Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RESUME JURNAL HUKUM PIDANA

DALAM YURIPRUDENSI

Dosen Mata Kuliah : Synthiana Rachmie, S.H.,M.H.


Fransiskus Panji 181000398
Muhammad Difa Baariq 181000416

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………i
PEMBAHASAN…………………………………………………. 1

a. Civil Law……………………………………………….. 1
b. Common Law…………………………………………... 2
c. Hukum Adat……………………………………………. 5
d. Hukum Islam…………………………………………… 6

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… 9
Pembahasan

A. Civil Law ( Eropa Kontinental )

Pada umumnya negara-negara yang bersistem hukum civil-law atau eropa kontinental, istilah
yurisprudensi diartikan sebagai putusan-putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap
dan diikuti oleh para hakim atau badan-badan peradilan lainnya dalam kasus atau perkara
yang sama. Sering pula kumpulan hukum demikian disebut "rechtersrecht" atau hukum yang
sering ditimbulkan melalui putusan-putusan hakim atau peradilan. Sebaliknya, di negara-
negara yang bersistem hukum common-law atau anglo-saxon dannegara-negara yang
dipengaruhinya,istilah "yurisprudence" berarti ilmu pengetahuan hukum yang memuat
prinsip-prinsip hokum positif dan hubungan-hubungan hukum. Sedangkan tentang putusan-
putusan hakim yang lebih tinggi dan yang diikuti secara tetap sehingga menjadi bahagian dari
ilmu pengetahuan hukum, disebut sebagai "Case-law" atau disebut juga sebagai "judge made
law”.

Sebagai negara bekas jajahan Belanda, berdasarkan asas concordancy, Indonesia


menganut sistem hukum civil Law. Yurisprudensi dalam sistem civil Law, berarti putusan-
putusan hakim Terdahulu yang telah berkekuatan tetap Dan diikuti oleh para hakim atau
badan Peradilan lain dalam memutus perkara Atau kasus yang sama. Sehingga, dapat
Dikatakan bahwa yurisprudensi Merupakan putusan-putusan hakim atau Pengadilan yang
telah berkekuatan Hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan
Kasasi, atau Putusan Mahkamah Agung Sendiri yang sudah berkekuatan hukum Tetap.

Lanjut ditegaskan bahwa, fungsi yuriprudensi sebagai judge made law adalah untuk
mengatasi kekosongan hukum sampai adanya kodifikasi hukum yang lengkap dan baku,
sehingga baik menurut UUD 1945 (Pasal 24 sebelum amandemen, atau Pasal 24 A setelah
amandemen) maupun berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman (Pasal 27 UU No. 14 Tahun
1970; jo. UU Nomor 35 Tahun 1999; atau Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004.

Walaupun sistem hukum Indonesia menganut sistem hukum civil law tetapi tidak
Dapat dipungkiri bahwa dampak dari sistem hukum common law atau anglosaxon telah
Memengaruhi beberapa aspek dalam sistem hukum di Indonesia yang mana pengaruh Dari
sistem hukum anglosaxon ini atau common law ini telah membawa beberapa Dampak dari
pengaruh tersebut diantaranya yaitu:
1. Dampak common law terhadap badan lembaga yudikatif (lembaga Peradilan
tertinggi) di Indonesia Meskipun ada pebedaan sistem hukum antara sistem common
law dengan sistem Hukum Indonesia yaitu civil law, namun kedua sistem hukum ini
telah menunjukan Kesamaan-kesamaan diantara keduanya, khususnya dilembaga
yudikatif antara Common law dan civil law terkait pelaksanaan tugas dan
pengangkatan hakim di Lembaga yudikatif.

2. MA & MK Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman Tertinggi Meski ada dua


mahkamah agung (MA) sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Negara penganut
sistem common law yaitu di amerika serikat (AS) yaitu MA amerika Serikat (supreme
court of the united states) dan MA negara bagian (supreme court) Sebagai kekuasaan
kehakiman tertinggi,namun secara tegas ada pembagian tugas yang Jelas,yaitu MA
negara bagian hanya menangani kasus-kasus yang diajukan peradilan Dibawahnya
yaitu perkara banding melalui pengadilan tinggi negara bagian (appellate Courts) dan
pengadilan negara bagian (trial court).sedangkan MA amerika serikat Memeriksa
perkara-perkara yang diajukan peradilan dibawahnya yaitu pengadilan Tinggi federal
(us court of appeals) dan us district court. Supreme court of us dapat Membatalkan
putusan supreme court negara bagian jika menerapkan aturan Perundangan yang
menjadi dasar putusan yang bertentangan dengan konsitusi.

