Anda di halaman 1dari 2

Nama : Hilman Badruzzaman

Prodi : Teknik Sipil


Kelas : B (tingkat 1)
Matkul : Teori Fisika Dasar
BESARAN FISIKA DAN PENGUKURANNYA
A. Besaran, Satuan, Dimensi, dan pengukuran
Berawal dari pembangunan salah satu keajaiban di dunia, Piramida Agung Giza di Mesir, yang
dibangun selama 20 tahun dengan 2 juta blok bata dan mencapai ketinggian 146 M dapat berdiri
dengan diukur oleh satuan yang tidak seragam yang dikenal dengan satuan “Cubit”, yaitu jarak dari
ujung siku sampai ujung terjauh jari manusia waktu itu. Selain Cubit/Hasta (dalam bahasa Indonesia),
ada juga satuan yang dinamakan “Dupa”, “Jengkal”, dan “Yard”. Dikarenakan masih menggunakan
anggota tubuh manusia yang berbeda-beda, maka dimulailah kesepakatan untuk mempunyai satu
jenis satuan yang sama agar memudahkan dalam pengukuran sebuah benda.
Dilatar belakangi oleh hubungan dari tiap negara, mereka membutuhkan keseragaman satuan
pengukuran yang tidak berubah-ubah. Berawal dari sistem satuan di Perancis setelah Revolusi
Perancis pada tahun 1789, lahirlah Satuan Internasional (SI).
Besaran fisika adalah sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka. Ada besaran yang
awalnya sebagai patokan besaran selanjutnya, yaitu besaran pokok. Ada 7, yaitu Panjang(m),
Massa(kg), Waktu(s), Kuat arus listrik(A), Suhu(K), Jumlah zat(mol), Intensitas(cd).
Besaran turunan didapat dari besaran pokok yang digabung. Besaran fisika juga dapat dinyatakan
dalam Dimensi, yang disimbolkan oleh huruf-huruf tertentu di dalam kurung “[]”. Fungsi dari dimensi
yaitu, agar dapat mengetahui 2 besaran fisika setara atau tidak dan untuk menentukan satuan dari
besaran turunan. Setiap besaran itu ada alat untuk mengukurnya.
Semakin kecil ketelitian sebuah alat ukur, maka semakin presisi hasilnya. Mistar punya skala
terkecil 1mm/ 0,1cm. Sedangkan Jangka Sorong, mempunyai ketelitian 0,1mm/0,01cm. Cara
mengukur dengan jangka sorong yaitu perhatikan angka di skala utama yang berhimpitan dengan
angka 0 di skala nonius, lalu perhatikan garis angka yang berhimpitan dengan garis angka di skala
utama, dan angka itulah yang akan dikalikan dengan ketelitian jangka sorong, A+(Garis ke-n x
0,01cm). Mikrometer skrup mempunyai skala terkecil 0,01mm/0,001cm. Cara mengukurnya,
perhatikan garis skala utama yang paling berhimpit dengan garis selubung luar, perhatikan garis
mendatar pada skala nonius yang berhimpitan dengan garis mendatar di skala utama, hasil ukurnya
dengan menambahkan skala utama dengan angka skala nonius dikali keteleitiannya, A+(Bx0,01mm).
Dikarenakan kesalahan yang tidak bisa dihindari baik dari alat ukurnya maupun pengukurnya,
maka ada sebuah format yang berlaku untuk melaporkan hasil pengukuran yaitu hasil pengukuran,
X= X0 ± ∆ X, dengan ∆ X sebagai ketidakpastian alat ukur. Ketidakpastian yang biasa dipakai adalah
ketidakpastian mutlak, yaitu ½ x skala terkecil. Ketidakpastian mutlak dari mistar adalah 0,05cm,
jangka sorong 0,005cm, dan mikrometer skrup 0,0005cm. Semakin kecil ketidakpastiannya maka
semakin presisi hasil pengukurannya.

Anda mungkin juga menyukai