Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

COMPOUNDING AND DISPENDING

“SEDIAAN SUSPENSI”OVER

Dosen Pengampu :

Amelia Febriani, M.Si., Apt

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Vebry Dwi Harjuno (21344041)

Junita Dompas (21344042)

Muhammad Fadly Ibrahim (21344043)

Yosef Eko Lesmana (21344044)

Nadira Gustarani (21344045)

Ita Mariani (21344046)

PROGAM STUDI PROFESI APOTEKER

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


JAKARTA 2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini sebagai tugas mata kuliah Compounding and Dispending. Pada kesempatan ini, penulis
membahas mengenai sediaan suspensi.
Dalam penyusunan hingga penyelesaian tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terimakasih khususnya kepada Ibu Amelia Febriani,
M.Si.,Apt selaku dosen Compounding and Dispending dan rekan-rekan yang telah memberi
dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas ini tepat
pada waktunya.
Penulis berharap tugas ini dapat memberikan manfaat besar bagi pembacanya. Dan
penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai koreksi untuk tugas
mendatang.

Jakarta, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................

1.3 Tujuan...........................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi
secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang
sangat minimum. . Suspensi juga dapat di artikan sebagai sediaan cair yang mengandung partikel
padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.

Formulasi obat dalam sediaan suspensi memiliki keuntungan yaitu rasanya yang lebih enak
juga dapat meningkatkan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas dari obat Selain
itu, ada beberapa alasan lain pembuatan suspensi oral untuk banyak pasien yaitu bentuk cair lebih
disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), mudahnya menelan cairan,
mudah diberikan untuk anakanak juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak.

Kestabilan fisik dari suspensi sendiri bisa didefinisikan sebagai keadaan dimana partikel tidak
menggumpal dan tetap terdistribusi merata di seluruh sistem dispersi. Karena keadaan yang ideal
jarang menjadi kenyataan, maka perlu untuk menambah pernyataan bahwa jika partikel-partikel
tersebut mengendap, maka partikel-partikel tersebut harus dengan mudah disupensi kembali dengan
sedikit pengocokan saja

Dalam penelitian ini digunakan ibuprofen sebagai obat yang memiliki kelarutan praktis tidak
larut dalam air, merupakan golongan obat anti inflamasi nonsteroid derivat asam propionat yang
mempunyai efek analgetik dan antipiretik

Polimer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serbuk gom Arab. Serbuk gom Arab
merupakan bahan pengental suspensi yang efektif karena kemampuannya melindungi koloid.
Konsentrasi Serbuk gom Arab yang digunakan sebagai suspending agent adalah 0,75 %.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana rancangan formulasi/resep sediaan suspensi?
2) Bagaimana perhitungan dan cara pembuatan sediaan suspensi?
3) Apa penyebab permasalahan yang terjadi pada sediaan suspensi?
4) Bagaimana solusi permasalahan pada sediaan suspensi?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui rancangan formulasi/resep sediaan suspensi
2) Untuk mengetahui perhitungan dan cara pembuatan sediaan suspensi
3) Untuk mengetahui penyebab permasalahan yang terjadi pada sediaan suspensi
4) Untuk mengatahui solusi permasalahan pada sediaan suspensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sediaan Suspensi


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal
sebagai fase dispers, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium dispersi.
Untuk menjamin stabilitas suspensi umumnya ditambahkan bahan tambahan yang
disebut bahan pensuspensi atau suspending agent (Murtini, 2016).
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi,
sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunakan (Depkes RI, 1978).

2.2 Jenis-jenis Sediaan Suspensi


Menurut Murtini, 2016 jenis-jenis sediaan suspensi terdiri dari :
1) Suspensi Oral
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditunjukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai
susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan
terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
2) Suspensi Topikal
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditunjukan untuk penggunaan pada kulit.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
3) Suspensi Optalmik
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditunjukan untuk penggunaan
pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea. Suspensi obat mata tidak boleh
digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau penggumpalan.
4) Suspensi Tetes Telinga
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandug partikel-partikel
halus yang ditunjukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
5) Suspensi Untuk Injeksi
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
6) Suspensi Untuk Injeksi Terkontinyu
Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

2.3 Persyaratan Sediaan Suspensi


Menurut Farmakope Indonesia Edisi III persyaratan sediaan suspensi adalah :
1) Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.
2) Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
3) Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi.
4) Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok atau dituang.
5) Karateristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensi
tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, persyaratan sediaan suspensi adalah :
1) Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal
2) Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus mengandung
antimikroba.
3) Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.

2.4 Kelebihan Dan Kelemahan Sediaan Suspensi


Menurut Murtini, 2016 kelebihan dan kekurangan sediaan suspensi adalah :
A. Kelebihan Sediaan Suspensi
1) Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan.
2) Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair disukai dari pada bentuk
padat.
3) Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih mudah memberikan dosis yang
relatif lebih besar.
4) Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah diberikan untuk anak-anak,
juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak-anak dan dapat menutupi
rasa pahit.
B. Kelemahan Sediaan Suspensi
1) Suspensi memiliki kestabilan yang rendah.
2) Jika terbentuk caking akan sulit terdispersikembali sehingga homogenitasnya
turun.
3) Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang.
4) Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.
5) Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (caking,
flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan suhu.
6) Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.

2.5 Cara Pembuatan Sediaan Suspensi Secara Umum


Menurut Murtini, 2016 cara pembuatan sediaan suspensi secara umum terdiri dari :
1) Metode Dispersi
Ditambahkan bahan oral ke dalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian
diencerkan.
2) Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik larutan zat ini
kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi
dengan bahan pensuspensi.

2.6 Penggolongan Suspending Agent


Suspending agent adalah bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan partikel
tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi
diperlambat. Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk memperbesar kekentalan
(viskositas), tetapi kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan
pengocokan (Murtini, 2016).
Menurut Murtini, 2016 bahan pensuspensi atau suspending agent dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
A. Bahan Pensuspensi Dari Alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut
membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas
cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan
mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH dan proses fermentasi bakteri.
Hal ini dapat dibuktikan dengan suatu percobaan yaitu: simpan 2 botol yang
berisi mucilago sejenis. Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian
keduanya disimpan ditempat yang sama. Setelah beberapa hari diamatai ternyata
botol yang ditambah dengan asam dan dipanaskan mengalami penurunan viskositas
yang lebih cepat dibandingkan dengan botol tanpa pemanasan.
 Termasuk golongan gom adalah :
1) Acasia (Pulvis Gummi Arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara
pH 5-9. Dengan penambahan suatu zat yang menyebabkan Ph tersebut menjadi
diluar 5-9 akan menyebabkan penurunan viskosistas yang nyata. Mucilago gom
arab dengan kadar 35% kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini
mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat
pengawet (preservative).
2) Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartine mamilosa, dapat
larut dalam air tidak larut dalam alkohol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus
disebut caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan
derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan
bahan pengawet untuk suspensi tersebut.
3) Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat
lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan
pemanasan, mucilago tragacanth lebih kental dari mucilago dari gom arab.
Mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi bukan sebagai
emulgator.
4) Algin
Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan
senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi
dengan algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai
suspending agent umumnya 1-2%.
 Termasuk golongan bukan gom adalah :
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat yang
sering dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada 3 macam
yaitu bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liat dimasukan ke dalam air
mereka akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan.
Peritiwa ini disebut tiksotrofi. Karena peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan
bertambah sehingga stabilitas dari suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan
bahan tersebut ke dalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran
suspensi. Kebaikan bahan suspensi dari tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh
suhu/panas dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan
senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.
B. Bahan Pensuspensi Sintetis
1) Derivat Selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol, tylose),
karboksil metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakng dari nama
tersebut biasanya terdpat angka/nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini
menunjukan kemampuan menambah viskositas dari cairan yang dipergunakan
untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya berarti kemampuannya semakin
tinggi.
Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun, sehingga
banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan
pensuspensi juga digunakan sebagai laksansia dan bahan
penghancur/disintregator dalam pembuatan tablet.
2) Golongan Organik Polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah carbopol 934 (nama
dagang suatu pabrik) merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut dalam
air, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit, serta sedkiti pemakaiannya.
Sehingga bahan tersebut banyak digunakan sebagai bahan pensuspensi. Untuk
memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar ± 1%. Carbophol sangat peka
terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan
viskositas dari larutannya.

2.7 Uji Evaluasi Suspensi

1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis diamati dengan secara kualitatif apakah sediaan elixir tersebut sudah
sesuai dengan ketentuan sediaan elixir yang benar, yaitu bau dan rasa yang sedap,
tidak ada pertikel yang tidak larut (Utami, 2015).
2. Uji kejernihan
Dengan cara melihat langsung sediaan tersebut, apakah masih ada atau tidak partikel
yang tertinggal maupun tidak larut (Rizal, 2011)
3. Uji Densitas (bobot jenis)
Dengan menggunakan piknometer dengan tahap sebagai berikut langkah pertama
timbang pikno bersih. Kemudian letakkan kaca arloji dan isi dengan sediaan yang
akan diuji. Selanjutnya, masukkan pikno yang berisi sampel kedalam beaker glass
dengan 200 ml air es - > 20˚C. Segera ambil teteskan cairan yang berada diluar
kapiler dengan kertas saring menyedot sisi ujunga kapiler terus tutp kapiler dengan
tudung cepat-cepat. Biarkan pada suhu ruangan, baru bagian luar pikno di
laboratorium. Terakhir imbang pikno dengan isinya.
4. Viskositas
Viskometer kapiler / ostwold dengan cara waktu air dari cairan yang diuji
dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah
diketahui (biasanya air) untuk lewat dua tanda tersebut. Jika h1 dan h2 masing-
masing adalah viskositas dari cairan yang tidak diketahui dan cairan standar, r1 dan
r2 adalah kerapatan dari masing-masing cairan, t1 dan t2 adalah waktu alir dalam
detik
5. pH
Sediaan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter. Berikut tahapanya pertama
diambil sedikit sampel sediaan .Kemudian pH meter ditara dulu dengan buffer
standar pada pH 7, kemudian ditara pada buffer pH 4 karena sediaan yang diharapkan
pada rentan pH 3.6-4.6. Terakhir diukur sampel sediaan dengan pH meter dan
diketahiui hasilnya.

