Landasan Pendidikan
a. Landasan Filosofis
Filsafat pendidikan mencakup filosofi proses pendidikan dan filosofi disiplin ilmu
pendidikan. Filososfi pendidikan terkait dengan tujuan, bentuk, metode, atau hasil dari
proses pendidikan. Tim Broad Based Education Depdiknas mengemukakan bahwa secara
filosofis pendidikan dapat diartikan sebagai proses pemerolehan pengalaman belajar yang
berguna bagi peserta didik.
Filsafat dan pendidikan memiliki keterkaitan yang erat. Filsafat mengkaji tentang
pandangan manusia dan masyarakat. Sedangkan pendidikan berusaha mewujudkn manusia
dan masyarakat yang dapat berkembang secara optimal.filsafah pendidikan menjawab
berbagai pertanyaan pokok pendidikan.
Tirtahardja & Sulo (2018) mengemukakan filosofi tentang manusia dan alirannya
sangatlah bervariasi. Bahkan juga ada yang bertentangan. Terdapat dua aliran yang
bertentangan yaitu idealism dan naturalism. Aliran naturalism yaitu aliran yang
menganggap benar segala sesuatu yang dapat direrima oleh indra. Sedangkan akiran
idealism yaitu pandangan bahwa kenyataan adalah ide dari gagasan kejiwaan. Dalam aliran
ini yang menganggap benar adalah sesuatu yang bersifat abstrak, hasil refleksi dari ide
sebagai kebenaran bersifat spiritual dan mental.
Selain itu menurut Sutirna & Samsudin (2015) ada aliran lain yang mendukung
landasan filosofi diantaranya aliran filsafat progresifme, esensialisme, prenialisme, dan
konstruktivisme. Penjelasan lebih lengkap terkait keempat aliran tersebut yaitu sebagai
berikut.
Kondisi ideal sebenrnya tidak akan pernah mencapai titik final. Belajar bertujuan
untuk memahami suatu teori,namun belajar tidak akan pernah sampai ujung.
Lembaga pendidikan senantiasa berusaha mempertajam pikiran dan proses
intelektual siswa.
Berbeda dengan idealism, realism mempercayai bahwa dunia apa adanya sesuai
dengan apa yang telah diamati. Realisme merupakan pandangan terkait kebenaran itu
merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, diamati, dan kebaikan yang ditemukan
dalam hkum alam.
Jika hal ini terbelenggu oleh dogmatis yang berlebihan, maka bisa jadi suatu
kesuksesan dalam belajar dipercayai sebaga sebuah nasib. Jika hal ini terjadi,
kemungkinan peserta didik lebih hanya berdoa tanpa melakukan usaha belajar untuk
mencapai kelulusan. Padaham telah dijelaskan bahwa “Allah tidak akan merubah
nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak mengubah sendiri”. Sehingga untuk mencapai
suatu keberhasilan-kelulusan harus menyeimbangkan keduanya.
Faham individualism merupakan pandangan terkait manusia pada dasarnya memiliki hak
untuk hidup dan berbuat sesuai dengan keinginannya. Akibat dari individualism dapat
memunculkan cara pandang yang lebih mementingkan kepentingan individu daripada
kepentingan masyarakat. Pada masyarakat ini, usaha untuk menempuh pengembangan diri
aka nada saling berkompetisi antara anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Oleh
sebab itu, hal ini akan berpengaruh pada pada yang kuat akan selalu menang, dalam
berkompetisi dan hanya yang kuat yang dapat eksis.
Berhubungan dengan faham yang telah disebutkan diatas yaitu faham kolektivisme. Dimana
faham tersebut yang memberikan kedudukan berlebihan terhadap masyarakat. Sedangkan
secara perseorangan hanya sebagai alat bagi masyarakat. Berbeda dengan faham
integralistik yang memandang bahwa masingmasing anggota masyarakat saling
berhubungan erat satu sama lainnya. Dalam faham interalistik ini manusia tidak
ditempatkan secara individualis, namun dalam konteks strukturnya manusia merupakan
pribadi dan juga relasi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut faham integralistik yang berasal dari
etika kehidupan bermasyarakat (1) kekeluargaan, kebersamaan, gotong-royong,
musyawarah mufakat, (2) tujuan hidup bermasyarakat yaitu kesejahteraan bersama.
c. Landasan Kultural
Landasan kultural pendidikan merupakan norma dasar pendidikan. Norma pendidikan
berasal dari norma kehidupan berbudaya suatu bangsa. Kebudayaan dapat diartikan
sebagai suatu hasil karya, cipta, karsa manusia. Landasan kultural pendidikan di Indonesia
harus dapat memberikan jawaban atas masalah berikut: (1) semangat kekeluargaan yang
tecantum pada rumusan undang-undang dasar 1945 sebagai landasan pendidikan di
Indonesia, (2) Rule of Low pada masyarakat yang kekeluargaan, kebersamaan dan
berkebudayaan, (3) “etos” masyarakat Indonesia berhubungan dengan alam, waktu, kerja,
dan kezaliman masyarakat Indonesia yang cocok dengan kebiasaan Pancasila; beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, disiplin, kerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, berkepribadian, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat fisik
maupun rohani, dan (4) sistem bagaimana masyarakat dapat mengartikan dirinya, sejarah
dan tujuantujuannya. Bagaimana tiap-tiap warga menyaksikan dirinya dalam masyarakat
yang integralistik, bagaimana pertumbuhan metode peningkatan harkat dan martabat
sebagai manusia, apa yang menjadi tujuan penyusunan insan seutuhnya (Anshory & Utami,
2018).
d. Landasan Psikologis
Norma dasar pendidikan yang berasal dari aturan-aturan dasar pada perkembangan peserta
didik. Aturan-aturan dasar perkembangan peserta didik tersebut dimulai dari terbentuknya
konsepsi sampai mati. Dengan pertumbuhan dan perkembangan, manusia selalu
mengalami perubahan. Pertumbuha yang terjadi pada manusia bersifat fisik sekaligus
kejiwaannya. Apabila sepanjang kehidupan individu menjadi proses pertumbuhan secara
terus menerus, maka proses pertumbuhan tersebut akan terjadi secara terarah dan teratur.
Tentu saja pertumbuhan tersebut akan menuju kearah kemajuan. Setiap tahap
pertumbuhan dapat dilihat dari meningkatnya keterampilan dan cara-cara baru yang
dipunya dalam menyelesaikan masalah. Pertumbuhan adalah perubahan tingkah laku
ataupun fungsi kejiwaan manusia dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi.
Perubahan-perubahan tersebut tidak jarang terjadi dengan maksud individu dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Anshory & Utami, 2018).
Lingkungan manusia terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan social. Lingkungan fisik
merupakan segala sesuatu non manusia yang ada disekitar didik. Sedangkan lingkungan
social ialah seluruh orang yang ada didalam kehidupan manusia yaitu bergaul dengan anak,
orang yang melakukan kegiatan bersama dengan anak. Tugas pengajaran yang utama yaitu
memberikan pengarahan kepada anak, agar dapat tumbuh secara wajar dan maksimal.
Oleh sebab itu, agar tindakan yang diberikan dalam proses pendidikan dapat dilaksanakan
dengan berhasil dan berdaya guna maka seorang pendidik harus memahami hokum-hukum
dasar perkembangan kejiwaan anak.
Manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu (1)
memberikan kesejahteraan lahir dan batin setingi-tingginya, (2) mendorong pemanfaatan
pengembangan sesuai tuntutan zaman. (3) menjamin penggunaannya secara bertanggung
jawab, (4) memberi dukungan nilai agama dan nilai lihur bangsa, (5) mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan (6) meningkatkan produktifitas, efisiensi, dan efektifitas sumber
daya manusia.
Dengan cemikian setiap kesalahan yang dialami anak itu bersifat mendidik. Menurut azas
Tut Wuri Handayani (1) pendidikan dilaksanakan tidak memakai syarat paksaan, (2)
pendidikan adalah panggulowenthah yang mengandung makna : momong, among,
ngemong, among berarti pendidik dapat mengembangkan hidup kodrat alam peserta didik
dengan tuntutan agar peserta didik mampu mengembangkan hidup secara selamat.
Momong berarti mengamati peserta didik agar dapat bertumbuh menurut kodratnya.
Ngemong mengandung makna bahwa pendidik harus mengikuti usaha yang dilakukan anak
sendiri dan pendidik hanya memberikan bantuan ketika peserta didik memerlukan. (3)
pendidikan membuat ketertiban dan kedamaian (orde en vrede), pendidikan tidak
memanjakan peserta didik, serta (5) pendidikan mampu menghasilkan iklim sebagai berikut
tidak terperintah, memerintah pribadi peserta didik (Ruslam, 2014)..
Manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila untuk mencapai integritas
yang utuh, maka Indonesia menganut azas pendidikan sepanjang hayat. Melalui pndidikan
sepanjang hayat setiap warga Negara Indonesia diharapkan (1) dapat meningkatkan
kualitas diri sendiri dan mandiri selama hidupnya, (2) memperoleh kesempatan
mengenyam layanan lembaga-lembaga pendidikan (formal,informal dan nonformal) yang
ada, (3) memperoleh kesempatan mengikuti program pendidikan sesuai dengan minat,
bakat, dan kemampuan untuk mengembangkan profil manusia Indonesia seutuhnya, dan
(4) memperoleh kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu (Ruslam, 2014).
Pada azas kemandirian dalam belajar menempatkan pendidik dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motivator. Peran sebagai fasilitator mengharapkan pendidik untuk dapat
menyediakan dan mengatur sumber belajar yang dapat memudahkan peserta didik.
Sedangkan peran motivator mengharapkan pendidik untuk mengupayakan peserta didik
untuk mau memanfaatkan sumber belajar tersebut (Ruslam, 2014). Implementasi
kemandirian dalam belajar disekolah sebaiknya dimulai dalam kegiatan intrakulikuler.
Selanjutnta dapat dilanjutkan pada kegiatan kolikuler dan ekstrakurikuler. Sedangkan untuk
perguruan tinggi dapat dimulai dengan kegiatan tatap muka yang kemudian dikembangkan
dalam bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri atau kegiatan kolikuler dan ekstrakurikuler.