Anda di halaman 1dari 5

HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN- HKUM4407

Tutor: Suwandoko, S.H., M.H.


Email: suwandoko@untidar.ac.id
_____________________________________________________________________________

Tugas. 1_ Hukum Pajak dan Acara Perpajakan - HKUM4407


Nama: Henri Hermawan
NIM: 042380729
______________________________________________________________________________
Tugas.1

1. Sanksi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melaporkan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan telah ditetapkan berupa denda sebesar 100 ribu rupiah. Namun pada
praktiknya, biaya yang harus dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
melakukan penagihan sering kali lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai denda
sebesar 100 ribu rupiah tersebut.
Pertanyaan:
Menurut pendapat Anda, apakah Direktorat Jenderal Pajak tetap perlu melakukan penagihan atas
denda tersebut? Bandingkan dengan syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan peraturan
perpajakan yang adil menurut Adam Smith yang sering disebut dengan "The Four Cannons of
Adam Smith".

PEMBAHASAN:

Berdasarkan ketentuan UU No 28/2007 perubahan ketiga atas UU No 6/1983 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ditetapkan bahwa sanksi yang terlambat atau tidak
melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut:
 Seorang wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 21 akan
dikenakan denda sebesar Rp100.000
 Bila wajib pajak Badan/Perusahaan terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh
22 akan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000
 Sanksi administrasi untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebesar
Rp500.000
 Denda untuk Surat Pemberitahuan Masa Lainnya sebesar Rp100.000.
Pada abad XVIII, Adam Smith (1723 -1790), seorang penulis dan filsuf yang dianggap sebagai
bapak aliran ekonomi klasik, dalam bukunya yang terkenal yaitu An Inquiry into the Nature and
causes of the Wealth of Nations (Kemakmuran Bangsa -Bangsa) yang ditulis tahun 1776
memberikan pedoman bagi peraturan perpajakan, dimana pemungut pajak dalam memungut
pajaknya harus membuat peraturan dan mengikuti peraturan terse but yang memenuhi rasa
keadilan, yaitu dengan memenuhi prinsip certainty, equality, convenience, dan economic
(efisiensi).
Rochmat Sumitro dalam buku Asas dan Dasar Perpajakan I, mengutip pendapat Adam Smith
yang terkenal di seluruh dunia yang memberikan pedoman, bahwa supaya peraturan pajak itu
adil harus memenuhi empat syarat.
Keempat syarat tersebut disebut dengan “the four cannons of Adam Smith”, sering juga disebut
“the four maxims”, yaitu:
1. Equalty and equity. Orang berada dalam keadaan sama harus dikenakan pajak yang sama.
2. Certainty Dalam membuat Undang2 perpajakan, peraturannya harus jelas, tegas dan tidak
mengandung arti ganda dan memberikan peluang penafsiran.
3. Convenience of Payment Pajak harus dipungut pada saat yang tepat,yaitu saat wajib pajak
mempunyai uang.
4. Economics of collection Harus dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan pajak harus lebih
kecil dari uang pajak yang masuk.

Berkenaan dengan pertanyaan diatas tentang apakah Direktorat Jenderal Pajak tetap perlu
melakukan penagihan atas denda tersebut bila kita kaitkan dengan syarat yang harus dipenuhi
untuk menciptakan peraturan perpajakan yang adil menurut Adam Smith maka kami berpendapat
jenderal pajak tetap perlu melakukan penagihan dengan catatan bahwa harus tetap
mempertimbangkan bahwa biaya pemungutan pajak yang dilakukan harus lebih kecil dari uang
pajak yang masuk. Sehinga dengan demikian hal tersebut akan sesuai dengan pedoman yang
dipersyarat kan dalam “the four cannons of Adam Smith, point ke empat:
4.) Economics of collection Harus dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan pajak harus lebih
kecil dari uang pajak yang masuk.
Hal ini telah dilakukan oleh ditjen pajak dengan melakukan pelayanan, pemberitahuan,
pelaporan penagihan dengan lebih efisien dengan e-Billing On line Pajak. Semua jenis pajak atau
SPT Pajak dengan status pembayaran dan pembetulan apa pun itu melalui e-Filing Online Pajak
yang dapat mempermudah bagi semua wajib pajak dan diharapkan tepat waktu.
Tak sulit untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh seiring dengan kemudahan dalam
pelaporannya, karena bisa dilakukan secara online. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang
lama hanya untuk melaporkan SPT.
Sebagai warga negara yang baik yang turut serta membangun bangsa, maka tentunya setiap dari
kita dapat memenuhi kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak dengan benar dan dapat
menghindari terkena sanksi di masa yang akan datang.

2. Menurut sistem pemungutannya, pajak dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:


1. Official/government system
2. Self-assessment system
3. Withholding tax system
Ketiga sistem ini digunakan pada Indonesia, baik pada pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat
Jenderal Pajak maupun pajak daerah yang dikelola oleh masing-masing Pemerintah Daerah.
Pertanyaan:
a. Menurut Anda, dari kasus berikut, termasuk ke dalam sistem apakah kelompok pajak
tersebut? Berikan penjelasan atas pendapat Anda.
A adalah seorang karyawan pada sebuah perusahaan swasta. Setiap tahunnya, A membayar Pajak
Penghasilan (PPh) melalui perusahaan yang melakukan penghitungan atas pajak yang harus
dibayarkan A, memotong gaji A sesuai dengan nilai pajak yang harus dibayarkan, dan kemudian
perusahaan menyetorkannya sebagai pembayaran PPh dari A.
PEMBAHASAN:
Contoh kasus Ini dpat dikelompokkan ke dalam Withholding System.
Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak dan
bukan juga aparat pajak/fiskus.
Contoh Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh
bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan
pajak tersebut.
Jenis pajak yang menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
Sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem pemungutan pajak ini biasanya
berupa bukti potong atau bukti pungut.
Dalam beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti
potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari
wajib pajak yang bersangkutan.
b. B memiliki sebidang tanah dengan bangunan di atasnya. Atas tanah dan bangunan tersebut, B
memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
nilainya telah ditentukan berdasarkan perhitungan oleh Pemerintah Kabupaten tempat lokasi
tanah dan bangunan tersebut.
PEMBAHASAN:
Contoh kasus Ini dapat di golongkan ke dalam Official Assessment System. Official Assessment
System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.
Dalam sistem pemungutan pajak Official Assessment, wajib pajak bersifat pasif dan pajak
terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau
jenis pajak daerah lainnya.
Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi
besaran PBB terutang setiap tahunnya.
Jadi, wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB
berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek
pajak terdaftar.
Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:
 Besarnya pajak terutang dihitung oleh petugas pajak.
 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
 Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dan
menerbitkan surat ketetapan pajak.
 Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib
dibayarkan.

c. Perusahaan C adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur kendaraan di


Indonesia. Setiap tahunnya, perusahaan C melakukan penghitungan atas penghasilan yang
diperoleh selama satu tahun dan kemudian melakukan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh)
yang harus dibayarkan. Perusahaan C kemudian menyetorkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar dan kemudian melaporkannya dalam Surat Pemberitahunan (SPT) Tahunan.
PEMBAHASAN:
Contoh kasus ketiga ini dapat dikategorikan sebagai Self Assessment System.
Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan
besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung,
membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui
sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.
Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari para wajib
pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis pajak pusat.
Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu ini mulai
diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga
saat ini.
Namun, terdapat konskuensi dalam sistem pemungutan pajak ini. Karena wajib pajak memiliki
wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan, maka wajib pajak
biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment:
 Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri.
 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib pajak telat
lapor, telat bayar pajak terutang, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak
bayarkan namun tidak dibayarkan.

Sumber referensi:

- BMP HKUM4407 Oleh TJIB ISMAIL


- Journal; SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM ERA OTONOMI DAERAH Oleh:
Rona Rositawati, SH - https://core.ac.uk/download/11718716.pdf
- LAPOR PAJAK- 3 Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia -https://klikpajak.id/blog/3-sistem-
pemungutan-pajak-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai