Ternak
BAB III
TRANSFER EMBRIO (TE)
3.1 Pendahuluan
Selama beberapa puluh tahun program IB telah menjadikan “Genetic Progress”
menyebar relative cepat dengan penggunaan frozen semen (semen beku). Pada
program IB sumbangan genetic (genetic progress) terutama dari pejantan karena
betina hanya menghasilkan satu pedet per tahun.
Dengan berkembangnya teknik transfer embrio, dimana betina dapat
memberikan banyak keturunan sehingga menghasilkan hasil genetik yang cepat
sebagai komplementer terhadap program IB.
Untuk lebih memperinci teknik TE tersebut dapat diperhatikan Schema di bawah ini :
Superovulasi
Berahi
IB dengan pejantan
Unggul
Pada proses koleksi embrio, dalam setiap koleksi dilanjutkan dengan identifikasi
embrio dengan tujuan untuk pembekuan embrio (konservasi embrio) atau untuk
segera ditransfer dalam bentuk embrio segar ke resipien.
Betina resipien terlebih dahulu mengalami proses Penyerentakan berahi dengan
betina donor dengan menggunakan hormon Prostaglandin.
Keberhasilan teknik TE ini sangat bergantung kepada :
1. Donor, sebagai produksi embrio transferable
2. Resipien, dengan laju kebuntingan tinggi dan konsisten
3. Prosedur, jadwal, teknik dan peralatan
4. Sumber daya manusia, harus terampil
Bila ditinjau dari segi bangsa atau breed, tidak merupakan masalah karena
adanya crossbreed memberikan tingkat fertilitas yang lebih baik.
Hari
0 1 2 3 4 5
Donor FSH FSH FSH FSH IB KOLEKSI EMBRIO
PG
FSH FSH FSH FSH IB
PG
Gambar di bawah menunjukkan cara deteksi berahi pada Kambing dan Sapi
dengan menggunakan pejantan atau dengan menggunakan pewarna chain ball
marker
Gambar 12.Deteksi berahi pada Kambing dan Sapi
hari 0 11
PGF2, PGF2,
Berahi Berahi
(Mid-cycle of estrus) (5 days of estrus)
Pemberian PGF2, pada resipien sebaiknya satu hari lebih cepat dari pada donor, hal
tersebut disebabkan pada donor berahi akan timbul 36 – 60 jam setelah penyuntikan
PGF2, sedangkan pada resipien berahi timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan
PGF2,.
0 12 24
standing heat IB ke 1 IB ke 2
dosis semen dosis semen 2 x
1 x atau 2 x
Metode Non surgery lebih popular di Eropa, Jepang, Asia (Indonesia) dan
Brazil, sedangkan metode surgery biasa digunakan di USA.
Tahap Pelaksanaan
Adapun tahap pelaksanaan koleksi embrio terdiri dari :
1. Tahap persiapan hewan donor
2. Tahap persiapan peralatan dan bahan
3. Tahap pelaksanaan koleksi embrio
Gambar 13. Rangkaian proses panen (Flushing) Embrio pada Sapi dengan menggunakan Folley Catheter
Siti Darodjah Rasad, Lab. Reproduksi Ternak Fak. Peternakan UNPAD III-13
Teknologi Reproduksi
Ternak
Selain itu ada cirri-ciri khas pada tahapan morula yang dapat dibedakan yaitu :
Morula merupakan embrio dengan jumlah sel 32 sel, dengan criri-ciri
blastomer individual dan sulit dibedakan satu dengan lainnya. Kondisi
Blastomer seperti massa dari sel- sel.
