Anda di halaman 1dari 21

ORTOPEDAGOGIK

JENIS PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS DARI TIAP JENIS

DOSEN PENGAMPU : Dr. Mumpuniarti M.Pd.

Disusun oleh

Hellen Cecilia (18103244009)

PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018
Lampiran III tentang Struktur Kurikulum, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Pedoman
Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus

1. Jenis kebutuhan khusus


a. Tunagrahita / Retardasi Mental
b. Tunalaras / Emotional or behavioral disorder
c. Tunarungu / Commnication disorder and deafness
d. Tunanetra / Partially seing and legally blind
e. Tunadaksa / Physical disability
f. Tunaganda / Multiple handicapped
g. Kesulitan belajar / Learning disabilities
h. Anak Berbakat / Giftedness and special talents
i. Anak Autistik
j. GPP/H atau ADHD ( Attention Deficit Hyperactive Disorder )
2. Program kebutuhan khusus usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah baik yang
yunior, serta transisi ke masa dewasa
Usia Dini
Yang berupa orientasi dan mobilitas untuk anak didik tunantra,bina persepsi bunyi
dan irama untuk anak didik tunarungu,kemampuan untuk merawat diri untuk anak
tunagrahita ringan dan sedang,bina diri dan bina gerak untuk anak didik tuna daksa.
Obyek material: Stimulasi awal untuk mengejar keterlambatan bahasa, kecerdasan,
dan pemahaman dari makna-diri.
Obyek formal:
1. Sistem penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
2. Teori yang mendukung: medis, psikologi, sosio logi, dan budaya tentang makna
perkembangan dan belajar kehidupan.
Sekolah Dasar
Yang berupa orientasi dan mobilitas untuk siswa tunanetra, bina persepsi bunyi dan
irama untuk siswa tunarungu,kemampuan merawat diri untuk siswa tunagrahita ringan
dan tunagrahita sedang, bina diri dan bina gerak untuk siswa tuna daksa,bina pribadi
dan sosial untuk siswa tunalaras. Sedangkan untuk siswa berkelainan ganda berupa
gabungan dua atau lebih program khusus tersebut yang disesuaikan dengan jenis
kelainannya.
Obyek material:
1. Akademik
2. Akademik fungsional
3. Pengembangan kompensatoris
Obyek formal:
1. Sistem penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
2. Pendekatan pembelajaran
3. Teori yang mendukung: medis, psikologi, sosio logi, dan budaya tentang makna
perkembangan dan belajar kehidupan.
Sekolah Menengah Pertama
obyek material:
1. akademik
2. Akademik Fungsional
3. Pengembangan Bantu Diri dan Vokasional
obyek formal:
1. Sistem penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
2. Teori yang mendukung
3. Teori yang mendukung: medis, psikologi, sosiologi, dan budaya tentang makna
perkembangan dan belajar kehidupan.
Yang berupa orientasi dan mobilitas untuk siswa tunanetra, bina perepsi bunyi dan
irama untuk siswa tunarungu, kemampuan merawat diri untuk siswa tunagrahita
ringan dan tunagrahita sedang, bina diri dan bina gerak untuk siswa tunadaksa, bina
pribadi dan sosial untuk siswa tunalaras. Sedangkan untuk siswa berkelainan ganda
berupa gabungan dua atau lebih program khusus tersebut yang disesuaikan dengan
kelainannya.
Sekolah Menengah Atas
Obyek material:
1. Akademik fungsional
2. Vokasional Obyek formal:
a. Sistem penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
b. Teori yang mendukung
c. Teori yang mendukung: medis, psikologi, sosiologi, dan budaya tentang makna
perkembangan dan belajar kehidupan.
Transisi Masa Dewasa
Obyek material:
1. Vokasional
2. Pengembangan kepribadian
3. Persiapan masa depan
4. Self-determination Obyek formal: Teori yang mendasari tentang kejuruan dan
pengembangan pribadi.
Masa Dewasa
Obyek material: tempat kerja terlindung dan dukungan supervisor
Obyek formal : Teori rehabilitasi, sosial, dan karir.
3. Berbagai peraturan, undang-undang, atau deklarasi yang memayungi implementasi
pendidikan khusus
Pengimplementasian kurikulum untuk pendidikan khusus atau sekolah luar biasa
(SDLB, SMPLB, dan SMALB) dimulai pada tahun ajaran 2014/2015 untuk semua
satuan pendidikan juga dilaksanakan dengan pola secara bertahap. Pada tahun itu,
diawali dengan kelas I, IV, VII dan X. Pada tahun ajaran 2015/2016 menyasar pada
kelas I, II, IV, V, VII, dan X, XI. Pada tahun ketiga, yaitu tahun ajaran 2016/2017
kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, dan XI.
Peraturan perundang-undangan yang memayungi implementasi pendidikan khusus:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan da Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus diatur dalam peratura
pemerintah Pasal 32 ayat 1, 2, dan 3 : Undang-Undang Noor 20 Tahun 2003

4. Jelaskan dan bandingkan kelebihan dan kekurangannya pelaksanaan pendidikan


khusus melalui segregasi, mainstreaming, integrasi, dan inklusi
a. Kelebihan Sistem Pendidikan Khusus melalui Segregasi
- Timbulnya rasa ketenangan pada siswa, karena berada pada lingkungan yang lebih
homogin.
- Mudah berkomunikasi, karena ada kesatuan dalam berbahasa, yaitu bahasa
isyarat.
- Siswa memperoleh layanan pendidikan dengan strategi yang lebih disesuaikan
dengan kemampuan anak.
- Siswa dididik oleh tenaga pendidik yang berlatar belakang ilmu pendidikan luar
biasa.
- Memudahkan kerja sama dengan tenaga ahli seperti dr. THT, Audiolog, Psikolog,
dsb.
- Pada umumnya penyelenggaraan pendidikan khusus dilengkapi dengan sarana
khusus yang diperlukan dalam pendidikan anak tunarungu.

Kekurangan Sistem Pendidikan Segregasi

- Sosialisasi siswa tunarungu terbatas pada teman yang tunarungu, terlebih lagi bagi
siswa tinggal di asrama, mereka kurang terbiasa melihat pola kehidupan anak
mendengar, seperti pola belajar, pola bermain, dsb.
b. Kelebihan Sistem Pendidikan Integrasi
- Siswa disability dapat belajar bersama-sama dengan siswa yang tidak disability.
Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa
disability dan yang tidak disability, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak
pada pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak
jika mereka telah dewasa.
- Siswa disability mendapatkan suasana yang lebih kompetitif, karena di sekolah
umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
- Siswa disability dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
- Siswa disability dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat dengan
tempat tinggalnya, asal ia memenuhi persyaratan yang diminta; jadi tidak perlu
terpisah dari keluarga mereka.
- Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, disability
akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa yang tidak disability.

Kekurangan Sistem Pendidikan Integrasi

- Kelemahan dari sistem integrasi ini adalah siswa disability harus menyesuaikan
diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu,
kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti
mata pelajaran “menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja
siswa disability tidak bisa “menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran ini wajib
dengan kurikulum yang “ketat”, “tidak fleksibel”, tidaklah dimungkinkan bagi
guru maupun siswa disability untuk melakukan “adaptasi atau substitusi” untuk
mata pelajaran “menggambar” tersebut. Yang dimaksud subsitusi adalah
menggantikan mata pelajaran tersebut dengan tugas lain yang memliki nilai
kompetensi sama. Misalnya, menggambar adalah mata pelajaran yang melatih
kreatifitas otak kanan untuk bidang visual; bisa digantikan dengan tugas lain yang
memiliki tujuan kompetensi sama atau setara, misalnya mengarang.
c. Kelebihan Sistem Pendidikan Inklusi
- Berkurangnya rasa takut akan perbedaan indivdual dan semakin besarnya rasa
percaya dan peduli pada anak luar biasa. Peningkatan konsep diri (self concept)
baik pada anak luar biasa maupun pada anak normal. Hal ini akibat dari pergaulan
yang terjadi sehingga menjadikan keduanya saling toleran. Pertumbuhan kognisi
sosial makin berkembang pada keduanya. Mereka dapat saling membantu satu
dengan yang lain, sehingga mendorong pertumbuhan sikap sosial, yang pada
gilirannya akan menumbuhkan kognisi sosial. Pertumbuhan prinsip – prinsip
pribadi menjadi lebih baik, terutama dalam komitmen moral pribadi dan etika.
Mereka saling tidak curiga dan merasa saling membutuhkan. Persahabatan yang
erat dan saling membutuhkan. Mereka merasa saling membutuhkan untuk sharing
dalam beberapa hal.
Kekurangan Sistem Pendidikan Inklusi
- Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan
dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi menujukkan betapa
sistem pendidikan inklusi belum benar-benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi
sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum
mengakomodasi keberadaan anak-anak yang memiliki perbdaan kemampuan
(difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan
program eksperimental.
d. Kelebihan Sistem Pendidikan Mainstreaming
Sistem pendidikan yang menempatkan anak-anak cacat di sekolah-sekolah umum,
hanya jika mereka dapat mengikuti kurikulum akademis yang berlaku, dan guru
juga tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. Mainstreaming kebanyakan
diselenggarakan untuk anak-anak yang sakit yang tidak berdampak pada
kemampuan kognitif, seperti epilepsi, asma dan anak-anak dengan kecacatan
sensori (dengan fasilitas peralatan, seperti alat bantu dengar dan buku-buku
Braille) dan juga mereka yang memiliki tunadaksa.
Kekurangan Sistem Pendidikan Mainstreaming
- Kurang Sesuai dengan Pendidikan Akademik Siswa Normal.
Salah satu kelemahan yang berpotensi serius untuk mainstreaming adalah bahwa
seorang siswa mainstreaming mungkin memerlukan perhatian lebih dari guru
daripada siswa normal dalam kelas umum. Waktu dan perhatian, sehingga seluruh
kelas turut serta untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan kebutuhan khusus.
Efeknya siswa seluruh kelas sangat bergantung pada anak berkebutuhan khusus
tertentu dalam pertanyaan dan sumber daya yang tersedia untuk pendukung.
Dalam banyak kasus, masalah ini dapat diatasi dengan menempatkan seorang
pembantu di dalam kelas untuk membantu siswa dengan kebutuhan khusus,
meskipun hal ini meningkatkan biaya yang berkaitan dengan mendidik anak ini.
- Masalah Sosial .Dibandingkan secara keseluruhan termasuk siswa berkebutuhan
khusus, mereka yang hanya disalurkan untuk kelas-kelas tertentu atau waktu
tertentu mungkin terasa mencolok atau secara sosial ditolak oleh teman-teman
sekelas mereka. 
- Biaya
Sekolah harus menyediakan layanan pendidikan khusus tetapi tidak mendapatkan
sumber daya keuangan tambahan. Biaya per-siswa pendidikan khusus menjadi
lebih tingi, biasanya jauh lebih tinggi daripada sekolah reguler . Biayanya bisa
menacapai dua kali biaya di sekolah umum.
Perbedaan Sistem Pendidikan Segregasi, Integrasi, Inklusi dan Mainstreaming

Pendidikan Sistem Segregasi

Pendidikan Segregasi adalah sekolah dasar yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari
sistem perskolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan
pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik.
Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra, SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB C (untuk anak
tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain.
Satuan Pendidikan Khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.
Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama
sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya.
Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak
kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.

Pendidikan Sistem Integrasi/ Terpadu

Pendidikan terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan
khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak. Sekolah tetap menggunakan
kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sistem pembelajaran
reguler untuk semua peserta didik. Jika ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam
mengikuti pendidikan, maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harus
menyesuaikan dengan sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan
terpadu menuntut anak yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dipersyaratkan sekolah
reguler, kelemahan dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak
berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individual anak.
Sedangkan keuntungannya adalah anak berkebutuhan khusus dapat bergaul di lingkungan
sosial yang luas dan wajar.

Pendidikan Sistem Inklusi

Pendidikan Inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada pendidikan
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani
secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari
kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai
pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusi mensyaratkan pihak sekolah
yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta
didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusi
anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai
dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing.

Pendidikan Sistem Mainstreaming

Model ini sama dengan SD terpadu anak tunanetra yang dikembangkan di Indonesia beberapa
waktu yang lalu. Sekarang diperluas muatannya bagi semua jenis berkebutuhan khusus yang
masih termasuk mampu didik. Mereka yang tempat tinggalnya berdekatan dengan SD
tertentu, dimasukkan ke SD tersebut dan belajar bersama dengan anak-anak pada umumnya.
Untuk anak-anak tunanetra, tunagrahita, memerlukan bantuan dan bimbingan khusus. Dalam
hal ini dapat ditempatkan seseorang guru PLB yang mengerti semua jenis kebutuhan khusus.
Selayaknya sseorang sarjana PLB yang diangkat secara khusus di SD tersebut.

5. Tambahkan kebutuhan pada masing-masing layanan pendidikan


a. ADHD
Gangguan pada pengendalian diri, masalah rentang atensi, hiperaktivitas, dan
implusivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir dan mengendalikan
emosi, yang menganggu kehidupan sehari-hari.
Dalam menyusun dan melaksanakan pendidikan untuk anak-anak ADHD, diperlukan
paling tidak tiga pihak yang bekerjasama dengan baik, yaitu anak itu sendiri, orang
tua dan personil sekolah atau guru (Witberg dalam Fisher, 2007). Anak tentunya
berperan sebagai pihak yang mengikuti peraturan di rumah maupun sekolah, serta
memberitahu kepada personil sekolah apabila ada hal yang tidak ia mengerti. Lalu,
orang tua berperan untuk menjelaskan peraturan-peraturan yang ada di rumah serta
mendorong anak untuk mengikutinya. Selain itu, orang tua juga diharapkan dapat
mengumpulkan data-data mengenai anak yang akan berguna dalam kerjasama dengan
sekolah. Orang tua pun harus terlibat dalam pendidikan anak, dan bukan
menyerahkannya begitu saja pada pihak sekolah. Sementara itu, pihak sekolah
berperan untuk mencari tahu apa saja yang dibutuhkan untuk mendidik anak,
menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan hukum yang berlaku, serta
menjelaskan dan mengajari anak untuk dapat produktif. Tidak lupa, guru pun harus
menginformasikan segala sesuatu kepada orang tua (Witberg dalam Fisher,2007).
Yang Dibutuhkan anak ADHD
a. Rutinitas, struktur, dan konsistensi
Untuk terpenuhinya rutinitas, struktur, dan konsisten, perlu dibuat jadwal harian
dalam bentuk visual dan tempelkan di tempat yang mudah dilihat. Bila ada
perubahan, beritahu sebelumnya. Tetapkan peraturan secara jelas beserta
konsekuensinya bila anak melanggar peraturan tersebut. Konsistensi dalam
penerapan disiplin, pemberian reward bagi tingkah laku positif dan penerapan
konsekuensi atau hukuman haruslah konsisten agar anak tidak bingung.
b. Fokuskan pada hal-hal positif
Untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, beri perhatian lebih pada keunggulan
anak dan saat-saat ia melakukan tingkah laku positif. Berikan reward dan
penghargaan atas usaha-usaha yang telah ia lakukan walaupun hasilnya belum
memuaskan. Temukan aktivitas-aktivitas yang disukai anak dan kembangkan
kemampuan anak secara optimal agar dapat dibanggakan.
c. Penjelasan yang sederhana dan singkat
Agar anak dapat memahami apa yang disampaikan orang lain, penjelasan harus
diberikan dengan kata-kata sederhana, singkat, dan dalam situasi yang tenang.
Penting untuk menarik perhatian anak sebelum memulai penjelasan. Pastikan
bahwa ia mendengarkan perkataan orang lain dan tidak sedang melamun atau asik
melakukan aktivitas tertentu. Amat disarankan untuk menggunakan nada suara
datar, monoton, dan tegas bila berbicara dengan anak.
d. Hindari argumentasi dan eskalasi
Untuk menghindari konflik yang berlarut-larut, sedapat mungkin hindarilah
argumentasi. Beri perintah atau larangan dengan singkat dan tegas. Abaikan saja
komentar-komentar protes dari anak, jangan terlalu banyak memberikan
penjelasan karena justru akan menimbulkan argumentasi. Yang penting adalah
menjelaskan konsekuensi dari pilihan anak: bila ia memilih mengikuti perintah,
maka ia akan memperoleh reward; sementara kalau ia memilih menolak, maka
yang diperoleh adalah konsekuensi negatif.
e. Abaikan hal-hal yang tidak penting
Kita perlu menyadari bahwa anak ADHD tidak mungkin dituntut untuk
berperilaku teratur dan selalu mentaati norma-norma sosial. Membuat daftar
tentang tingkah laku yang menjadi prioritas dalam kehidupan anak seperti
misalnya mampu menghindarkan diri dari bahaya, tidak bertindak agresif,
mengerjakan tugas sebaik mungkin.
b. Tuna daksa
Secara etiologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami
ketunadaksaaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan
akibatnya kemmapuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami
penurunan.
Secara definitive pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal . .
. akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna (Suroyo, 1977)
sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus (Kneedler,
1984).
Gangguan pada anak-anak yang lahir dengan cacat fisik bawaan seperti anggota tubuh
yang tidak lengkap, anak yang kehilangan anggota badan karena amputasi, anak
dengan gangguan neuro musceler seperti cerebral palsy, anak dengan gangguan sesno
motorik (alat penginderaan) dan anak-anak yang menderita penyakit kronis.

METODE BINA GERAK


1. Aktivitas gerak persepsual
Aktivitas gerak persepsual merupakan kemampuan dasar anak dalam menerima,
menginterpretasi dan merespon secara baik pada informasi sensori. Baik melalui
penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan. Keterampilan ini penting
sebagai preventif untuk keterampilan gerak secara keseluruhan
Contoh aktivitas untuk mengembangkan kemampuan gerak perceptual adalah:
a. Gross motor activities (locomotor) (berjalan, melompat, berlari, dsb)
b. Vestibular activities (meniti, papan keseimbangan, melompat, terowong
silinder, dsb)
c.  Visual motor activities (Manipulative) (menata puzzle, menggambar, berjalan
di kotak warna, dsb)
d. Auditory motor activities (bernyanyi sambil bergerak)
e.  Tactile activities (sentuh, raba, pijat, dsb)
f. Lateralisation activities (kesadaran sisi badan, arah gerakan, dll)
g. Body awareness (kesadaran bagian badan)
h. Spatial awareness (kesadaran posisi ruangan, dsb) (Nawangsari Takarini,
2005)
2. Latihan keterampilan
Latihan keterampilan tertentu dapat digunakan sebagai wahana menanamkan
kemampuan gerak anak-anak yang mengalami gangguan motorik. Misalnya
keterampilan memegang, menjepit, menangkap, melempar, keterampilan dalam
kegiatan hidup sehari-hari (ADL), bina diri, keterampilan menulis, menggambar,
dll.
3. Permainan
Bermain merupakan kegiatan untuk menyalurkan emosi (seperti rasa senang, rasa
setuju, rasa kesal) melalui permainan. Banyak jenis permainan yang dapat
membantu membina kemampuan gerak anak gangguan motorik , misalnya:
Sambil bernyanyi “ Naik-naik ke puncak Gunung”, anak berjalan pelan-pelan.
Dan masih banyak lagi permainan yang bias dilakukakan oleh anak-anak yang
lain diadaptasi untuk permainan anak-anak tunadaksa.
4. Pendidikan olahraga
Pendidikan olahraga merupakan salah satu pendekatan yang dapat untuk
mengembangkan kemampuan gerak individu. Baik gerak lokomotor, non-
lokomotor, koordinasi gerak, penguatan otot, pelemasan otot, mempertahankan
kekuatan otot, melatih gerak sendi, dsb. Para guru dituntut kreativitasnya dalam
memilih aktivitas olahraga yang memiliki makna bina gerak, sehingga aktivitas
olahraga yang dilakukan dapat memperbaiki kemampuan gerak anak.
c. Tuna laras
Gangguan tingkah laku yang melibatkan sikap melawan atau menentang orang lain,
depresi dan kecemasan.
- Pengembangan Komunikasi
Sulit membedakan antara masalah sosial dengan masalah komunikasi. Situasi ini
menjadi jelas dalam kaitan dengan anak yang terhambat emosinya. Mereka tidak
mampu berkomunikasi dan kekurangan kontak secara total dengan dunia luar.
Anak dalam kategori ringan dan sedang sering dapat berkomunikasi sangat baik
walaupun dalam bentuk yang negatif seperti marah-marah untuk melampiaskan
emosinya, menentang orang tua dan lain-lain.
- Sensori Motor & Mobilitas
Perkembangan motorik anak tunalaras mirip dengan anak tunagrahita kategori
ringan. Pada anak tunalaras yang serius sering mengalami masalah motorik yang
aneh. Tingkah laku motorik anak tunalaras ringan dan sedang biasanya masih
dapat dibedakan dari anak normal (Cartwright, dkk, 1984).
d. Tuna ganda
Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis
kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius,
sehingga dia tidak hanya dapat diatasi dengan suatu program pendidikan khusus untuk
satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan
sesuai kelainan yang dimiliki.
Klasifikasi Tunaganda
1.      Kelainan Utama Tunagrahita
a.    Tunagrahita dengan Cerebral Palsy (CP)
Terdapat suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerebral palsy
(CP) anak-anak tungrahita. Adapun penyebab terjadinya tunagrahita karena factor
genetic atau factor lingkungan sehingga adanya kerusakan pada sistem syaraf pusat
yang dapat menyebabkan rusaknya cerebral cortex sehingga menimbulkan
tunagrahita.
b.    Tunagrahita dan tunarungu
Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan
komunikasi. Sementara pada anak tunagrahita mengalami kelambanan dan
keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda hal tersebut mungkin saja dapat
terjadi, ia mengalami tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Karena terdapatnya
kombinasi tersebut anak tunganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada
anak-anak yang mengalami tunagrahita dan tunarungu saja.
c.    Tunagrahita dan masalah-masalah perilaku
Telah diketahui bahwa tunagrahita terdapat hubungan antara tunagrahita dengan
gangguan emosional. Biasanya hubngan ini terjadi ada anak yang mengalami
tunagrahita berat. Adanya gejala-gejala bhwa tunagrahita yang cukup kuat dan nyata
menyertai atau bersama dengan gangguan emosional cendeurung untuk diabaikan
atau dikesampingkan. Ini berarti bahwa bagi anak-anak retardasi mental, mereka tidak
disarankan untuk memperoleh pelayanna psikoterapi atau[un terapi perilaku, padahal
perilaku-perilaku yang aneh pada anak adalah merupakan gejala tunagrahita berat atau
sangat berat.
2.      Kelainan utama tunarungu dan tunanetra
Anak buta tuli adalah seorang anak yang memliki gangguan penglihatan dan
pendengaran, suatu gabungan yang menyebabkan problema komunikasi dan
perkembangan pendidikan lainnya  yang berat sehingga tidak dapat diberikan program
pelayanan pendidikan baik di sekolah yang melayani untuk anak-anak tuli maupun di
sekolah yang melayani untuk anak-anka buta, dengan penanganan yang baik dan
tepat, anak yang mengalami buta dan tuli masih bisa dididik dan berhasil.
- Pengembangan Komunikasi
Augmentative or Alternative communication (AAC)
AAC adalah metode dimana didalamnya meliputi metode manual atau elektronik
yang dapat membantu siswa untuk mengemukakan apa yang diinginkan atau
dibutuhkannya, berbagai informasi, terlibat dalam kedekatan sosial, serta
mengelola etiket sosialnya
e. Tunagrahita
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia
memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga
untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara
spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. (Bratanata, 1979).
- Pengembangan Komunikasi
Untuk pengembangan bahasa dan bicara pada anak tunagrahita, ada kemungkinan
guru atau pembimbing mengalami kesulitan sebab diantara mereka mengalami
beberapa kelainan bicara, antara lain kelainan artikulasi, arus ujar, nada suara,
atau afasia sensoris dan afasia motoris (Patton, 1991). Beberapa model latihan
pendahuluan yang berfungsi sebagai pendukung dalam pengembangan
kemampuan bahasa dan bicaranya, antara lain sebagai berikut.
1.Latihan pernapasan. Latihan ini dapat dilakukan dengan meniup perahu kecil
dari kertas/plastik yang diapungkan di air, meniup lilin pada jarak tertentu,
meniup harmonika, meniup kincir dari kertas sampai berputar, atau meniup
gelembung balon dari busa dan kapas ke udara.
2.Latihan otot bicara seperti lidah, bibir, dan rahang. Untuk latihan ini, anak
tunagrahita disuruh mengunyah, menelan, batuk-batuk, atau menggerakkan
bibir, lidah, dan rahangnya.
3.Latihan pita suara. Latihan ini diarahkan untuk menyebutkan nama-nama benda
yang ada di sekitar dengan menggunakan kata lembaga, yaitu daftar kata yang
disusun sesuai dengan tingkat kesulitan konsonan tertentu.
- Modifikasi Perilaku
Untuk anak tunagrahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi
perilaku karena keterbatasan daya piker yang dialami anak tunagrahita
menyebabkan mereka sulit mengontrol. Dalam memmberikan terapi perilaku pada
anak tunagrahita, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang
dipersyaratkan dalam pendidikan humanistic, yaitu penerimaan secara hangat,
antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi
terhadap kondisi anak tunagrahita. Tanpa dilengkapi persyaratan tersebut,
penerapan teknik modifikasi perilaku pada anak tunagrahita tidak banyak
memberikan hasil yang berarti.
Paradigma untuk modifikasi perilaku yang biasa digunakan untuk anak normal
yaitu paradigm operan juga bisa digunakan untuk anak tunagrahita. Jenis terapi
perilaku lain yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita, yaitu melalui kegiatan
bermain (kegiatan fisik dan/atau psikis yang dilakukan tidak dengan sungguh-
sungguh). Melalui kegiatan bermain perasaan menjadi lega, bebas dan berarti.
Mengingat urgensinya bermain bagi anak tunagrahita, dewasa ini aktivitas
bermaindikembangkan menjadi play therapy. Terapi permainan yang
diperuntukkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang permainan, tetapi
permainan yang memiliki muatan antara lain: (1) setiap permainan hendaknya
memiliki nilai terapi yang berbeda; (2) sosok permainan yang diberikan tidak
terlalu sukar untuk dicerna anak tunagrahita (Prasedio, 1976). Beberapa nilai yang
penting dari bermain lagi perkembangan anak tunagrahita, antara lain:
1.Pengembangan fungsi fisik. Fungsi fisik, misalnya pernapasan, pertukaran zat,
peredaran darah, dan pencernaan makanan, dapat dibantu dilancarkan melalui
kegiatan bermain, baik bantuan pada satu aspek fungsi fisik ataupun lebih.
2.Pengembangan sensomotorik. Artinya, melalui bermain melatih pengindraan
(sensoris) seperti ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan atau
penciuman, di samping melatih otot dan kemampuan gerak, seperti tangan,
kaki, jari-jari, leher, dan gerak tubuh lainnya.
3. Pengembangan daya khayal. Maksudnya melalui bermain, anak tunagrahita
diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan sebagai
sarana yang diperlukan untuk pengembangan daya khayal dan kreasinya.
4.Pembinaan pribadi. Dalam bermain anak pun sebenarnya berlatih memeper-kuat
kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan,
percaya diri, dan lainnya.
5. Pengembangan sosialisasi. Ada unsur yang menarik dari kegiatan bermain
dilihat dari pengembangan sosialisasi, yaitu anak harus berbesar hati
menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.
6. Pengembangan intelektual. Melalui bermain, anak tunagrahita belajar mencerna
sesuatu. Contohnya, peraturan dan skor yang diperoleh dalam permainan.
- Sensori Motor & Mobilitas
f. Tunarungu
Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga bagian
luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami
gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak
diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik,
keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu.
Ada dua hal penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek
kebahasaannya. Pertama, konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu)
berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsang bunyi atau
peristiwa bunyi yang ada disekitarnya. Kedua, akibat keterbatasannya dalam
menerima rangsang bunyi pada gilirannya penderita akan mengalami kesulitan dalam
memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya. Kemunculan kedua
kondisi tersebut pada anak tunarungu, secara langsung dapat berpengaruh terhadap
kelancaran perkembangan bahsa dan bicaranya.
- Pengembangan Komunikasi
Memerhatikan keterbatasan kemampuan anak tunarungu dari aspek kemampuan
bahasa dan bicaranya, maka sejak awal masuk sekolah pengembangan
kemampuan bahasa dan bicara menjadi skala prioritas program pendidikannya.
Pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan
bicara anak tunarungu, yaitu oral dan isyarat. Selama beberapa dekade kedua
pendekatan tersebut digunakan dalam pendidikan anak tunarungu secara
kontroversial, sebab masing-masing institusi punya dasar filosofi berbeda.
g. Tunanetra
Bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa
mata, retina, dan ke saraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami
kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau saraf yang
menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Seseorang yang mengalami
kondisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau tunanetra.
- Pengembangan Komunikasi
Penggantian teknik membaca dan menulis dengan menggunakan huruf Braille,
program orientasi dan mobilitas, kategori disabilitas penglihatannya ringan perlu
dioptimalkan penglihatannya dengan alat pembesar yang mengoreksi kemampuan
melihat, media dan alat bantu teknologi dapat memfasilitasi optimalisasi baik
yang bersifat audio, optcal aid.
Khusus kepentingan membaca huruf Braille, kepekaan jari-jari tangan sebagai
pengganti mata dituntut untuk memiliki sensitivitas yang tinggi. Oleh karena itu,
kondisi jari-jari tangan disamping dijaga dari hal-hal dapat menganggu
sensitivitasnya, juga dibantu dengan latihan yang intensif untuk meningkatkan
kepekaan hasil rabaan terhadap titik-titik timbul yang menjadi formasi huruf pada
tulisan Braille. Dengan meningkatkan kepekaan jari-jari berarti membantu anak
tunanetra membuka wawasan pengetahuan melalui bahan pustaka Braille. Bentuk
dan formasi huruf Braille yang dikonstruksi dari kumpulan titik-titik timbul, baik
yang dicetak dengan regglet atau mesin ketik Braille.
Hambatan yang paling menonjol dalam menggunakan perabaan bagi anak
tunanetra yakni dibatasi oleh jarak dan jangkauan. Berkenaan dengan jarak benda
yang bisa diraba anak tunanetra, jangkauan letaknya hanya sebatas apa yang ada
didepannya. Pengenalan terhadap benda yang dapat dijangkau anak tunanetra
melalui perabaan, dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, persepsi sintetik
yaitu objek yang diamati secara keseluruhan, baik diraba dengan satu tangan atau
dua tangan, untuk selanjutnya diuraikan bagian-bagian tersebut. Kedua, persepsi
analitik yaitu persepsi perabaan pada objek yang tidak tercakup satu atau dua
tangan karena objeknya terlalu besar sehingga prosesnya perlu menelusuri bagian
dari objeknya satu per satu (Moerdiani, 1987).
Indra- indra lain seperti penciuman, pengecap dan perasa bagi anak tunanetra
berfungsi melengkapi perolehan informasi atas indera pendengaran dan perabaan.
Indra penciuman misalnya, bagi anak berkelainan penglihatan atau anak tunanetra
bermanfaat untuk mengetahui lokasi suatu objek atau memperoleh informasi sifat
dari objek. Indra pengecap untuk mengenali sifat-sifat dari benda atau objek yang
memerlukan kontak langsung, misalnya rasa manis pada gula, rasa asin pada
garam, rasa pahi pada jamu, dan lain-lainnya. Sedangkan indra perasa bagi anak
tunanetra bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang udara, benda, besar
angin, sengatan matahari, tekanan udara, dan lain-lainnya.
- Modifikasi Perilaku
Anak dengan kehilangan kemampuan penglihatan anak tersebut harus
mendapatkan instruksi yang sifatnya sistematis dan langsung yang berkaitan
dengan aspek-aspek sosial emosional yang harus dilakukan.
- Sensori Motor & Mobilitas
Hilangnya fungsi persepsi visual sebagai alat orientasi menyebabkan kemampuan
untuk melakukan mobilitas dilingkungannya menjadi terhambat. Untuk
mengoptimalisasikan fungsi-fungsi indra yang lain anak tunanetra perlu latihan
yang serius, teratur, serta keberanian sebab hal itu akan banyak membantu anak
tunanetra untuk melakukan orientasi dan mobilitas terhadap lingkungannya. Alat
bantu yang biasa digunakan anak tunanetra untuk melakukan orientasi dan
mobilitas yang lazim biasanya berupa tongkat putih yang khas. Tongkat putih bagi
anak tunanetra, selain berfungsi memberi tahu kepada orang lain, bahwa
pemakainya adalah penderita tunanetra, dapat juga berfungsi untuk menambah
rasa percaya diri.
Kualitas kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra menurut Lowenveld,
ternyata sangat dipengaruhi oleh locomotion dan orientasi mental. Locomotion
dapat diartikan sebagai gerakan organisme dari suatu tempat ke tempat lain atas
usaha organisme itu sendiri, sedangkan orientasi mental dapat diartikan sebagai
kemampuan individu untuk mengenali lingkungan sekitarnya serta hubungan
dirinya dengan sekitarnya (Moerdiani, 1987). Secara keseluruhan dengan
meningkatnya kemampuan orientasi dan mobilitas terhadap medan yang ada di
sekitarnya dapat membantu anak tunanetra untuk mengatasi berbagai rintangan
yang menghadangnya (obstacle perception).

PROGRAM KHUSUS ANAK HAMBATAN PENGLIHATAN


• penggantian teknik membaca dan menulis dengan menggunakan huruf braille.
Hambatan untuk memperoleh informasi dari lingkungan dan berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain dibutuhkan program orientasi dan mobilitas. Sedangkan
bagi mereka yang kategori disabilitas penglihatannya ringan perlu dioptimalkan
penglihatannya dengan dibantu alat pembesar atau kaca penglihatan yang
mengoreksi kemampuan melihat.
• Media dan alat bantu teknologi juga dapat memfasilitasi opimalisasi penyandang
disabilitas. Fasilitas tersebut berupa media untuk komunikasi yang bersifat
audio,optical aid yang menghubungkan dengan auditory, stimulus rabaan/ takil,
raised-line Braille system dan the Optacon Scanner.
h. Kesulitan belajar
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya (Dalyono, 1997:229). Menurut Sabri (1995:88) kesulitan
belajar yaitu kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah.
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai
tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.
KEBUTUHAN KHUSUS LAMBAN BELAJAR
•Bimbingan konsentrasi
•Bimbingan masalah daya ingat
•Bimbingan masalah kognisi •Bimbingan Masalah Sosial dan emosional
i. Anak Autistik

Autistik merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek


bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalamannya.
Anak-anak dengan gangguan autistik biasanya kurang dapat merasakan kontak
sosial. Mereka cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang. Orang
dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek yang dapat berinteraksi dan
berkomunikasi.

Monks dkk. (1988) menuliskan bahwa autistik berasal dari kata “Autos” yang
berarti “Aku”. Dalam pengertian non ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa semua
anak yang mengarah kepada dirinya sendiri disebut autistik. Berk (2003) menuliskan
autistik dengan istilah “absorbed in the self” (keasyikan dalam dirinya sendiri). Wall
(2004) menyebutnya sebagai “aloof atau withdraw an” dimana anak-anak dengan
gangguan autistik ini tidak tertarik dengan dunia disekitarnya. Hal yang senada
diungkapkan oleh Tilton (2004) bahwa pemberian nama autistik karena hal ini
diyakini dari “keasyikan yang berlebihan” dalam dirinya sendiri. Jadi, autistik dapat
diartikan secara sederhana sebagai anak yang suka menyendiri/ asyik dengan
dunianya sendiri.
- Pengembangan Komunikasi
Pembinaan perilaku adaptif melalui modifikasi perilaku, pembinaan komunikasi
verbal dan non verbal, terapi okupasi, akademik fungsional, latihan aktivitas
kehidupan sehari-hari dan menolong diri sendiri.
KEBUTUHAN KHUSUS AUTIS
•Pembinaan perilaku adaptif melalui modifikasi perilaku.
•Pembinaan komunikasi verbal dan non verbal.
•Terapi okupasi
•Akademik fungsional
•Latihan aktivitas kehidupan sehari-hari dan menolong diri sendiri
j. Anak berbakat
Anak berbakat adalah mereka yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul
dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak berbakat memerlukan pelayanan
pendidikan khusus untuk membantu mereka mencapai prestasi sesuai dengan bakat-
bakat mereka yang unggul. Bakat” (aptitude) pada umumnyadiartikan sebagai
kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar
dapat terwujud. Berbeda dengan bakat, “kemampuan” merupakan daya untuk
melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan
menunjukkan bahwa suatu tindakan (performance) dapat dilakukan sekarang.
Sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat
dilakukan dimasa yang akan datang. Bakat dan kemampuan menentukan “prestasi”
seseorang. Jadi prestasi itulah yang merupakan perwujudan dari bakat dan
kemampuan.
Program khusus yang dapat diberikan kepada anak dengan kategori ini antara lain:
merealisasikan potensi yang ekstra secara penuh dan dibutuhkan percepatan studi
(akselerasi) atau pengayaan bidang studi ketika mereka masih belajar di sekolah.
Daftar Pustaka

Mendidik Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactibity Disorder ) Hal-hal yang Tidak Bisa
Dilakukan Obat

http://10014rip.blogspot.com/2011/04/apa-perbedaan-mainstreaming-dan-inklusi.html?m=1

http://kumpulanmateriplb.blospot.com/2017/03/kelebihansistem-pendidikan-segregasi.html?
m=1

Mangunsong, Frieda. 2001. Psikologi dan Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus Jilid
Kedua. Depok

Efendi, Dr. Mohammad. 2005. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Malang

http://blogulvarahmi.blogspot.com/2010/07/mainstreming-pendidikan_21.html

https://eprints.uny.ac.id/9124/3/bab%202%20-04513241025.pdf

https://abcdirga.wordpress.com/2013/04/02/anak-berbakat/

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031-
MOHAMAD_SUGIARMIN/ADHD.pdf

http://cerpenik.blogspot.com/2012/04/program-khusus-untuk-tunadaksa-bina.html

http://inklusitunaganda.blogspot.com/2015/11/makalah-inklusi-tunaganda.html

file:///E:/Hellen%20Cecilia/kampus/Ortopedagogik/KUL%20III%20BIDANG
%20GARAPAN%20PENDIDIKAN%20KHUSUS.pdf

Anda mungkin juga menyukai