Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

Peningkatan Mobilitas Fisik dengan Manajemen Program Latihan Pada Pasien Stroke
Non Haemoragik

Indaryani1,*, Sutri Yani2, Herly Betapi 3


1,2,3
Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sapta Bakti
1
Email First Author*; IIndrayani101182@gmail.com

Abstrak

Stroke terjadi akibat adanya gangguan suplai darah keotak, ketika aliran darah keotak
terganggu, maka oksigen dan nutrisi tidak dapat dikirim. Kondisi ini akan mengakibatkan
kerusakan sel otak sehingga mengakibatkan seorang penderita akan mengalami
kelemahan/penurunan kekuatan otot (hemiparase), hingga hilangnya kekuatan otot
(hemiplegia) yang dapat menimbulkan gangguan mobilitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan mobilitas fisik dan skala kekuatan otot pada pasien stroke dengan manajemen
program latihan yaitu ROM. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rencana
studi kasus dan menggunakan pendekatan asuhaan keperawatan yaitu, pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
Penelitian ini menunjukan bahwa skala kekuatan otot yang lemah setelah dilakukan asuhan
keperawatan mengalami peningkatan pada skala kekuatan otot.

Kata kunci : kelemahan kekuatan otot, ROM, Manajemen program latihan

The title is written briefly and densely in accordance with the substance of the article
(Santence case, Bold, TNR 14, maximum 13 words

Abstract

Stroke results from a disruption of the blood supply, when the blood flow is disrupted, oxygen
and nutrients cannot be sent. This condition will cause damage to brain cells, resulting in a
patient experiencing weakness / decrease in muscle strength (hemiparase), to the loss of muscle
strength (hemiplegia) which can cause disruption of physical mobility. This study aims to
improve physical mobility and muscle strength scale in stroke patients with management of the
exercise program, ROM. This study is a qualitative research with a case study plan using
nursing care approaches, namely, assessment, nursing diagnoses, nursing interventions,
implementation of nursing, and nursing evaluation. This study shows that the scale of weak
muscle strength after nursing care has increased on the scale of muscle strength.

Keywords: muscle strength weakness, ROM, management training program.

PENDAHULUAN atau pecahnya pembuluh darah pada otak


Stroke atau Cerebro Vaskular dapat menimbulkan terhambatnya
Accident (CVA) merupakan salah-satu penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak
penyakit serius yang mengancam jiwa. (Fransisca, 2012).
Stroke merupakan kerusakan pada otak Stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke
yang terjadi ketika aliran darah atau suplai hemoragik dan non hemoragik. Stroke
darah ke otak tersumbat, adanya perdarahan hemoragik yaitu suatu stroke yang
atau pecahnya pembuluh darah. Perdarahan disebabkan oleh karena adanya perdarahan

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 1


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

suatu arteri serebralis yang menyebabkan tahun 2016-2018 terdapat sebanyak 339
kerusakan otak dan gangguan fungsi saraf . orang pasien yang meninggal dunia dan
Sedangkan stroke non hemoragik yaitu 1,560 mengalami gangguan mobilitas fisik
penurunan aliran darah kebagian otak yang (RSUD. M. Yunus Bengkulu, 2019).
disebabkan karena vasokontriksi dan Stroke dapat diakibatkan oleh
aterosklerosis yang mengakibatkan trombosis, embolisme serebral, iskhemia,
penyumbatan pada pembuluh darah arteri dan hemoragi serebral (Smeltzer, 2010
sehingga suplai darah keotak mengalami dalam Pratiwi, 2017). Stroke terjadi akibat
penurunan, stroke non hemoragik adalah adanya gangguan suplai darah keotak,
jenis stroke yang paling sering terjadi, ketika aliran darah keotak terganggu, maka
yakni sekitar 87 persen dari seluruh kasus oksigen dan nutrisi tidak dapat dikirim.
stroke (Mardjono dan Shidarta,2008). Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan
Stroke telah menjadi masalah sel otak sehingga mengakibatkan seorang
kesehatan yang mendunia, dinegara penderita akan mengalamikelemahan/
berkembangstroke merupakan penyebab penurunan kekuatan otot
kematian ketiga setelah penyakit jantung (hemiparase),hingga hilangnya kekuatan
dan kanker serta menempati urutan pertama otot (hemiplegia) yang dapat menimbulkan
dalam hal penyebab kecacatan fisik. gangguan mobilis fisik (Pudiastuti, 2011).
Menurut WHO tahun 2010menunjukkan Kekuatan otot ditunjukkan
bahwa sebanyak 15juta orang per tahun di pada skala nilai kekuatan otot, dimana skala
seluruh dunia terkena stroke,dimana kurang dengan nilai 5: Mampu menggerakan
lebih 5 juta orang meninggal dan 5 juta persendian dalam lingkup gerak penuh,
orang mengalami kecacatan yang mampu melawan gaya gravitasi, mampu
permanen. Di Indonesia diperkirakan setiap melawan dengan tahan penuh dan mampu
tahun terjadi 500.000 penduduk terkena bergerak bebas, nilai 4 : Mampu
serangan stroke dan sekitar 25% atau menggerakan pensendian gaya gravitasi,
125.000 orang meninggal dunia dan sisanya mampu melawan dengan tahan sedang.
mengalami cacat ringan bahkan bisa nilai 3 : pasien dapat menggerakan sendi,
menjadi cacat berat (Pudiastuti, 2011). otot dapat melawan gravitasi tetapi tidak
Sedangkan di Provinsi Bengkulu data kuat terhadap tahanan yang diberikan
dengan kasus stroke 5.175 orang pemeriksa, misalnya dapat menggangkat
(Riskesdas, 2018). telapak tangan dan jari, nilai 2 : pasien
Berdasarkan hasil survey peneliti hanya mampu menggerakan persendian
pada hari selasa taggal 23 April 2019 data tetapi tidak mampu melawan gravitasi, nilai
Medical Record RSUD Dr. M. Yunus 1 : kontaksi otot yang terjadi hanya berupa
Bengkulu menunjukkanbahwa jumlah perubahan dari tonus otot, dapat diketahui
pasien rawat inap untuk kasus stroke pada dengan palpasi dan tidak dapat
tahun 2016-2018sebanyak 1,884 orang dan menggerakan sendi dan nilai 0 :paralisis
data menunjukkan dalam tiga tahun terakhir total atau tidak ditemukan adanya kontraksi
tersebut mengalami peningkatan, dimana otot. Dari skala diatas maka kekuatan otot
penderita strokenon hemoragik pada tahun yang dikatakan lemah yaitu kekuatan otot
2016sebanyak 157 orang, pada tahun 2017 dengan skala < 4 (Suratun, 2008).
sebanyak 386 orang dan pada tahun Kelamahan otot pada penderita
2018sebanyak 634 orang. Sedangkan yang stroke atau yang biasa disebut hemiparase
tekena stroke hemoragik pada tahun 2016 mengakibatkan penurunan tonus otot
sebanyak 141 orang, pada tahun sehingga tidak mampu menggerakan
2017sebanyak 324 orang dan pada tahun tubuhnya (imobilisasi). Imobilisasi yang
2018 sebanyak 242 orang. Dari data pada tidak diberikan penanganan dalam waktu

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 2


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

yang lama akan menimbulkan komplikasi, otot bahkan kecacatan (Levine, 2008).
salah satunya adalah kontaktur. Kontraktur Menurut Sugiarto tahun 2004 pemberian
adalah hilangnya atau menurunnya rentan mobilisasi dini pada pasien paska stroke
gerak sendi yang dapat menyebabkan juga sangat dianjurkan karena kurangnya
terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilitas fisik pada pasien paska stroke
imobilisasi dan gangguan aktivitas dapat menghambat rentan gerak sendioleh
kehidupan sehari-hari (Junaidi, 2009). karena itu penderita stroke memerlukan
Pada pasien stroke program rehabilitas atau manajemen
penanganannya dapat dilakukan dengan program latihan dan dukungan keluarga
tindakan farmakologi dan tindakan non dirumah, apabila hal ini tidak segera
farmakologi maupun kombinasi keduanya ditangani maka akan menyebabkan
(Mawarti, 2012). Menurut Hidayat, (2008) ketergantungan total bahkan kecacatan.
peran perawat sangatlah penting dalam Pelayanan yang diberikan harus
proses penyembuhan pada pasien stroke lebih mengutamakan pada pendekatan
agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut, individu, dengan demikian pasien merasa
salah satunya yaitu sebagai pemberi asuhan lebih dekat dengan para tim kesehatan
keperawatan dengan memperhatikan terkait yang membantunya salah satunya
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dengan cara manajemen progam latihan.
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan Manajemen pogram latihan yaitu
keperawatan dengan menggunakan proses mengidentifikasi dan mengelola aktivitas
keperawatan sehingga dapat ditentukan fisik yang diprogramkan secara aman dan
diagnosis keperawatan agar bisa efektif (PPNI, 2018). Salah satunya Latihan
direncanakan dan dilaksanakan tindakan Range of Motion (ROM) merupakan salah
sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar satu bentuk latihan dalam proses
manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat rehabilitasi. Manfaat ROM sendiri yaitu
perkembangannya. Perawat bisa membantu memperbaiki tonus otot, mencegah
aktivitas sehari-hari dan memberikan terjadinya kekakuan sendi, memperlancar
pendidikan kesehatan (edukator) pada sirkulasi darah, dan meningkatkan
pasien dan anggota keluarga dalam mobilisasi sendi. Sehinga latihan ROM
meningkatkan pengetahuan kesehatan, dinilai efektif pada pasien stroke dengan
gejala penyakit bahkan tindakan yang masalah gangguan mobilitas fisik
diberikan, sehingga terjadi perubahan (Lukman, 2011).
prillaku dari klien agar stroke tidak Namun pada stroke hemoragik
berulang setelah dilakukan pendidikan yang mengalami peningkatan TIK tidak
kesehatan. dianjurkan latihan ROM dikarenakan bisa
Peran perawat dalam hal ini menyebabkan bertambahnya peningkatan
berperan sebagi koordinator, dengan tekanan intrakarnial sehingga pasien akan
mengarahkan pasien agar pasien rajin mengalami herniasi otak yang
melakukan terapi pemulihan stroke, menyebabkan pasien mengalami kematian
perawat juga melakukan mobilisasi sedini mendadak, dan sangat dianjurkan pada
mungkin dalam rangka mencegah pasien stroke non hemoragik karena terjadi
kekakuan sendi dan mengembalikan gangguan peredaran darah otak tanpa
kemampuan klien secara fisik. Pasien terjadi suatu pendarahan diotak yang
stroke perlu penanganan yang baik untuk ditandai dengan kelemahan pada satu atau
mencegah kecacatan fisik dan mental. keempat anggota gerak (hemiparase),
namun apabila pasien stroke tidak keterbatasan mobilisasi dan paralisis
mendapatkan penanganan yang maksimal ekstremitas (Wanhari, 2008).
dan teratur maka akan terjadi kelemahan

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 3


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

Latihan rom ini adalah salah satu dengan mandiri, pasien tirah baring total
bentuk intervensi fundamental perawat atau pasien dengan paralisis ekstremitas
yang dapat dilakukanuntuk keberhasilan total (Suratun, dkk, 2008).
regimen terapeutik bagi pasien dan dalam Latihan rentan gerak merupakan
upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat salah satu peran perawat diantaranya adalah
permanen padapasien paska perawatan di dengan pendekatan pemeliharaan,
rumah sakitsehingga dapat menurunkan peningkatan kesehatan (kuratif),
tingkatketergantungan pasien pada pencegahan penyakit (preventif). Inilah
keluarga (Lewis,2007). salah satu terapi yang dilakukan pada
ROM adalah latihan gerak sendi pasien stroke adalah dengan melakukan
yang memungkinkan terjadinya kontraksi latihan rom gerakan sebanyak 8 kali
dan pergerakan otot dimana klien pengulangan dengan waktu 10 menit
menggerakan masing-masing sebanyak 2 kali sehari (pagi dan sore)
persendiannya sesuai gerakan normal baik selama 5 hari (Potter dan Perry, 2009).
secara aktif maupun pasif, Pasien yang Menurut hasil penelitian
mengalami keterbatasan mobilisasi seperti Puspawati, 2010 tentang perbedaan
pasien stroke dan keterbatasan anggota efektivitas Range Of Motion 2 kali sehari
gerak sangat efektif untuk mendapatkan dan Range Of Motion 1 kali sehari terhadap
latihan Rom untuk mencegah keterbatasan peningkatan dan kecepatan waktu
lebih lanjut seperti kontraktur. Hal ini pencapaian kekuatan otot stroke iskemik di
disebabkan karena dengan adanya latihan RSD Kalisat Jember, hasil menunjukan
gerak sendi yang berupa gerakan yang bahwa intervensi ROM dua kali sehari lebih
melibatkan aktivitas sekelompok otot maka efektif dibandingkan satu kali sehari.
akan timbul tonus otot yaitu suatu keadaan Dengan tingkat signifikasi peningkatan
normal dari tegangan otot yang berupa kekuatan otot p= 0,157 pada intervensi
gerakan kontraksi dan relaksasi yang mana ROM satu kali sehari dan pada intervensi 2
memungkinkan tubuh mencapai gerakan kali sehari menunjukan signifikasi
fungsional dan mencegah kelemahan otot peningkatan kekuatan otot p=0,023.
(Potter dan Perry, 2009). Kosassy, 2011 mengemukakan faktor
Latihan ROM sendiri terbagi mempengaruhi keberhasilan ROM yaitu
menjadi dua pertama yaitu ROM aktif, tingkat kepatuahan pasien dalam
ROM aktif adalah gerakan yang dilakukan melakukan rehabilitas, latihan ROM
oleh seseorang dengan menggunakan sebaiknya dilakukan beberapa kali dalam
energi sendiri. Perawat memberi motivasi, sehari untuk mencegah komplikasi. Apabila
dan membimbing klien dalam latihan ROM dilakukan secara rutin maka
melaksanakan pergerakan sendi secara akan meningkatkan kekuatan otot dari
mandiri sesuai dengan rentan gerak sendi penambahan jumlah sarkomer dan serabut
normal, latihan ini dapat dilakukan pada otot. Sehingga terbentuknya serabut-
klien yang memiliki kekuatan otot 75%atau serabut otot yang baru dan kekuatan otot
memiliki kekuatan otot minimal 4 dan yang dapat meningkat, dan menurut Suratun,
kedua ROM pasif yaitu energi yang 2008 faktor mempengaruhi keberhasilan
dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang ROM yang lainnya yaitu usia, pada klien
lain (perawat). Perawat melakukan gerakan yang lansia maka pemulihan neurologi akan
persendian pada pasien sesuai dengan lebih lama dibandingkan klien yang usianya
rentang gerak yang normal, latihan ini dapat lebih muda hal ini dikarenakan semakin tua
dilakukan pada pasien dengan keterbatasan umur seseorang maka fungsi fisiologisnya
mobilisasi, tidak mampu melakukan juga menurun.
beberapa atau semua latihan rentan gerak

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 4


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

Berdasarkan penelitian Suriya (2017) dan sesudah dilakukannya intervensi


yang bertujuan untuk mengetahui dengan tindakan rom pasif pada pasien
hubungan motivasi dengan pelaksanaan stroke. Data tersebut kemudian
perawatan pasien pasca stroke di Poliklinik dibandingkan untuk dilakukan analisa
Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang, jenis secara kualitatif.
penelitian deskriptif analitik, pendekatan
Cross Sectional dan menggunakan teknik HASIL DAN PEMBAHASAN
pengambilan sampel Accidental Sampling Implementasi adalah realisasi
dengan jumlah sampel 55 orang, hasil rencana tindkan untuk mencapai tujuan
penelitian menunjukkan pelaksanaan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
perawatan pasien pasca stroke dengan pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
kategori baik, 69,2% responden dengan yang berkelanjutan, mengobservasi respon
motivasi tinggi dan terdapat hubungan yang pasien selama dan sesudah pelaksanaan
bermakna antara motivasi dengan tindakan, serta menilai data yang baru
pelaksanaan perawatan pasien pasca stroke (Nikmatur, 2012).
dengan nilai p=0,002. Implementasi gangguan perfusi
Dukungan keluarga juga merupakan serebral tidak efektif : implementasi
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pertama yangdilakukan pada Tn.G adalah
ROM. Jika program rahabilitasi dijalani Mengukur tekanan darah dan nadi pasien.
secara paksa oleh keluarga dengan sikap pada hari pertama TD : 170/90 mmHg, N :
dan ekspresi negatif dari keluarga dan 122 x/menit. Hari ke 2 TD : 160/90 mmHg,
keluarga tidak mau merawat klien di rumah. N : 125 x/menit. Hari ke tiga TD : 160/80
Akibatnya beberapa penderita stroke tidak mmHg, N : 115 x/menit. hari keempat
mau menjalankan program rehabilitas, tanggal 27 juni 2019 TD : 160/80 mmHg, N
mereka juga menjadi patah semangat dan : 115 x/. Pada hari kelima TD : 140/80
jatuh dalam depresi. Status sehat dan sakit mmHg, N : 88 x/menit.Implementasi kedua
para anggota keluarga saling adalah menghitung tingkat kesadaran atau
mempengaruhi satu sama lain, keluarga GCS (Glasgow Come Scale) pada pasien
memainkan suatu peran yang bersifat Pada hari pertama sampai hari kelima
mendukung selama masa penyembuhan tingkat kesadaran pasien compos mentis
dan pemulihan pasien stroke, apabila (E4M6V5). Implementasi ketiga adalah
keluarga tidak menjalankan peran secara Mengecek respon pupil : pada hari pertama
optimal, maka keberhasilan penyembuhan sampai hari kelima respon pupil baik saat
dan pemulihan akan sangat berkurang disinari penlight pupil kanan dan kiri
(Wurtiningsih,2006), refleknya sama-sama kecil.
Implementasi ke empat
BAHAN DAN METODE Menanyakan apakah tangan dan kaki sulit
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif digerakan atau bagian tubuh yang sulit
dalam bentuk studi kasus. Penelitia ini digerakan : pada hari pertama tanggal 24
digunakan untuk menggambarkan asuhan juni 2019 pasien mengatakan sulit
keperawatan memenuhan ROM pasif pada menggerakan tangan dan kakinya sebelah
kasus stroke di Rumah Sakit Umum M kiri. Pada hari ke dua tanggal 25 juni 2019
Yunus Bengkulu Tahun 2019. Pendekatan pasien mengatakan kaki kiri dan kanan
yang digunakan adalah pendekatan asuhan kirinya masih sulit digerakan seperti
keperawatan yang meliputi pengkajian, kemarin. Pada hari ke tiga, pasien
diagnosa keperawatan, intervensi mengatakan tangan dan kakinya masih sulit
keperawatan, implementasi keperawatan untuk digerakan tetapi kaki kirinya lebih
dan evaluasi. Data kekuatan otot sebelum ringan digerakan dari kemarin, pada hari

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 5


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

keempat tanggal 27 juni 2019, pasien sebelah kirinya tetapi tangannya sudah
mengatakan tangan kirinya masih terasa sedikit bisa mengangkat untuk kakinya
berat dan untuk kakinya sebelah kiri sudah sebelah kiri sudah ada kemajuan dari
agak lebih baik dari kemaren. Pada hari kemaren. Pada hari kelima Pasien
kelima tanggal 28 juni 2019 Pasien mengatakan masih sulit menggerakan
mengatakan masih sulit menggerakan tangannya sebelah kiri untuk kakinya
tangannya sebelah kiri untuk kakinya sebelah kiri pasien mengatakan lebih ringan
sebelah kiri pasien mengatakan lebih ringan untuk diangkat.
untuk diangkat. Implementasi kedua melihat
Implementasi ke lima mengatur aktivitas sehari-hari pasien apakah mandiri
posisi pasien semifowler : Pada hari atau dibantu. Pada hari pertama tampak
pertama sampai hari kelima pasien pasien makan,minum,ganti pakaian,
diberikan posisi senifowler bertujuan mengelap badan dibantu keluarga dan
meningkatkan kenyamanan, mengurangi perawat. Pada hari kedua tampak seluruh
komplikasi akibat immobilisasi. aktivitas pasien dibantu keluarga. Pada hari
Implementasi ke enam Memberikan obat ketiga Tampak seluruh aktivitas pasien
oral antihipertensi yaitu amlodipin pada dibantu keluarga tetapi untuk makan,
hari pertama sampai hari kelima pasien minum, gosok gigi pasien bisa sendiri. Pada
rutin meminum obat antihipertensi yaitu hari ke 4 Tampak seluruh aktivitas pasien
amlodidpin . dibantu keluarga tetapi untuk makan,
Setelah dilakukan ke enam minum dan gosok gigik pasien
implementasi tersebut selama lima hari melakukannya sendiri. Pada hari ke 5
didapatkan hasil tekanan darah dan nadi Tampak seluruh aktivitas pasien dibantu
pasien mengalami penurunan tiap harinya. keluarga tetapi untuk makan, minum dan
Hal ini sama dengan teori Elon, Y. (2017) gosok gigik pasien melakukannya sendiri.
bahwa posisi semifowler dapat mengurangi Implementasi ketiga mengajak
tekanan darah karena dapat mengurangi pasien untuk melakukan ambulasi dini yaitu
aliran darah balik kejantung yang miring kanan dan kiri. Pada hari pertama
dipengaruhi oleh gaya gravitasi karena sampai hari kelima pasien bersemangat
semakin banyak darah yang masuk untuk memulai dan melanjutkan melakukan
kejantung semakin jantung berkontraksi ambulasi dini miring kanan dan kiri
yang menyebabkan tekanan darah dibantu perawat dan keluarga.
meningkat. Implementasi ke empat Menjelaskan
Implementasi gangguan mobilitas manfaat dari ambulasi dini atau gerakan
fisik implemtasi utama dilakukan 2 kali miring kiri dan kanan kepada pasien dan
sehari : implementasi pertama menanyakan keluarga. Implementasi ini dilakukan hanya
pada pasien apakah mengalami nyeri atau pada hari pertama karena tampak pasien
keluhan pada fisik pasien. Pada hari sudah paham manfaat dilakukan ambulasi
pertama pasien mengeluh sulit pada pasien
menggerakan tangan dan kakinya sebelah Implementasi kelima mengajak
kiri. Pada hari kedua pasien masih keluarga dalam membantu melakukan
mengeluh sulit menggerakan tangan dan gerakan miring kiri dan kanan pada pasien.
kakinya sebelah kiri. Pada hari ketiga Pada hari pertama sampai hari kelima
pasien masih mengeluh sulit menggerakan keluarga selalu membantu pasien dalam
tangan sebelah kirinya tetapi kakinya melakukan ambulasi miring kiri dan kanan.
sebelah kiri ada kemajuan dari hari Implementasi ke enam adalah Melakukan
kemaren. Pada hari ke empat pasien masih miring kiri dan kanan pada pasien
mengeluh sulit menggerakan tangan sekaligus mengajarkan kepada keluarga

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 6


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

ambulasi sederhana seperti miring kiri dan ekstremitas kiriatas pasien sudah bisa
kanan. Pada hari pertama sampai hari mengangkat sedikit tangan kirinya tetapi
kelima keluarga tampak paham bagaimana sangat lemah sedangkan pada ekstremitas
melakukan ambulasi dini miring kiri dan kiri bawah pasien tetap dengan skala
kanan. kekuatan otot 4 Pada hari kelima skala
Implementasi ketujuh melihat kekuatan otot pada ekstremitas kiri atas
kondisi umum pasien selama melakukan skala kekuatan otot pasien dengan nilai 3
gerakan miring kiri dan kanan. Pada hari dan ekstremitas kiri bawah nilainya 4.
pertama tampak pasien lemah dilakukan
ambulasi dini miring kanan dan kiri. Pada PERKEMBANGAN SKALA
hari kedua sampai hari kelima pasien KEKUATAN OTOT
tampak bersemangat melakukan ambulasi 6
4
2

SKALA
0
dini miring kiri dan kanan dibantu perawat EKSTREMITA

24 JUNI
25 JUNI
26 JUNI
27 JUNI
28 JUNI
dan keluarga S KIRI ATAS
Implementasi pendukung
manajemen program latihan dilakukan 2 1 2 3 4 5
kali sehari : implementasi yang pertama
yaitu menanyakan pada pasien apakah Grafik 4.1 perkembangan skala
selama dirumah sakit pasien pernah kekuatan otot
melakukan latihan aktivitas fisik. pada hari Implementasi ke tiga Menjelaskan
pertama pasien mengatakan sejak dirumah apa itu aktifitas ROM dan manfaat aktivitas
sakit belum pernah melakukan aktivitas fisik ROM untuk pasien, implementasi ini
latihan fisik, implementasi ini dilakukan hanya dilakukan pada hari pertama untuk
hanya pada hari pertama untuk mengetahui memberikan pemahaman tentang manfaat
apakah pasien sudah pernah melakukan tentang ROM dan di dapatkan respon hasil
aktivitas fisik atau belum. pasien dan keluarga tampak paham manfaat
Implementasi kedua mengukur rom untuk pasien.
kekuatan otot pasien pada hari pertama: Implememtasi ke empat
kekuatan otot ekstremitas kiri atas pasien memotivasi pasien untuk bersedia memulai
memiliki skala kekuatan otot 2 dan / melanjutkan melakukan maktifitas fisik
ekstremitas kiri bawah memiliki skala ROM demi kesembuhannya pada hari
kekuatan otot 3 sedangkan untuk pertama sampai hari kelima pasien
ekstremitas kanan tas dan bawah skala semangat memulai / melanjutkan latihan
kekuatan otot normal yaitu 5. Pada hari rom pasif. Implementasi kelima
kedua: kekuatan otot hasilnya tetap sama Menanyakan pada pasien apakah bersedia
yaitu ekstremitas atas skala kekuatan melakukan tindakan aktifitas fisik ROM
ototnya 2 dan skala kekuatan otot pasif 2 kali sehari pada saat pagi dan sore
ekstremitas kiri bawah 3. Pada hari ke 3: hari. Implementasi ini hanya dilakukan hari
pasien mengalami peningkatan skala pertama untuk mengetahi bersedia atau
kekuatan otot pada ekstremitas kiri bawah tidaknya pasien melakukan aktivitas latihan
dari nilai 3 menjadi 4 karena pada hari fisik Rom pasif dengan rutin dan pasien
ketiga pasien mengalami kemajuan sudah mengatakan mau melkakukan latihan 2 kali
bisa mengangkat kaki dengan melawan sehari agar cepat sembuh dam bisa berkerja
tahanaan tangan perawat. Sedangkan untuk seperti biasanya.
ekstremitas kiri atas pasien masih belum Implementasi keenam menurunkan
mampu mengangkat. plang kasur dan menjauhkan benda-benda
Pada hari ke empat skala kekuatan yang dapat mencederai selama latihan
otot pasien mengalami kemajuan pada aktivitas fisik. pada hari pertama dilakukan

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 7


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

latihan aktivitas ROM pasif sampai hari perawat dan untuk tangan pasien sebelah
kelima. Perawat dan keluarga selalu kiri sudah bisa mengangkatnya
menurunkan plang kasur sebelum sedikit.Implementasi kedelapan kolaborasi
dilakukan rom pasif dan menjauhkan dengan ahli fisioterapi. Pada hari pertama
barang-barang yang dapat mencederai sampai hari ke lima ahli fisioterapi
pasien selama latihan ROM pasif . menyinari ekstremitas atas dan bawah
implementasi ke delapan Mengajarkan dengan sinar infrared berguna untuk
pada pasien cara nafas dalam dan menyuruh memperlancar sirkulasi darah pasien
pasien melakukan saat dilakukan ROM keseluruh tubuh.
pasif. Pada hari pertama pasien paham cara Setelah dilakukan implementasi
melakukan nafas dalam dan pada hari selama lima hari saat pagi dan sore skala
kedua ampai hari kelima pasien rileks dn kekuatan otot pasien meningkat,
tmpak nyaman melakukan tehnik nafas ekstremitas kiri atas awalnya 2 sekarang
dalam selama dilakukan rom pasif. skala kekuatan ototnya 3 dan ekstremitas
Implementasi ketujuh Melakukan kiri bawah awalnya 3 sekarang skala
latihan ROM pasif pada pasien dan kekuatan ototnya 4. Hasil penelitian ini
megajarkan pada keluarga gerakan-gerakan sejalan dengan teori lukman (2011), bahwa
latihan Rom pasif. Pada hari pertama pasien latihan Range Of Motion merupakan salah
tampak santai saat dilakukan Rom. satu bentuk latihan dalam proses
Keluarga tampak paham gerakan latihan rehabilitasi, manfaat ROM itu sendiri yaitu
dan juga membantu melakukan rom pasif memperbaiki tonus otot, mencegah
pada pasien. Pada hari kedua Pasien tampak terjadinya kekakuan sendi, memperlancar
bersemangat saat dilakukan Rom. sirkulasi drah, dan meningkatkan
Keluarga tampak paham gerakan latihan mobilisasi sendi sehingga latihan dinilai
ROM dan juga membantu melakukan rom efektif pada pasien stroke dengan masalah
pasif pada pasien. Pada hari ketiga Pasien gangguan mobilitas fisik. dan hasil
tampak bersemangat saat dilakukan Rom penelitian ini juga sejalan dengan teori
pada kaki pasien mengalami kemajuan dari Kosassy (2011). Bahwa faktor
hanya bisa mengangkat kakinya, sekarang memepengaruhi keberhasilan rom yaitu
sudah mampu mengangkat dengan beban. tingkat kepatuhan pasien dalam melakukan
Keluarga tampak paham gerakan latihan rehabilitas, apabila rom dilakukan secara
ROM dan juga membantu melakukan rom rutin maka akan meningkatkan kekuatan
pasif pada pasien. otot dari perubahan jumlah sarkomer dan
Pada hari ke empat pasien tampak serabut otot, sehingga terbentuknya
bersemangat saat dilakukan Rom pada kaki serabut-serabut otot yang baru dan
pasien mengalami kemajuan dari hanya kekuatan otot dapat meningkat.
bisa mengangkat kakinya, sekarang sudah Efektivitas range of motion
mampu mengangkat dengan beban tahanan (ROM) terhadap kekuatan otot
tangan perawat dan untuk tangan pasien ekstremitas pada pasien stroke non
sebelah kiri sudah bisa mengangkatnya hemoragik juga terlihat pada penelitian
sedikit. Keluarga tampak paham gerakan Ariyanti, (2013) yang bertujuan untuk
latihan ROM pasif dan juga membantu mengetahui efektivitas active asistive
melakukan rom pasif pada pasien. Pada hari range of motion terhadap kekuatan otot
kelima Pasien tampak bersemangat saat ekstremitas pada pasien stroke di RSUD
dilakukan Rom pada kaki pasien Tugurejo Semarang, desain penelitian ini
mengalami kemajuan dari hanya bisa menggunakan quasi experiment design
mengangkat kakinya, sekarang sudah dengan rancangan pre dan post test
mampu mengangkat dengan tahanan tangan design yang dilakukan selama 5 hari

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 8


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

dengan perlakuan 2 kali sehari pada 28 minum dan gosok gigi sendiri.
responden dengan hasil uji statistik Implementasi ke enam melibatkan keluarga
Paired Sample T-Test diperoleh nilai ρ dalam membantu perawatan diri pasien.
rata-rata pada hari ke-2 sore sebesar 2.17 Setelah dilakukan enam
(< 0.05), selanjutnya pada hari ke-3 pagi implementasi tersebut selama lima hari
sebesar 2. 39 (< 0.05), hari ke-3 sore pasien awalnya seluruh aktivitas sehari-hari
sebesar 2.78 (< 0.05), hari ke-4 pagi dibantu keluarga sekarang sudah
sebesar 3.17 (< 0.05), dan hari ke-5 sore melakukan aktivitas makan, minum dan
sebesar 3.64 (< 0.05). gosok gigi sendiri, sedangkan untuk
Sedangkan implementasi diagnosa aktivitas lainnya pasien masih tetap dibantu
defisit perawatan diri : implementasi dikarenakan kesulitan bergerak. Sesuai
pertama yaitu menanyakan pada pasien dengan teori menurut Wijaya dan Putri
apakah aktivitas seperti makan, minum (2013) pada pola aktivitas sehari-hari
mengelap badan,mengganti pakaian dan pasien stroke akan mengalami
lain-lain dilakukan sendiri atau bantuan. perubahan/gangguan akibat kelemahan
Pada hari pertama seluruh aktivitas pasien pada anggota gerak sehingga kebutuhan
seluruhnya dri makan, minum dan lain-lain pasien perlu dibantu oleh perawat/keluarga
dibantu keluarga tetapi dihari kedua sampai karena pasien belum mampu melakukan
hari kelima pasien sudah makan, minum aktivitas secara mandiri.
dan gosok gigi sendiri. Implementsi ke dua
menyediakan lingkungan yang nyaman, SIMPULAN
seperti mengganti laken, sarung bantal, Respon hasil dari pelaksanaan
kain, pakaian pada pasien. implementasi diagnosa gangguan perfusi
Pada hari pertama sampai hari serebral tidak efektif menunjukan tekanan
kelima perawat selalu mengganti laken, darah dan nadi pasien mengalami
sarung bantal, kain dan pakaian pada pasien penurunan setiap harinya. Diagnosa
untuk menciptakan lingkungan yang gangguan mobilitas fisik menunjukan
nyaman. Implementasi ketiga menyuruh mengalami perkembangan skala kekuatan
keluarga menyiapkan keperluan pribadi otot yang dimana saat pengkajian kekuatan
seprti parfum, sikat gigi, supaya pasien otot ekstremitas kiri atas memiliki nilai 2
terhindar dari bau badan. Pada hari pertama dan ekstremitas kiri bawah memiliki nilai 3
sampai hari kelima keluarga selalu setelah dilakukan latihan aktivitas rom pasif
menyiapkan minyak zaitun sikat gigi dan selama 5 hari sekarang kekuatan otot
pasta gigi untuk menghilangkan bau badan ekstremitas kiri atas 3 dan ekstremitas kiri
pasien. Implementasi ke empat membantu bawah 4. Diagnosa ke tiga defisit perawatan
pasien dalam melakukan perawatan diri diri, setelah pelaksanaan implementasi
seperti mengellap badan,menggosokan selama lima hari pasien sudah melakukan
minyak zaitun dan berganti pakaian aktivitas makan, minum dan gosok gigi
mengganti kain. sendiri.
Pada hari pertama sampai keempat
pasien selalu tampak rapi dan DAFTAR PUSTAKA
wangi.implementasi ke lima Menyuruh Arif, Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan
pasien untuk melakukan perawatan diri Klien Gangguan Sistem
sesuai kemampuan, seperti aktivitas makan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
dan minum. Pada hari pertama seluruh Ariyanti, D. (2013). Efektivitas Active
aktivitas pasien masih dibantu keluarga, Asistive Range of Motion Terhadap
dan pada hari ke dua sampai hari kelima Kekuatan Otot Ekstremitas Pada
pasien sudah melkukan aktivitas makan,

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 9


Jurnal Riset Media Keperawatan ISSN : 2527 – 368X

Pasien Stroke Non Potter dan Perry, A, 2009. Buku Ajar


Hemoragik. Karya Ilmiah. Fundamental Keperawatan. Jakarta :
Batticaca, Fransisca B.(2012). Asuhan Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keperawatan Pada Klien Dengan Pratiwi, S. H., Sari, E. A., & Hernawaty, T.
Gangguan Sistem persyarafan. (2017). Level of anxiety and
Jakarta: salemba medika. depression in post-stroke patients at
DR. Hasan Sadikin Hospital
Elon, Y. (2017). Tekanan Darah
Bandung. Jurnal Pendidikan
Berdasarkan Posisi Flat On Bed,
Keperawatan Indonesia, 3(2), 139-
Semifowler Dan Fowler Pada Variasi
144.
Kelompok Usia. Jurnal Skolastik
Pudiastuti, 2011. Penyakit Pemicu Stroke.
Keperawatan, 3(2), 124-131.
Yogyakarta : nuha medika.
Junaidi,2009. Pencegahan dan Pengobatan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018).
Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu
Badan Penelitian dan pengembangan
Populer.
Kesehatan Kementrian RI Tahun
SM, Kossassy. (2011). Hubungan Peran
2018.
Keluarga Dalam Merawat dan
Suriya, M. (2017). Hubungan motivasi
Memotivasi Penderita Pasca Stroke
dengan pelaksanaan perawatan
dengan Kepatuhan Penderita
pasien pasca strokersup dr. M. Djamil
Mengikuti Rehabilitasi di Unit
padang 2016. Menara Ilmu, 11(76).
Rehabilitasi Medik RSUP. Dr. M.
Shidarta P, Mardjono M, 2008. Neulogi
Djamil Padang.
Klinis Dasar. Jakarta : Salemba
Levine, G. Peter, 2008. Stronger After
Medika.
Stroke : panduan lengkap dan efektif
Suratun, dkk, 2008. Klien Gangguan Sistem
terapi pemulihan stroke ( penerjemah
Muskuloskeletal. Seri Asuhan
oleh Farihah, R.I). Jakarta : Salemba
keperawatan. Jakarta : EGC
Medika
Suriya, M. (2017). Hubungan Motivasi
Lukman dan Nurma Ningsih, 2011. Asuhan
Dengan Pelaksanaan Perawatan
Keperawatan Pada Klien Dengan
Pasien Pasca Strokersup dr. M.
Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Djamil Padang 2016. Menara
Jakarta : Salemba Medika.
Ilmu, 11(76).
Lewis, 2007. Medical Surgical Nursing :
Wurtiningsih, 2006. Hubungan Peran
Assesment and Management of
Keluarga dalam Memotivasi Pasien
Clinical Problems. Philadelphia
Sroke. Bukit tinggi
Mawarti, H. (2012). Pengaruh Latihan Rom
Wanhari, 2008. Asuhan Keperawatan
(Range Of Motion) Pasif Terhadap
Stroke.http:///askepsolo.blogspot.co
Peningkatan Kekuatan Otot Pada
m/stroke.html.
Pasien Stroke Dengan
Wijaya, A.S., & Putri, Y.M. (2013).
Hemiparase. Eduhealth, 2(2).
Keperawatan Medikal Bedah :
Nikmatur, R., & Saiful, W. (2012). Proses
Keperawatan Dewasa. Yogyakarta:
Keperawatan Teori Dan Aplikasi. Ar-
Nuha Medika.
ruzz media, Yogyakarta.
World Health Organization (WHO), 2010.
PPNI,2018. Standar Intervensi
Health topics : Insidensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta
stroke.http://www.who.mediacetre/fa
Selatan : DPP PPNI
ctsheets/en/index.html

VOL.3, NO.1, JUNI 2020: 1-10 10

Anda mungkin juga menyukai