Blastocyst :
o Differensiasi jelas bagian luar Trophoblast
o Inner cell mass mengisi sebagian besar ruang perivitelline
Expanded Blastocyst
o Diameter keseluruhan meningkat (1,2 – 1,5 kali)
o Zona Pellucida menipis (1/2 kali), dan terkadang collapsed
o Inner cell mass jelas dan kompak
Hatched Blastocyst
o Merupakan embrio yang telah terlepas dari Zona Pellucida
o Bentuknya spheris dan lebih besar
o Identifikasi pada saat ini lebih sulit
Gambar 16,17 dan 18 menunjukkan tahapan perkembangan Embrio Sapi
Ovarium
1 Sel
Inseminasi
16 Sel (3 – 4 Hari)
Blastocyst (7 – 8 Hari)
Corona Uteri
Morula
(5 Hari)
Blastocyst
(7 Hari)
Blastocyst Dini (7 Hari)
Hatched Blastocyst
A’ – Good (Bagus)
Terdapat kelainan pada beberapa sel blastomer (extruded), bentuk tidak
seragam, terdapat beberapa vesicle (10 – 20 % tidak seragam dan tidak
beraturan)
C – Poor (Kurang)
Terdapat sejumlah besar blastomer extruded, degenerasi, ukuran berbeda
dan vesicle banyak. Tampak masih hidup (50 % tidak seragam dan tidak
beraturan)
D – Non Transferable Embryo
Sel degenerasi total, sel terlalu muda (2 – 32 sel) atau unfertilized ova (UFO)
Oocyte (sel telur) dapat dikoleksi atau diperoleh dengan dua (2) cara yaitu :
1. Koleksi dari induk sapi hidup (donor)
2. Koleksi dari Ovarium yang berasal dari induk sapi yang dipotong di RPH
(pemanfaatan limbah induk sapi dari RPH)
Dari induk donor, sel telur yang belum masak (immature eggs/oocytes) dapat dikoleksi
melalui dua cara pula yaitu :
A. Koleksi oocyte melalui vaginal (Ovum Pick-Up Transvaginal)
B. Koleksi oocyte melalui aspiraasi laparoskopi (laparoscopic aspiration)
Transvaginal OPU dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan alat USG, tetapi dengan
bantuan USG merupakan metode yang umum dilakukan. Dengan teknik atau metode
tersebut dapat dihasilkan 4 – 5 sel telur immatur dalam sekali percobaan tanpa adanya
stimulasi atau rangsangan hormonal pada ovarium. Sedangkan dengan stimulasi FSH
pada ovarium telah dapat dihasilkan 8 – 10 sel telur per percobaan.
Metode ini dapat dilakukan dalam 1 atau 2 kali per minggu dan dapat diulang untuk
beberapa minggu dengan resiko yang kecil pada kesehatan dan fertilitas donor. Metode
ini terutama ditujukan atau abaik dilakukan baik pada induk donor yang sangat responsif
terhadap stimulasi hormonal, ataupun yang tidak.
Meode ini dapat juga diterapkan untuk koleksi sel telur dara yang belum puber atau
belum dewasa kelamin (pre puberal), dimana produksi embryo dari ternak donor pre
puberal ini mempunyai potensi untuk mereduksi interval generasi dan meningkatkan
mutu genetik, walaupun kapasitas perkembangan dan pertumbuhan sel telur masih
rendah dibandingkan bila sel telur berasal dari donor yang telah dewasa kelamin. Dengan
demikian masih diperlukannya penelitian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan secara
komersial
2. Koleksi dari Ovarium yang berasal dari induk sapi yang dipotong di RPH
(pemanfaatan limbah induk sapi dari RPH)
Sumber sel telur untuk menghasilkan embryo dalam skala besar dapat diperoleh dari
Ovarium yang berasal dari induk yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH).
Sehingga selain untuk tujuan produksi embryo in vitro, juga sebagai pemanfaatan limbah
dari RPH berupa pemanfaatan ovarium.
Sel telur dapat dikoleksi dari ovarium dengan dua cara yaitu :
1. Aspirasi folikel ovarium
2. Slicing (sayatan) ovarium
Kualitas sel telur yang dihasilkan dengan metode ini, hampir sama dengan sel telur
yang berasal donor hidup, akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah potensi
genetik induk tidak dapat diketahui dengan pasti.
Segera setelah koleksi sel telur, sel telur tersebut disimpan pada media maturasi dan
diinkubasi selama 22 – 24 Jam untuk menstimulasi atau meramgsang pemasakan sel telur
dibawah kondisi laboratorium, dalam hal ini inkubasi di dalam inkubator CO 2. Untk
mendapatkan kualitas embryo yang baik, maka dapat juga dilakukan co-cultur dengan sel
somatic. Kuiltur atau inkubasi selm telur umumnya dilakukan dalam satu kelompok 10 –
40 sel telur dalam satu cawan guna mendapatkan perkembangan yang baik.
Fertilisasi dilakukan dengan menggunakan semen beku. Pada metode ini, pertama-tama
silakukan pemisahan bahan pengencer dari sperma motil, segera setelah semen beku di
thawing. Cara pemisahan dapat dengan cara :
1. Pencucian langsung
2. Swim-up centrifugasi
3. Percoll gradient centrifugasi
Teknik selanjutnya adalah sperma ditempatkan di dalam mikrodrops yang telah berisi sel
telur kapasitasi dan larutan heparin. Inkubasi sel telur dengan sperma kapasitasi
dilakukan selama 6 – 24 Jam. Umumnya sekitar 30 buah sel telur dan 200.000 sperma
diinkubasi dalam sati mikrodrops untuk mendapatkan hasil fertilisasi yang optimal.
Sel telur yang telah difertilisasi dicuci untuk dibebaskan dari sperma. Selanjutnya dikultur
5 – 7 hari untuk mengikuti perkembangan embryo hingga layak untuk ditransfer.
Fertilisasi dapat dikatakan berhasil dengan adanya pembelahan sel yang secara visual
dapat dilihat setelah 40 – 42 Jam setelah inseminasi.
Terdapat tiga sistem kultur embryo, yaitu :
1. Kultur embryo di dalam oviduct resipien sementara (domba dan kelinci).
Dengan metode ini, angka kebuntingan mencapai 60 – 70 % setelah embryo yang
dihasilkan dibekukan dan ditransfer pada resipien
2. In Vitro kultur zygote (sel telur yang telah difertilisasi) dengan somatik sel (contoh
sel epithel oviduct, sel granulosa) di dalam medium tertentu
3. In vitro kultur zygote dalam medium sederhana sepeti cairan oviduct sintetis tanpa
menggunakan sel somatik
Pada ke tiga sistem di atas, embryo dikultur di dalam mikrodrops dengan dilindungi
dengan mineral oil. Angka kebuntinan untuk ketiga sistem tersebut mencapai 40 – 56 %.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, kultur embryo di dalam mikrodrops atau
dengan sel somatik dapat meningkatkan produksi, daya tahan serta kualitas embryo.
Tabel 2 di bawah menunjukkan keberhasilan produksi in Vitro dengan metode
Transvagianal OPU
Duration of
No. of No. of Oocyte Transferable
transport
collections oocytes (avg) cleavage (%) embryos (%)
(h)*
0 177 1771 (10) 1310 (74) 837 (47)
3 to 6 260 1944 (7.5) 1326 (68) 840 (43)
24 34 155 (6.5) 110 (71) 66 (43)
*Time for transporting eggs from farm to laboratory.
Source: Bousquet.1997. Proc. Soc. Theriogenology. pp16-21.
Teknologi Reproduksi Ternak
Donor ♀
I Penyerentakan berahi superovulasi IB evaluasi konservasi embrio
Embrio embrio
Penampungan
Semen/thawing Kapasitasi
Semen beku spermatozoa
Siti Darodjah Rasad, Lab. Reproduksi Ternak Fak. Peternakan UNPAD III-28
Teknologi Reproduksi
Ternak
Teknik transfer embrio (TE) pada Sapi dan Kerbau awalnya melalui proses
laparotomy atau metode surgery (dengan pembedahan)dengan anesthesia umum
atau local. Tetapi sejak tahun 1978, dilakukan metode tanpa pembedahan yakni
transfer embrio melalui transcervical.
Pada metode transcervical tersebut, mula-mula akan dilakukan palpasi rectal pada
resipien untuk mengetahui apakah pada ovarium terdapat Korpus luteum.
Selanjutnya dilakukan anesthesia epidural untuk induced to prevent straining
selama proses transfer berlangsung.
Embrio yang telah disimpan dalam straw (0,25 ml Straw) dalam keadaan steril
dimasukkan kedalam Transfer Gun (Cassou) dan dilindungi dengan plastik
penutup yang steril. Langkah selanjutnya Transfer Gun masuk ke dalam vagina dan
melalui cervix dengan bantuan tangan operator melalui palpasi rektal akan
menuntun Transfer Gun memasuki tanduk uterus bagian ipsilateral dengan Korpus
Luteum. Embrio didesposisikan ke dalam tanduk uterin.
TCM 199 biasa digunakan untuk koleksi embrio, sedangkan media untuk penyimpanan
mengandung 25 mM HEPES buffer dan 10 – 20 % Calf serum yang telah di filtrasi
dengan menggunakan Millipore-filtered dan di inaktifkan dengan pemanasan selama 30
menit pada temperatur 56 C.
1. Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction In Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams &
Wilkins
2. Toelihere, M. R. 1985. Fsisologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung
3. Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta