim dan Hukuman Islam dalam Tore dan

Karl Vogt (ed.), Dekonstruksi Syariah (II) (terj.), cet. Pertama, LkiS,

Yogyakarta, 1996.

Asri Wijayanti 2008 Sejarah perkembangan, Hak Asasi Manusia http://kumpulan-

makalhttps://makalah-update.blogspot.com/2012/11/makalah-hak-asasi-

manusia

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusiahttps://international.sindone

ws.com/read/13714

10/45/kasus-pelanggaran-ham-besar-internasional

1547736836https://www.rappler.com/world/regions/asia-

pacific/indonesia/77617- lima-kasus-besar-pelanggaran-ham-di-indonesia.

Audah, Abd al-Qâdir,al-Tasyrî’i al-Jinâ’î al-Islâmî; Muqâranân bi al-Qânun al

Wadh’î, Jilid I, Beirut: Muasasah al-Risâlah Litibâah wa al-Nasyr wa al-

Tauzi’î, 1992.

Baharuddin Lopa, Al-Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia, Dana Bhakti Prima Yasa,

Yogyakarta, 1996.

Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Noeh, Zaini Ahmad, “Kata Pengantar” dalam Daniel S. Lev, Peradilan Agama

Islam di Indonesia; Suatu Studi tentang Landasan Politik Lembaga-lembaga

Hukum, Terjemah, Jakarta: Intermasa, 1986.

23
Peter Baehr, dkk, Instrumen Internasional Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001.

Surbakti, K. (2018). FOSTERING OF FEMALE PRISONERS IN TANJUNG

GUSTA PENITENTIARY OF MEDAN. PROCEEDING: THE DREAM

OF MILLENIAL GENERATION TO GROW, 216-225

Wikipedia Indonesia. 2007. Hak Asasi Manusia. id.wikipedia.Org/wiki/HakAsasi

Manusia-26k.Diakses 12 Desember 2020

Moerdani, Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010.

24

Anda mungkin juga menyukai