B. Common Law (Anglo Saxon)

Pada dasarnya para praktisi hukum Indonesia banyak yang berpendapat bahwa Sistem hukum
Common law/angloxason berpengaruh besar terhadap sistem hukum Indonesia terutama di
bagian peradilan, dalam sistem hukum common law hakim di pengadilan menggunakan
prinsip "pembuat hukum sendiri" dengan melihat kepada kasus - kasus dan fakta - fakta
sebelumnya (case law atau judge made law). Pada hakekatnya hakim berfungsi sebagai
legislatif sehingga hukum lebih banyak bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang
melakukan kreasi hukum atau penemuan hukum baru, dan hakim dihimbau untuk mengikuti
putusan hakim yang sebelumnya inilah cikal bakal lahirnya yurisprudensi bagi sistem
peradilan Indonesia. Yurisprudensi dalam praktek peradilan indonesia dikonsepsikan sebagai
suatu keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh Pasal 22 AB yang menjadi dasar keputusan hakim dilain kemudian hari untuk
mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut lalu menjadi sumber hukum
bagi pengadilan. Kasasi tidak membedakan antara putusan Hakim Agung, Hakim tingkat
banding atau Hakim tingkat Pertama, yang penting putusan Hakim tersebut adalah putusan
yang mempunyai nilai pertimbangan hukum tersendiri yang belum diatur secara jelas dalam
Undang-Undang atau penerapan hukum yang menyimpangi ketentuan hukum positif yang
ada dengan pertimbangan sosiologis, filosofis dan psikologis yang membuat decak kagum
hakim lain yang kemudian tertarik untuk mengikutinya dalam memutus perkara yang sama
secara berulang-ulang dalam waktu yang lama.

Putusan hakim baru dapat dikatakan sebagai yurisprudensi apabila kasus yang diputus oleh
hakim tersebut belum diatur undang-undang kalau Yurisprudensi dikonsepsikan seperti maka
unsur-unsur terbentuknya hukum yurisprudensi harus memenuhi 3 unsur:

1. Putusan Hakim adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;

2. Putusan Hakim yang sudah memilki kekuatan hukum tetap tersebut, harus
dibenarkan oleh Mahkamah Agung;

3. Kasus hukum yang diputus oleh Hakim tersebut belum diatur dalam
undangundang;

Sistem hukum Indonesia makin tampak adanya pengaruh sistem hukum common law, di
mana beberapa kebijakan yang di ambil khas karakteristik common law. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pernah menggunakan istilah out of court settlement (penyelesaian di
luar pengadilan) terhadap penyelesaian kasus Bibid S. Rianto dan Chandra M. Hamzah,
istilah inipun menjadi populer, di mana selama ini civil law tidak mengenal persidangan di
luar pengadilan, tentunya ini merupakan pengaruh dari common law yang lebih
mengutamakan pemanfaatan hukum dan menemukan keadilan dibandingkan menegakkan
kepastian hukum. Rumusan yang tertuang dalam Buku Repelita, merupakan suatu
implementasi dari politik hukum Bangsa Indonesia, yang dalam kaitannya dengan sistem
hukum yang dianut selain mengutamakan peraturan perundang-undangan juga
memperhatikan secara seimbang keperluan pembentukan hukum melalui yurisprudensi yang
mana menjadi acuan dari sistem anglosaxon. Inilah salah satu bukti bahwa Negara Republik
Indonesia tidak semata-mata condong pada sistem hukum Civil Law. Secara historis
pengaruh itu tampak dari dasawarsa-dasawarsa setelah indonesia merdeka, pengaruh dari
sistem hukum Common Law sudah mulai terasa walaupun perkembangannya lambat di
dalam sistem peradilan di Indonesia. Adapun beberapa pengaruh dari sistem hukum common
law terhadap sistem peradilan indonesia diantaranya:
1. Dari segi pemerintahan, sistem common law telah memengaruhi pembentukan
badan-badan pemerintahan seperti MK DAN MA.

2. Dari segi sistem peradilan, pengaruh sistem common law telah membuat
terbentuknya pengadilan-pengadilan khusus yang sistem peradilannya secara tidk
langsung memkai sistem anglosaxon

3. Dari segi sumber hukum , walaupun telah dinyatakan bahwa UUD 1945 adalah
sumber hukum utama di negara kita tetapi kita tidak dapat memungkiri bahkan
menutup mata bahwa sumber hukum paling utama dan paling terjunjung tinggi di
negara kita ini yang dianut oleh semua lapisan masyrakat adalah yurisprudensi atau
lebih dikenal dengan nama lain sebagai hukum kebiasaan/adat yang merupakan
sumber hukum utama dalam sistem hukum common law atau anglosaxon yang telah
tertuang dalam buku replita yang menjadi acuan sistem hukum Indonesia.

Ciri khas dari suatu istilah yurisprudensi yakni keterikatan hakim pada putusan-putusan
terdahulu. Dalam beberapa hal pengertian seperti ini mengingkatkan keterkaitan pengertian
yurisprudensi dengan doktrin stare decidis dalam tradisi Common Law. Dalam sistem
Common Law dapat dikatakan bahwa logika hukum hakim bersifat induksi karena kaidah-
kaidah hukum dikembangkan dari kasus-kasus konkrit melalui case law sehingga dikenal
istilah judge made law. Istilah case law sendiri mengacu kepada penciptaan dan
penyempurnaan hukum dalam perjalanan keputusan pengadilan. Hukum yurisprudensial
(case law) mengacu kepada penciptaan dan penyempurnaan hukum dalam merumuskan
putusan pengadilan. Karena berorientasi kasus-kasus konkrit, dimana diantara serangkaian
kasus tersebut kemudian disarikan kaidah hukum yang kemudian menjadi norma yang
diterapkan dan diikuti dalam berbagai kasus serupa, doktrin preseden atau stare decisis
menjadi jantung sistem hukum Inggris atau sistem common law pada umumya. Doktrin
preseden yang mengikat, mengacu kepada fakta, dalam struktur hierarkis Peradilan di Inggris,
putusan pengadilan lebih tinggi mengikat pengadilan lebih rendah secara hierarkis. Secara
umum, ini berarti ketika hakim mengadili kasus-kasus, mereka akan memeriksa apakah
permasalahan yang sama telah diputus oleh pengadilan sebelumnya. Apabila muncul suatu
situasi atau serangkaian fakta-fakta seperti pernah terjadi sebelumnya, maka keputusan akan
diberikan oleh pengadilan dapat diharapkan sama dengan keputusan yang dijatuhkan pada
waktu itu. Bagi hakim, meski telah dijamin independensinya dengan asas kebebasan hakim,
namun secara faktual ditemukan ada tiga alasan bagi hakim untuk mengikuti putusan hakim
lain/sebelumnya, yaitu: (1) karena putusan hakim sebelumnya mempunyai kekuasaan
(gezag), terutama putusan yang dibuat oleh pengadilan tinggi atau MA. Hal ini juga berkaitan
dengan sisi psikologis hakim, dimana hakim akan menurut putusan hakim yang
kedudukannya lebih tinggi; (2) karena alasan praktis, yaitu bila ada putusan hakim yang
bertentangan dengan putusan hakim yang lebih tinggi atau tertinggi, maka pencari keadilan
dapat mengajukan upaya hukum untuk membatalkan putusan tersebut; (3) karena persesuaian
pendapat, dimana seorang hakim menyetujui putusan hakim lainnya tersebut.

C. Hukum Adat

Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum eropa
kontinental, khususnya dari belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum
agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut islam, maka dominasi hukum
atau syari’at islam lebih banyak terutama dibidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-
undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.

Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan
setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara. Sejalan dengan
alur sejarah hukum Hindia Belanda yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang
terjadi di masa VOC (belanda), Daendels (belanda), dan Raffles (Inggris), berbagai perbaikan
penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis konstitusi, kitab-kitab hukum baru,
reorganisasi peradilan-sebagai akibat gelombang liberalisme yang berasal dari Belanda
maupun Inggris. Walaupun rafflestidak berkuasa lama di Indonesia tetapi raffles dalam
kepeminpinannya membolehkan pemberlakuan hukum adat (hukum tidak tertulis) dalam
menyelesaikan sengketa di Indonesia selama masi sejalan dengan aturan hukum Inggris
(anglosaxon) yang juga merupakan jenis hukum tidak tertulis.

Sesuai dengan pasal II peraturan peralihan UUD 1945 yang menyatakan


pemberlakuan hukum civil law (eropa contonental) serta hukum adat sebagai penyelaras dari
civil law yang diterapkan akan tetapi karena keanekaragaman hukum adat yang berlaku di
tiap-tiap daerah di Indonesia maka tidak semua hukum adat dapat diserap sebagai landasan
hukum, dan jga mengingat mayoritas masyarakat indonesia beragama islam maka tidak dapat
dipungkiri bahwa aliran sistem hukum islam dipakai dalam pembuatan peraturan seperti
undang-undang perkawinan yang 100 % berdasarkan hukum islam hal ini dibuktikan dengan
adanya pengadilan Agama yang bertugas menyelesaikan masalah lagi bagi warga indonesia
yang beragama islam.

D. Hukum islam

Mengacu pada definisi yurisprudensi yang telah disebutkan di muka, maka yang sering
dijumpai dalam penggunaan istilah yurisprudensi dalam hukum Islam adalah pada
pengertiannya yang pertama, yaitu ilmu tentang prinsip-prinsip utama hukum, yang
mengkhususkan diri pada bidang hukum dalam berbagai aspeknya, analisis tradisionalnya,
sejarah asal mula perkembangannya, serta karakter ideal hukum tersebut. Pernyataan di atas
diperkuat oleh pandangan para fuqaha’ yang mengatakan sumber utama yurisprudensi hukum
Islam adalah Alquran dan Sunnah. Kedua sumber hukum ini dijadikan sebagai yurisprudensi
pada abad pertama hijriah. Maksudnya adalah semua persoalan yang muncul di tengah-
tengah masyarakat pada masa itu, penyelesaiannya hanya berdasar pada Alquran dan Hadis
Nabi. Berbeda halnya setelah memasuki abad kedua hijriah, ketika umat Islam telah melewati
perbatasan jazirah Arab dan memasuki wilayah-wilayah non-Arab. Pada masa itu persoalan
yang muncul di tengah-tengah masyarakat Islam semakin berkembang dan ruwet, sehingga
dalam penyelesaiannya tidak cukup hanya menggunakan Alquran dan Hadis Nabi, tetapi
telah berkembang dalam bentuk ijmak (konsesnsus para ulama), kias (analogi), istihsan,
istishlah, dan sadd aldzara’i. Pada masa ini telah muncul tokoh-tokoh pemikir hukum yang
handal, seperti Abu Hanifah, Malik, al-Syafi’iy, dan Ahmad ibn Hanbal. Mereka-mereka itu
telah mengeluarkan berbagai teori untuk memperkaya khazanah yurisprudensi hukum Islam.
Kalau istilah yurisprudensi hukum Islam dialihkan dalam konteks keindonesiaan, khususnya
dalam era modern, tampak adanya perbedaan dengan sejarah perkembangan di awal
kemunculannya. Dalam konteks yang disebutkan terakhir, istilah yurisprudensi tidak lagi
diartikan sebagai tatanan sumber-sumber hukum Islam, akan tetapi sudah mengarah kepada
hasil keputusan pengadilan yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama. Yurisprudensi
Peradilan Agama yang dimaksud adalah hasil keputusan Pengadilan Agama, Pengadilan
Tinggi Agama, dan Mahkamah Agung. Hasil keputusan tiga tingkat peradilan tersebut diakui
sebagai salah satu dari sumber hukum Islam yang ada di Indonesia, untuk dijadikan acuan
oleh para hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara serupa.
Kaitannya dengan aliran hukum terdapat 3 pandangan tentang yurisprudensi :

a. Aliran Legisme Meneurut aliran ini yurisprudensi tidak atau kurang penting. Aliran
ini menganggap bahwa semua hukum sudah terdapat dalam undang-undang. Hakim
dalam melakukan tugasnya terikat dengan undang-undang tersebut dengan
menggunakan metode berfikir deduktif.

b. Aliran Freie Rechtsbewegung Aliran ini beranggapan, bahwa dalam melaksanakan


tugasnya Hakim bebas untuk melakukannya menurut Undang-undang atau tidak. Hal
ini disebabkan, oleh karena pekerjaan Hakim adalah melakukan penciptaan hukum.
Akibatnya adalah, bahwa memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer dalam
mempelajari hukum, sedangkan Undang-undang merupakan hal sekunder.

c. Aliran Rechtsvinding Menurut aliran ini, hakim memang terikat dengan undang
undang, akan tetapi tetapi tidaklah seketat dengan yang dimakksudkan oleh aliran
legisme. Hakim juga mempunyai kebebasan. Dalam malaksanakan tugasnya hakim
mempunyai kebesan. Akan tetapi kebebasan yang dimakssud bukan seperti yang
dimaksud oleh aliran kedua. Kebebasan hakim menurut aliran ketiga ini tetaplah
kebebsan yang terikat. Kebebasan Hakim tercermin dalam praktik tercermin ketika
dia mampu menyelaraskan undang-undang pada tuntutan zaman. Menurut aliran ini,
memahami hukum dalam perundangundangan saja, tanpa mempelajari yurisprudensi
tidaklah lengkap. Sehingga mengetahui yurisprudensi menurut aliran ini juga penting.
Sebab, dalam yurisprudensi terdapat garis-garis hukum yang berlaku dalam
masyarakat akan tetapi tidak terbaca dalam undang-undang.

Seorang Hakim adalah salah satu aparat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melaksanakan kekuasaan kehakiman. Dalam melakanakan tugasnya dia merdeka dalam
pengertian bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari
paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra judicial, kecuali dalam
hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang. Kaitannya dengan keberadaan tugas Hakim,
suatu pertanyaan yang dapat diajukan adalah : apakah yurisprudensi mengikat hakim lain.
Atau, seorang hakim harus terikat dengan keberadaan yurisprudensi. Menurut Sudikno
Mertokusumo ,dalam sistem hukum Indonesia pada asasnya seorang hakim tidak terikat pada
putusan hakim terdahulu mengenai perkara atau persoalan hukum serupa dengan yang akan
diputuskannya. Sekalipun demikian, dalam praktik peradilan di Indonesia para Hakim
bawahan selalu mengikuti pendapat Mahkamah Agung dalam menyelesaikan kasus serupa
sebelumnya dengan alasan :

1. Mahkamah Agung merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman tertinggi yang


diberi kewenangan membina peradilan.

2. Hakim Agung dianggap lebih mempunyai otoritas di bidang hukum.

3. Jika tidak mengikuti pendapat Mahkamah Agung, suatu putusan hakim bawahan
berpotensi dibatalkan jika sampai ke Mahkamah Agung. Mengacu pada pendapat di
atas, dapat dipahami bahwa yurisprudensi mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam memutuskan perkara yang serupa.

Dengan kata lain bahwa yurisprudensi merupakan sumber hukum formil dalam sebuah
negara. Yurisprudensi sangat penting dipelajari di samping perundang-undangan yang ada,
karena di dalam yurisprudensi terdapat banyak garis-garis hukum yang berlaku dalam
masyarakat namun tidak terbaca dalam undang-undang. Jadi, memahami hukum dalam
perundang-undangan saja tanpa mempelajari yurisprudensi, tidaklah lengkap. Dalam
penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ditemukan beberapa bahan baku, yang
antara lain adalah penelaahan produk pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama yang
terhimpun dalam 16 buah buku. Ia terdiri atas empat jenis, yakni himpunan putusan PTA
(Pengadilan Tinggi Agama), himpunan fatwa pengadilan, himpunan yurisprudensi Peradilan
Agama, dan law report tahun 1877 sampai tahun 1984.

Terkait pengembangan hukum materil di Indonesia, dilakukan upaya peningkatan


kerja sama antara lembaga penelitian hukum, perguruan tinggi, dan lembaga lainnya yang
terkait secara koordinasi. Dalam hal tersebut dilakukan penataan, antara lain dengan
menyusun program atau proyek pengembangan Pengadilan Agama, termasuk pembentukan
hukum melalui yurisprudensi Peradilan Agama, meningkatkan pembinaan, pengukuhan
kedudukan, dan peranan yurisprudensi sebagai sumber hukum serta memperluas penyebaran
yurisprudensi Peradilan Agama, tidak hanya terbatas pada badan Peradilan Agama, tetapi
juga kepada kalangan penegak hukum di Peradilan Agama, perguruan tinggi, dan masyarakat
luas. Di samping mempergunakan dimensi pembaruan atau dimensi penyempurnaan tersebut
di atas, dalam pengembangan hukum materil Peradilan Agama sesuai dengan GBHN 1993,
perlu ditingkatkan kualitas pembentukan hukum melalui yurisprudensi Peradilan Agama,
peningkatan kualitas hakim Peradilan Agama sebagai penegak hukum dan keadilan dalam
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa yurisprudensi Peradilan Agama menjadi sumber
hukum, tidak hanya bagi hakim-hakim Agama dalam memeriksa dan memutuskan perkara,
juga untuk kalangan penegak hukum, perguruang tinggi, dan masyarakat luas yang ingin
menerapkan hukum Islam.

DAFTAR PUSTAKA

https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1615/426
https://journal.uir.ac.id/index.php/uirlawreview/article/download/566/615
https://badilum.mahkamahagung.go.id/upload_file/img/article/doc/sistem_hukum_pem
eriksaan_perkara_tindak_pidana_korupsi.pdf
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30606/187005098.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
https://media.neliti.com/media/publications/284810-peran-lembaga-catatan-sipil-
terhadap-per-0a5b3747.pdf

Anda mungkin juga menyukai