6. Uji Distribusi Ukuran Partikel


Uji distribusi ukuran partikel menggunakan metode dengan mikroskop dengan cara
diambil sedikit sampel sediaan kemudian diencerkan dengan aquades dan diamati
dalam mikroskop sebaran ukuran partikelnya.
7. Redispersi
Evaluasi suspensi ibuprofen ini dilakukan setelah pengukuran volume sedimentasi
konstan. Dilakukan secara manual dan hatihati, tabung reaksi diputar 180° dan
dibalikkan ke posisi semula. Formulasi yang dievaluasi ditentukan berdasarkan
jumlah putaran yang diperlukan untuk mendispersikan kembali endapan partikel
ibuprofen agar kembali tersuspensi. Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah
terdispersi sempurna dan diberi nilai 100%

2.8 Ketidakstabilan Suspensi

Flokulasi dan deflokulasi adalah peristiwa memisahnya (mengendapnya fase terdisper) antara
fase terdisper dan fase pendisper terjadi dalam rentang waktu yang berbeda. Dimana pada flokulasi
terpisahnya dua fase tersebut lebih cepat dibandingkan dengan deflokulasi. Namun, endapan dari
flokulasi dapat didispersikan kembali sedangkan endapan deflokulasi tidak karena telah terbentuk
caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang terdeflokulasi sangat kecil, hingga
membentuk ikatan antar partikel yang erat dan padat (Ratnasari, 2019).

1. Flokulasi
Partikel TERFLOKULASI adalah terikat lemah,cepat mengendap,mudah tersuspensi
kembali dan tidak membentuk cake. Sediaan obat suspensi flokulasi dapat
dikendalikan dengan : Kombinasi ukuran partikel, Penggunaan Elektrolit untuk
pengontrolan, Penambahan Polimer yang akan mempengaruhi hubungan / Struktur
partikel dalam suspensi, berdasarkan sifat. Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat
yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap
unit partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-
macam. Suspensi yang baik salah satu cirinya adalah sediaan ini akan mudah
terdispersi kembali setelah dilakukan pengocokan (Flokulasi) (Ratnasari,2019).
2. Deflokulasi
Partikel TERDEFLOKULASI mengendap perlahan dan akhirnya membentuk
sedimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali. Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap sindiri-sendiri secara
perlahan tergantung pada jaraknya dari dasar dan perbedaan ukurannya. Partikel akan
menyusun dirinya dan mengisi ruang-ruang kosong saat mengendap dan akhirnya
membentuk sedimen tertutup dan terjadi aggregasi, selanjutnya membentuk cake
yang keras dan sulit terdispersi kembali karena telah terbentuk jembatan kristal yang
merupakan lapisan film yang liat pada permukaan sedimen.Suspensi deflokulasi
tekanannya lebih besar pada dasar wadah, volume sedimentasi yang terbentuk kecil
dan supernatan tampak keruh sehingga terlihat bahwa suspensi lebih stabil.
Pengendapan jenis ini tidak disukai karena akan kesulitan dalam meredispersi sediaan
walaupun sudah dilakukan pengocokan. Sedimentasi terjadi pada partikel dalam
ukuran yang berbeda – beda tergantung pada agregat yang terbentuk. Sedimentasi
pada deflokulasi tidak dapat didispersikan kembali karena endapan deflokulasi telah
terbentuk caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang
terdeflokulasi sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat dan
padat. sediaan suspensi yang kurang baik adalah apabila endapan yang terjadi pada
suspensi tersebut tidak mudah terdispersi kembali dengan pengocokan dan
membentuk cake yang liat (Deflokulasi) (Ratnasari, 2019).

2.9 Praformulasi

1. Ibuprofen
Mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C13H18O2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian Serbuk hablur; putih hingga hampir putih;
berbau khas lemah. Kelarutan Sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan
kloroform; sukar larut dalam etil asetat; praktis tidak larut dalam air.
2. Metil Paraben
Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%
C8H8O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian hablur kecil, tidak
berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai
sedikit rasa terbakar.
3. Asam Sitrat
Berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%, C6H8O7, dihitung terhadap zat
anhidrat. Pemerian Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai
halus; putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat
mekar dalam udara kering. Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; mudah larut
dalam etanol; agak sukar larut dalam eter
4. Aquadest
Aquadest dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Pemerian cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Keasaman-
kebasaan pada 10 mL ditambahkan 2 tetes larutan merah metil P, tidak terjadi
warna merah. Pada 10 mL tambahan 5 tetes larutan biru bromitimol P, tidak
terjadi warn biru.
DAFTAR PUSTAKA

Murtini, Gloria. 2016. Farmasetika Dasar : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua :
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai