Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN KASUS
Abstrak
Telah diperiksa seorang wanita G2P0A1 hamil 4 minggu datang dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Mula-mula nyeri dirasakan di perut
kiri bawah kemudian menyebar ke seluruh bagian perut bawah. Pasien juga mengeluh mual
tetapi tidak muntah, keringat dingin, pusing dan sesak. HPHT : 28-07-2009, TP : 04-04-2010.
Pasien riwayat operasi salphingoektomi dextra Agustus 2008. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, apatis, TD 80/60mmHg, nadi 92 x/menit, RR 20x/menit,
suhu 37,00C. Kulit tampak pucat, conjungtiva anemis, perioral sianosis, abdomen bising usus (+)
melemah, defance muscular (+), genitalia tidak keluar darah, akral hangat. Pasien riwayat
operasi salphingoektomi dextra Agustus 2008. Pemeriksaan penunjang leukosit 9.400/ L, Hb
9,4g/dL, Ht 29,1%, trombosit 252.000/L, plano positif, BT 4’, CT 14’, HbsAg negatif, GDS 93
g/dL. Lebih kurang 1 jam kemudian diperiksa laboratorium darah dengan hasil leukosit
29.200/L, Hb 6,5g/dL, Ht 19,3%, trombosit 216.000/L. Pasien kemudian dioperasi
salphingoektomi kiri, dan ditransfusi. Setelah dirawat 3 hari pasien pulang dalam keadaan baik.
Identitas pasien
Nama : Ny. M
Umur : 29 tahun
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Karyawati swasta
Alamat : Blok B Gang III no 34 RT 8/12 Semper Barat, Koja, Jakarta Utara
Agama : Islam
No. MR : 246802
Tgl. Masuk : 23-08-2009 pukul 09.45 WIB
Tgl. Keluar : 26-08-2009
Pemeriksaan fisik
1. Status presens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis
Gizi : Cukup
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,00C
BB : 48 kg
TB : 159 cm
Kulit : Normoturgor, pucat (+), ikterik (-).
Kepala : Normocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak teraba adanya
benjolan.
Mata : Conjungtiva anemis +/+, SI -/-.
Telinga : Cavum auricular eksterna dextra et sinistra lapang, serumen -/-.
Hidung : Secret-/-, pernapasan cuping hidung (-).
Mulut : Perioral sianosis (+).
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Jantung : BJ &II murni, gallop (-), murmur (-).
Paru : Sonor, suara pernafasan vesikuler, rhonci -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Datar, bising usus (+) melemah, defence musculaire perut bagian
bawah (-).
Alat kelamin : Perdarahan pervaginan (-), lendir (-).
Ekstremitas : edem -/-, akral hangat +/+
Reflex : Fisiologis +/+, patologis -/-
2. Status obstetric
Pemeriksaan luar : Inspeksi : perut tampak datar
Palpasi : TFU tidak teraba
Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 23-08-2009
09.55 11.23
Leukosit 9400 /L 29.200 /L
Hb 9,4 g/dL 6,5 g/dL
Ht 29,1% 19,3 %
Trombosit 252.000 /L 216.000 /L
GDS 93 g/dL
BT 4’
CT 14’
Plano Positif
HbsAg Negatif
Penilaian
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
diagnosa kerja yang dapat ditegakkan adalah G2P0A1 hamil 4 minggu dengan Kehamilan ektopik
Terganggu.
Perencanaan
1. Rencana diagnostik
Observasi perdarahan dan tanda-tanda vital
Cek laboratorium darah rutin
Pungsi dauglass
2. Rencana terapi
Operatif
IVFD : Asering guyur
RL + 1 ampul brecasma 40tpm
Pronalgess supp
Transfusi PRC 1.000 cc
3. Rencana Edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang diderita dan
tindakkan yang dilakukan serta segala resikonya.
Memberi nasihat kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi tinggi.
Menjelaskan kepada pasangan untuk hidup sehat.
Pukul 13.00
Pasien masuk ke ruang operasi, dilakukan tindakan salphingoektomi sinistra.
D/ pra bedah : KET + riwayat laparatomi ec KET
D/ Pasca bedah : Ruptur tuba pars ampularis sinitra
Laporan operasi :
1. Pasien tidur terlentang dalam narkose umum.
2. Dilakukan tindakan antiseptic daerah operasi dan sekitarnya.
3. Dilakukan insisi phanensteal pada bekas operasi laparatomi terdahulu.
4. Setelah peritoneum dibuka didapatkan darah dan bekuan darah mengisi rongga
abdomen ± 2.000-2.500 cc.
