Oleh,
Muhammad Rizki Alfandi 180110093
Ketentuan – ketentuan dalam perencanaan teknik jalan yang berlaku di Indonesia harus
mengacu pada ketentuan – ketentuan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga –
Departemen Pekerjaan Umum. Kecuali hal – hal khusus yang belum ada ketentuan dari
Direktorat Jenderal Bina Marga, maka dapat dipakai AASHTO dan lainnya.
Dalam resume ini diuraikan proses perencanaan geometrik jalan, mulai dari desain awal
yang hingga parameter yang dipakai. Resume ini disusun berdasarkan materi kuliah yang telah
diberikan dengan sedikit penambahan. Resume ini dibagi menjadi 9 bab yang tiap bab terdiri dari
beberapa sub bab. Semoga resume ini bermanfaat untuk siapa saja yang dengan sengaja maupun
tak sengaja membacanya.
2. STANDAR PERENCANAAN
Dalam merencanakan sebuah project tentunya ada standar perencanaan yang
digunakan, untuk standar perencanaan jalan raya di Indonesia ada beberapa standar yang
digunakan diantaranya:
1 Peraturan Geometrik Jalan Raya yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga. Bina marga sendiri memiliki beberapa standar perencanaan geometrik jalan
raya, terdiri dari :
a. Peraturan perencanaan geometrik jalan raya No.13/1970
b. Standar perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan, 1992
c. Standar geometrik jalan perkotaan, RSNI T – 4 – 2004, BSN, 2004
d. Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota, 1990
e. Tata cara perencanaan geometric jalan antar kota No.038/BM/1997, 1997
2 Peraturan standar geometrik jalan raya selanjutnya yang terdapat di indonesia adalah
A policy on Geometrik Design of Highways and Streets, AASHTO, 2001 dan Design
Manual for Road and Bridges Volume 6: Road Geometry, The Highways Agency,
2002
3 Standar perencanaan jalan tol
2. KLASIFIKASI JALAN
Klasifikasi jalan dapat dibedakan berdasarkan fungsi dan volume serta sifat lalu
lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan tersebut. Dengan demikian klasifikasi
jalan dapat dibedakan berdasarkan :
1 Fungsi jalan
1) Berdasarkan PPGJR 1970
a. Jalan utama = Kelas jalan I direncanakan untuk lalu lintas cepat dan
berat. Lalin pusat produksi ~ pusat eksport.
b. Jalan sekunder = Kelas jalan IIA, IIB, IIC direncanakan untuk lalu
lintas cepat dan tinggi. Lalin kota penting ~ kota yang lebih kecil.
c. Jalan lokal = Kelas jalan III untuk keperluan aktivitas daerah
direncanakan untuk lalu lintas sedang. Lalin golongan yang sama.
2) Berdasarkan UU No.13/1980
a. Jalan arteri = melayani perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata
tinggi dengan jumlah jalan masuk dibatasi.
b. Jalan kolektor = melayani perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal = melayani perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
3) Berdasarkan SPGJP 1992
a. Jalan arteri primer = pusat kegiatan nasional ~ pusat kegiatan wilyah
b. Jalan kolektor primer = pusat kegiatan wilayah ~ pusat kegiatan local
c. Jalan arteri sekunder = kawasan primer ~ kawasan sekunder I atau
kawasan sekunder I ~ kawasan sekunder I atau kawasan sekunder I ~
kawasan sekunder II.
d. Jalan kolektor sekunder = kawasan sekunder II ~ kawasan sekunder III
atau kawasan sekunder II ~kawasan sekunder III
e. Jalan lokal sekunder = kawasan sekunder I, II, III ~ perumahan
2 Kelas jalan
a. Kelas jalan Ps.11 PP No.43/1993
3. PARAMETER PERENCANAAN
1 Kendaraan rencana
Kendaraan rencana dalam geometrik digunakan untuk merencanakan bagian –
bagian jalan, dengan pengelompokan sebagai berikut :
a) Standar desain geometrik jalan antar kota
a. Kendaraan kecil, diwakili mobil penumpang
b. Kendaraan sedang, diwakili truk 3 as tandem atau bus besar 2 as
c. Kendaraan besar, diwakili truk semi trailer.
Gambar 6. Klasifikasi kendaraan
(Sumber : Adrian , 2014)
a) Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan
dalam satuan waktu.
b) LHR (lalu lintas harian rata – rata ) adalah volume lalu lintas dalam satu hari.
LHRT = Jumlah LL dalam 1 tahun / 365
LHR = Jumlah LL selama pengamatan / lamanya pengamatan
c) VJR (volume jam rencana) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk
tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP / jam. VJR dipakai karena
LHRT dan LHR tidak dapat memberikan informasi fluktuasi LL < 24 jam.
Volume 1 jam yang digunakan sebagai VJR harus memenuhi persyaratan yaitu
tidak boleh terlalu sering terdapat dalam distribusi arus LL setiap jam dalam 1
tahun, apabila terdapat yang melebihinya selisih tidak terlalu besar, tidak
mempunyai nilai yang sangat besar.
4 Tingkat pelayanan
Tingkat pelayanan adalah cara untuk mengukur kinerja suatu jalan. Tingkat
pelayanan jalan dinyatakan dengan nilai V/C (volume/capacity). Sehingga terdapat
beberapa tingkatan dari A (paling baik) s/d F (buruk) yang lainnya semakin besar
menurut rentang 0 – 1.
5 Jarak pandangan
Jarak pandangan adalah panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat
dengan jelas diukur dari tempat kedudukan pengemudi. Dapat dibagi menjadi :
a) Jarak pandang henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan pengemudi
menghentikan kendaraannya. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh,
diukur dengan asumsi tinggi mata pengemudi 105 cm dan tinggi halangan 15 cm
diukur dari permukaan jalan. Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu :
a. Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem.
b. Jarak pengereman (Jh) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jh antar kota
Jarak pandang henti perkotaan disebut Ss
Hubungan antara kecepatan (V), jari – jari tikungan (R) kemiringan melintang /
superelevasi (e) dan gaya gesek samping antara ban dan permukaan jalan (f), didapat
dari hokum mekanika F = m.a (Hukum newton II). Gaya sentrifugal yang terjadi saat
kendaraan bergerak di tikungan, dengan persamaan, dimana G = berat kendaraan dan g
= percepatan gravitasi.
Gaya gesekan melintang (FS) adalah besarnya gesekan yang timbul antara ban
kendaraan dan permukaan jalan dalam arah melintang jalan yang berfungsi untuk
mengimbangi gaya sentrifugal. Nilai koefisien gesekan melintang yang digunakan untuk
perencanaan haruslah suatu nilai yang telah mempertimbangkan factor keamanan dan
kenyamanan pengemudi, sehingga bukanlah merupakan nilai maksimum yang terjadi.
Untuk kemiringan maksimum (e maks) dan nilai f maksimal (f maks), maka pada
kecepatan tertentu, jari – jari menjadi minimum (R min), yaitu :
Gambar 13. Tabel Rmin
(Sumber: Bina Marga, 1997)
Dengan jari tikungan minimum
3 SUPERELEVASI
1) Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada lengkung horizontal yang
bertujuan untukk memperoleh komponen berat kendaraan. Semakin besar
superelevasi semakin besar pula komponen berat kendaraan yang diperoleh.
Superelevasi maksimum dipengaruhi oleh :
a) Kondisi iklim/cuaca
b) Kondisi medan
c) Kondisi daerah
d) Kondisi lalu lintas
Dengan nilai superelevasi maksimum (emaks) :
a) Jalan licin, sering hujan, kabut emaks 8%
b) Jalan di perkotaan, sering macet emaks 4 – 6 %
c) AASHTO emaks 0,04;0,06;0,08;0,10;0,12
d) Bina marga ~ jalan luar kota emaks 10%; jalan dalam kota emaks 6%
2) Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng
normal ke superelevasi penuh. Dpat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Untuk jalan tanpa median :
1) Memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu
2) Memutar perkerasan jalan terhadap tepi sumbu
3) Memutar perkerasan terhadap tepi luar
5 LENGKUNG PERALIHAN
Pada saat masuk atau meninggalkan lengkung horizontal suatu kendaraan akan
mengikuti jejak transisi. Perubahan dari stir ini mengakibatkan perubahan nilai gaya
sentrifugal yang tidak dapat dilakukan dengan tiba – tiba. Jejak ini tergantung dari :
kecepatan, jari – jari, superelevasi dan tingkah laku pengemudi. Pada kecepatan tinggi
dan tikungan tajam, pengemudi sulit untuk memertahankan jejak tetap pada jalur normal,
sehingga perlu adanya suatu lengkung peralihan antara garis lurus dan lengkung. Dlam
menentukan lengkung peralihan dapat dibedakan menjadi :
1) Panjang lengkung peralihan (Ls) menurut Bina Marga
2) Panjang peralihan (Ls) menuru AASHTO’90
Titik penting hasil perencanaan sumbu jalan perlu dibuat tanda berupa patok –
patok dengan nomor kode referensi tertentu disebut stationing. Stationing diperlukan
untuk menentukan titk – titik penting dari rancangan geometrik jalan yang nantinya akan
dipatok atau stake – out ke lokasi nyata di lapangan.
Pada trase jalan, setelah ditentukan terlebih dahulu station awalnya sebagai awal
rencana sumbu jalan, biasanya stationing ditentukan :
1) Setiap jarak 100,0 m pada daerah datar
2) Setiap jarak 50,0 m pada daerah bukit
3) Setiap 25,0 m pada daerah gunung
Dengan format umum stationing X+YYY,ZZZ, dimana X menunjukkan besaran
kilometer, Y adalah besaran meter, dan Z adalah besaran per seribuan meter. Stationing
pada lengkung horizontal selain setiap jarak diatas, juga disesuaikan dengan bentuk
lengkungnya (FC,SCS,SS), karena perlu adanya penentuan station pada tempat
perubahan – perubahan lengkung.
V. DISAIN PELEBARAN
1 PELEBARAN TIKUNGAN
Pelebaran perkerasan atau jaur lalu – lintas di tikungan, dilakukan untuk
mempertahankan kendaraan tetap pada lintasannya (lajurnya) sebagaimana pada bagian
lurus. Hal ini terjadi karena pada kecepatan tertentu kendaraan pada tikungan cenderung
untuk keluar lajur akibat posisi roda depan dan roda belakang yang tidak sama. Pelebaran
jalan di tikungan mempertimbangkan :
1) Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
2) Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saa kendaraan melakukan gerakan
melingkar.
3) Pelebaran di tikungan ditentukan oeh radius belok kendaraan
rencana. Dalam melakukan pelebaran perlu memperhaikan beberapa
factor yaitu :
1) Pada tikungan tanpa spiral pelebaran dilakukan pada bagian dalam, dan dilakukan ½
sampai 2/3 dibagian lurus dan sisanya pada tikungan
2) Pada tikungan dengan spiral pelebaran dapat dilakukan pada bagian dalam atau
membagi 2 sama besar dan menempatkan di luar dan dalam tikungan
3) Sebaiknya dilakukan sepanjang superelevation run off (panjang pencapaian
kemiringan), tetapi jarak yang lebih pendek sering dipergunakan.
4) Pelebaran harus dilakukan secara teratur sebelum memasuki tikungan.
5) Untuk penampakan tepi perkerasan, pelebaran harus merupakan lengkung menerus
dan bukan – bagian – bagian yang lurus.
Menurut PPGJR 1970 atau rumus
3 TIKUNGAN GABUNG/MAJEMUK
Terdapat dua macam tikungan gabungan
yaitu:
a. Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan arah
putaran yang sama tetapi dengan jari – jari berbeda.
b. Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran berbeda.
Penggunaan tikungan gabungan tergantung pada perbandingan R1 dan R2 :
> , tikungan gabungan searah dihindarkan n
< , tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau clothide sepanjang
paling tidak 20 m.
Setiap tikungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus diantara kedua tikungan
pling tidak 30 m.
2 LANDAI MINIMUM
Lereng melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di
badan jalan, sedangkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping, yang
berfungsi membuang air permukaan sepanjangn jalan diperlukan suatu kalandaian
minimum. Dalam menentukan landau minimum ini, terdapat dua tinjauan, yaitu:
a. Kepentingan lalu lintas, yang ideal 0%
b. Kepentingan drainase, yang ideal jalan berlandai
Sehingga dalam perencanaan disarankan menggunakan
:
a. Landai datar, untuk jalan di atas timbunan tanpa kerb
b. Landai 0,15%, untuk jalan di atas timbunan, medan datar dengan kerb
c. Landai min 0,3 – 0,5%, untuk jalan pada daerah galian dengan kerb
3 LANDAI MAKSIMUM
Landai maksimum adalah kemungkinan kendaraan untuk terus bergerak tanpa
kehilangan kecepatan yang berarti. Landai mkasimum didasarkan pada kecepatan truk
bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan lebih dari separuh
kecepatan semula tanpa menggunkan gigi rendah. Untuk standar acuan yang digunakan
merencanakan landai maksimum adalah :
Gambar 26. Tabel kelandaian maksimum
(Sumber: RSNI, 2004)
4 PANJANG KRITIS
Panjang kritis merupakan panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak lebih dari 1 Vr dan lama perjalanan ditetapkan 1 menit dengan beban
2
penuh dan kecepatan 15 – 20 km/jam saat mencapai panjang kritis.
Dengan ketentuan :
Untuk jalan utama dengan Vr > 60 km/jam, panjang kritis tanjakan adalah jarak
maksimum dimana truk/bus dapat mencapai 50% Vr
Untuk jalan local dengan Vr 50 km/jam dan 40 km/jam. Penerapannya saat ini
digunakan untuk menentukan panjang kritis dengan memperhitungkan segi
ekonomisnya.
5 LAJUR PENDAKIAN
Lajur pendakian adalah lajur khusus untuk truk bermuatan berat/kendaraan lain
yang berjalan dengan kecepatan lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului
tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan. Lebar lajur
pendakian umumnya 3 m atau sama dengan lajur rencana. Dimulai 30 m dari awal
perubahan kelandaian dengan serongan 45 m dan berakhir 50 m sesudah puncak
kelandaian.
Kelandaian yang memerlukan lajur pendakian adalah tanjakan dengan landai 5% atau
lebih (3% atau lebih untuk jalan dengan Vr >= 100 km/jam),Sedangkan penempatannya
dilakukan dengan ketentuan:
Disediakan pada jalan arteri/kolektor
Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR>15.000 smp/hari dan
prosentase truk >15%
Faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan lajur pendakian diantaranya:
Tingkat pelayanan
Kelandaian
Panjang landai
Volume lalu lintas rencana/kapasitas lalu lintas
Komposisi kendaraan berat
6 LENGKUNG VERTIKAL
Tujuan adanya lengkung vertikal adalah untuk merubah secara bertahap
pergantian 2 macam kelandaian sehingga mengurangi shock dan menyediakan jarak
pandang henti yang dapat menyebabkan aman. Terdapat dua bentuk lengkung vertikal,
yaitu:
a. Lengkung vertikal cekung (Sag Vertikal Curve) adalah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
b. Lengkung Vertikal Cembung (Crest Vertikal Curve) adalah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan
8 LENGKUNG VERTIKAL
CEMBUNG Ditentukan berdasarkan :
a. Jarak Pandang
Jarak pandang henti
Jarak pandang menyiap (menyusul)
b. Kebutuhan Drainase
Ditentukan dengan memperhatikan bahwa lengkung vertikal cembung yang
panjang dan relative datar, dapat menyebabkan kesulitan dalam drainase jika
sepanjang jalan dipasang kerb. Sehingga dibatasi untuk tidak melebihi L = 50A
c. Kenyamanan Perjalanan
Pertimbangan secara visual sehingga tidak kelihatan melengkung, diambil tidak
kurang dari 3 detik perjalanan.
Gambar 30. Perhitungan kenyamanan lengkung cembung
(Sumber: Adrian, 2014)
9 LENGKUNG VERTIKAL
CEKUNG Ditentukan berdasarkan :
a. Jarak Pandangan Bebas di Bawah Bangunan
Merupakan jarak pandangan bebas pengemudi yang melintasi bangunan lain yang
terhalang oleh bagian bawah bangunan tersebut.
b. Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan
Merupakan batas pandangan pengemudi pada malan hari (tinggi lampu 0,6 dan
sudut penyebaran 1º)
c. Kenyamanan Pengemudi
Ditinjau dari adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung cekung.
Gambar 31. Perhitungan kenyamanan lengkung cembung
(Sumber: Adrian, 2014)
Jarak Penyinaran Lampu Kendaaraan
Keadaan S<L
²
L= ,
Keadaan S>L
,
L=2S–
Kenyamanan
²
Pengemudi L =
3 PERHITUNGAN PENAMPANG
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk perhitungan penampang
bergantung dari bentuk penampang tanah tersebut. Untuk penampang yang tidak
beraturan luas penampang dicari dengan menggunakan alat planimeter atau bisa memplot
gambar pada kertas millimeter. Sedangkan untuk penampang yang beraturan bisa
menggunakan rumus planimetri.
4 PERHITUNGAN VOLUME
Metoda perhitungan volume galian timbunan yang lazim digunakan adalah
metode Average End Area Method. Dengan metoda ini, ditentukan luas galian dan
timbunan pada penampang – penampang. Volume galian (G) adalah luas galian rata –
rata dari dua penampang berurutan dikalikan dengan jarak antara kedua penampang
tersebut (0,5[G1+G2].d). Volume timbunan adalah rata – rata dari dua penampang tersebut
dikalikan dengan jaraknya (0,5[T1+T2].d)
5 MASS DIAGRAM
Mass diagram adalah kurva untuk menggambarkan pemindahan tanah (haul),
pada suatu penampang melintang diatas atau dibawah profil jalan, mulai dari suatu
stasion tertentu sampai stasion berikutnya. Mass diagram dapat digunakan sebagai
beberapa alternatif untuk membandingkan nilai ekonomis dari sutu pekerjaan jalan raya.
Dengan membuat mass diagram dapat kita lihat pemindahan tanah denga overhaul, bisa
menguntungkan atau tidak.
2 KETENTUAN UMUM
Dalam merencanakan persimpangan banyak factor yang harus dipertimbangkan
tapi pada intinya perencanaan harus memenuhi aspek keselamatan dan kenyamanan
pengguna jalan tersebut serta mendukung hirarki fungsi dan kelas jalan tersebut.
3 BENTUK PERSIMPANGAN
5 ALINEMEN
Secara umum dapat dikatakan bahwa alinemen horizontal untuk jalan menerus
harus tetap bila melewati persimpangan. Lengkung yang tajam atau perubahan alinemen
di dalam persimpangan baiknya dihindari. Jari – jari lengkung dan alinemen vertikal pada
suatu persimpangan sebaiknya sama dengan bagian ruas jalan. Alinemen vertikal
sebaiknya 2,5%, sejauh mana kondisi tepi jalan tersebut masih aman dan lancer bagi lalu
– lintas. Disarankan jarak minimum bagian yang datar sama dengan hasil perkalian
banyaknya kendaraan yang berhenti dikalikan dengan Headway dalam satu cycle time.
6 KAKI/LENGAN PERSIMPANGAN
Jumlah kaki/lengan persimpangan disarankan tidak lebih dari 4. Jalan baru
sebaiknya tidak dirancang untuk dihubungkan dengan suatu persimpangan yang telah
ada. Untuk hal – hal dimana kondisi medan sangat sulit maka persimpangan saling tegak
lurus sulit diperoleh, maka persimpangan bisa tidak saling tegak lurus. Panjang daerah
persimpangan ditentukan oleh perkiraan panjang antrian kendaraan yang terjadi.
Untuk simpang tiga ganda memiliki parameter perencanaan : Jarak antara lengan
persimpangan harus lebih kecil dari 40 m, lintasan lalu lintas utama dilayani oleh jalur
lurus. Jarak antara persimpangan harus sejauh mungkin, jarak minimum harus lebih besar
jumlah : panjang jalinan, perkiraan panjang antrian yang terjadi selama satu siklus
periode berhenti, panjang lajur perlambatan.
7 LAJUR
Lajur merupakan bagian dari jalur yang memanjang, lebar lajur tergantung kepada
kecepatan rencana dan kendaraan rencana, terutama dalam melakukan maneuver
pergerakan membelok. Kebutuhan lajur membelok dan jumlah lajur di persimpangan
ditetapkan dengan mengacu pada MKJI. Pergeseran poros lajur tambahan (jika
diperlukan) harus dengan lengkung/taper yang tepat. Kaki/Lengan persimpangan untuk
lalu lintas menerus, lajur masuk dan lajur keluar harus berada pada satu lintasan/poros
garis lurus.
8 KANAL
Kanal adalah lajur khusus untuk belok kiri, lajur khusus belok kiri harus
dilengkapi pulau lalu lintas. Lebar kanal merupakan fungsi dari manuver kendaraan
rencana membelok. Selain itu kanal memiliki fungsi sebagai pengarah dan pengontrol
arus lalu lintas. Kanalisasi ini secara fisik dapat berupa marka jalan atau kerb, pagar,
ataupun pagar pengaman, dan patok pengarah. Dan dalam perencanaanya perlu
dipertimbangkan luas lahan yang ada, jenis pengatur lalu lintas, kendaraan rencana,
kecepatan rencana dan volume lalu lintas. Karena factor – factor tersebut akan
menentukan panjang jari – jari kanal.
10 BUNDARAN
Volume lalu lintas rencana yang digunkan dalam perencanaan bundaran adalah
volume lalu lintas seluruh kaki/lengan yang diperkiran akan memasuki bundaran pada
akhir umur rencana. Kendaraan rencana yang digunakan adalah kendaraan dengan radius
putar yang paing besar.
IX. PENUTUP
Demikian resume yang dapat saya buat. Dapat saya simpulkan sedikit mengenai
perencanaan geometrik diantaranya :
Pekerjaan lapangan, meliputi semua survey yang diperlukan.
Kriteria perencanaan, meliputi klasifikasi jalan, karakteristik lalu – lintas, kondisi
lapangan, pertimbangan ekonomi.
Penyiapan peta planimetri, yang merupakan peta hasil survei topografi yang
diperukan sebagai peta dasar perencanaan geometrik.
Perencanaan geometrik, meliputi jarak pandang perencanaan alinemen horizontal dan
vertikal.
Geoteknik dan material jalan, menguraikan pengolahan data geoteknik dan material
untuk keperluan konstruksi perkerasan dan drainase jalan.
Bangunan pelengkap jalan, meliputi tembok penahan, rambu lalu – lintas dll.