Anda di halaman 1dari 6

SUNAN KUDUS

Selain berdakwah dengan cara toleransi beragam, Sunan Kudus juga berdakwah melalui jalur
politik.

Setelah ayahnya wafat, beliau kemudian menggantikan posisi ayahnya untuk memperluas
wilayah kekuasaan Kesultanan Demak.

Mendapat posisi sebagai senopati membuat Sunan Kudus memanfaatkannya untuk


menyebarkan ajaran Islam dan berdakwah di setiap kesempatan.

Saat menjabat sebagai senopati, Sunan Kudus juga sempat diangkat sebagai imam besar Masjid
Agung Demak serta menjadi hakim di Kesultanan Demak.

Hal ini dikarenakan Sunan Kudus dinilai sebagai orang yang adil dalam memutuskan suatu
perkara dalam masyarakat dan tidak memihak suatu golongan tertentu.

Inilah kisah dari Sunan Kudus yang mengajarkan kepada kita kalau toleransi antar umat
beragama itu sangat penting untuk menjaga kedamaian suatu bangsa.
Sunan Kudus memiliki nama asli Jafar Shadiq.

Beliau mendapatkan gelar raden karena ayahnya merupakan senopati atau panglima pada
masa pemerintahan Kesultanan Demak.

Beliau juga mendapat julukan sebagai Raden Amir Haji.

Hal ini dikarenakan sewaktu naik haji, Sunan Kudus selalu mendapat peran sebagai pemimpin
rombongan atau amir.

Perjalanan naik hajinya ini sangat sering sehingga nama Raden Amir Haji sangat dikenal oleh
masyarakat.

Sebutan nama Sunan Kudus disematkan karena beliau memilih daerah Kudus sebagai tempat
berdakwahnya.

Sunan Kudus menetap dan berdakwah di daerah ini selama bertahun -tahun lamanya sehingga
masyarakat setempat kemudian memanggilnya dengan sebutan Sunan Kudus.
Diketahui kalau Sunan Kudus memiliki toleransi beragama yang sangat tinggi.

Beliau sangat menghargai agama lain yang ada di Pulau Jawa seperti agama Budha dan Hindu.

Pernah diceritakan kalau di masa awal berdakwah Sunan Kudus, ada sebuah kejadian yang
hingga saat ini masih sangat diingat oleh masyarakat kota Kudus.

Jadi, suatu hari beliau membeli sapi yang disebut dengan kebo gumarang.

Sapi ini ukurannya sangat besar sekali dan didatangkan langsung dari India menggunakan kapal
besar.

Sapi yang ukurannya besar ini tentu saja menarik perhatian masyarakat karena kandangnya
tepat berada di pekarangan rumah yang bisa terlihat dari jalanan.

Di masa itu, masyarakat kota Kudus mayoritas beragam Hindu karena ajaran Islam baru mulai
masuk pada saat Sunan Kudus datang ke sana.

Masyarakat yang melihat Sunan Kudus memelihara sapi berukuran besar itu pun penasaran
dengan apa yang akan dilakukan oleh sang pemilik.
Dalam ajaran Hindu, sapi adalah hewan suci karena dianggap sebagai kendaraan yang
digunakan oleh para dewa.

Oleh karena itu, rasa penasaran mereka sangat tinggi dan membuat banyak orang berkerumun
di depan pekarangan rumah Sunan Kudus setiap harinya.

Sunan Kudus yang melihat hal tersebut akhirnya keluar dari rumah dan mengatakan kalau sapi
yang ada di pekarangannya ini adalah peliharannya dan tidak boleh ada yang menyakitinya
apalagi membunuhnya.

Beliau pun menceritakan kalau di masa kecil dirinya pernah ditolong oleh seekor sapi saat
sedang dalam keadaan bahaya.

Oleh karena itu, sebagai ucapan rasa terima kasihnya, Sunan Kudus melarang pengikutnya
untuk menyakiti dan membunuh sapi.

Beliau juga mengatakan kalau salah satu di antara surat yang ada di Al -Quran ada surat yang
bernama Surat Al-Baqarah yang memiliki arti sapi dalam bahasa Arab.

Mendengar hal tersebut, tentu saja masyarakat pemeluk agama Hindu jadi terkagum -kagum
dengan sosok Sunan Kudus dan mulai bersedia untuk mendengarkan ceramah serta
dakwahnya.
Pendekatan dakwah Sunan Kudus juga mengambil jalur arsitektur.

Jadi saat beliau akan membangun sarana dan pra sarana untuk digunakan oleh masyarakat
setempat, Sunan Kudus menggabungkan corak dari agama islam dan Hindu.

Salah satu bangunan yang memiliki unsur arsitekstur Islam dan Hindu adalah menara Kudus.

Meski Sunan Kudus berdakwah ajaran Islam, tapi beliau masih menghormati orang -orang yang
memiliki kepercayaan agama lain dan tidak mau memaksa mereka untuk masuk agama Islam.

Sikapnya inilah yang justru membuat orang-orang setempat merasa segan dan sangat
menghormati Sunan Kudus sehingga lambat laun mereka akhirnya bisa menerima ajaran beliau
yakni ajaran Islam.

Meski membutuhkan waktu yang cukup lama dalam membantun kepercayaan masyarakat
setempat, Sunan Kudus tetap berusaha dan tidak menyerah untuk menyebarka n ajaran Islam di
Kudus.

Selain menggabungkan unsur Hindu ke dalam arsitektur bangunan, Sunan Kudus juga
menyempurnakan alat-alat pertukangan yang berhubungan dengan teknik pandai besi,
kerajinan emas, dan keris pusaka dengan unsur Islami.

Jadi di dalam kerajinan-kerajinan tersebut akan diselipkan ukiran berupa ayat-ayat Al-Quran.
Selain berdakwah dengan cara toleransi beragam, Sunan Kudus juga berdakwah melalui jalur
politik.

Setelah ayahnya wafat, beliau kemudian menggantikan posisi ayahnya untuk m emperluas
wilayah kekuasaan Kesultanan Demak.

Mendapat posisi sebagai senopati membuat Sunan Kudus memanfaatkannya untuk


menyebarkan ajaran Islam dan berdakwah di setiap kesempatan.

Saat menjabat sebagai senopati, Sunan Kudus juga sempat diangkat sebagai imam besar Masjid
Agung Demak serta menjadi hakim di Kesultanan Demak.

Hal ini dikarenakan Sunan Kudus dinilai sebagai orang yang adil dalam memutuskan suatu
perkara dalam masyarakat dan tidak memihak suatu golongan tertentu.

Inilah kisah dari Sunan Kudus yang mengajarkan kepada kita kalau toleransi antar umat
beragama itu sangat penting untuk menjaga kedamaian suatu bangsa.

Anda mungkin juga menyukai