5. Pada eksplorasi tampak perdarahan dari ruptur tuba pars ampularis sinstra sampai
jari-jari 2-3cm dengan bekuan darah.
6. Diputuskan untuk salphingoektomi sinistra.
Pukul 18.00
Pasien dijemput dari kamar operasi.
Bedrest sampai besok.
Makan dan minum jika BU positif
Terpasang IVFD 2 jalur (RL dan PRC)
Terpasang DC.
Terapi : Kedacilin 3x 1 gram IV
Metronidazole 3 x 500mg IV
Vitamin C 2 x 100mg
Alinamin F 2 x 25 gram (IV)
Rantin 3 x 50mg (IV)
Pronalges supp 3 x 100mg
IVFD : RL 20tpm
Setelah transfusi PRC 1.000cc cek Hb
Pukul 15.30
Aff DC dan vemflon.
DISKUSI
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium darah rutin),
pasien didiagnosa menderita Kehamilan Ektopik Terganggu (KET). Gejala klinik yang khas
pada KET yakni adanya nyeri perut bagian bawah tiba-tiba. 1,2,3,4,5,6 Rasa nyeri mula-mula dari
perut pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk rongga abdomen rasa nyeri menjalar kebagian
tengah atau seluruh perut bawah.1 Bila darah dalam kavum abdomen lebih dari 500ml, akan
menyebabkan perut tegang, nyeri tekan abdomen, distensi usus, dan kadang nyeri menjalar ke
bahu dan leher karena rangsangan darah pada difragma. 3 Amenorea juga merupakan tanda
penting lainnya1,2,3,4,5,6, walaupun penderita sering tidak menyebutnya dengan jelas, karena
gejala dan tanda KET bisa langsung terjadi beberapa saat setelah nidasi pada saluran tuba
yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung pertumbuhan
mudigah selanjutnya. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga sangat
bervarasi. Sebagian penderita tidak mengalaminya karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenorae yang diketemukan berkisar 23 hingga
97%.1
Yang menonjol ialah pasien tampak kesakitan, pucat, tanda-tanda syok serta perdarahan pada
rongga abdomen. 2,3,5,6 Syok karena hipovolemi didapatkan hipotensi, takikardi dan defance
3,5,7,8,9,10
muscular otot dinding abdomen, anemis, gelisah. Hampir 20% KET gejala awalnya
ditandai dengan syok.4 Pemeriksaan dalam didapatkan nyeri goyang (slinger pain). demikian
1,5,6,10.
pula kavum Dauglasi menonjol dan nyeri pada perabaan karena terisi darah. Hasil
konsepsi bernidasi kolumnar atau intrakolumnar dan biasanya akan terganggu pada kemilan 6-
10 minggu, berupa hasil konsepsi mati diaborbsi, abortus ke dalam lumen tuba dan ruptur
dinding tuba.5,8,11
Pada kasus ini ditemukan tanda-tanda seperti nyeri perut bagian bawah timbul mendadak,
amenore, pusing, mual, keringat dingin dan pusing. Pada pemeriksaan fisik kesadarannya
apatis, tekanan darah menurun, conjunctiva anemis, perioral sianosis, defense muscular.
Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah dalam menegakkan diagnosa KET, terutama bila ada tand-tanda perdarahan rongga
perut. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak 1
jam selam 3 kali berturut-turut. Bila terjadi penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat
mendukung diagnosa KET. Pada perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan
leukositosis. Tes kehamilan berguna bila positif. Akan tetapi tes kehamilan negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan KET karena hasil konsepsi dan degradasi trofoblas
menyebabkan HCG menurun dan menyebabkan tes negatif. 1,3,8,9,10,11
Pada pemeriksaan laboratorium 2 kali berturut-turut selang satu jam kasus Ny. M menunjukan
adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan penigkatan leukosit. Serta tes plano
positif.
Pemeriksaan penunjang lainya yakni pertama kuldosentesis pemeriksaan ini untuk mengetahui
apakah dalam kavum Dauglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu diagnose
KET. Hasilnya jika darah disemprotkan pada kain kasa yakni darah segar berwarna merah dan
dalam beberapa menit membeku berarti darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk,
sedangkan jika berwarna cokelat kehitaman dan tidak membeku, atau berupa bekuan kecil-
1,2,3,6,10,11
kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Pada kasus ini tidak
dilakukan pemeriksaan kuldosentesis dinilai benar karena KET cepat menimbukan syok, bila
TD 80 mmHg, tidak perlu dilakukan Douglas pungsi tidak dilakukan.5,6,11
Kedua USG, pada kehamilan normal kantong gestasi intrauterin dapat dideteksi mulai usia
kehmailan 5 minggu. Dimana diameternya mencapai 5-10mm. Gambar USG kehamilan
ektopik sangat bervariasi bergantung usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan
(ruptur, abortus) serta banyak dan lamanya perdrahan intrabdomen. Diagnosa pasti kehamilan
ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin
hidup yang letaknya diluar kavum uteri. Namun, gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10%
kasus.1,3,811, Ketiga laparaskopi, hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik lain meragukan.2,11
Diagnosa dan penatalaksaan pasien cukup cepat sehingga syok pada pasien dapat diteratasi.
Dengan tindakan rawat inap segera dan cepat mengambil keputusan untuk dilakukan operasi
cito dan transfusi darah serta pemberian cairan yang cukup. Prinsip penatalaksanaan KET
adalah rawat inap segera.12 Penanganan KET umumnya adalah laparatomi. 1,2,4,5,7,8,9,11,12 Dalam
tindakkan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan seperti kondisi
pasien saat itu, keinginan pasien akan fungsi reproduksinya, lokasi KET, kondisi anatomi
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator dan kemampuan teknologi fertilitas
invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingoektomi
pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salphingostomi atau reanatomosis tuba.1,2 Salphingoektomi dilakukan dalam
beberapa kondisi yakni kondisi penderita buruk (misalnya, dalam keadaan syok), kondisi tuba
buruk (terdapat jaringan parut) yang tinggi risikonya akan kehamilan ektopik berulang,
penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan fertilitas invitro, maka hal ini
salphingoektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilitas invitro dan
penderita tidak ingin punya anak lagi.2,9 Pada kasus ini dilakukan salphingoektomi sinistra
dengan pertimbangan keadaan umum pasien yang memburuk, namun pasien ini belum
memiliki anak sehingga keinginan untuk dapat hamil kembali sangat besar mengingat riwayat
KET sebelumnya dan dilakukan salphingoektomi dextra. Sehingga perlu dipertimbangkan
untuk sebaiknya dilakukan salphingostomi atau reanatomosis tuba pada kasus seperti ini.
Segera dilakukan operasi dengan pemberian trasnfusi darah. Operasi tidak perlu ditangguhkan
sampai syok teratasi, asal transfusi sudah jalan, operasi dapat segera dimulai. 3,4,10,12 Pada kasus
perdarahan yang banyak, terlebih disertai syok transfusi darah sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan jiwa pasien. Walaupun demikian, transfusi darah bukan tanpa faktor risiko
dan bahkan berakibat komplikasi yang fatal. Oleh sebab itu, keputusan transfusi darah harus
dpertimbangkan dengan sangat hati-hati. Risiko serius mencakup transfusi darah mencakup
penyebaran mikroorganisme infeksius, masalah yang berkaitan dengan imunologik, dan
kelebihan cairan dalam sirkulasi darah.13 Pemilihan komponen darah eritrosit (PRC)
diindikasikan untuk meningkatkan daya angkut oksigen pada pasien-pasien anemia, dan
hipotensi ortostatik skunder karena kehilangan darah. Packed Red Cells adalah pengobatan
terpilih untuk perdarahan akut.14
Perbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan yang cukup.10 Pemberian cairan intravena
untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang pada syok hipovolemik, pada umumnya dipilih
cairan isotonik, misalnya NaCl 0,9% atau RL.Pengukuran banyaknya cairan infus yang
diberikan sangat penting. Berhati-hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan infus.13
Karena pasien mengeluh sesak maka diberikan bricasma® (terbutalin) 1 ampul di drip dalam
RL 40tpm. Terbutalin merupakan obat golongan adrenergik (β2 agonis), melalui aktivitas
reseptor β2 menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, uterus dan pembuluh darah rangka serta
hanya menimbulkan sedikit perubahan tekanan darah, dikembangkan terutama untuk
pengobatan asma bronchial.15
Pada kasus ini dibenarkan pemasangan kateter urin. Pada penatalaksaan kedawatdaruratan
pemasangan kateter ditujukan untuk banyaknya urin yang keluar guna menilai fungsi ginjal
dan keseimbangan pemasukkan cairan dan pengeluaran cairan.13
Pemilihan jenis anestesi sangat individual, jadi bergantung keadaan pasien. Pada kasus ini
dipilih anestesi umum. Anestesi umum dilakukan pada pasien yang dikontraindikasikan untuk
dilakukan anestesi regional seperti perdarahan dengan kardiovaskular yang masih labil.16
Pemberian obat pengurang nyeri pada sebelum operasi dan setelah operasi. Pada
kegawardaruratan obsetri pasien mengalami rasa nyeri yang membutuhkan pengobatan segera.
Pemberian obat pengurang rasa nyeri jangan sampai menyembunyikan gejala yang sangat
penting untuk menentukan diagnosa. Hindarilah sedasi berlebihan. Pemberian analgesia pasca
bedah sangat penting. Pemberian sedasi berlebihan akan menghambat mobilitas yang
diperlukan pascabedah. Analgesia diberikan supositoria ketoprofen (Pronalges®) 2 kali/12
jamatau tramadol. Dalam bentuk oral tramadol diberikam tiap 6 jam atau paracetamol. Injeksi
petidin 50-75mg diberikan tiap 6 jam bila perlu.18
Pemberian ranitidin IV (Rantin®) pasca bedah ditujukan untuk mencegah kembung dan
memperlancar kerja saluran pencernaan, dapat diberikan secara IV maupun per oral. 19 Fungsi
gastrointestinal pada pasien obsetri yang tindakannya tidak terlalu berat akan kembali normal
dalam waktu 12 jam. Jika peristaltik baik dan pasien flatus mulai diberikan makanan padat.
Pemberian infuse diteruskan sampai pasien dapat minum dengan baik. Sebelum keluar dari
rumah sakit, pasien sudah harus bisa makan makanan biasa.18
Setelah dirawat 3 hari pasien dipulangkan dalam keadaan baik.Hal ini dibenarkan, perwatan 3-
4 hari cukup untuk pasien. Berikan instruksi mengenai perawatan luka dan keterangan tertulis
mengenai teknik pembedahan. Pasien diminta datang untuk kontrol selama 7 hari pasien
pulang. Pasien perlu segera datang bila terdapat perdarahan, demam, nyeri perut berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda – Kehamilan ektopik. Dalam : Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Winkjosatro GH, eds. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat.
Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008, 478-82;487.
2. Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Kehamilan ektopik. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi pertama. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007, 200-1.
4. Chen P. Ectopic pregnancy. [ updated 2008 May 02; cited 2009 August 30] Available from :
http://www.healthline.com/adamcontent/ectopic-pregnancy
5. Lee JC, Miller ES. General obstetrics – Ectopic pregnancy. In : Obstetrics & Gynecology. New
York : Mc Graw Hill; 2008, 291-93.
6. Somad, HAT. Kapitas Selekta Bed Side Teaching Obstetri dan Ginekologi – Kehamilan ektopik.
Jakarta : RS. Pelabuhan Jakarta; 14.
7. Barnhart KT. The English Journal of Medicine – Ectopic pregnancy. [ updated 2009 Juny 23; cited
2009 August 30] Available from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/361/4/379
8. Cunningham FG, Hauth JC, Leveno KJ, Gilstap, et alls, eds. Antepartum – Ectopic pregnancy. In :
William Obstetrics. Edition tweenty second. New York : Mc Graw Hill; 2005 : 147;149-50.
9. Anonym. Ectopic pregnancy. [ updated 2005 November; cited 2009 August 30] Available from :
http://www.merck.com/mmpe/sec18/ch263/ch263e.html
10. Mochtar R, Lutan D, eds. Kelainan letak kehamilan (kehamilan ektopik). Dalam : Sinopsis obstetri.
Edisi kedua. Jilid pertama. Jakarta : EGC; 1998, 232-4.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, eds. Ilmu kebidanan dan kandungan – kehamilan
ektopik. Dalam : Kapitas Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid pertama. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI ; 2008, 267-9.
12. Moeloek FS, Laila N, Wibowo N, Perbadi S, eds. Kehamilan ektopik. Dalam : Standar Pelayanan
Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : POGI ; 2006, 26.
13. Rachimhadhi T. Prinsip dasar penanganan kegawatdaruratan. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Winkjosatro GH, eds. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta : Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2008, 397-9.
14. Chandra S. Transfusi darah dan cairan infuse. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosatro
GH, eds. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008,420-1.
15. Setiawati A. Adrenergik. Dalam : Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Nafrialdi, eds.
Farmakologi da Terapi. Edisi keempat. Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI ; 1999, 68-9.
16. Chandra S. Analgesia dan anesthesia dalam obstetri. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Winkjosatro GH, eds. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta : Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2008, 437.
17. Waspodo D. Terapi antibiotika. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosatro GH, eds. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008, 449;452.
18. Waspodo D. Perawatan operatif. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosatro GH, eds. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008, 442; 445; 447.
19. Mochtar R, Lutan D, eds. Perawatan pasca bedah. Dalam : Sinopsis obstetri. Edisi kedua. Jilid kedua.
Jakarta : EGC; 1998, 159.