Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

COMPOUNDING AND DISPENDING

“SEDIAAN SUSPENSI”OVER

Dosen Pengampu :

Amelia Febriani, M.Si., Apt

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Vebry Dwi Harjuno (21344041)

Junita Dompas (21344042)

Muhammad Fadly Ibrahim (21344043)

Yosef Eko Lesmana (21344044)

Nadira Gustarani (21344045)

Ita Mariani (21344046)

PROGAM STUDI PROFESI APOTEKER

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


JAKARTA 2021

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini sebagai tugas mata kuliah Compounding and Dispending. Pada kesempatan ini, penulis
membahas mengenai sediaan suspensi.

Dalam penyusunan hingga penyelesaian tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terimakasih khususnya kepada Ibu Amelia Febriani,
M.Si.,Apt selaku dosen Compounding and Dispending dan rekan-rekan yang telah memberi
dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini tepat
pada waktunya.

Penulis berharap tugas ini dapat memberikan manfaat besar bagi pembacanya. Dan
penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai koreksi untuk tugas
mendatang.

Jakarta, November 2021

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL....................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................

1.3 Tujuan...........................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Sistem Pembentukan Suspensi............................................................................................

iii
iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Sistem Pembentukan Suspensi Deflokulasi....................................................................

Gambar Sistem Pembentukan Suspensi Flokulasi........................................................................

v
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara
halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat
minimum. . Suspensi juga dapat di artikan sebagai sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair.

Formulasi obat dalam sediaan suspensi memiliki keuntungan yaitu rasanya yang lebih enak
juga dapat meningkatkan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas dari obat Selain
itu, ada beberapa alasan lain pembuatan suspensi oral untuk banyak pasien yaitu bentuk cair lebih
disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), mudahnya menelan cairan,
mudah diberikan untuk anakanak juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak.

Kestabilan fisik dari suspensi sendiri bisa didefinisikan sebagai keadaan dimana partikel tidak
menggumpal dan tetap terdistribusi merata di seluruh sistem dispersi. Karena keadaan yang ideal
jarang menjadi kenyataan, maka perlu untuk menambah pernyataan bahwa jika partikel-partikel
tersebut mengendap, maka partikel-partikel tersebut harus dengan mudah disupensi kembali dengan
sedikit pengocokan saja

Dalam penelitian ini digunakan ibuprofen sebagai obat yang memiliki kelarutan praktis tidak
larut dalam air, merupakan golongan obat anti inflamasi nonsteroid derivat asam propionat yang
mempunyai efek analgetik dan antipiretik

Polimer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serbuk gom Arab. Serbuk gom Arab
merupakan bahan pengental suspensi yang efektif karena kemampuannya melindungi koloid.
Konsentrasi Serbuk gom Arab yang digunakan sebagai suspending agent adalah 0,75 %.

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana rancangan formulasi/resep sediaan suspensi?
2) Bagaimana perhitungan dan cara pembuatan sediaan suspensi?
3) Apa permasalahan dan penyebab yang terjadi pada sediaan suspensi?
4) Bagaimana solusi permasalahan pada sediaan suspensi?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui rancangan formulasi/resep sediaan suspensi
2) Untuk mengetahui perhitungan dan cara pembuatan sediaan suspensi
3) Untuk mengetahui permasalahan dan penyebab yang terjadi pada sediaan suspensi
4) Untuk mengatahui solusi permasalahan pada sediaan suspensi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Pengertian Sediaan Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang
dikenal sebagai fase dispers, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium
dispersi. Untuk menjamin stabilitas suspensi umumnya ditambahkan bahan
tambahan yang disebut bahan pensuspensi atau suspending agent (Murtini, 2016).
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut
dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari
obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang pertama
berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang
harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan (Depkes RI, 1978).
Suspensi adalah suatu dispersi kasar dimana partikel zat padat yang tidak
larut terdispersi dalam suatu medium cair. Terdiri dari 2 fase yang tidak saling
bercampur yaitu fase terdispersi(zat padat) dan fase pendispersi (pelarut-air)
(Sinala, 2016).
Alasan dibuat suspensi karena alasan utama yaitu dimana zat aktifnya tidak
larut dalam pelarutnya. Namun, diformulasi sedemikian rupa sehingga zat aktif
tersebut berada dalam suatu sediaan yang stabil (Sinala, 2016).
Menurut Sinala, 2016 contoh sediaan suspensi diantaranya yaitu :
1) Oral, contoh : suspensi kloramfenikol, rifampicin, dan lain-lain.
2) Ocular, contoh : suspensi hidrokortison asetat.
3) Otic, contoh : suspensi hidrokortison.
4) Parenteral, contoh : suspensi penicilin G (i.m).
5) Rectal, contoh : suspensi paranitro sulfathiazol.
6) Topical, contoh : caladin losio.

3
2.1.2 Jenis-jenis Sediaan Suspensi
Menurut Murtini, 2016 jenis-jenis sediaan suspensi terdiri dari :
1) Suspensi Oral
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditunjukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai
susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan
terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
2) Suspensi Topikal
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditunjukan untuk penggunaan pada kulit.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
3) Suspensi Optalmik
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditunjukan untuk penggunaan
pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea. Suspensi obat mata tidak boleh
digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau penggumpalan.
4) Suspensi Tetes Telinga
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandug partikel-partikel
halus yang ditunjukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
5) Suspensi Untuk Injeksi
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
6) Suspensi Untuk Injeksi Terkontinyu
Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

4
2.1.3 Kriteria Sediaan Suspensi
Menurut Sinala, 2016 kriteria sediaan suspensi antara lain :
1) Zat yang tersuspensi tidak boleh cepat mengendap.
2) Bila mengendap, maka bila dikocok harus segera terdispersi.
3) Mudah dituang dari botol.
4) Mudah mengalir melewati jarum suntik, jadi tidak boleh terlalu kental.
5) Dapat tersebar dengan baik di permukaan kulit.
6) Tidak boleh sedemikian mudah bergerak sehingga gampang hilang.
7) Dapat kering dengan cepat dan membentuk lapisan pelindung yang elastis.

2.1.4 Persyaratan Sediaan Suspensi


 Menurut Farmakope Indonesia Edisi III persyaratan sediaan suspensi adalah :
1) Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.
2) Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
3) Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi.
4) Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok atau dituang.
5) Karateristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensi
tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.
 Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, persyaratan sediaan suspensi adalah :
1) Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal
2) Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus mengandung
antimikroba.
3) Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.

2.1.5 Kelebihan Dan Kekurangan Sediaan Suspensi


A. Kelebihan Sediaan Suspensi
 Menurut Murtini, 2016 kelebihan sediaan suspensi adalah :
1) Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan.
2) Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair disukai dari pada bentuk
padat.

5
3) Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih mudah memberikan dosis yang
relatif lebih besar.
4) Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah diberikan untuk anak-anak,
juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak-anak dan dapat menutupi
rasa pahit.
 Menurut Sinala, 2016 kelebihan sediaan suspensi adalah :
1) Suspensi oral merupakan bentuk sediaan yang menguntungkan untuk
penggunaan pada anak-anak atau orang dewasa yang mengalami kesulitan
dalam menelan tablet atau kapsul.
2) Rasa yang tidak enak dapat ditutupi dengan penggunaan suspensi dari obat atau
derivatif dari obat sebagai contoh yang terikat kloramfenikol palmitat.
3) Suspensi juga secara kimia lebih stabil dibanding larutan.
4) Cairan yang mengandung bahan tidak larut memberikan keuntungan baik untuk
pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar untuk aksi perlindungan dan
juga aksi diperpanjang. Kedua efek ini dapat dicapai secara relatif dari obat
yang tidak larut. Dalam kasus suspensi untuk injeksi instramuskular bahan
pensuspensi diinginkan sebagai cadangan untuk meyakinkan aksi diperpanjang
dari obat.
B. Kekurangan Sediaan Suspensi
 Menurut Murtini, 2016 kekurangan sediaan suspensi adalah :
1) Suspensi memiliki kestabilan yang rendah.
2) Jika terbentuk caking akan sulit terdispersikembali sehingga homogenitasnya
turun.
3) Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang.
4) Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.
5) Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (caking,
flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan suhu.
6) Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.
 Menurut Sinala, 2016 kelebihan sediaan suspensi adalah :
1) Formulasi dalam pencampuran diaman terdapat pengaruh gaya gravitasi bumi
yang menyebabkan terjadinya sedimentasi sehingga terjadi ketidakseragaman
bobot dan dosis dari obat.

6
2) Sedimentasi atau endapan yang kompak akan sulit didispersikan kembali ke
dalam pelarutnya.
3) Produknya cair dan secara relatif massanya berat.

2.1.6 Penggolongan Suspending Agent


Suspending agent adalah bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan
partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan
sedimentasi diperlambat. Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk
memperbesar kekentalan (viskositas), tetapi kekentalan yang berlebihan akan
mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan (Murtini, 2016).
Menurut Murtini, 2016 bahan pensuspensi atau suspending agent dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
A. Bahan Pensuspensi Dari Alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut
membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas
cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan
mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH dan proses fermentasi bakteri.
Hal ini dapat dibuktikan dengan suatu percobaan yaitu: simpan 2 botol yang
berisi mucilago sejenis. Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian
keduanya disimpan ditempat yang sama. Setelah beberapa hari diamatai ternyata
botol yang ditambah dengan asam dan dipanaskan mengalami penurunan viskositas
yang lebih cepat dibandingkan dengan botol tanpa pemanasan.
 Termasuk golongan gom adalah :
1) Acasia (Pulvis Gummi Arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara
pH 5-9. Dengan penambahan suatu zat yang menyebabkan Ph tersebut menjadi
diluar 5-9 akan menyebabkan penurunan viskosistas yang nyata. Mucilago gom
arab dengan kadar 35% kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini
mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat
pengawet (preservative).
2) Chondrus

7
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartine mamilosa, dapat
larut dalam air tidak larut dalam alkohol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus
disebut caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan
derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan
bahan pengawet untuk suspensi tersebut.
1) Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat
lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan
pemanasan, mucilago tragacanth lebih kental dari mucilago dari gom arab.
Mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi bukan sebagai
emulgator.
2) Algin
Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan
senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi
dengan algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai
suspending agent umumnya 1-2%.
 Termasuk golongan bukan gom adalah :
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat yang
sering dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada 3 macam
yaitu bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liat dimasukan ke dalam air
mereka akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan.
Peritiwa ini disebut tiksotrofi. Karena peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan
bertambah sehingga stabilitas dari suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan
bahan tersebut ke dalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran
suspensi. Kebaikan bahan suspensi dari tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh
suhu/panas dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan
senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.
B. Bahan Pensuspensi Sintetis
1) Derivat Selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol, tylose),
karboksil metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakng dari nama

8
tersebut biasanya terdpat angka/nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini
menunjukan kemampuan menambah viskositas dari cairan yang dipergunakan
untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya berarti kemampuannya semakin
tinggi.
Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun, sehingga
banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan
pensuspensi juga digunakan sebagai laksansia dan bahan
penghancur/disintregator dalam pembuatan tablet.
2) Golongan Organik Polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah carbopol 934 (nama
dagang suatu pabrik) merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut dalam
air, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit, serta sedkiti pemakaiannya.
Sehingga bahan tersebut banyak digunakan sebagai bahan pensuspensi. Untuk
memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar ± 1%. Carbophol sangat peka
terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan
viskositas dari larutannya.

2.2 Stabilitas Sediaan Suspensi


Stabilitas adalah keadaan dimana suatu benda atau keadaan tidak berubah, yang
dimaksud dengan stabilitas suspensi ialah kestabilan zat pensuspensi dan zat yang
terdispersi dalam suatu sediaan suspensi, namun dalam sediaan suspensi zat pensuspensi
dan zat terdispersi tidak selamanya stabil. Stabilitas sediaan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas pertikel agar khasiat
yang diinginkan dapat merata ke seluruh sediaan suspensi tersebut (Murtini, 2016).
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tak larut
didalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang adalah sukar
mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain kontaminan. Serbuk tadi
tidak dapat dibasahi, walaupun BJ nya besar mereka terambang pada permukaan cairan.
Pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan
dibawah permukaan dari suspensi medium. Mudah dan sukar dibasahinya serbuk dapat
dilihat dari sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan. Serbuk dengan
sudut kontak ± 90° akan menghasilkan serbuk yang terapung keluar dari cairan.
Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan mempunyai sudut kontak yang
lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak adanya sudut kontak (Anief, 2007).

9
Perubahan organoleptis yang terjadi selama 30 hari penyimpanan suspensi
menandakan bahwa adanya ketidakstabilan pada sediaan suspensi. Hal ini dapat
diakibatkan adanya perubahan partikel obat dalam suspensi yang dihasilkan, kondisi ini
dapat didukung dengan hasil uji distribusi partikel obat yaitu adanya perubahan stabilitas
partikel obat yang disimpan selama 30 hari. Perubahan organoleptis yang terjadi pada
sediaan suspensi dapat diakibatkan oleh ketidakseragaman distribusi bahan penyusun
suspensi, pertumbuhan kristal atau adanya perubahan pada partikel obat (Emilia, 2013).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah dengan
cara memperluas penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Menurut Murtini, 2016 beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah :
1) Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara
luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya
semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume
yang sama) akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap,
sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel.
2) Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Kecepatan aliran dari cairan terebut akan mempengaruhi gerakan turunnya partikel
yang terdapat didalamnya, maka dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun
dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi peru diingat bahwa
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang.
3) Jumlah Partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya
endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin
besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.

10
4) Sifat/Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang
sukar larut dalam cairan tersebut. Sifat bahan tersebut merupakan sifat alam, maka
kita tidak dapat mempengaruhinya. Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan
sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap
terdistribusi merata. Bila partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi
kembali dengan pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada
kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat
dan selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking.
Caking adalah agregat padat yang terjadi oleh pertumbuhan atau
penggabungan kristal dalam endapan. Terjadi setiap tipe aglomerat, baik flokul atau
agregat dianggap sebagai ukuran kecenderungan sistem untuk mencapai keadaan
yang lebih stabil termodinamik (Anief, 2007).
Sifat dari fase dispers dipilih sedemikian rupa hingga membentuk suspensi
yang mempunyai sifat-sifat fisika, kimia, dan farmakologi yang optimum. Stabilitas
fisis suspensi farmasi adalah kondisi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan
tetap terdispersi merata. Karena keadaan ideal ini jarang terpenuhi maka perlu
ditambah pernyataan yaitu jika partikel itu tetap mengendap, maka akan mudah
terdispersi kembali dengan pengocokkan ringan.agar dapat berhasil menstabilkan
partikel terdispersi diperlukan pengetahuan tentang termodinamik untuk mengetahui
kondisi enersi pada permukaan partikel padat untuk memperkecil zat padat dan
mendispersi dalam media kontiniu (Anief, 2007).
Kalau diliat dari faktor-faktor tersebut diatas faktor konsentrasi dan sifat
dari partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena
konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel
merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel
dan viskositas. Ukuran partikel dapat diperkecil : dengan menggunakan pertolongan
mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal
dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam
air (hidrokoloid) (Anief, 2007).
Akibat pengecilan partikel terjadi luas permukaan yang besar yang terjadi

11
enersi bebas permukaan yang besar dan akan menimbulkan sistem ketidakstabilan
termodinamik yaitu pertikel-partikel berada dalam berenersi yang tinggi dan
mengumpul sedemikian rupa untuk mengurangi luas permukaan total dan
menurunkan enersi bebas permukaan. Partikel-partikel dalam cairan suspensi
membentuk flokul yaitu membentuk konglomerat ringan yang terikat oleh kekuatan
tarik menarik Van Der Waals. Keadaan suspensi tersebut mudah dikocok dan
menjadi homogen kembali. Dalam kondisi tertentu dapat terjadi partikel-partikel
saling melekat oleh kekuatan yang lebih kuat dan membentuk agregat dan terjadi
compacted cake (Anief, 2007).
Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan (wetting agent) adalah
sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka antara partikel padat dan
cairan pembawa sebagai akibat turunnya tegangan antar muka akan menurunkan
sudut kontak, dan pembasahan akan dipermudah. Gliserin dapat berguna dalam
penggerusan zat yang tidak larut karena akan memindahkan udara diantara partikel-
partikel hingga bila ditambahkan air dapat menembus dan membasahi partikel
karena lapisan gliseril pada permukaan partikel mudah dicampur dengan air. Maka
itu pendisperian partikel dilakukan dengan menggerus dulu partikel dengan gliserin,
propilenglikol, koloid gombaru diencerkan dengan air, hal ini sudah terkenal dalam
partik farmasi (Anief, 2007).

2.3 Sistem Pembentukan Suspensi


Menurut Sinala, 2016 suspensi berdasarkan partikel, suspensi dibagi menjadi dua
jenis yaitu : suspensi deflokulasi dan suspensi flokulasi.
1) Sistem Deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akirnya membentuk
sedimen, akan terjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006).

Gambar 1. Sistem Pembentukan Deflokulasi

12
Pada sistem deflokulasi partikel suspensi tetap dalam keadaan terpisah satu
dengan yang lain dan bila terjadi sedimentasi telah sempurna, partikel-partikel akan
membentuk rangkaian yang terbungkus dan berdekatan serta partikel yang lebih
kecil akan mengisi antara partikel yang lebih besar. Partikel yang berada dibawah
sedimen lama-kelamaan akan tertekan karena berat dari partikel diatasnya dan
partikel-partikel akan lebih rapat. Untuk mensuspensikan atau mendispersi kembali
diperlukan mengatasi enersi rintangan yang tinggi karena sulit terdispers kembali
dengan pengocokkan ringan, maka partikel tetap saling tarik-menarik yang kuat dan
membentuk cake yang keras (Anief, 2007).
2) Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan
pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali (Syamsuni,
2006).

Gambar 2. Sistem Pembentukan Flokulasi

Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat


mengendap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan
dalam sistem deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap perlahan-lahan dan
akhirnya membentuk sedimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang keras
terjadi dan sukar tersuspensi kembali. Pada sistem flokulasi biasanya mencegah
pemisahan yang tergantung pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya dan
pada waktu sistem flokulasi kelihatan kasar akibat terjadinya flokul. Dalam sistem
deflokulasi, partikel terdispersi baik dan mengendap sendiri dan lebih lambat dari
pada sistem flokulasi teteapi partikel deflokulasi dapat membentuk sedimen atau
cake yang sukar terdispersi kembali (Anief, 2007).

Deflokulasi Flokulasi
1) Partikel berada dalam suspensi dalam 1) Patikel membentuk agregat

13
wujud yang memisah (ukurannya bebas (ukurannya besar).
kecil).
2) Laju pengendapan lambat karena 2) Laju pengendapan tinggi
partikel mengendap terpisah dan karena partikel mengendap
ukuran partikel minimal. sebagai flokulasi.
3) Endapan yang tebentuk lambat. 3) Endapan yang terbentuk
cepat.
4) Endapan biasanya menjadi sangat 4) Partikel tidak mengikat
padat karena berat dari lapisan atas kuat dan keras satu sama
dari bahan endapan yang mengalami lain tidak terbentuk
gaya tolak menolak antara partikel dan lempeng. Endapan mudah
cake yang keras terbentuk dimana untuk didispersikan
merupakan kesulitan jika mungkin kembali dalam bentuk
didispersi kembali . suspensi lainnya.
5) Penampilan suspensi menarik karena 5) Suspensi menjadi keruh
tersuspensi untuk waktu yang lama, karena pengendapan yang
supernatannya keruh bahkan ketika optimal dan supernatannya
pengendapan terjadi. jernih. Hal ini dapat
dikurangi jika volume
endapan dibuat besar,
idealnya volume endapan
hanya meliputi volume
suspensi.

Tabel 1. Sistem Pembuaatan Suspensi Deflokulasi dan Flokulasi

2.4 Metode Pembuatan Suspensi


Menurut Murtini, 2016 cara pembuatan sediaan suspensi secara umum terdiri dari :
metode dispersi dan metode presipitasi.
1) Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam
mucilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk kedalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi. Mudah

14
dan sukarnya serbuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat
terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak ± 900, serbuk akan mengambang
diatas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk
menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut
perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent (Syamsuni, 2006).
2) Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik
yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat
ini kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik terebut adalah
etanol, propilenglikol dan polietilenglikol (Syamsuni, 2006).

2.5 Formulasi Suspensi


Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada 2 cara, yaitu :
a) Penggunaan structured vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi.
Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-
lain.
b) Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok meskipun cepat terjadi
pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah dengan disuspensikan
kembali (Syamsuni, 2006).
 Pembuatan Suspensi Sistem Flokulasi
1) Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
2) Setelah itu ditambahkan zat pemflokulasi, biasanya larutan elektrolit, surfaktan atau
polimer.
3) Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4) Jika dikehendaki, agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah
structured vehicle.
5) Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam structured vehicle.

2.6 Penilaian Stabilitas Suspensi


1) Volume Sedimentasi
Suspensi dimasukkan gelas ukur 10 ml dan disimpan pada suhu kamar serta
terlindung dari cahaya secara langsung. Volume suspensi yang diisikan merupakan

15
volume awal (Vo). Perubahan volume diukur dan dicatat setiap hari selama 30 hari
tanpa pengadukan hingga tinggi sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan
volume akhir (Vu). Volume sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan perbandingan antara volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume
mula-mula suspensi (Vo) sebelum mengendap (Emilia, 2013).
Vu
F=
Vo
2) Derajat flokulasi adalah perbandingan antara volume sedimen akhir dari suspensi
flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc).
Vu
Derajat flokulasi =
Voc
3) Metode Reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menentukan perilaku pengendapan, mengatur pembawa dan susunan partikel untuk
tujuan perbandingan.
4) Perubahan ukuran partikel
Digunakan secara freeze-thaw cycling, yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku,
lalu dinaikan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan
kristal, yang pada pokoknya menjaga agar tidak terjadi perubahan ukuran partikel dari
sifat kristal (Syamsuni, 2006).

2.7 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Suspensi


1) Kecepatan sediamentasi (Hukum Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai
pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :
a) Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat
menggunakan sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat.
b) Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender/koloid mill
c) Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
2) Pembasahan serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan,
misal : span dan tween.
3) Floatasi (terapung), disebabkan oleh :
a) Perbedaan densitas.

16
b) Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan.
c) Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan. Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat
padat. Mekanisme humektan : mengganti lapisan udara yang ada di permukaan
partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin, propilenglikol.
4) Pertumbuhan kristal : Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh.
Bila terjadi perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi
dengan penambahan surfaktan.
5) Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi :
a) Gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit.
b) Pilih bentuk kristal obat yang stabil.
c) Cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran
partikel.
d) Gunakan pembasah.
e) Gunakan koloidal pelindung seperti gelatin, gom, dan lain-lain yang akan
membentuk lapisan pelindung pada partikel.
f) Fiskositas ditingkatkan.
g) Cegah perubahan suhu yang ekstrim.
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal :
a) Keadaan super jernih.
b) Pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat.
c) Sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif dalam ukuran dan bentuk
yang bervariasi.
d) Keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent.
e) Kondisi saat proses pembuatan.
6) Pengaruh Gula (sukrosa)
a) Suspending agent dengan larutan gula : fiskositas akan naik.
b) Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila
batas ini dilalui polimer akan menurun.
c) Konsentrasi gula yang besar juga akan menyebabkan kristalisasi yang cepat
(Lachman, 2008).

17
2.8 Uji Evaluasi Suspensi

1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis diamati dengan secara kualitatif apakah sediaan elixir tersebut sudah
sesuai dengan ketentuan sediaan elixir yang benar, yaitu bau dan rasa yang sedap,
tidak ada pertikel yang tidak larut (Utami, 2015).
2. Uji kejernihan
Dengan cara melihat langsung sediaan tersebut, apakah masih ada atau tidak partikel
yang tertinggal maupun tidak larut (Rizal, 2011)
3. Uji Densitas (bobot jenis)
Dengan menggunakan piknometer dengan tahap sebagai berikut langkah pertama
timbang pikno bersih. Kemudian letakkan kaca arloji dan isi dengan sediaan yang
akan diuji. Selanjutnya, masukkan pikno yang berisi sampel kedalam beaker glass
dengan 200 ml air es - > 20˚C. Segera ambil teteskan cairan yang berada diluar
kapiler dengan kertas saring menyedot sisi ujunga kapiler terus tutp kapiler dengan
tudung cepat-cepat. Biarkan pada suhu ruangan, baru bagian luar pikno di
laboratorium. Terakhir imbang pikno dengan isinya.
4. Viskositas
Viskometer kapiler / ostwold dengan cara waktu air dari cairan yang diuji
dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah
diketahui (biasanya air) untuk lewat dua tanda tersebut. Jika h1 dan h2 masing-
masing adalah viskositas dari cairan yang tidak diketahui dan cairan standar, r1 dan
r2 adalah kerapatan dari masing-masing cairan, t1 dan t2 adalah waktu alir dalam
detik
5. pH
Sediaan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter. Berikut tahapanya pertama
diambil sedikit sampel sediaan .Kemudian pH meter ditara dulu dengan buffer
standar pada pH 7, kemudian ditara pada buffer pH 4 karena sediaan yang diharapkan
pada rentan pH 3.6-4.6. Terakhir diukur sampel sediaan dengan pH meter dan
diketahiui hasilnya.
6. Uji Distribusi Ukuran Partikel

18
Uji distribusi ukuran partikel menggunakan metode dengan mikroskop dengan cara
diambil sedikit sampel sediaan kemudian diencerkan dengan aquades dan diamati
dalam mikroskop sebaran ukuran partikelnya.

7. Redispersi
Evaluasi suspensi ibuprofen ini dilakukan setelah pengukuran volume sedimentasi
konstan. Dilakukan secara manual dan hatihati, tabung reaksi diputar 180° dan
dibalikkan ke posisi semula. Formulasi yang dievaluasi ditentukan berdasarkan
jumlah putaran yang diperlukan untuk mendispersikan kembali endapan partikel
ibuprofen agar kembali tersuspensi. Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah
terdispersi sempurna dan diberi nilai 100%.

2.9 Ketidakstabilan Suspensi

Flokulasi dan deflokulasi adalah peristiwa memisahnya (mengendapnya fase terdisper) antara
fase terdisper dan fase pendisper terjadi dalam rentang waktu yang berbeda. Dimana pada flokulasi
terpisahnya dua fase tersebut lebih cepat dibandingkan dengan deflokulasi. Namun, endapan dari
flokulasi dapat didispersikan kembali sedangkan endapan deflokulasi tidak karena telah terbentuk
caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang terdeflokulasi sangat kecil, hingga
membentuk ikatan antar partikel yang erat dan padat (Ratnasari, 2019).

1. Flokulasi
Partikel TERFLOKULASI adalah terikat lemah,cepat mengendap,mudah tersuspensi
kembali dan tidak membentuk cake. Sediaan obat suspensi flokulasi dapat
dikendalikan dengan : Kombinasi ukuran partikel, Penggunaan Elektrolit untuk
pengontrolan, Penambahan Polimer yang akan mempengaruhi hubungan / Struktur
partikel dalam suspensi, berdasarkan sifat. Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat
yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap
unit partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-
macam. Suspensi yang baik salah satu cirinya adalah sediaan ini akan mudah
terdispersi kembali setelah dilakukan pengocokan (Flokulasi) (Ratnasari,2019).

2. Deflokulasi

19
Partikel TERDEFLOKULASI mengendap perlahan dan akhirnya membentuk
sedimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali. Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap sindiri-sendiri secara
perlahan tergantung pada jaraknya dari dasar dan perbedaan ukurannya. Partikel akan
menyusun dirinya dan mengisi ruang-ruang kosong saat mengendap dan akhirnya
membentuk sedimen tertutup dan terjadi aggregasi, selanjutnya membentuk cake
yang keras dan sulit terdispersi kembali karena telah terbentuk jembatan kristal yang
merupakan lapisan film yang liat pada permukaan sedimen.Suspensi deflokulasi
tekanannya lebih besar pada dasar wadah, volume sedimentasi yang terbentuk kecil
dan supernatan tampak keruh sehingga terlihat bahwa suspensi lebih stabil.
Pengendapan jenis ini tidak disukai karena akan kesulitan dalam meredispersi sediaan
walaupun sudah dilakukan pengocokan. Sedimentasi terjadi pada partikel dalam
ukuran yang berbeda – beda tergantung pada agregat yang terbentuk. Sedimentasi
pada deflokulasi tidak dapat didispersikan kembali karena endapan deflokulasi telah
terbentuk caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang
terdeflokulasi sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat dan
padat. sediaan suspensi yang kurang baik adalah apabila endapan yang terjadi pada
suspensi tersebut tidak mudah terdispersi kembali dengan pengocokan dan
membentuk cake yang liat (Deflokulasi) (Ratnasari, 2019).

2.10 Praformulasi

1. Ibuprofen
Mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C13H18O2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian Serbuk hablur; putih hingga hampir putih;
berbau khas lemah. Kelarutan Sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan
kloroform; sukar larut dalam etil asetat; praktis tidak larut dalam air.
2. Asam Sitrat
Berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%, C6H8O7, dihitung terhadap zat
anhidrat. Pemerian Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai
halus; putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat
mekar dalam udara kering. Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; mudah larut
dalam etanol; agak sukar larut dalam eter
3. Aquadest
Aquadest dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Pemerian cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Keasaman-

20
kebasaan pada 10 mL ditambahkan 2 tetes larutan merah metil P, tidak terjadi
warna merah. Pada 10 mL tambahan 5 tetes larutan biru bromitimol P, tidak
terjadi warn biru.
4. Gomarab
Gom akasia atau gomarab adalah eksudat gom kering yang di peroleh dari
batang dan dahan Acacia Senegal willd dan beberapa jenis spesies acacia yang
lain.
Pemerian hamper tidak berbau, rasa warna seperti lendir. Makroskopik butir,
bentuk bulat atau bulat telur, penampang 0,5 cm sampai 6 cm atau berupa
pecahan bersegi-segi. Warna putih sampai putih kekuningan. Tembus cahaya,
buram karena banyak retakan kecil. Amat rapuh, permukaan pecahan
menyerupai kaca, dan kadang-kadang berwarna seperti Pelangi.
Kelarutan, mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan
tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol (95%).
5. Metil paraben
Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H8O3.
Pemerian serbuk hablur halus; putih; hsmpir tidak berbau; tidak mempunyai
rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5
bagian etanol (95%) P dan 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P, dan
larut dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol P panas
dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika di inginkan larutan
tetap jernih.
6. Propilenglikol
Pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis ;
higroskopik.
Kelarutan dapat tercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P ; larut dalam 6 bagian eter P ; tidak dapat tercampur dengan eter
minyak tanah P dan dengan minyak lemak.
7. Natrium Karboksimetilselulosa
Natrium karboksimetilselulosa adalah garam natrium polikarboksimetil eter
selulosa. Mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% Na, di
hitung terhadap zat telah di keringkan. Kekentalan larutan 2 g dalam 100 ml

21
air, untuk zat yang mempunyai kekentalan 100 Cp atau kurang , tidak kurang
dari 80% dan tidak lebih dai 20% dari ketentuan yang tertera pada etiket ;
untuk zat yang mempunyai kekentalan lebih dari 100 Cp, tidak kurang dari
75% dan tidka lebih dari 140 % dari ketentuan yang tertera pada etiket.
Pemerian serbuk atau butiran ; putih atau putih kuning gading ; tidak berbau
atau hampir tidak berbau ; higroskopik.
Kelarutan mudah mendispersi dalam air, bentuk suspensi koloidal ; tidak larut
dalam etanol (95%) P dalam eter P dan dalam pelarut organic lain.
8. Sakarosa
Sakarosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum officinarum Linne
(Familia Gramineae), Beta vulgaris Linne (Familia Chenopodiaceae) dan
sumber-sumber lain. Tidak mengandung bahan tambahan.
Pemerian Hablur putih atau tidak berwarna; massa hablur atau berbentuk
kubus, atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa manis, stabil di udara.
Larutannya netral terhadap lakmus.
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; lebih mudah larut dalam air
mendidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform dan dalam
eter.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Ansel.1989. Pengantar Sediaan Farmasi. Jakarta : Penerbit Universita Indonesia.

Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua :


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan

22
Emilia, Wintari Taurina dan Andhi Fahrurroji. 2013. Formulasi Dan Evaluasi Stabilitas Fisik

Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Natrosol Hbr Sebagai Bahan Pensuspensi.

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.

Lachman, dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta : Universitas

Indonesia

Murtini, Gloria. 2016. Farmasetika Dasar : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC

23

Anda mungkin juga menyukai